Anemia 10 PDF
Anemia 10 PDF
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
EKA NOVIAWATI
NIM :109103000015
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Eka Noviawati
ii
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN KEJADIAN ANEMIA
PADA MAHASISWI PSPD ANGKATAN 2009-2011 UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
OLEH :
EKA NOVIAWATI
NIM : 109103000015
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
DEWAN PENGUJI
dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dr. Hadianti, Sp.PD
Penguji 1 Penguji 2
PIMPINAN FAKULTAS
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And dr. Syarief Hasan Luthfi, Sp. KFR
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur disampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada mahasiswi
PSPD angkatan 2009-2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima
kasih atas semua dukungan serta memberikan masukan untuk penelitian
saya.
2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan atas segala
dukungan serta pemberian izin untuk sidang skripsi saya.
3. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dan dr. Hadianti, Sp.PD selaku dosen
pembimbing penelitian saya, terima kasih untuk ilmu, bimbingan, saran,
dukungan dan do’a yang dokter berikan dari awal sampai selesainya
skripsi ini. Terima kasih telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2009, yang telah banyak
“menyadarkan” saya dengan mem-follow-up di setiap akhir modul untuk
mempercepat penyelesaiaan penelitian ini.
5. Dr. Agi Harliani, MBiomed dan dr. Fransisca T.A, MS, Sp.GK selaku
penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji
pada sidang skripsi ini dan memberikan koreksi dan saran yang telah
memperkaya diri ini dengan banyak ilmu.
6. H. Waris HR, SPd sebagai ayah penulis dan Hj. Siti Hamnah sebagai ibu
penulis, terima kasih atas dukungan dan do’a dari kalian, betapa
bersyukurnya saya menjadi buah hati kalian. Fitri Yunengsih dan Ilmia
Nurwahidah sebagai adik dan kakakku yang tercinta yang telah membantu
menghibur saya dengan keceriaan kalian. Sahabat–sahabatku tersayang
Adinda, Angelia, Ayesha, dian, Reani, Rahmatul, Resti, Adel serta
teman–teman seperjuangan kelompok riset farid, Neneng, Lia dan Tarekh
terima kasih untuk semuanya.
7. Semua responden mulai dari angkatan 2009-2011 terima kasih telah
bersedia menyediakan waktunya menjadi sample penelitian saya.
8. Seluruh staf di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah, terutama mbak Pipit yang bersedia untuk direpotkan oleh
kami para mahasiwa. Terima kasih banyak atas jasa–jasanya.
Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan kita semua.
Penulis
ii
ABSTRAK
Eka Noviawati. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan asupan zat besi
dengan kejadian anemia pada mahasiswi PSPD angkatan 2009-2011 Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Anemia merupakan masalah medis yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, di
samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang.
Anemia yang paling banyak ditemukan adalah anemia defisiensi besi. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada mahasiswi
PSPD angkatan 2009-2001 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rancangan penelitian cross
sectional selama bulan juli-agustus 2012. Dengan jumlah sample 92. Hasil penelitian
menunjukan bahwa responden dengan asupan zat besinya kurang yang mengalami
anemia sebanyak 46,7 % dengan p = 0,000. Dengan demikian ada hubungan antara
asupan zat besi dengan kejadian anemia.
ABSTRACT
Eka noviawati. Medicine Study Programe. Relations iron intake with the
incidence of anemia in force 2009-2011 PSPD students Uin Sharif Hidayatullah
Jakarta.
Anemia is a medical problem most often found around the world, in addition to a
major public health problem, particularly in developing countries. Anemia The
most common is iron deficiency anemia. The purpose of this study to determine
the relationship of iron intake with the incidence of anemia in the 2009-2001
armed PSPD student UIN Sharif Hidayatullah Jakarta. Cross-sectional design of
the study during the month of July-August 2012. With 92 samples. The results
showed that respondents with less iron intake with anemia as much as 46.7% with
p = 0.000. Thus there is a correlation between iron intake with anemia.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRACT..........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
LAMPIRAN ......................................................................................................... 38
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah gizi yang paling sering dijumpai di seluruh dunia,
terutama di negara berkembang. Survei berbagai negara menunjukkan prevalensi
anemia berkisar 32%-55%. Pada negara-negara berkembang insiden anemia masih
sangat bervariasi. prevalensi anemia pada penduduk perkotaan sebesar 19,1%.1
WHO menyatakan bahwa 41,4 %-66,7 % remaja putri di Indonesia menderita
anemia.2
Anemia adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan
hitung eritrosit (red cell count). Salah satu penyebab anemia adalah defisiensi
besi. Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup
dalam tubuh. Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam
membantu meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Absorpsi besi yang
efektif dan efisien memerlukan suasana asam dan adanya reduktor, misalnya
vitamin C.3
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia yaitu sebanyak 35 gram di dalam tubuh wanita dewasa.3 Selain sebagai
komponen pembentukan hemoglobin zat besi berfungsi sebagai alat angkut
elektron didalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh.4
Kurangnya kadar hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu,
lemah, letih, dan cepat capai. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah
raga dan produktivitas kerja. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan
menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Hal ini
tentu berpotensi menghambat dan menurunkan prestasi, produktivitas, kualitas
hidup mahasiswa yang biasanya syarat akan aktivitas diluar kegiatan perkuliahan.
Kebutuhan zat besi pada wanita tiga kali lebih besar dari pada pria. Hal ini antara
lain karena wanita mengalami haid setiap bulan yang berarti kehilangan darah
1
secara rutin dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu anemia pada wanita
terutama remaja putri dapat timbul akibat melakukan diet yang salah untuk
menurunkan berat badan.4 Berdasarkan penguraian tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan asupan zat besi dengan kejadian
anemia pada mahasiswi PSPD angkatan 2009-2011 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Bagaimana asupan zat besi pada mahasiswi FKIK UIN Syarif Hidayatullah dan
adakah hubungannya dengan terjadinya anemia?
1.3 TujuanPenelitian
Mengetahui hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada
Mahasiswi PSPD Angkatan 2009-2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Diketahuinya asupan zat besi pada mahasiswi PSPD angkatan 2009-2011 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai informasi mengenai keterkaitan antara asupan zat besi dengan anemia,
serta memberikan informasi mengenai kesehatan dan status gizi dari masing-
masing mahasiswi.
2
1.4.2 Bagi Masyarakat Umum
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
4
Kelompok Prevalensi
Ibu hamil 63,5%
Anak balita 55,5%
Anak usia sekolah ( 6 – 12 tahun ) 24%- 34%
Wanita dewasa 30%- 40%
Pekerja berpenghasilan rendah 30%- 40%
Laki – laki dewasa 20%- 40%
Sumber: supariasa dkk (2002)
Klasisikasi Anemia
I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B 12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non- megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati ( 2009 p 111)
5
2.4 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terjadi karena
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, kekosongan cadangan besi
(depleted iron store) menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang.3
Anemia defisiensi besi ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan
hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong.
Pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial
berkurang, tetapi cadangan besi masih normal. Sedangkan pada anemia
sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang dikarenakan
oleh mitokondria yang terganggu sehingga menyebabkan inkorporasi besi ke
dalam heme terganggu.3
2.5 Kompartemen besi didalam tubuh
Besi di dalam tubuh terdiri atas 3 bentuk yaitu 3:
1. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang
mempunyai fungsi di dalam tubuh.
2. Besi cadangan, yaitu senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi
berkurang.
3. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu yang
berfungsi sebagai pengangkut besi dari kompartemen yang satu menuju
kompartemen yang lain.
6
dari saluran cerna ke dalam mukosa. Transferrin mukosa ini kemudian
kembali ke lumen saluran cerna untuk mengikat besi lain. Sedangkan
transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh.
Zat besi dari makanan yang diserap oleh duodenum kemudian masuk ke
dalam plasma darah sedangkan sebagian yang tidak diserap keluar dari tubuh
bersama feses. Di dalam plasma berlangsung proses turn over, yaitu proses
pergantian sel-sel darah merah baru. Setiap hari turn over besi ini sejumlah 35
mg, tetapi tidak semuanya didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu
sebanyak 34 mg, berasal dari penghancuran sel-sel darah merah tua dan sel-sel
yang telah mati. Dari proses turn over tersebut zat besi disebarkan ke seluruh
jaringan tubuh dengan menggunakan alat angkut yaitu transferin reseptor, dan
sebagian besi lainnya disebarkan ke dalam sumsum tulang untuk pembentukan
sel darah merah yang baru. Kelebihan besi di simpan sebagai protein ferritin
dan homosiderin di dalam hati sebanyak 30%, sumsum tulang belakang 30%,
dan selebihnya di dalam limpa dan otot. Dari simpanan tersebut sejumlah 50
mg zat besi dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh dalam sehari, seperti
untuk pembentukan hemoglobin. Pengeluaran besi dari sel-sel yang sudah
mati yaitu melalui kulit, saluran pencernaan, ataupun yang keluar melalui urin
berjumlah 1 mg setiap hari, ini disebut dengan kehilangan basal ( Iron bassal
losses).6
2.7 Absorbsi besi
Zat besi yang terkandung dalam makanan memerlukan proses absorbsi
dalam tubuh. Proses ini paling banyak terjadi di bagian proksimal duodenum.
Hal ini karena PH dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang
diperlukan dalam absorbsi besi pada epitel usus. Proses absorbsi zat besi
dibagi dalam 3 fase 3 :
1. Fase luminal : Zat besi yang terkandung dalam makanan diolah di
lambung agar siap diserap di duodenum. Pada fase ini besi yang
terkandung dalam makanan terdiri atas dua bentuk, yaitu :
a. Besi heme : Tingkat absorbsi dan bioavabilitasnya tinggi.
b. Besi non-heme : Tingkat absorbsi dan bioavabilitasnya rendah.
7
2. Fase mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan
suatu proses yang aktif. Penyerapan pada fase ini terutama terjadi di
duodenum dan jejunum proksimal. Besi dipertahankan dalam keadaan
terlarut yang dipengaruhi oleh asam lambung. Pada brush border dari sel
absortif, besi feri dikonversi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase,
yang dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB).
Tarnsport melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (
DMT 1, disebut juga sebagai Nramp 2 ). Setelah besi masuk ke dalam
sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan
melalui basolateral transporter ( ferroprotin disebut juga sebagi IREG 1 )
kedalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi reduksi dari feri menjadi fero
oleh enzim ferooksidase ( oleh hepahaestin, yang identik dengan
seruloplasmin pada metabolisme tembaga), kemudian besi ( feri ) diikat
oleh apotransferin dalam kapiler usus. Besi heme diabsorbsi melalui
proses yang berbeda yang mekanismenya belum diketahui dengan jelas.
Besi heme dioksidasi menjadi hemin, yang kemudian diabsorbsi secara
utuh yang diperkirakan melalui suatu reseptor. Abosrbsi besi heme jauh
lebih efisien dibandingkan dengan besi non-heme. Besar kecilnya besi
yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set
point yang sudah diset saat enterosit berada di dasar kripta Lieberkuhn,
kemudian pada waktu pematangan bermigrasi kearah puncak vili
sehingga siap sebagai sel absorptif. Dikenal adanya mucosal block.dimana
setelah beberapa hari dari suatu bolus besi dalam diet, maka enterosit
resisten terhadap absorbsi besi berikutnya. Hambatan ini kemungkinan
timbul karena akumulasi besi dalam enterosit sehingga menyebabkan set-
point diatur seakan-akan kebutuhan besi sudah berlebih.
3. Fase korporeal : yaitu proses yang meliputi transportasi besi dalam
sirkulasi, utilisasi besi oleh sel – sel yang memerlukan, dan penyimpanan
besi (storage) oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus),
melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin. Transferin akan melepaskan besi
pada sel RES melalui proses pinositosis. Satu molekul transferin dapat
8
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin
akan diikat oleh reseptor transferin yang terdapat pada permukaan sel,
terutama sel normoblas, kompleks transferin dan reseptor transferin akan
terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin, cekungan ini
mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom, menyebabkan
perubahan konformasional dalam protein sehingga melepaskan ikatan besi
dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel sehingga dapat
dipergunakan kembali.
2.8 Mekanisme regulasi absorbsi besi
Ada tiga mekanisme dalam regulasi absorbsi dalam usus yaitu3 :
1. Regulator dietetik
Absorbsi besi dipengaruhi oleh kandungan besi di dalam diet. Diet dengan
bioavabilitas tinggi, yaitu mengandung besi heme (besi dari sumber
hewani), serta adanya faktor enhancer akan meningkatkan absorbsi besi.
Sedangkan diet dengan bioavabilitas rendah, yaitu mengandung besi non-
heme (besi yang berasal dari sumber nabati), dan banyak mengandung
inhibitor akan mengalami persentase absorbsi besi yang rendah.
2. Regulator simpanan
Penyerapan besi juga diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besi akan rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya apabila
cadngan besi rendah maka absorbsi besi akan ditingkatkan.
3. Regulator eritropoetik
Absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis. Erytropoietic
regulator mempunyai kemampuan regulasi absorbsi besi yang lebih tinggi
dibandingkan stores regulator.
2.9 Klasifikai derajat defisiensi besi
Dilihat dari derajat beratnya kekurangan besi di dalam tubuh, dapat
debedakan 3 keadaan, yaitu3 :
1. Deplesi besi ( iron depleted state ), yaitu bila cadangan besi turun tetapi
penyediaan besi untuk eritripoesis belum terganggu.
9
2. Eritripoesis defisiensi besi ( iron deficient erythropoesis ), yaitu bila
cadangan besi dalam keadaan kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis
terganggu namun belum timbul anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi, yaitu bila cadangan besi yang kosong dengan
disertai anemia secara laboratorik.
Dengan demikian jelas bahwa anemia defisiensi besi merupakan derajat
kekurangan besi tahap lanjut.
2.10 Etiologi anemia defisiensi besi
Penyebab anemia defisiensi besi antara lain : (1) rendahnya asupan besi,
(2) gangguan absorbsi, (3) kehilangan besi akibat perdarahan yang menahun.
Perdarahan dapat berasal dari saluran cerna akibat dari tukak peptik,
penggunaan salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. Selain itu perdarahan
dapat pula berasal dari saluran genitalia pada perempuan yaitu akibat
menorhagia atau metrorhagia dan hematuria.
- Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi ( bioavabilitas ) besi yang tidak baik ( makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging ).
- Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
- Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, kolitis kronik.3
2.11 Gejala anemia defisiensi besi
Gejala pada anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 yaitu3 :
1. Gejala umum anemia
Gejala yang disebut sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi jika kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga berdenging.
2. Gejala khas defisiensi besi :
Koilonychia : kuku sendok ( spoon nail ), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti
sendok.
10
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis ( cheilosis ) : adanya keradngan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna keputihan.
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorodia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti :
tanah liat, es, lem dan lain-lain.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia
akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia
karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan
kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari kanker tersebut.
2.12 Pencegahan Anemia
1. Pendidikan kesehatan: kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian
alas kaki untuk mencegah penyakit cacing tambang, penyuluhan gizi untuk
mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
yang sering dijumpai didaerah tropik. Pengendalian infeksi cacing
tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmetik
dan perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada
bahan makan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung utnuk
roti atau bubuk susu dengan besi.3
2.13 Jenis – Jenis Zat besi
Jenis zat besi dalam bentuk kimia didalam makanan terdiri atas dua jenis
yaitu :bentuk heme dan bentuk non-heme. Bentuk heme terdapat dalam
hemoglobin yaitu terdapat dalam daging, hati dan ikan. Besi heme menyusun
11
sekitar 10-15% dari total besi dalam makanan. Absorbsi besi dalam bentuk
heme ini dapat dikatakan sempurna dan sangat sedikit dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain dalam makanan. Besi dalam bentuk heme dapat langsung
diabsorbsi melalui reseptor dan protein transporter tertentu terutama didaerah
duodenum dan jejunum bagian atas. Penyerapan zat besi ini 20 -30 %.7
Sebanyak 80 % besi dalam makanan adalah dalam bentuk besi non heme.
Bentuk ini terdapat pada 60% produk hewani dan 100 % produk nabati.
Absorbsi besi non heme tergantung pada seberapa besar bentuk tersebut dapat
larut dalam usus. Perubahan bentuk kimia dari ferri ( Fe 3+) menjadi ferro (
Fe2+) sangat menentukan daya penyerapan dan penggunaan besi non-heme
ini. Penyerapan besi non-heme hanya sebesar 1-16%.7
Berdasarkan hasil analisa bahan makanan didapatkan bahwa sebanyak 30-
40% zat besi dalam hati dan ikan,50-60% zat besi dalam daging sapi,kambing,
dan ayam adalah dalam bentuk heme. Zat besi ini terutama terdapat pada
produk hewani hasil olahan darah, sedangkan zat besi non hewani atau zat
besi dari bahan nabati pada umumnya terdapat dalam makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur- sayuran, buah-buahan.7
12
2. Untuk Kemampuan
Otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang diperoleh dari transport besi
yg di pengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi meningkat selama
pertumbuhan hingga remaja. Defisiensi besi berpengaruh pada fungsi otak,
terutama pada fungsi neurotransmiter. Akibatnya kepekaan reseptor saraf
dopamine berkurang dan dapat berakhir dengan hilangnya reseptor
tersebut. Jika ini terjadi maka daya konsentrasi, daya ingat dan
kemampuan belajar terganggu, bahkan menurun.
3. Sebagai Sistem kekebalan
Pada defisiensi besi, respon kekebalan oleh sel limfosit-T berkurang
karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut yg disebabkan karena
berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA karena gangguan
enzim yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu sel
darah putih yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri tidak dapat
bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi.
4. Sebagai Pelarut Obat – Obatan
Obat–obatan yang tidak larut dalam air dapat dilarutkan oleh enzim-enzim
yang mengandung besi, sehingga dapat dikeluarkan dari dalam tubuh.
Sumber zat besi terdapat ada makanan hewani, seperti daging, ayam, ikan dan
makanan hasil olahan darah seperti hati. Sumber zat besi lainnya yaitu telur,
kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran hijau dan buah-buahan. Disamping jumlah
besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan yang disebut ketersediaan
biologik ( bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan
mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi dalam kacang-kacangan
mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi dalam sediaan sayur-sayuran
terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai
ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-
hari yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-
tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi.9
13
2.16 Dampak Kekurangan dan Kelebihan besi
Kecukupan zat besi bisa didapat di dalam makanan dan tiap makanan
mengandung zat besi yang berbeda-beda, seperti dalam tabel 2.4.11
Kebutuhan zat besi yang diserap berbeda-beda antara individu, umur, jenis
kelamin dan kondisi fisiologis, seperti yang terdapat pada tabel 2.5 sebagai
berikut :12
14
Tabel 2.5 Angka kecukupan zat besi
Berat Tinggi
Gol. Umur Energi ( Kkal ) Besi (mg)
Badan Badan
Pria
Sedang 3000 13
Berat 3600 13
Wanita
Sedang 2250 26
Berat 2600 26
(+) Menyusui
15
2.19 Mengukur Hemoglobin
2.19.3 Hemoglobinometer
16
2.20 Penilaian konsumsi pangan individu
Catatan makanan ( dietary record ) atau catatan harian diet ( food diary )
adalah deskripsi lengkap jenis dan jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi, setiap kali makan, pada periodee tertentu yang ditetapkan, biasanya
3-7 hari. Catatan dapat berupa formulir khusus atau buku kecil yang berupa
lembaran kosong atau telah berisi anjuran kategori pangan setiap hari. Pada
beberapa penerapan, pangan ditimbang atau diukur dengan prosedur tertentu.14
17
mengukur porsi pangan dapat digunakan ukuran rumah tangga baku seperti piring,
sendok makan. Pengukuran tambahan dapat dilakukan dengan menggunakan rol
(untuk daging dan kue) dan hitungan (untuk telur dan roti). Ukuran porsi biasanya
dikonversi ke gram oleh peneliti sebelum menghitung asupan gizi.14
Jumlah hari yang diperlukan dalam metode ini bervariasi, biasanya tiga, lima,
atau tujuh hari. Akhir minggu harus secara proporsional disertakan pada periode
survei makanan pada setiap subjek untuk memperhitungkan efek hari dalam
minggu yang potensial pada asupan pangan dan zat gizi. Tidak ada kesepakatan
tentang jumlah, jarak, dan pemilihan hari pencatatan untuk menandakan baik
asupan kebiasaan pangan atau zat gizi individu dengan metode ini.14
1. Daftar pangan
2. Frekuensi konsumsi ( dalam hari, minggu, atau bulan )
Prinsip pendekatan frekuensi makan dalam kaitan antara asupan pangan (zat
gizi ) dengan timbulnya penyakit adalah bahwa rata-rata asupan jangka panjang
(misalnya, diatas satu minggu, bulan, atau tahun), merupakan paparan yang lebih
bermakna dibandingkan asupan pada beberapa hari. Oleh karena itu, perkiraan
asupan pangan secara kasar dalam jangka panjang lebih tepat daripada perkiraan
asupan pangan periode singkat.
18
2.21 Kerangka teori
HB rendah
Anemia
defisiensi besi
Keterangan :
Asupan fe Anemia
19
2.23 Definisi operasional
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
c. Kriteria Drop Out
Data responden tidak lengkap.
Tidak mengumpulkan hasil asupan makanan dalam bentuk food record
dan food frequency.
3.3.4 Besar sampel
n1 n2
Z 2 PQ Z P1Q1 P2 Q2 2
P1 P2 2
Keterangan:
Zα : deviat baku alpha, ditetapkan sebesar 5% Zα = 1,64
Zβ : deviat baku beta ditetapkan sebesar 20% Zβ = 0,84
P2 : proporsi pada kelompok standar, tidak berisiko, tidak terpajan atau
kontrol
Q2 : 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok uji, berisiko, terpajan atau kasus
Q1 : 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P1 P2
P : proporsi total =
2
Q : 1-P
22
3.4 Cara Kerja Penelitian Pengumpulan
data populasi
23
b. Data sekunder
Data sekunder penelitian ini adalah data mahasiswi PSPD UIN Syarif
Hidayatullahangkatan 2009-2011 yang masih aktif yang diperoleh dari bagian
administrasi PSPD UIN.
3.5.2 Pengolahan
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian.
Oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Setelah data terkumpul,
tahap selanjutnya adalah melakukan proses editing, yaitu memeriksa data hasil
pengisian pencatatan oleh peneliti. Setelah proses editing selesai, tahap
selanjutnya adalah proses men-entry data ke perangkat komputer lalu dilakukan
coding yaitu mengkategorikan data serta dilakukan proses cleaning data untuk
membersihkan kesalahan data yang dimasukkan. Setelah data benar-benar bersih,
baru dilakukan analisa lebih lanjut terhadap data dengan menggunakan perangkat
lunak pengolah data. Berikut bagan yang menjelaskan proses pengolahan data:
3.5.3 Analisa
1 Analisa Univariat
Analisa ini bertujuan untuk menggambarkan jumlah sampel yang
mengalami anemia, tidak anemia, serta gambaran asupan zat besi dan indeks
massa tubuh dengan menyajikan data dalam bentuk tabel.
2 Analisa Bivariat
Analisa ini merupakan suatu analisa untuk melihat hubungan antara
variabel dependen dan independen dengan melakukan uji chi square. Uji chi-
square dilakukan untuk menganalisa variabel dependen (anemia) dengan variabel
independen (asupan zat besi), dimana kedua variabel ini bersifat kategorik.
Melalui uji statistik chi-square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua
variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 yang berarti Ho
ditolak dan Ha diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p >
0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
24
3.5.4 Rencana Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tekstural dan tubural. Kemudian
diinterpretasikan secara deskriptif. Data disusun dalam bentuk laporan hasil
penelitian untuk selanjutnya dipresentasikan.
25
BAB IV
Jumlah Persentase
Angkatan
2009 18 19%
2010 41 44,6%
2011 33 35,9%
Total 92 100%
Dari tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 92
responden diketahui bahwa sebagian besar responden dari angkatan 2010
(44,6%).
26
4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi
Jumlah Presentase
Underweight 13 14,1 %
Normal 63 68,5 %
Overweight 8 8,7 %
Obese 8 8,7 %
Total 92 100 %
27
maupun aktivitas kemahasiswaan lainnya dapat mempengaruhi pola makan
mereka sehingga asupan gizi tidak mencukupi. Kurangnya variasi makanan di
kampus, tinggal terpisah dari orang tua, juga dapat mempengaruhi asupan
responden.
Dapat diketahui bahwa dampak indeks masa tubuh yang kurang yaitu
mereka dengan berat badan terlalu rendah memiliki risiko osteoporosis (tulang
keropos) yang lebih tinggi. Berat badan yang terlalu rendah juga berkaitan dengan
gangguan sistem reproduksi, seperti infertilitas dan risiko mengalami keguguran
saat kehamilan yang lebih tinggi. Berat badan terlalu rendah, dikombinasi dengan
pola diet yang kurang asupan zat besi dan asam folat, berkaitan dengan masalah
anemia.17
4.2.2 Rerata Analisis Asupan Menurut Food Record dan Food Frequency
Tabel 4.2.2 Rerata analisis asupan food record dan food frequency
Karbohidrat 101,59 gr -
Protein 41,31 gr -
Lemak 40,31 gr -
Fe 10,56 mg 20,76 mg
28
Berdasarkan tabel 4.2.2 didapatkan perbedaan antara hasil analisis food
record dan food frequency, pada asupan Fe.
Hasil ini terdapat perbedaan yang mencolok karena pada metode food
record ini responden diminta untuk mencatat semua yang dia makan dan minum
selama 3 hari (satu hari weekend dan 2 hari weekdays) karena metode ini
dilaksanakan ketika bulan ramadhan. Asupan Fe bisa mempengaruhi hasil food
record karena pada puasa ramadhan terjadi perubahan pola makan, yang semula
tiga kali menjadi dua kali. Diperkirakan perubahan frekuensi makan ini dapat
menurunkan jumlah asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh.
Rerata asupan responden berdasarkan hasil food record asupan fe didapatkan nilai
median 9,75 mg/hari (5,8 mg/hari- 14,8 mg/hari).
Jumlah Presentase
Kurang 77 83,7 %
Cukup 15 16,3 %
Total 92 100 %
Rerata asupan fe pada responden berdasarkan hasil food record adalah kurang (
83,7 % ) Menurut widyakarya nasional pangan dan gizi V, Jakarta 1993, angka
kecukupan gizi untuk zat besi 26 mg.12
29
4.2.4 Distribusi responden berdasarkan hasil food frequency asupan fe
Jumlah Presentase
Kurang 62 67,4 %
Cukup 30 32,6 %
Total 92 100 %
30
4.2.5 Distribusi responden berdasarkan nilai Hb
Jumlah Presentase
Anemia 43 46,7 %
Normal 49 53,3 %
Total 92 100 %
31
4.3.1 Hubungan asupan Fe dengan Anemia
P= 0,000
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian
bahwa terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada
remaja putri dengan nilai p = 0,000 ( p< 0,05 ).20
Remaja putri menderita anemia,hal ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat
gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu remaja putri mengalami menstruasi
setiap bulannya sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara jumlah
makanan yang dikonsumsi lebih rendah dari pada pria, karena faktor takut
gemuk.19
Anemia kekurangan zat besi dapat menimbulkan berbagai dampak pada
remaja putri antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit, menurunnya aktifitas dan prestasi belajar. Disamping itu, remaja putri
yang menderita anemia juga kebugaran tubuhnya akan menurun, sehingga
menghambat prestasi dan produktifitasnya. Selain itu masa remaja merupakan
32
masa pertumbuhan yang sangat cepat, kekurangan zat besi pada masa ini akan
mengakibatkan tidak tercapainya pertumbuhan optimal.18
Asupan zat besi yang kurang pada mahasiswi PSPD UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta kemungkinan dikarenakan pada responden merupakan
mahasiswi yang tidak tinggal bersama orang tua, sehingga pola makan tidak
teratur, yang menyebabkan asupan zat besi berkurang, atau karena kesibukan para
mahasiswi karena aktivitas yang padat, baik aktivitas di perkuliahan atau diluar
perkuliahan ini yang menyebabkan pola asupan zat besi berkurang dan juga
mengalami anemia.
2. Penilaian asupan zat besi berdasarkan food record dan food frequency
bersifat subyektif, tidak menggambarkan obyektif. Karena dalam analisis
asupan mungkin saja bisa terjadi kesalahan dalam mengisi dan mengolah
data.
3. Dalam pengambilan darah untuk pemeriksaan nilai hb hanya
menggunakan alat hemoglobinometer dan pemeriksaan tidak
menggunakan darah vena.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar pengambilan
data responden tidak pada saat bulan ramadhan karena ditakutkan
hasilnya akan tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena pada saat
bulan ramadhan dimana terjadi perubahan waktu pola makan dimana
menurunnya asupan gizi.
2. Jika akan melakukan pemeriksaan hb sebaiknya dilakukan dengan
pengambilan darah vena agar hasil tidak bias.
3. Untuk mahasiswi lebih diperhatikan lagi pola makan yang baik
khususnya untuk asupan zat besi agar tidak terjadi berkurangnya
asupan zat besi dan mengalami anemia
4. Untuk institusi agar diadakannya variasi makanan dikampus agar
asupan para mahasiswi lebih baik lagi khususnya untuk asupan zat
besi.
34
Daftar Pustaka
35
14. Siagan Albiner. Epidemiologi Gizi 22-27. Erlangga, jakarta;2010
15. Departemen Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI,
jakarta ; 2010
16. Supariasa IDN. Bakrie B. Fajar I. Penilaian Status Gizi.Penerbit Buku
Kedokteran EGC, jakarta; 2001
17. Indrawati. Pengaruh asupan kalori dengan perubahan indeks masa tubuh.
http://repository.unand.ac.id/imt.pdf . Diakses pada tanggal 22 agustus 2012
18. Departemen Kesehatan RI.anemia pada remaja putri. Jakarta : Depkes RI.
2003.
19. Citra K. Anemia Gizi. http://lms.unhas.ac.id . diakses pada tanggal 22 agustus
2012
20. Dian p. Hubungan asupan zat gizi dan pola menstruasi dengan kejadian
anemia pada remaja putri, semarang;2011. http://eprints.undip.ac.id/32594/
diakses pada tanggal 1 september 2012.
21. M. Sopiyudin Dahlan. Satistik untuk kedokteran dan kesehatan. Salemba
medika, jakarta; 2009
22. A. V. Hoffbrand . J. E. Pettit. P.A.H. Moss. Kapita selekta hematologi edisi 4.
EGC, jakarta; 2005
23. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka
cipta, jakarta; 2010
36
Lampiran 1
klasifikasi imt
Nilai Hb
37
Hubungan asupan fe dengan anemia
klasifikasi hb * FRfe_1 Crosstabulation
FRfe_1 Total
kurang cukup
Count 43 0 43
anemia
Expected Count 36,0 7,0 43,0
klasifikasi hb
Count 34 15 49
normal
Expected Count 41,0 8,0 49,0
Count 77 15 92
Total
Expected Count 77,0 15,0 92,0
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 15,728 1 ,000
b
Continuity Correction 13,564 1 ,000
Likelihood Ratio 21,457 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 15,557 1 ,000
N of Valid Cases 92
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,01.
b. Computed only for a 2x2 table
FFQfe_1 Total
kurang cukup
Count 43 0 43
anemia
Expected Count 29,0 14,0 43,0
klasifikasi hb
Count 19 30 49
normal
Expected Count 33,0 16,0 49,0
Count 62 30 92
Total
Expected Count 62,0 30,0 92,0
38
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 39,065 1 ,000
b
Continuity Correction 36,329 1 ,000
Likelihood Ratio 50,735 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 38,641 1 ,000
N of Valid Cases 92
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,02.
b. Computed only for a 2x2 table
39
Lampiran 2
Data kuisioner
Lembar Persetujuan Responden
(……..............……………)
40
Nama Responden :
Tanggal Lahir/umur :
Angkatan :
Nomer hp :
a. Ya b. Tidak
4.apakah anda mengalami infeksi malaria, HIV, atau cacing tambang 3 bulan terakhir?
a. Ya b. Tidak
41
Nama Responden :
Tanggal Lahir/umur :
BB/TB :
BMI :
1. Isi form food record pada 2 hari weekday (senin-jumat) dan salah satu hari
weekend (sabtu atau minggu) mulai kalian bangun pagi sampai tidur kembali di
malam hari
Mangga 2 buah
5. Bila tabel tidak cukup bisa tuliskan di balik lembar kertas isian
42
Hari /tgl Waktu Bahan Jumlah Ukuran Dimana
makan Makanan
II
...................
..../..../2012
III
...................
..../..../2012
43
Hari /tgl Waktu makan Bahan Jumlah Ukuran Dimana
Makanan
III
...................
..../..../2012
44
Food Frequency Question
Contoh pengisian
45
Food Frequency Question
Nama Responden :
Tanggal Lahir/umur :
BB/TB :
BMI :
46
23 Hati ayam (30 1 buah
gr) sedang
24 Daging ayam 1 pitg
(50 gr) sedang
25 Hati sapi (50
gr)
26 Daging sapi 1 ptg sedang
(50 gr)
27 Hati kambing
28 Daging 1 ptg sedang
kambing (40
gr)
29 Dendeng sapi 1 ptg sedang
(15 gr)
30 Telur ayam (55 1 butir
gr)
31 Telur bebek
(50 gr)
32 Ikan bandeng
33 Ikan peda (35 1 ekor kecil
gr)
34 Ikan bawal
35 Ikan mas (45 1/3 ekor
gr) kuning
36 Ikan ekor
kuning
37 Ikan asin 1 ptg sedang
kering (15 gr)
38 Kerang (90 gr) ½ gelas
39 Ikan sarden
40 Ikan rebon
kering
41 Ikan teri (15 1 sdm
gr)
42 Sayur bayam 1 sdm/1
mangkuk
43 Bayam merah 1 sdm/1
mangkuk
44 Cabe merah
45 Cabe rawit
46 Daun bawang 1 sdm/1
mangkuk
47 Daun melinjo 1 sdm/1
mangkuk
48 Daun singkong 1 sdm/1
mangkuk
49 Jamur kuping 1 sdm/1
mangkuk
50 Kangkung 1 sdm/1
47
mangkuk
51 Daun katuk 1 sdm/1
mangkuk
52 Daun kemangi 1 sdm/1
mangkuk
53 Leunca 1 sdm/1
mangkuk
54 Daun sawi 1 sdm/1
mangkuk
55 Selada air 1 sdm/1
mangkuk
56 Kedondong 2 buah
(120 gr) sdang
57 Kesemek (65 ½ bh
gr)
58 Mangga ¾ bh besar
harum manis
(90 gr)
59 Buah pala (120 4 bh sdg
gr)
60 Pisang (50 gr) 1 bh sdg
61 Salak (75 gr) 1 bh besar
62 Susu kambing ¾ gls
(150 gr)
63 Susu sapi (200 1 gls
gr)
Minuman/suplemen
yg mengandung zat
Besi
(merek, mg)
48
Lampiran 3
Riwayat Penulis
Identitas :
Agama : Islam
E-mail : ekanoviawaty@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan :
49