Abstrak
Ushul Fiqh sebagai ruh hukum Islam berkembang bersamaan dengan perkembangan
umat Islam. ia menjadi tool untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang belum pernah
ada sebelumnya. Sebagai ilmu metode penetapan hukum, ia memiliki seperangkat teori yang
dihasilkan oleh para ulama sejak masa kenabian hingga saat ini. Ushul fiqh bukanlah ilmu
yang terpaku dengan satu masa saja, ia berkembang seiring dengan problematika yang
dihadapi oleh umat manusia.
Melacak jejak sejarah ilmu ini sangat menarik untuk dilakukan, karena akan
memberikan gambaran bagaimana hukum Islam dibangun di atas metode yang berbeda-beda
antara satu ulama dengan ulama lainnya. Metode yang digunakan, kultur budaya
masyarakat hingga madzhab yang dianutnya menjadi salah satu cirri hukum yang dihasilkan
oleh seorang mujtahid.
Sebelum ilmu ushul fiqh menjadi satu bidang ilmu yang kokoh seperti sekarang ini, ia
adalah kaidah-kaidah hasil pemahaman terhadap teks al-Quran dan al-hadits oleh para
shahabat Nabi, tabi’in dan ulama-ulama setelahnya. Hasil pemahaman yang dibangun atas
bimbingan wahyu telah menghasilkan ilmu ushul fiqh sebagaimana kita saksikan saat ini.
bahkan kesopanan dan akhlak.3 Memang ﻗﺎل اﺟﺘﻬﺪ رأى وﻻ اﻟﻮ ﻓﻀﺮب رﺳﻮل اﷲ ﻋﻠﻰ
dari sekian aspek yang diatur oleh Islam,
ﺻﺪرﻩ وﻗﺎل اﳊﻤﺪ ﷲ اﻟﺬي وﻓﻖ رﺳﻮل اﷲ ﳌﺎ
aspek hukum mempunyai kedudukan
tersendiri, karena ia menyentuh langsung ﻳﺮﺿﻲ اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ
kenyataan yang dihadapi umat Islam. Kalau Artinya: “Bagaimana engkau
dilihat ayat-ayat al-Qur’an yang (mu’az) mengambil suatu keputusan
mengandung dasar hukum, baik mengenai hukum terhadap permasalahan
hukum yang diajukan kepadamu?
ibadah maupun sosial kemayarakatan, bila
Jawab mu’az saya akan mengambil
diikuti perbandingan yang diberikan oleh suatu keputusan hukum berdasarkan
Abdul Wahab Khallaf, seperti yang dikutip kitab Allah (Al-Quran). Kalau kamu
oleh Harun Nasution hanyalah sekitar 5,8 tidak menemukan dalam kitab
persen dari seluruh ayat al-Qur’an yang Allah? Jawab Mu’az, saya akan
berjumlah 6360 ayat.4 mengambil keputusan berdasarkan
Di zaman Rasulullah sumber keputusan berdasarkan sunnah
Raulullah. Tanya Nabi, jika engkau
hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran
tidak ketemukan dalam sunnah?
dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Jawab Mu’az, saya akan berijtihad,
Nabi menunggu turunnya wahyu yang dan saya tidak akan menyimpang.
menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila Lalu Rasulullah menepuk dada
wahyu tidak turun, maka Rauslullah Mu’az seraya mengatakan segala
menetapkan hukum kasus tersebut melalui puji bagi Allah yang telah memberi
taufik utusan Rasulnya pada sesuatu
sabdanya, yang kemudian dikenal dengan
yang diridhai oleh Allah dan
hadits atau sunnah. rasulnya.
Hal ini antara lain dapat diketahui
dari sabda Rasulullah sebagai berikut: Hadits ini secara tersurat tidak
Artinya:“Sesungguhnya saya memberikan menunjukkan adanya upaya Nabi untuk
keputusan kepada kamu melalui mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi
pendapatku dalam hal-hal yang tidak secara tersirat jelas Nabi telah memberikan
diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Abu keluasan dalam mengembangkan akal
Daud dari Ummu Salamah). untuk menetapkan hukum yang belum
Hasil ijtihad Rasulullah ini secara tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah.
otomatis menjadi sunnah bagi Umat Islam. Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam
Hadits tentang pengutusan Mu’az Ibn Jabal melakukan pemecahan masalah-masalah
ke Yaman sebagai qadi, menunjukkan ijtihadiyah telah memberikan legalitas yang
perijinan yang luas untuk melakukan ijtihad kuat terhadap para sahabat. Dalam sebuah
hukum pada masa Nabi. Dalam pengutusan haditsnya yang mengandung kebolehan
ini Nabi bersabda: bagi manusia untuk mencari solusi terhadap
ﻛﻴﻒ ﺗﻘﻀﻲ اذا ﻋﺮض ﻟﻚ ﻗﻀﺎء؟ ﻗﺎل اﻗﻀﻲ urusan-urusan keduniaan Rasulullah
ﺑﻜﺘﺎ ب اﷲ ﻗﺎل ﻓﺎن ﱂ ﲡﺪ ﰲ ﻛﺘﺎب اﷲ؟ ﻗﺎل bersabda:
ﻓﺒﺴﻨﺔ رﺳﻮل اﷲ ﻗﺎل ﻓﺎن ﱂ ﲡﺪ ﰲ ﺳﻨﺔ رﺳﻮل اﷲ اﻧﺘﻢ اﻋﻠﻢ ﺑﺄﻣﻮر دﻧﻴﺎﻛﻢ
Artinya: “Kamu lebih mengetahui
tentang urusan duniamu”
3
Ibid., hlm. 101-109 Cara-cara Rasul berijtihad inilah
4
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai yang menjadi bibit munculnya ilmu ushul
Aspeknya, (Jakarta, Bulan Bintang, t.th.), hlm. 7
fiqh. Pada masa Nabi, seringkali para Akan tetapi ada keraguan yang besar
sahabat “dilatih” berijtihad dalam berbagai dari kelompok yang menyatakan sebaiknya
kasus, Seperti kasus shalat ashar di bani dibunuh saja bahwa kelak para tawanan
quraizah. Nabi menyuruh para sahabat agar tersebut akan menjadi duri dalam daging
shalat ashar di desa Bani Quraizah , namun bagi umat Islam. Setelah itu Rasulullah .
ternyata sebelum mereka sampai di desa mendapatkan ayat yang menyatakan bahwa
tersebut, waktu ashar hampir habis. Maka para tawanan yang pandai membaca
sebagian sahabat melakukan shalat ashar di tersebut jangan dibunuh, tapi dihukum
perjalalan meskipun belum sampai di Desa untuk mengajar umat Islam membaca,
Bani Quraizhah, karena.Jika shalat ashar di sampai seluruh umat Islam di daerah itu
tempat tujuan, waktunya diprediksi sudah pandai membaca, setelahnya tawanan dapat
magrib.Sebagian sahabat tidak mau shalat dibebaskan. Karena jumlah umat Islam
di perjalanan, karena Nabi memerintahkan yang tidak pandai membaca sangat banyak,
tadinya shalat ashar di Desa Bani maka butuh waktu yang sangat lama bagi
Quraizhah. Mereka ashar di Desa tujuan. para tawanan untuk bebas. Malah akhirnya
Kepada kelompok yang shalat, Nabi para tawanan itu menjadi umat muslim.
mengatakan “Anda telah kreatif Contoh lain yakni pada kasus
memahami Pesanku dengan melaksanakan tayamum Ibnu Mas’ud dan Umar bin
shalat di perjalanan” kelompok yang shalat Khathab. Pada suatu hari Umar dan Ibnu
di perjalanan ini memahani nash Secara Mas’ud mau melaksanakan shalat, tapi
rasional dan kontekstual merupakan bibit tidak ada air. Maka mereka bertayammum,
Ahli Ra’y. Kemudian kepada kelompok kemudian mereka melaksanakan shalat.
yang tidak shalat di jalan Tapi di desa Bani Beberapa saat selesai shalat, tiba-tiba
Quraizah Nabi mengatakan “Anda telah mereka menemukan air. Seorang kembali
mengamalkan sabdaku” kelompok yang berwudhu’ dan melaksakan shalat,
shalat di Desa Tujuan, Kelompok ini Sementara seorang lagi tidak mengulangi
mehami nash Secara literal (tekstual) lagi wudhu’ dan shalatnya. Apa yang
merupakan bibit Ahli Hadits. dibenarkan Rasulullah ? Rasulullah tidak
Kemudian dalam kasus lain, yakni menyalahkan salah satu di antara mereka.
tentang tawanan perang. Pada suatu saat Kepada Ibnu Mas’ud ia berkata,”Laka
Islam menang dalam sebuah peperangan Ajrani” (Bagimu dua pahala), sedangkan
dan memiliki tawanan perang yang pandai kepada Umar, Rasulullah berkata,
membaca. Pada saad itu ada beberapa “Ajzaatka Shalatuka”, (shalatmu yang
pendapat para sahabat, yaitu ada kelompok sekali itu telah memadai (cukup), tak perlu
yang menyatakan sebaiknya dibunuh saja diulang lagi.
karena mereka tawanan perang dan Berdasarkan contoh-contoh kasus
golongan kafir. Akan tetapi ada juga tersebut, dapat diketahui bahwa Ijtihad
kelompok yang menyatakan bahwa tersebut ada yang ditaqrir (diakui)
sebaiknya jangan dibunuh, karena para Rasulullah, ada yang turun ayat tentangnya
tawanan perang tersebut pandai membaca dan ada yang dibenarkan Rasulullah.
(berpendidikan) sebaiknya mereka Dorongan untuk melakukan ijtihad itu
dihukum untuk mengajari umat Islam tersirat juga dalam hadits Nabi yang
membaca. Pada saat itu banyak sekali umat menjelaskan tentang pahala yang diperoleh
Islam yang tidak pandai membaca. seseorang yang melakukan ijtihad sebagai
ghanimah diberikan, Umar khawatir para Secara eksplisit Ali bin Abi Thalib
sahabat akan menjadi tuan-tuan Tanah. pun menggunakan qiyas, hal ini tercermin
Kemudian dalam Kasus tidak dalam ucapannya: “Bila seseorang
memberi zakat pada Muallaf. Umar tidak meminum khamr, ia akan mengigau. Bila
memberikan zakat kepada muallaf, padahal mengigau ia akan menuduh orang berbuat
menurut Al-Qur’an (surat al-Ma’idah ayat zina, sedangkan had (hukuman) bagi orang
60), mereka berhak mendapat. Hal ini yang menuduh itu 80 kali deraan”12
dilakukan Umar dengan alasannya yang Apabila diperhatikan secara cermat,
rasional, yaitu: dulu di masa Rasulullah dan para sahabat mengistimbath hukum, mula-
Abu Bakar, Islam belum kuat dan belum mula dengan memperhatikan teks-teks Al-
banyak jumlahnya, maka diperlukan upaya Quran kemudian Sunnah. Bila hukumnya
pelunakan hati orang yang baru masuk tidak ditemukan di dalam keduanya,
Islam agar tertarik kepada Islam dan makin mereka melakukan ijtihad dan mengumpul-
banyak yang masuk Islam, tetapi di masa kan para sahabat untuk bermusyawarah dan
Umar, Islam telah kuat, tidak begitu hasil kesepakatan mereka dikenal
dibutuhkan lagi pelunakan hati melalui dengan ijma’ sahabat. Sahabat telah meng-
materi (dana zakat). gunakan metode qiyas dan istislah dalam
Pada masa Ali bin Abi Thalib pun berijtihad. Mereka juga telah menggunakan
ada beberapa contoh Ijtihad, misalnya Ali ijma’sebagai sumber hukum
berpendapat bahwa wanita yang suaminya Dari contoh-contoh ijtihad yang
meninggal dunia dan belum dicampuri serta dilakukan oleh Rasulullah , demikian
belum ditentukan maharnya, hanya berhak pula oleh para sahabatnya baik di kala
mendapatkan mut'ah (pemberian). Ali Rasulullah masih hidup atau setelah
menyamakan kedudukan wanita tersebut beliau wafat, tampak adanya cara-cara yang
dengan wanita yang telah dicerai oleh digunakannya, sekalipun tidak dikemuka-
suaminya dan belum dicampuri serta belum kan dan tidak disusun kaidah-kaidah
ditentukan maharnya, yang oleh syara' (aturan-aturan) nya, sebagaimana yang kita
ditetapkan hak mut'ah baginya, kenal dalam Ilmu Ushul Fiqh. Karena pada
sebagaimana disebutkan dalam firman masa Rasulullah , demikian pula pada
Allah: masa sahabatnya, tidak dibutuhkan adanya
Artinya :"Tidak ada sesuatupun kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan kata
(mahar) atas kamu, jika kamu lain pada masa Rasulullah dan pada
menceraikan isteri-isterimu sebelum masa sahabat telah terjadi praktek
kamu bercampur dengan mereka
berijtihad, hanya saja pada waktu-waktu itu
dan sebelum kamu menentukan
maharnya. Dan hendaklah kamu tidak disusun sebagai suatu ilmu yang kelak
memberikan mut'ah (pemberian) disebut dengan Ilmu Ushul Fiqh karena
kepada mereka. Orang yang mampu pada waktu-waktu itu tidak dibutuhkan
menurut kemampuannya dan orang adanya.
yang miskin menurut kemampuan- Hal ini dikarenakan Rasulullah
nya (pula), yaitu pemberian menurut mengetahui cara-cara nash dalam
yang patut. Yang demikian itu
menunjukkan hukum baik secara langsung
merupakan ketentuan bagi orang-
orang yang berbuat kebajikan." (Al- atau tidak langsung, sehingga beliau tidak
Baqarah : 236).
12
Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqih, hlm. 26
cukup sengit. Atas dasar inilah, para ulama (150-204 H) dalam sebuah kitab yang
terinspirasi dan dipandang perlu untuk diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut
membuat kaidah-kaidah (dowabith) tertulis adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh
yang dibukukan sebagai undang-undang yang pertama sampai kepada kita. Oleh
bersama dalam menyatukan dua madrasah karena itu terkenal di kalangan para ulama,
ini. Di antara ulama yang mempunyai bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul
perhatian terhadap masalah ini adalah Al- Fiqh.
Imam Abdur Rahman bin Mahdi Apa yang dikemukakan diatas
rahimahullah (135-198 H). Beliau meminta menunjukkan bahwa sejak
kepada Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah zaman Rasulullah saw, sahabat, tabi’in dan
(150-204 H) untuk menulis sebuah buku sesudahnya, pemikiran hukum Islam
tentang prinsip-prinsip metode berfikir mengalami perkembangan. Namun
yang dapat digunakan sebagai pedoman demikian, corak atau metode pemikiran
untuk berijtihad. Maka lahirlah kitab Ar- belum terbukukan dalam tulisan yang
Risalah karya Imam Syafi’i sebagai kitab sistematis. Dengan kata lain, belum
pertama dalam ushul fiqh. terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu
Hal ini tidak berarti, bahwa sebelum tersendiri.
imam Syafi’i, prinsip prinsip ushul fiqh
tidak ada sama sekali, tetapi ia sudah ada D. Penutup
sejak masa ulama-ulama Hanafiyah, akan Ilmu ushul fiqih tidak timbul dengan
tetapi kaidah-kaidah itu belum disusun sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada
secara sistematis menjadi sebuah disiplin sejak zaman Rasulullah . Masalah utama
ilmu atau khazanah ilmu tersendiri dan yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti
masih berserakan pada kitab-kitab fiqh para ijtihad, qiyas sudah ada pada zaman
‘ulama. Maka dari itu Ar- Risalah, kitab Rasulullah dan Sahabat. Pada masa
ushul fikih yang ditulis oleh imam Syafi’i Rasulullah , umat Islam tidak
ini pantas menjadi rujukan utama dan memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam
model teoritis bagi para ulama sesudahnya memahami hukum-hukum syar’i, semua
untuk mengembangkan dan menyempurna- permasalahan dapat langsung merujuk
kan disiplin ilmu ushul fikih. kepada Rasulullah lewat penjelasan
Dengan disusunnya kaidah-kaidah beliau mengenai Al-Qur’an.
syar'iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah Pada masa sahabat telah timbul
dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, persoalan-persoalan baru yang menuntut
maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh. ketetapan hukumnya. Untuk itu para
Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama sahabat berijtihad, mencari ketetapan
yang pertama kali menyusun kitab Ilmu hukumnya. Pada masa sahabat yang lebih
Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf -murid dekat dengan tradisi kehidupan Rasulullah
Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab saw, pemecahan masalah hukum lebih
tersebut tidak sampai kepada kita. banyak bersandar pada al-Qur’an dan
Diterangkan oleh Abdul Wahhab tradisi yang dibawa oleh Rasul, dan mereka
Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali saling bertukar informasi tentang tradisi
membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Rasul tersebut. Apabila mereka tidak
Fiqh dengan disertai alasan-alasannya menemukannya dalam dua sumber tersebut,
adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi'iy mereka dengan segala upaya dan
E. Daftar Pustaka
Abu al-’Ainaini Badran, Ushul al-Fiqh al-
Islami, Mesir: Muassasah Syabab al-
Jami’ah al-Iskandariyah, t.th.
Abdul Aziz A Sachenia, Kepemimpinan
Dalam Islam Perspektif Syi’ah,
Bandung: Mizan, 1991
Abdul Wahhab Khalaf, Mashadir al-
Tasyri’ al-Islami, Kuwait: Dar al-
Qalam, 1976
Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-
Islamiyah, Kairo: Dar al-Fikr al-
Arabi, t.th
Amir Nurudin, Ijtihad Umar ibn al-
Khattab, Jakarta: Rajawali Press,
1991
Fazlur Rahman, Islam, Chicago: University
of Chicago Press, 1979
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, Jakarta: Bulan
Bintang, t.th
Muhammad Yusuf Musa, Tarikh al-Fiqh
al-Islami, Kairo: Dar al-Kutub al-
Haditsah, 1958
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun,
t.t., Dar al-Bayan, t.th
Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqih,
Bandung: Pustaka Setia, 2010