) DI KEBUN
PETANI RAKYAT DESA KALUKU AKIBAT PENANGANAN PASCA
PANEN YANG KURANG TEPAT
TUGAS
OLEH :
MUHAMMAD AUWALI
170301276
AGRONOMI 1
Latar Belakang
Produksi biji kakao secara signifikan terus meningkat, namun mutu bijinya
tergolong rendah dan beragam. Masalah mutu ini utamanya disebabkan karena
petani kakao pada umumnya tidak menerapkan sistem budidaya tanaman maupun
teknologi pascapanen yang dianjurkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
fermentasi terhadap mutu dan keamanan biji kakao yang dihasilkan oleh petani.
di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara pengekspor biji kakao
Indonesia merupakan produsen biji kakao nomor tiga dunia setelah Pantai Gading
dan Ghana. Tahun 2009 produksi biji kakao Pantai Gading sebesar 1.270.226 ton,
Ghana 830.790 ton dan Indonesia sebesar 737.989 ton. Namun kenyataannya
Eropa (Belgia, Inggris, dan Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan
Malaysia sehingga nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai penghasil biji
kakao. Mutu komoditas kakao menjadi permasalahan utama dalam daya saing
dengan negara lainnya. Harga kakao Sulawesi di pasaran Internasional saat ini
berkisar US$ 1.534/ton, sementara harga kakao yang berasal dari Pantai Gading
dan Ghana berada pada kisaran US$ 1.750-US$ 1.844/ton. Rendahnya harga
kakao Sulawesi disebabkan faktor kualitas dan fermentasi yang masih jauh dari
gram (Bean count). Buah kakao yang dipanen harus berada pada kelas
persyaratan kualitas buah. Fermentasi juga mempengaruhi mutu biji kakao yang
dihasilkan selain tingkat kematangan buah kakao. Tujuan utama fermentasi adalah
lebih mudah terjadi. Perubahan tersebut antara lain, warna, keping biji,
peningkatan aroma, rasa serta perbaikan konsistensi keping biji. Tujuan lain
Adapun rumusan masalah yang dirujuk dalam tugas ini, meliputi sebagai
berikut :
maupun pemangkasan.
Adapun tujuan pemecahan masalah ini, yaitu untuk hal-hal apa saja yang
kendala yang terjadi dalam pemasaran bibit karet unggul, serta mampu
diantaranya mutu biji kakao. Permasalahan mutu biji kakao yang menjadi
penghambat dalam perdagangan antara lain adanya kotoran, serangga, biji tidak
terfermentasi sempurna, adanya kontaminan mikotoksin dan logam berat, dll yang
sering ditemukan kakao baik pada biji maupun produk olahannya. Masalah
keragaman mutu ini utamanya disebabkan karena petani kakao tidak menerapkan
mengendalikan hama dan penyakit pada kakao (Owuhu_ Ansah et al, 2010).
optimal. Proses fermentasi terhadap biji hasil panen dilakukan secara asal-asalan
atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Secara teknis operasional, keragaman
mutu kakao disebabkan oleh minimnya sarana penerapan teknologi budidaya dan
rakyat. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi aspek fisik, cita rasa, kebersihan,
aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap
tahapan proses produksi tersebut. Oleh karena itu pengawasan dan pemantauan
pada setiap tahapan proses mestinya dilakukan secara rutin agar tidak terjadi
Pemecahan Masalah
maka buah dipetik minimal pada tingkat kematangan minimal B. Sesuai hasil
kematangan minimal B. Hal ini menunjukan bahwa petani telah memahami pada
Ada 3 perubahan warna kulit buah pada kakao yang telah mengalami
kematangan. Ketiga perubahan warna kulit itu juga menjadi kriteria kelas
umum perubahan warna dan kelas kematangan itu adalah untuk kelas kematangan
buah A+ bagian kulit buah mengalami perubahan warna menjadi kuning tua.
sedangkan untuk kelas kematangan B warna kuning hanya pada alur dan
melakukan fermentasi selama 2 hari, 32.26% selama 3 hari, 3.22 % selama 4 hari.
Belum ada petani atau 0 % petani yang melakukan dengan lama fermentasi
selama 5 hari. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma dan
warna. Selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi, dan biologi dalam biji
kakao. Waktu fermentasi yang dianjurkan untuk kakao adalah 5 hari. Untuk
mendapatkan hasil kakao fermentasi yang baik, dilakukan pembalikan biji kakao
setelah 48 jam (2 hari) fermentasi. Pembalikan hanya dilakukan satu kali untuk
3. Lama proses fermentasi yang dilakukan oleh petani adalah 64.52 % selama
2 hari, 32.26% fermentasi 3 hari, 3.22 % fermentasi 4 hari dan belum ada
Halim,A.R, 2006. AS Enggan Cabut Sanksi Kakao Sulsel, Harian Tribun Timur,
18 Oktober 2006, Makassar.
Setiawan,R., 2005. Direktori Pasar Agrobisnis Dalam dan Luar Negeri, Escaeva,
Jakarta.