DISUSUN OLEH;
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
SISTEM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN
Di Indonesia, kapal feri ro-ro termasuk dalam jenis moda transportasi yang
digunakan pada angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun karena tidak
begitu banyak sungai dan danau besar (Kecuali di Danau Toba) yang terdapat di
Indonesia, kapal jenis ini lebih banyak digunakan untuk angkutan penyeberangan
selat (laut sempit antara dua pulau) dan pelayaran di perairan pesisir (coastal
shipping).
Sejarah kapal feri ro-ro di Indonesia tak lepas dari dibangunnya pelabuhan
Merak pada awal tahun 1912 oleh perusahaan kereta api Staatspoorwegen atas
penugasan yang diberikan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pelabuhan Merak
dibangun untuk menunjang ekspor Hindia Belanda dari Indonesia ke luar negeri.
1. Pelabuhan Penyeberangan
a. Wilayah Daratan
1. Fasilitas pokok, antara lain :
a.) terminal penumpang;
b.) penimbangan kendaraan bermuatan;
c.) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
d.) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan
jasa;
e.) fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
f.) instalasi air, listrik dan telekomunikasi;
g.) akses jalan dan/atau jalur kereta api;
h.) fasilitas pemadam kebakaran;
i.) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
2. Fasilitas penunjang
a.) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran
pelayanan jasa kepelabuhanan;
b.) tempat penampungan limbah;
c.) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan;
d.) areal pengembangan pelabuhan;
e.) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan
kesehatan).
b. Wilayah Perairan
1. Fasilitas pokok
a.) alur pelayaran;
b.) fasilitas sandar kapal;
c.) perairan tempat labuh;
d.) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak
kapal.
2. Fasilitas penunjang
a.) perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
b.) perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan
kapal;
c.) perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
d.) perairan untuk keperluan darurat;
e.) perairan untuk kapal pemerintah.
2. Lintas Penyeberangan
Kegiatan angkutan penyeberangan dilaksanakan dengan menggunakan
alur pelayaran yang tetap dan teratur dalam lintas penyeberangan. Lintas
penyeberangan adalah suatu alur perairan di laut, selat, atau teluk yang
ditetapkan sebagai lintas penyeberangan. Sesuai dengan ketentuan pasal 3
ayat 1 di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, lintas
penyeberangan terdiri atas:
a. Kendaraan Bermotor
1. Sepeda motor
2. Mobil penumpang
3. Mobil bus
4. Mobil barang
5. Kendaraan khusus
b. Kendaraan Tidak Bermotor
1. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang
2. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan
Bersesuaian dengan pengelompokkan kendaraan di atas, kendaraan
dibedakan menjadi 9 golongan dalam pelayanan angkutan penyeberangan
yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun
2003 Tentang Mekanisme Penetapan Dan Formulasi Perhitungan Tarif
Angkutan Penyeberangan. Seperti yang terlihat pada tabel berikut, golongan
kendaraan dibedakan berdasarkan ruang yang dibutuhkan di atas kapal
penyeberangan. Lihat tabel 2.
C. Penempatan Kapal
Pelayanan angkutan di suatu lintas penyeberangan dilakukan dengan
menempatkan sejumlah kapal untuk dioperasikan secara tetap sesuai ketentuan
pola operasinya. Pola operasi yang dimaksud adalah jumlah kapal dan jumlah
frekuensi pelayanan yang diperlukan sesuai dengan besarnya permintaan jasa
angkutan dan jarak lintas penyeberangan. Dalam hubungannya dengan jarak
lintasan, tonase kapal yang disyaratkan di lintasan diatur dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2003 tentang Mekanisme Penetapan
dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan, seperti terlihat
pada tabel 3 berikut.
1. jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas
yang ditetapkan;
2. jumlah kapasitas kapal rata-rata tersedia;
3. jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai;
4. faktor muat;
5. fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia dan/atau;
6. tingkat kemampuan pelayanan alur.
D. Pentarifan
Tarif dasar, tarif jarak, dan tarif pelayanan tambahan untuk penumpang,
kendaraan penumpang dan kendaraan barang beserta muatannya dihitung
dengan cara sebagai berikut.
1. Tarif dasar
a. Menghitung biaya pokok berdasarkan Satuan Unit Produksi (SUP)
per mil dengan faktor muat sebesar 60%.
b. Satuan Unit Produksi (SUP) diperoleh berdasarkan satuan luas
yang diperlukan untuk 1 orang penumpang, dimana 1 SUP = 0,73
m2. Adapun besaran SUP untuk masing – masing golongan
kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.
c. Biaya pokok yang dimaksud pada huruf a dihitung untuk masing –
masing kelompok jarak dan diperoleh dari hasil perhitungan yang
didasarkan pada biaya operasi kapal per tahun dibagi produksi per
tahun dari tonase kapal yang dioperasikan pada masing – masing
kelompok jarak yang dapat dilihat pada tabel 3. Biaya pokok terdiri
dari komponen biaya langsung dan biaya tidak langsung.
2. Tarif jarak dihitung berdasarkan tarif dasar pada setiap kelompok jarak
dikalikan jarak lintas yang bersangkutan.
3. Tarif pelayanan tambahan dihitung berdasarkan fasilitas tambahan
yang disediakan oleh penyedia jasa angkutan penyeberangan, antara
lain:
a. Pendingin ruangan (AC)
b. Kursi yang dapat diatur (reclining seat)
c. Alat hiburan antara lain TV, video, dan musik
d. Fasilitas ruang penumpang yang dapat dilengkapi dengan tempat
tidur
e. Makanan dan minuman
f. Bantal, selimut, dan sejenisnya
g. Dan lain – lain
E. Standar Pelayanan Minimum
Bagian paling penting dalam sebuah usaha adalah bahwa usaha tersebut
menghasilkan keuntungan dan investasi modalnya dapat dikembalikan dalam
kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan
operasi terhadap suatu usaha sebelum usaha tersebut dijalankan, terkhususnya
untuk usaha dalam angkutan penyeberangan (kapal feri ro – ro).
1. Biaya modal
2. Biaya operasional
a. biaya transportasi
1.) biaya operasi mesin kapal
2.) biaya jasa kepelabuhanan
3.) biaya awak kapal
b. biaya air tawar untuk penumpang
c. biaya reparasi dan pemeliharaan kapal, serta suplai
d. biaya umum
1.) biaya depresiasi
2.) biaya asuransi
3.) biaya manajemen
Jika NPV lebih besar dari nol, maka investasi layak karena dapat
memberikan keuntungan. Sebaliknya, jika NPV lebih kecil dari nol, maka
investasi tidak layak karena keuntungan tidak diperoleh dan investasi pun
tidak dapat dikembalikan. Bila NPV sama dengan nol, itu berarti
pendapatan hanya cukup untuk menutupi biaya dan investasi selama umur
teknis alat hasil investasi.
Jika nilai waktu dari uang diperhitungkan, maka kriteria yang harus
dipenuhi adalah tingkat pengembalian investasi lebih besar dari discount
rate. Tingkat pengembalian investasi adalah rasio antara laba operasi dan
investasi yang dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asri, S. 2016. Analisis Kelayakan Operasi Kapal Feri Baru Produksi Dalam
Negeri. Makassar: Universitas Hasanuddin
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan