Anda di halaman 1dari 36

No Kode DAR2/Profesional/582/008/2018

PENDALAMAN MATERI FARMASI

MODUL 008: PENGEMBANGAN SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

Dr. NANIK SULISTYANI, M.Si., Apt.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
2018

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 1


PENDAHULUAN
Obat tradisional sudah digunakan sejak nenek moyang bangsa Indonesia. Proses
pembuatan sediaan obat tradisional tersebut membutuhkan pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai sehingga dapat dibuat obat tradisional yang bermutu,
berkhasiat dan aman. Modul ini berisi tentang konsep anatomi fisiologi
tumbuhan khususnya tentang daun, batang, akar dan bunga yang mendukung
pemeriksaan mutu bahan baku obat tradisional secara mikroskopis. Selain itu,
modul ini juga membahas tentang jenis sediaan obat tradisional, persyaratan mutu
obat tradisional, penyiapan bahan baku dan ekstrak yang digunakan untuk
pembuatan sediaan obat tradisional serta prinsip CPOTB dan registrasi obat
tradisional. Tujuan pembuatan modul ini adalah untuk memudahkan Anda peserta
memahami dasar-dasar anatomi fisiologi tumbuhan, jenis dan persyarat mutu obat
tradisional serta mempraktekkan penyiapan bahan baku dan ekstrak untuk
pembuatan sediaan obat tradisional. Selain itu, sebagai tenaga teknis kefarmasian
juga perlu mengetahui prinsip penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOTB) dan cara registrasi untuk mendapatkan izin edar produk obat tradisional.
Modul ini merupakan kelanjutan dari modul sebelumnya tentang farmasi industri
secara umum. Relevansinya, peserta dapat memanfaatkan modul ini sebagai bahan
belajar sehingga dapat menguasai tentang konsep anatomi fisiologi tumbuhan
yang memudahkan pemeriksaan mikroskopis bahan baku, pengertian berbagai
macam sediaan obat tradisional, persyaratan mutu obat tradisional maupun
tentang proses pembuatan simplisia dan ekstrak secara benar sehingga dapat
digunakan dalam pembuatan sediaan obat tradisional serta registrasinya. Tenaga
teknis kefarmasian penting untuk mengetahui semua topik tersebut karena
merekalah yang akan membantu apoteker secara teknis operasional untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

Petunjuk belajar
Pelajari setiap materi yang ada di modul ini dan komunikasikan dengan pengampu
bila ada materi yang belum bisa dipahami dengan baik

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 2


CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Peserta dapat menguasai konsep anatomi fisiologi tumbuhan (P)
2. Peserta mampu melakukan pekerjaan produksi sediaan farmasi berupa obat
tradisional yang mengacu pada cara pembuatan yang baik (good manufacturing
practice) sesuai dengan aspek legal yang berlaku. (KK)

SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Peserta dapat menguasai tentang konsep anatomi fisiologi tumbuhan khususnya
tentang daun, batang, akar dan bunga
2. Peserta dapat menguasai tentang jenis sediaan obat tradisional
3. Peserta dapat menguasai prinsip kimia, fisika dan biokimia dalam proses
pembuatan simplisia dan proses ekstraksi
4. Peserta dapat menguasai persyaratan mutu sediaan obat tradisional baik mutu
secara mikrobiologis, organoleptis, kadar air maupun sifat fisik
5. Peserta dapat mempraktekkan tentang proses pengolahan bahan baku pasca
panen untuk pembuatan simplisia (KK)
6. Peserta dapat menguasai prinsip cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) dan registrasi obat tradisional.

MATERI
1. Dasar-dasar anatomi fisiologi tumbuhan

Anatomi fisiologi tumbuhan adalah cabang dari biologi yang berhubungan dengan
struktur dan organisasi dari tumbuhan beserta fungsinya masing-masing. Pada
umumnya, tumbuhan terdiri dari organ-organ daun, batang, akar dan bunga. Daun
berfungsi untuk memproduksi makanan melalui proses fotosintesis. Batang
berfungsi sebagai saluran air dan unsur hara dari akar ke daun maupun untuk
transpor makanan dari daun (produk fotosintesis) ke organ tumbuhan yang lain.
Akar berfungsi untuk penguat sehingga tumbuhan dapat tumbuh berdiri, pembawa
air dan unsur hara dari tanah dan dapat pula untuk menyimpan bahan makanan.
Adapun bunga berfungsi untuk alat perkembangbiakan tumbuhan.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 3


a. Daun
Daun berperan untuk melakukan proses fotosintesis, yaitu proses untuk
membentuk senyawa organik dengan bantuan sinar matahari. Proses fotosintesis
terjadi pada kloroplas yang mengandung zat hijau daun (korofil). Daun tersusun
atas epidermis atas, mesofil dan epidermis bawah. Mesofil tersusun atas parenkim
palisade dan parenkim spons. Parenkim palisade tersusun atas sel-sel panjang
tanpa ruang antar sel dan banyak mengandung kloroplas. Parenkim spons terdiri
dari sel-sel yang bentuknya tidak beraturan dan ruang antar selnya besar. Pada
lapisan sel epidermis terdapat bagian yang berperan dalam pertukaran gas dari dan
ke dalam daun yang disebut stomata. Stomata terdiri dari dua sel penutup yang
mengelilingi lubang kecil untuk pertukaran gas dengan cara membuka dan
menutup.
b. Batang
Batang terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1) rumput-rumputan, merupakan tipe batang pada gandum dan jagung
2) herba atau terna, merupakan tipe batang antara lain pada tomat, kacang-
kacangan dan bunga matahari
3) batang berkayu
4) pohon
5) batang yang bermetamorfosis, yaitu bulbus atau umbi lapis (bawang) dan umbi
(kentang) untuk menyimpan makanan.
6) rimpang (rhizoma), merupakan bentuk modifikasi batang yang tumbuh ke
dalam tanah dan dapat menghasilkan tunas dan akar dari ruas-ruasnya.
7) batang sukulen pada tumbuhan kaktus untuk menyimpan air dan melakukan
fotosintesis
Struktur anatomi batang dari luar ke dalam terdiri dari lapisan kutikula yang
sangat tahan air, epidermis (sering muncul rambut), korteks (terdiri dari parenkin,
kolenkim dan sklerenkim) dan silinder pusat (terdapat jaringan pengangkut).
Parenkim berperan sebagai penyimpan makanan, sedangkan kolenkim dan
sklerenkim sebagai jaringan penguat. Tipe kolenkim dibedakan atas letak
penebalannya. Adapun sklerenkim memiliki dinding sel yang tebal dan banyak

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 4


yang mengandung lignin, ada berbentuk serabut yang panjang meruncing dan ada
yang berupa sklereida (isodiametris atau bercabang). Berkas pengangkut pada
silinder pusat ada yang berupa :
1) xilem di bagian dalam dan floem di bagian luar
2) floem ada di sebelah dalam dan luar dari xilem, misalnya pada tumbuhan labu.
Pada Gymnospermae dan dikotil, berkas pengangkut membentuk struktur
melingkar mengelilingi empulur serta antara xilem dan floem terdapat kambium,
sedangkan pada monokotil letak berkas pengangkut tersebar di seluruh batang.
Kambium pada batang berkembang dan nampak sebagai cincin kambium pada
penampang melintang batang. Kambium menghasilkan xilem sekunder (kayu) dan
floem sekunder. Floem sekunder bersama dengan epidermis dan korteks
membentuk kulit kayu.
c. Akar
Pada tumbuhan monokotil, sistem perakarannya disebut akar serabut, sedangkan
pada dikotil disebut akar tunggang. Pada bagian akar di sekitar ujung akar
terdapat rambut akar dalam jumlah yang banyak. Rambut akar ini berfungsi
memperluas area penyerapan air dan mineral dari tanah. Rambut akar merupakan
penonjolan dari epidermis akar. Epidermis akar merupakan jaringan pelindung
yang hanya terdiri dari satu lapis sel. Jaringan di sebelah dalam epidermis disebut
korteks yang tersusun atas sel parenkim dan ditandai adanya ruang antar sel di
antara satu sel dengan sel lainnya. Nah, di sebelah dalam lagi dari korteks ini
terdapat satu lapisan sel yang disebut endodermis. Setelah ada selapis sel
perisiklus, maka di sebelah dalam lagi (bagian tengah akar) ada silinder pusat
yang terdiri dari jaringan pengangkut air yang disebut xilem dan jaringan
pengangkut makanan yang disebut floem. Pada tumbuhan Gymnospermae dan
dikotil terdapat jaringan meristem yang disebut kambium pembuluh yang
mengelilingi xilem. Kambium ini menyebabkan pertumbuhan menjari daan
penebalan organ dan menghasilkan xilem sekunder dan floem sekunder.
d. Bunga
Dalam tumbuhan, bunga berperan sebagai organ reproduksi. Bunga tersusun atas
mahkota bunga (korola), kelopak bunga (kaliks), benang sari (filamen) yang

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 5


ujungnya terdapat serbuk sari, dan putik yang mengandung bakal buah (ovarium),
tangkai putik dan kepala putik. Dalam ovarium terdapat ovulum (gamet betina)
yang bila bertemu buluh serbuk sari (gamet jantan) membentuk zigot dan
kemudian menjadi embrio. Putik akan menjadi buah dan ovulum menjadi biji.

Pemahaman tentang anatomi fisiologi tumbuhan sangat penting untuk melakukan


identifikasi dan otentikasi bahan tumbuhan obat. Ada dua aspek utama
anatomi yaitu anatomi makroskopik dan anatomi mikroskopik. Hasil pemeriksaan
makroskopis dan mikroskopis bahan obat tradisional dapat dijadikan parameter
mutu suatu bahan baku obat tradisional. Standar mutu bahan baku obat
tradisional yang digunakan di Indonesia adalah Farmakope Herbal Indonesia dan
Materia Medika Indonesia.

2. Macam-macam bentuk sediaan obat tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat
tradisional di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal
Terstandar (OHT) serta Fitofarmaka. Jamu adalah obat tradisional Indonesia, yang
klaim khasiatnya berdasarkan pengalaman empiris. Obat herbal terstandar adalah
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah di standarisasi.
Secara umum, sediaan obat tradisional mengandung 2 macam kelompok
bahan yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku adalah semua bahan
awal baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak
berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional. Adapun bahan
tambahan adalah komponen yang dapat sebagai zat pelarut, pelapis, pembantu,

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 6


dan zat untuk mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat
warna dan tidak mempunyai efek farmakologis.
Tumbuhan obat sebagai bahan baku obat tradisonal harus diproses dengan
tahapan tertentu terlebih dahulu sebelum menjadi simplisia. Hasil panen
tumbuhan obat dapat diolah menjadi produk yang siap dikonsumsi atau menjadi
simplisia sebagai bahan baku obat tradisional.
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain, suhu
pengeringan tidak lebih dari 60oC. Berdasarkan sumbernya, simplisia ada yang
berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan
atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani adalah
simplisia yang berupa hewan utuh, atau bagian hewan, atau zat-zat yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Adapun simplisia
pelikan/mineral merupakan bahan mineral/pelikan yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia sebagai bahan baku obat tradisional dapat diolah lebih lanjut
melalui pengolahan secara fisik saja (dibuat serbuk atau bentuk rajangan) atau
melalui proses kimia ekstraksi hingga diperoleh sediaan galenik (ekstrak). Ekstrak
merupakan sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari
langsung. Selanjutnya ekstrak dapat diformulasi lebih lanjut menjadi berbagai
macam bentuk sediaan obat tradisional yang sesuai dengan tujuan pengobatan.
Bentuk-bentuk sediaan obat tradisional ada beberapa macam, yaitu :
1. Rajangan
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa satu jenis Simplisia atau
campuran beberapa jenis Simplisia, yang cara penggunaannya dilakukan dengan
pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
2. Serbuk simplisia

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 7


Serbuk Simplisia adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan
derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau campuran dengan Ekstrak
yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas.
3. Serbuk instan
Serbuk Instan adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan
derajat halus yang sesuai, terbuat dari ekstrak yang cara penggunaannya diseduh
dengan air panas atau dilarutkan dalam air dingin.
4. Kapsul
Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras. Kapsul
sebagai sediaan obat tradisional hanya dapat berisi ekstrak.
5. Kapsul lunak
Kapsul lunak adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang lunak.
Kapsul lunak digunakan untuk obat dalam yang berisi minyak.
6. Tablet
Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak,
dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata
atau cembung, terbuat dari ekstrak kering atau campuran ekstrak kental dengan
bahan pengering dengan bahan tambahan yang sesuai.
7. Efervesen
Efervesen adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari ekstrak, mengandung
natrium bikarbonat dan asam organik yang menghasilkan gelembung gas (karbon
dioksida) saat dimasukkan ke dalam air.
8. Pil adalah sediaan padat obat tradisional berupa masa bulat, terbuat dari serbuk
simplisia dan/atau ekstrak.
9. Dodol/jenang
Dodol/jenang adalah sediaan padat obat tradisional dengan konsistensi lunak
tetapi liat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak.
10. Pastiles
Pastiles adalah sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih, umumnya
berbentuk segi empat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak.
11. Cairan Obat Dalam

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 8


Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan,
suspensi atau emulsi, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan
sebagai obat dalam.
12. Cairan Obat Luar
Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi
atau emulsi, terbuat dari simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat
luar.
13. Salep dan krim
Salem dan krim adalah sediaan obat tradisional setengah padat terbuat dari ekstrak
yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep/krim yang sesuai dan
digunakan sebagai obat luar.
14. Parem
Parem adalah sediaan padat atau cair obat tradisional, terbuat dari serbuk simplisia
dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar.
15. Pilis dan Tapel
Pilis dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari serbuk simplisia
dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar.
16. Koyo/Plester
Koyo/plester adalah sediaan obat tradisional terbuat dari bahan yang dapat
melekat pada kulit dan tahan air yang dapat berisi serbuk simplisia dan/atau
ekstrak, digunakan sebagai obat luar dan cara penggunaannya ditempelkan pada
kulit.
17. Supositoria untuk wasir
Supositoria untuk wasir adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari ekstrak
yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar supositoria yang sesuai,
umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh dan cara
penggunaannya melalui rektal.
18. Film Strip
Film strip adalah sediaan padat obat tradisional berbentuk lembaran tipis yang
digunakan secara oral.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 9


3. Persyaratan Mutu Obat tradisional
Menurut Peraturan Kepala Badan POM no. 12 tahun 2014, persyaratan
mutu obat tradisional meliputi mutu bahan baku dan mutu produk jadi. Bahan
baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat,
yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan Obat
tradisional. Mutu bahan baku ditetapkan dengan mengacu pada pedoman
persyaratan mutu menurut Materia Medika Indonesia atau Farmakope Herbal
Indonesia. Apabila dalam kedua pedoman tersebut tidak terdapat jenis bahan baku
yang diinginkan, maka dapat menggunakan pedoman lain berupa farmakope dari
negara lain atau referensi ilmiah yang diakui.
Adapun mutu produk jadi ditetapkan berdasarkan parameter uji
organoleptik, kadar air, cemaran mikroba, aflatoksin total, cemaran logam berat,
keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan, pH, dan bahan
tambahan. Bahan tambahan adalah komponen obat tradisional yang dimaksudkan
sebagai zat, pelarut, pelapis, pembantu, dan zat yang dimaksudkan untuk
mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat warna dan tidak
mempunyai efek farmakologis. Ketentuan tiap parameter penetapan mutu produk
jadi obat tradisional berbeda-beda sesuai dengan bentuk sediaan dan
penggunaannya. Mutu produk jadi obat tradisional harus dibuktikan melalui
pengujian laboratorium terakreditasi yang independen.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 10


Berdasarkan penggunaannya, produk jadi obat tradisional dapat berupa
obat dalam atau obat luar. Bentuk sediaan obat dalam dapat berupa:
a. sediaan Rajangan;
b. sediaan Serbuk Simplisia
c. sediaan Serbuk Instan, serbuk Efervesen
d. sediaan granul, pil, kapsul, kapsul lunak, tablet/kaplet, tablet efervesen, tablet
hisap, pastiles. Dalam hal ini, kapsul hanya dapat berisi ekstrak.
e. sediaan lainnya, berupa dodol/jenang, film strip dan cairan obat dalam.
Adapun bentuk sediaan obat luar dapat berupa:
a. sediaan cairan obat luar
b. sediaan salep dan krim
c. sediaan parem, pilis, tapel, koyo/plester, dan supositoria untuk wasir.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 11


A. Persyaratan Mutu Obat Dalam
No Jenis produk Obat Organoleptik Kadar Air Cemaran mikroba Aflatoksin total Cemaran Logam Bahan
( Berat Tambahan
(aflatoksin B1,
B2, G1 dan G2)

1 Rajangan yang bentuk, rasa, ≤ 10% Kadar aflatoksin Pb : ≤ 10 mg/kg atau Tidak boleh
diseduh dengan bau dan (ALT) : ≤ 106 koloni/g total (aflatoksin mg/L atau ppm mengandung
air panas sebelum warna B1, B2, G1 dan pengawet,
digunakan (AKK) : ≤ 104 koloni/g G2) ≤ 20 g/kg Cd : ≤ 0,3 mg/kg pengharum,
Escherichia coli : dengan syarat atau mg/L atau ppm dan
negatif/g aflatoksin B1 ≤ pewarna.
Salmonella spp : 5 g/kg. As : ≤ 5 mg/kg atau
negatif/g mg/L atau ppm Penggunaan
Pseudomonas aeruginosa pemanis
: negatif/g Hg : ≤ 0,5 mg/kg yang
Staphylococcus aureus : atau mg/L atau ppm diizinkan
negatif/g

2 Rajangan yang idem idem Idem, idem idem idem


direbus sebelum Kecuali ALT

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 12


digunakan : ≤ 107 koloni/g

3 Serbuk Simplisia idem idem idem idem idem idem


yang diseduh
dengan air panas
sebelum
digunakan
4 Sediaan lainnya idem Sediaan ALT idem idem Penggunaan
Serbuk Instan, padat obat : ≤ 104 koloni/g pengawet,
granul, serbuk dalam pemanis,
Efervesen, Pil, mempunyai (AKK) : ≤ 103 koloni/g dan pewarna
Kapsul, Kapsul kadar air ≤ yang
Lunak, 10%, Cemaran bakteri idem, diizinkan
Tablet/kaplet, kecuali ditambah
Tablet Efervesen, untuk Shigella spp : negatif/g
tablet hisap, Efervesen
Pastiles, ≤ 5%
Dodol/Jenang,
Film Strip dan
Cairan Obat
Dalam

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 13


Persyaratan keseragaman bobot dan waktu hancur obat dalam
Jenis produk obat Ketentuan Tabel bobot rata2 dan penyimpangan Waktu hancur

Serbuk Simplisia Keseragaman bobot untuk Serbuk Simplisia.


yang diseduh Dari 10 kemasan primer tidak lebih dari 2 kemasan Bobot rata- Penyimpangan
dengan air panas yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari rata serbuk terhadap

sebelum digunakan tabel dan tidak satu kemasanpun yang bobot isinya bobot rata-rata

menyimpang dua kali lipat dari tabel ≤ 0,1 g ± 15%

> 0,1 - 0,5 g ± 10%

> 0,5 - 1,5 g ± 8%

> 1,5 - 6 g ± 7%

> 6g ± 5%

Serbuk Instan dan Dari 20 kemasan primer tidak lebih dari 2 kemasan
serbuk Efervesen yang masing- masing bobot isinya menyimpang dari Penyimpangan
Bobot rata-rata terhadap bobot
bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang
isi serbuk isi rata-rata
ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kemasanpun
A B
yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-
5 g sampai 8% 10 %
rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam
dengan 10 g
kolom B, yang tertera pada tabel
Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 14
Pil Dari 10 Pil, tidak lebih 2 Pil yang menyimpang dari
Bobot rata-rata pil Penyimpangan
tabel, dan tidak satupun yang menyimpang dua kali ≤ 60 menit
terhadap
lipat dari tabel bobot rata-rata
Kurang dari 50 mg ± 12%
50 mg s/d 100 mg ± 11%
100 mg s/d 300 mg ± 10%
300 mg s/d 1500 mg ± 9%

1500 mg s/d 3000 mg ± 8%

3000 mg s/d 6000 mg ± 7%

6000 mg s/d 9000 mg ± 6%

Lebih dari 9000 mg ± 5%


Kapsul dan Kapsul Untuk Kapsul yang berisi Obat tradisional kering: Kapsul : ≤ 30
Lunak Dari 20 Kapsul, tidak lebih dari 2 Kapsul yang menit
masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot
isi rata-rata lebih besar dari 10% dan tidak satu Kapsul Lunak : ≤
Kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot 60 menit
isi rata-rata lebih besar dari 25%.
Untuk Kapsul yang berisi Obat tradisional cair:
Tidak lebih dari satu Kapsul yang masing-masing

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 15


bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih
besar dari 7,5% dan tidak satu Kapsul pun yang bobot
isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar
dari 15%.

Tablet/Kaplet, Dari 20 Tablet/kaplet/tablet hisap/Pastiles/Tablet Tablet/kaplet tidak


Penyimpangan
Tablet Hisap, Efervesen, tidak lebih dari 2 Tablet yang masing- bersalut : ≤ 30 menit
Bobot rata-rata terhadap bobot
Pastiles, Tablet masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya Tablet bersalut gula
rata-rata
: ≤ 60 menit
Efervesen lebih besar dari pada harga yang ditetapkan dalam A B
Tablet bersalut film
kolom A dan tidak satu tabletpun yang bobotnya 25 mg atau kurang 15% 30%
: ≤ 60 menit
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 26 mg sampai 150 mg 10% 20%
Tablet bersalut
harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera 151 mg sampai 300 7,5% 15% enterik : tidak
pada tabel mg hancur dalam waktu

Lebih dari 300 mg 5% 10% 120 menit dalam


larutan asam dan
selanjutnya hancur
≤ 60 menit dalam
larutan dapar fosfat
Tablet Efervesen :
≤ 5 menit
Dodol/Jenang Tidak dipersyaratkan
Film Strip Dari 3 lembar Film Strip yang ditimbang, persentase Film Strip

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 16


maksimal variasi bobot tidak lebih dari 5%. : ≤ 30 detik

Cairan Obat Dalam


Volume terpindahkan
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100%, dan tidak satupun volume
wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada penandaan.
Jika dari 10 wadah yang diukur terdapat volume rata-
rata kurang dari 100% dari yang tertera pada
penandaan akan tetapi tidak satupun volume wadah
yang kurang dari 95% dari volume yang tertera pada
penandaan, atau terdapat tidak lebih dari satu wadah
volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%
dari volume yang tertera pada penandaan, dilakukan
pengujian terhadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada
penandaan, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah
volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%
seperti yang tertera pada penandaan.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 17


Penentuan kadar alkohol
Dengan cara destilasi dilanjutkan dengan kromatografi
gas.
Penentuan BJ dan pH mengacu pada Farmakope
Indonesia

B. Persyaratan Mutu Obat Luar


Jenis Produk Organoleptis Cemaran mikroba Bahan Ketentuan Lain
Tambahan
Cairan Obat bentuk, bau Angka Lempeng Total Penggunan Volume terpindahkan
Luar dan warna - Cairan Obat Luar dan Parem cair : ≤ 105 pewarna Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10
koloni/mL yang wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak
- Cairan Obat Luar untuk luka : diizinkan satupun volume wadah yang kurang dari 95%
negatif/mL dari volume yang dinyatakan pada penandaan.
Angka Kapang Khamir Jika dari 10 wadah yang diukur terdapat
- Cairan Obat Luar berupa minyak : tidak volume rata-rata kurang dari 100% dari yang
dipersyaratkan tertera pada penandaan akan tetapi tidak ada
- Cairan Obat Luar non minyak dan parem satu wadahpun volumenya kurang dari 95%
cair dari volume yang tertera pada penandaan, atau

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 18


: ≤ 102 koloni/mL terdapat tidak lebih dari satu wadah volume
- Cairan Obat Luar untuk luka : kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%
negatif/mL dari volume yang tertera pada penandaan,
dilakukan pengujian terhadap 20 wadah
Staphylococcus aureus tambahan.
- Cairan Obat Luar untuk luka : Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30
negatif/mL wadah tidak kurang dari 100% dari volume
yang tertera pada penandaan, dan tidak lebih
Pseudomonas aeruginosa dari satu dari 30 wadah volume kurang dari
- Cairan Obat Luar untuk luka : 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang
negatif/mL tertera pada penandaan.
Sediaan Semi idem Angka Lempeng Total idem
Padat - Salep, Krim : ≤ 103 koloni/g
- Salep, Krim untuk luka : negatif/g
Angka Kapang Khamir
- Salep, Krim : ≤ 102 koloni/g
- Salep, Krim untuk luka : negatif/g
Staphylococcus aureus
- Salep, Krim untuk luka : negatif/g
Pseudomonas aeruginosa
- Salep, Krim untuk luka : negatif/g

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 19


Sediaan idem Angka Lempeng Total Param, Kadar Air
Padat - Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester :≤ Pilis, ≤ 10%
105 koloni/g Tapel Waktu hancur
Parem, Pilis, - Supositoria : ≤ 103 koloni/g Supositoria untuk wasir
Tapel, Angka Kapang Khamir Penggunan Tidak lebih dari 30 menit untuk Supositoria
Koyok/Plester, - Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester :≤ pengawet dengan dasar lemak, tidak lebih dari 60 menit
Supositoria 104 koloni/g yang untuk Supositoria dengan dasar larut dalam air.
untuk wasir - Supositoria diizinkan

Persyaratan keseragaman bobot obat luar


Jenis produk obat Ketentuan Tabel bobot rata2 dan penyimpangan

Supositoria untuk wasir Dari 10 Supositoria, tidak lebih 1 Supositoria


Bobot rata-rata Penyimpangan
menyimpang dari tabel, dan tidak satupun
bobot
menyimpang dua kali lipat dari tabel
Kurang dari 1,0 g  10,0%

1,0 g s/d 3,0 g  7,5%

Lebih dari 3,0 g  5,0%

Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester Tidak dipersyaratkan

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 20


4. Pembuatan Simplisia Nabati
Pembuatan simplisia nabati merupakan bagian dari pengelolaan
pascapanen tumbuhan obat. Pengelolaan pascapanen bertujuan untuk membuat
simplisia nabati siap dikonsumsi baik secara langsung, sebagai bahan baku jamu,
industri obat tradisional maupun untuk diekspor. Proses pemanenan dan
pembuatan simplisia merupakan proses yang menentukan mutu simplisia. Kedua
proses tersebut mempengaruhi komposisi senyawa kandungan, ada tidaknya
kontaminasi dan stabilitas bahan.
Simplisia sebagai bahan kefarmasian harus memenuhi 3 parameter mutu
umum, yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari cemaran kimia
dan biologis) serta stabilitas (wadah, penyimpanan dan transportasi). Simplisia
sebagai bahan dan produk obat yang dikonsumsi manusia harus bermutu,
berkhasiat dan aman. Simplisia sebagai bahan yang mengandung zat kimia yang
berperan menimbulkan respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu
informasi komposisi (jenis dan kadar ) senyawa yang dikandung.
Standarisasi simplisia merupakan pemenuhan terhadap persyaratan mutu
sebagai bahan baku dan penetapan nilai berbagai parameter mutu sebagai produk.
Simplisia sebagai bahan baku wajib memenuhi persyaratan mutu sebagaimana
tercantum dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Herbal Indonesia.
Apabila simplisia yang dimaksud tidak terdapat persyaratan mutu pada kedua
referensi tersebut, maka dapat digunakan standar persyaratan farmakope negara
lain atau referensi ilmiah yang diakui untuk standarisasi simplisia sebagai bahan
baku. Bila simplisia digunakan sebagai produk yang langsung dikonsumsi,
misalnya serbuk jamu, maka produk serbuk simplisia tersebut masih harus
memenuhi persyaratan mutu produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Oleh karena itu pembuatan simplisia haus dilakukan dengan cara yang
benar.
Untuk mempelajari tahapan proses pembuatan simplisia, mari kita lihat
link berikut https://youtu.be/xSLThvekAYg
Pada umumnya penyiapan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
1. Simplisia segar

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 21


Simplisia segar merupakan bahan baku yang dikumpulkan atau dipanen dari
tumbuhan obat. Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa
faktor yaitu umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian
tumbuhan yang digunakan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh. Proses
yang dilakukan terhadap simplisia segar adalah sortasi basah, pencucian, penirisan
dan pada simplisia tertentu dapat dilakukan pengubahan bentuk menjadi irisan,
potongan dan serutan.
a. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing serta bagian
tumbuhan lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Sebagai contoh,
simplisia akar harus bebas tanah, kerikil, rumput, akar yang telah rusak maupun
organ tumbuhan lain.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Selain itu, untuk menurunkan jumlah mikroba yang
menyebabkan pembusukan meskipun tidak dapat membersihkan simplisia dari
semua mikroba karena air sebagai bahan pencuci juga mengandung mikroba,
bukan air steril. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir agar
kotoran langsung terlepas, dapat juga dengan penyemprotan bertekanan tinggi.
Simplisia yang mengandung zat aktif mudah larut dalam air, pencucian dilakukan
sesingkat mungkin dan segera dilakukan penirisan.
c. Penirisan
Penirisan ditujukan untuk mengurangi jumlah air yang masih menempel pada
simplisia dan mencegah pembusukan. Penirisan dilakukan sesegera mungkin
setelah pencucian. Selama penirisan, bahan bisa dibolak balik untuk mempercepat
berkurangnya jumlah air pada bahan.
d. Perajangan (pengubahan bentuk)
Perajangan digunakan untuk memperluas permukaan bahan (bisa berupa irisan,
potongan atau serutan) sehingga memudahkan proses pengeringan, pengemasan,
penggilingan, dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya. Perajangan harus
berhati-hati dan dengan pertimbangan yang tepat karena bila tidak tepat dapat

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 22


menurunkan kualitas simplisia. Tidak semua simplisia harus dilakukan
perajangan. Biasanya perajangan dilakukan pada simplisia akar, rimpang, umbi,
batang, kayu, kulit batang/akar, daun dan bunga. Perajangan perlu diperhatikan
agar ukuran potongan seragam dan ketebalan irisan tidak terlalu tebal dan tidak
terlalu tipis. Perajangan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya zat
aktif yang bersifat mudah menguap (minyak atsiri) sehingga dapat mempengaruhi
komposisi, bau dan rasa yang diinginkan.

2. Simplisia kering
Bahan tumbuhan obat jarang digunakan dalam keadaan segar karena cenderung
mudah rusak sehingga tidak dapat disimpan lama. Agar bahan dapat disimpan
dalam waktu lama dan awet, maka perlu disimpan dalam bentuk kering. Oleh
karena itu perlu dilakukan proses pengeringan, sortasi kering, pembuatan serbuk
(bila perlu) dan pengemasan yang baik.
a. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan
menyebabkan berkurangnya kadar air serta menghentikan reaksi enzimatik yang
menyebabkan penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan dapat
mencegah tumbuhnya kapang, jamur dan mikroorganisme lain.
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu pengeringan
secara alamiah dan secara buatan. Pengeringan secara alamiah dapat dilakukan
dengan menggunakan sinar matahari langsung atau dikeringanginkan.
Pengeringan dengan sinar matahari langsung dilakukan untuk mengeringkan
bagian tumbuhan yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan bagian yang
mengandung senyawa aktif relatif stabil. Pengeringan dengan cara diangin-
anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung digunakan untuk
mengeringkan bagian tumbuhan yang lunak seperti daun, bunga dan bangian
tumbuhan yang mengandung senyawa aktif mudah menguap. Pengeringan ini
dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan tenda surya dengan pengaturan
aliran udara dan di lokasi yang bebas kontaminasi. Adapun pengeringan buatan

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 23


dapat dilakukan dengan oven dengan suhu tidak lebih dari 60 oC. Bila simplisia
mengandung senyawa aktif mudah menguap (volatil) dan bersifat tidak tahan
panas, maka pengeringan sebaiknya dilakukan pada suhu antara 30-40oC.
Hal yang perlu dihindari pada proses pengeringan adalah terjadinya face
hardening, yaitu bagian luar bahan sudah kering namun bagian dalam masih
basah. Face hardening dapat disebabkan karena beberapa hal :
1) Irisan atau rajangan simplisia terlalu tebal sehingga panas sulit menembus
bagian dalam simplisia
2) Suhu pengeringan terlalu tinggi dalam waktu yang singkat
3) Keadaan yang menyebabkan penguapan air di permukaan bahan jauh lebih
cepat dibandingkan proses difusi air dari dalam ke permukaan bahan. Hal ini
akan menyebabkan permukaan bahan menjadi keras dan bagian dalam bahan
menjadi sulit kering.
b. Sortasi kering
Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tumbuhan yang tidak diinginkan, bahan organik asing, pengotoran lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Selain itu juga untuk
memisahkan dari simplisia yang belum kering seutuhnya dan simplisia yang rusak
akibat proses sebelumnya.
c. Pembuatan serbuk simplisia
Simplisia kering dapat diserbuk dengan derajat kehalusan yang diinginkan. Pada
umumnya, bahan-bahan yang keras seperti kayu, kulit kayu, biji, akar, dibuat
serbuk terlebih dahulu sebelum diekstraksi. Pengecilan ukuran partikel
(pembuatan serbuk) ini bertujuan memperluar permukaan kontak antara penyari
dan permukaan simplisia sehingga meningkatkan efektifitas proses ekstraksi
senyawa aktif dari simplisia. Namun, ukuran serbuk tidak boleh terlalu halus
karena dapat menyulitkan proses ekstraksi.
d. Pengemasan
Pengemasan bertujuan simplisia pada saat pengangkutan, distribusi dan
penyimpanan dari faktor eksternal seperti suhu, kelembaban, cahaya matahari,
pencemaran mikroba dan gangguan dari serangga tertentu. Oleh karena itu, bahan

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 24


pengemas harus kedap air, kedap udara dan dapat menghindari bahan dari faktor
eksternal tersebut. Persyaratan bahan pengemas yang baik adalah :
1) bersifat inert atau netral sehingga tidak bereaksi dengan simplisia yang dapat
menyebabkan perubahan organoleptis, kadar air dan kandungan zat aktif.
2) dapat mencegah kerusakan karena faktor mekanis dan fisiologis
3) mudah digunakan, relatif ringan dan harga relatif murah.
e. Penyimpanan
Simplisia yang sudah dikemas dan diberi label dapat disimpan di tempat yang
sesuai. Penyimpanan bertujuan agar simplisia tetap tersedia ketika dibutuhkan
untuk proses selanjutnya. Beberapa hal yang perlu dihindari karena dapat
menurunkan mutu simplisia selama penyimpanan adalah :
1) cahaya, karena sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat menyebabkan
reaksi kimia seperti isomerasi dan polimerasi
2) reaksi kimia internal dalam simplisia seperti fermentasi, polimerisasi,
autooksidasi
3) oksidasi dari oksigen dalam udara, karena dapat menyebabkan oksidasi
senyawa aktif.
4) dehidrasi, terjadi bila kelembaban di luar lebih kecil dari dalam simplisia
5) absorbsi air, dapat disebabkan karena simplisia yang higroskopis menyerap air
dari lingkungan
6) kontaminasi, misalnya debu, pasir, kotoran bahan asing seperti minyak tumpah,
organ binatang atau manusia, fragmen wadah.
7) serangga, dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran simplisia dalam
bentuk larva, sisa metamorfosis dan lainnya
8) kapang, dapat menguraikan zat aktif atau menghasilkan aflatoksin yang
membahayakan konsumen.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 25


5. Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi adalah proses penarikan zat yang dapat larut dari simplisia dengan
pelarut yang sesuai. Hasil ekstraksi yang sudah diuapkan dengan metode
penguapan tertentu disebut ekstrak. Ekstrak dapat berupa ekstrak cair, ekstrak
kental dan ekstrak kering. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode seperti maserasi, infundasi, perkolasi, digesti, refluks, pemerasan,
ekstraksi fluida superkritis.
Silakan dilihat tentang metode-metode dan prinsip fisika kimia ekstraksi pada
link berikut https://youtu.be/5aVaIVkYy30
a. Pemerasan simplisia segar
Pemerasan digunakan untuk simplisia segar berupa umbi, rimpang, daun dan
buah. Pemerasan dilakukan dengan penghancuran simplisia terlebih dahulu dan
jika perlu dapat ditambah air kemudian diperas dan disaring.
b. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian yang sederhana yaitu dengan cara
merendam simplisia kering dalam pelarut yang sesuai. Pelarut yang
direkomendasikan adalah etanol atau campuran etanol-air. Prinsip maserasi adalah
pelarut berdifusi ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga zat
aktif akan larut dalam cairan penyari. Adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan larutan zat aktif yang di luar sel, maka akan
terjadi distribusi zat aktif ke luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi zat aktif antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan dengan merendam 1 bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat kehalusan tertentu, dimasukkan
kedalam bejana. Selanjutnya diambahkan pelarut sebanyak 10 bagian sebagai
penyari dan direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk, kemudian
didiamkan hingg 24 jam. Maserat kemudian dipisahkan dari ampasnya dan bila
diperlukan, dapat dilakukan remaserasi dengan jumlah dan jenis pelarut yang
sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan hingga mencapai kekentalan
yang diinginkan. Penyarian dapat juga menggunakan metode dari Farmakope

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 26


Indonesia Edisi III, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat atau acuan
lain.

Keuntungan metoda maserasi :


Teknik pengerjaan dan alat yang digunakan sederhana, mudah dan murah namun
proses penyariannya lama dan memerlukan pelarut dalam jumlah banyak.
Maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat termolabil.
c. Infundasi
Infundasi digunakan untuk menyari zat aktif dalam simplisia yang larut dalam air
panas. Penyarian dengan infundasi harus diproses lebih lanjut sebelum 24 jam
karena mudah tercemar bakteri dan jamur dan tidak stabil. Metode ini tidak bisa
digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang termolabil. Umumnya, proses
dimulai dengan membasahi simplisia dengan air sebanyak 2 kali bobot bahan,
untuk bunga 4 kali bobot bahan, sedangakan untuk karagen 10 kali bobot bahan.
Ada 2 macam sediaan hasil infundasi yaitu infusa dan dekokta.
1). Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90oC selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, infusa dibuat dengan
cara memasukkan simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan ke
dalam panci infusa dan ditambahkan air secukupnya sesuai konsentrasi infusa
yang diinginkan (kecuali dinyatakan lain, dibuat 10% yaitu 10 bagian simplisia
ditambah 100 bagian air). Selanjutnya dilakukan pemanasan di atas penangas air
selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90 oC sambil sesekali diaduk. Setelah
pemanasan selesai, dilakukan penyaringan selagi panas melalui kain flanel dan
filtrat diambil dan ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga
diperoleh volume infus yang dikehendaki.
2). Dekokta
Proses penyarian dengan metoda ini hampir sama dengan infus, perbedaanya
terletak pada lamanya waktu pemanasan yang digunakan. Dekokta membutuhkan
waktu pemanasan 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90oC.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 27


d. Sokletasi
Sokletasi adalah metode penyarian secara berulang- ulang senyawa bahan alam
dengan menggunakan alat soklet. Sokletasi merupakan teknik penyarian dengan
pelarut organik menggunakan alat soklet. Alat soklet terdiri dari 3 bagian yaitu
labu alas bulat sebagai tempat pelarut, extractor timble untuk menaruh sampel
yang sudah dibungkus kertas saring sekaligus sebagai tempat penyarian, dan
pendingan (kondensor) yang ditempatkan di atas ekstraktor timble.
Prinsip sokletasi adalah terjadinya sirkulasi penyarian berulang sehingga
penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Saat proses
penyarian, hasil penyarian akan mengalir melalui pipa kapiler ke labu alat bulat
yang ada di atas pemanas dan pelarut yang ada di labu alat bulat menguap kembali
ke arah kondensor sehingga uap mengembun dan menetes membasahi simplisia di
ekstraktor timble, terjadi perendaman (penyariaan) di situ dan hasil penyarian
akan mengalir lagi ke labu alat bulat melalui pipa kapiler dan seterusnya sampai
penyarian tuntas. Penyarian dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa
kapiler sudah tidak berwarna lagi atau dapat diuji dengan pereaksi yang sesuai.
Uji dapat dilakukan dengan meneteskan setetes pelarut pada kaca arloji dan
biarkan menguap. Bila tidak ada lagi bercak noda, berarti sokletasi telah selesai.
Untuk mengetahui adanya kandungan senyawa hasil penyarian, dapat dilakukan
dengan uji identifikasi menggunakan beberapa pereaksi.
Metode sokletasi memiliki beberapa keuntungan yaitu :
– Sampel terekstraksi secara sempurna, karena dilakukan berulang kali dan
kontinu.
– Pelarut yang digunakan sedikit dan tidak akan habis, karena terjadi siklus
penguapan pelarut, pendinginan pelarut oleh kondensor, penyarian, penguapan
lagi dan seterusnya selama proses sokletasi.
– Proses ekstraksi lebih cepat
Namun demikian, sokletasi tidak cocok untuk mengekstraksi senyawa- senyawa
yang tidak stabil terhadap panas (termolabil).

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 28


e. Perkolasi
Perkolasi merupakan teknik penyarian dengan pelarut organik yang sesuai secara
lambat menggunakan alat perkolator. Pada umumnya, perkolasi digunakan untuk
mengekstraksi serbuk kering simplisia keras seperti kulit batang, kulit buah, biji,
kayu dan akar. Penyari yang digunakan umumnya etanol atau campuran etanol-
air.
Perkolasi dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditambah cairan
penyari hingga terendam dalam perkolator dan didiamkan selama 18-24 jam.
Selanjutnya, keran perkolator dibuka dan cairan dibiarkan menetes sambil cairan
ditambahkan terus-menerus agar simplisia tetap terendam. Perkolasi dihentikan
dihentikan bila jumlah cairan penyari yang digunakan sudah mencapai 10 kali
jumlah simplisianya. Jika diperlukan, cairan penyari dapat ditambah lagi sampai
cairan perkolat tidak mengandung senyawa terlarut. Selanjutnya semua hasil
penyarian dipindah ke bejana, ditutup dan dibiarkan 2 hari di tempat sejuk
terlindung dari cahaya, lalu dienaptuangkan atau disaring.
f. Digesti
Digesti adalah proses penyarian yang sama seperti maserasi dengan menggunakan
pemanasan pada suhu 40-50oC. Metoda ini digunakan untuk simplisia yang tersari
baik pada suhu biasa. Keuntungan metode ini adalah zat aktif yang tersari lebih
banyak dan waktu ekstraksi yang lebih singkat dibandingkan maserasi.

6. CPOTB
Industri obat tradisional wajib menerapkan CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik) dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat
tradisional. Penerapan CPOTB menjamin obat tradisional dibuat dan dikendalikan
secara konsisten agar tercapai persyaratan mutu sesuai kriteria izin edar dan
spesifikasi produk.
Persyaratan dasar dari CPOTB mencakup hal-hal berikut:
a) semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas, dikaji secara

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 29


sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi
yang telah ditetapkan.
b) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
c) tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk personil yang
terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai,
peralatan dan sarana penunjang yang sesuai; bahan, wadah dan label yang benar,
prosedur dan instruksi yang disetujui, dan tempat penyimpanan dan transportasi
yang memadai.
d) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.
e) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
f) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam
prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta
mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan
dicatat secara lengkap dan diinvestigasi.
g) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk
yang mudah diakses.
h) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil risiko
terhadap mutu obat tradisional.
i) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana pun dari
peredaran.
j) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan
kembali keluhan.

CPOTB menekankan bahwa produksi obat tradisional harus dilaksanakan


dengan mengikuti prosedur tervalidasi yang telah ditetapkan (SOP) dan

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 30


memenuhi ketentuan CPOTB. Dalam hal ini, pengumpulan/pembudidayaan dan
/atau pemanenan, proses pasca panen termasuk pemotongan pertama dari bahan
alamiah harus dijelaskan secara rinci. Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut
dalam proses pembuatannya harus sesuai CPOTB. Bahan aktif untuk pembuatan
obat tradisional terdiri hanya dari rajangan atau serbuk, sehingga perlu
menerapkan proses fisik sesuai persyaratan teknis untuk pemotongan awal,
perajangan, dan pengemasan. Bila diperlukan ekstraksi maka setiap tahap
produksi mengikuti proses pasca panen / pasca pengumpulan. Adapun produk
jadi yang diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB meliputi seluruh tahap
produksi sejak pemotongan awal dan penghalusan.
Selain itu tenaga teknis kefarmasian juga perlu memperhatikan hal-hal
berikut :
a) Bahan untuk produksi obat tradisional pada saat bahan alamiah tiba di pabrik
langsung diturunkan dan dibongkar tetapi tidak boleh kontak langsung dengan
tanah, menghindari sinar matahari langsung (kecuali hal tersebut merupakan
kebutuhan spesifik, misal pengeringan dengan sinar matahari) dan harus
terlindung dari hujan serta kontaminasi mikroba.
b) Perlu ada pemisahan area produksi bahan obat dan pengolahan bahan alam.
Persyaratan yang detil dan spesifik hendaklah dibuat untuk menghindari
kontaminasi mikroba atas peralatan, udara, permukaan dan personil, dan juga
toilet, utilitas, sarana dan sistem penunjang (misal air dan udara bertekanan).
c) Metode pembersihan harus sesuai dengan karakteristik bahan yang diproses.
Apabila perendaman bahan dengan air atau bahan lain yang sesuai (misal
disinfektan) tidak bisa dihindarkan (misal untuk menghilangkan bakteri coliform),
hendaklah digunakan dengan dosis yang sesuai.
d) Bahan dari spesies dan varietas yang berbeda, atau bagian tanaman/binatang
yang berbeda dicegah kontaminasi satu sama lain, kecuali telah dijamin bahwa
bahan tersebut ekivalen.
e) Jika dalam Prosedur Produksi Induk disebutkan batas waktu, untuk memastikan
kualitas produk antara dan produk jadi, maka batas tersebut tidak oleh bdilampaui.
f) Produksi harus dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 31


g) Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi harus dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi
tertulis dan bila perlu dicatat.
h) Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap
mutu bahan harus diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian pengawasan
mutu.
i) Bahan yang diterima dan produk jadi harus dikarantina secara fisik atau
administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi.
j) Semua bahan dan produk jadi disimpan secara teratur pada kondisi yang
disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan
antar bets dan memudahkan rotasi stok.
k) Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan
sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah
ditetapkan.
l) Pengolahan produk yang berbeda tidak dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya
campur baur ataupun kontaminasi silang.
m) Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain.
n) Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai diberi label atau penandaan dari
produk atau bahan yang sedang diolah dan nomor bets.
o) Label pada wadah, alat atau ruangan harus jelas, tidak berarti ganda dan dengan
format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu
untuk menunjukkan status (misalnya: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan
lain-lain).
p) Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain
untuk transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 32


q) Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang.
r) Pada umumnya pembuatan produk non-medisinal hendaklah dihindarkan dibuat
di area dan dengan peralatan yang dikhususkan untuk obat tradisional.

7. Registrasi Obat Tradisional


Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin
edar yang berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang. Meskipun demikian, ada
beberapa obat tradisional yang tidak perlu izin edar yaitu :
a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong;
b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan
pengobatan tradisional;
c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Registrasi obat tradisional produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan
oleh IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin. Permohonan registrasi
diajukan kepada Kepala Badan POM. Evaluasi dilakukan terhadap dokumen
registrasi oleh :
a. Komite Nasional Penilai Obat Tradisional; dan
b. Tim Penilai Keamanan, Khasiat/Manfaat, dan Mutu.
Kepala Badan POM memberikan persetujuan berupa izin edar atau penolakan
registrasi berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Tim Penilai Keamanan,
Khasiat/Manfaat, dan Mutu, dan/atau Komite Nasional Penilai Obat Tradisional.

RANGKUMAN
Pembuatan sediaan obat tradisional dimulai dari proses pasca panen dengan
tahapan pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan (jika
perlu) dan pengeringan sehingga diperoleh simplisia. Simplisia dapat diproses
lebih lanjut untuk dibuat sediaan obat tradisional baik yang melalui tahapan
ekstraksi ataupun tidak. Proses ekstrasi dapat dilakukan dengan berbagai metode
disesuaikan dengan sifat fisika kimia zat aktif dalam simplisia, diantaranya

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 33


maserasi, perkolasi, infundasi, soxhletasi, destilasi, ekstraksi cair-cair dan
metode ekstraksi modern seperti supercritical fluid extraction. Ekstrak yang
didapat dari proses ekstraksi dapat diproses lanjut menjadi obat tradisional dengan
bentuk sediaan yang sesuai dan digunakan sebagai produk obat luar atau obat
dalam. Bentuk sediaan obat dalam dapat berupa sediaan Rajangan, Serbuk
Simplisia, Serbuk Instan, serbuk Efervesen, granul, pil, kapsul, kapsul lunak,
tablet/kaplet, tablet efervesen, tablet hisap, pastiles, dodol/jenang, film strip dan
cairan obat dalam. Bentuk sediaan obat luar dapat berupa sediaan cairan obat
luar, salep, krim, parem, pilis, tapel, koyo/plester, dan supositoria (khusus untuk
wasir). Setiap bentuk sediaan memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan
pemerintah. Mutu produk jadi ditetapkan berdasarkan parameter uji organoleptik,
kadar air, cemaran mikroba, aflatoksin total, cemaran logam berat, keseragaman
bobot, waktu hancur, volume terpindahkan, pH, dan bahan tambahan sesuai
dengan bentuk sediaan dan penggunaannya. Untuk mencapai persyaratan mutu
tersebut maka produksi obat tradisional harus mengacu pada CPOTB yang
menjadi persyaratan dalam registrasi obat tradisional.

TUGAS
Buatlah sediaan obat tradisional berupa serbuk simplisia dan tetapkan mutunya
berdasarkan kadar airnya!

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 34


DAFTAR PUSTAKA

1. BPOM RI, 2005, Peraturan Kepala Badan POM no HK.00.05.41.1384


tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofamaka, BPOM RI, Jakarta

2. BPOM RI, 2011, Peraturan Kepala Badan POM no


HK.03.1.23.06.11.5629 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik, BPOM RI, Jakarta

3. BPOM RI, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis


Ekstrak, Vol. 2, BPOM RI, Jakarta

4. BPOM RI, 2014, Peraturan Kepala Badan POM no 12 tahun 2014,


tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, BPOM RI, Jakarta

5. Brain, K.R., 1975, The Practical Evaluation of Phytopharmaceuticals,


Wright-Sciencetechnica, Bristol.England.

6. Harborne,J.B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan, Penerjemah : Kosasih Padmawinata, Iwang
Soediro, Penerbit ITB Bandung

7. Jackson, B.P, Snowdon, D.W., 1990, Atlas Of Microscopy Of Medicinal


Plants, Culinary Herbs And Spices, Belhaven Press, London

8. Kardono,L.B.S., Artanti,N., Dewiyanti,I.D., Basuki,T., Padmawinata,K.,


2003, Selected Indonesian Medicinal Plants : Monographs and
Description Vol.1, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

9. Kemenkes RI, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan no 261tahun 2009


tentang Farmakope Herbal Edisi I, Kemenkes RI, Jakarta

10. Kemenkes RI, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan no 007 tahun 2012
tentang Registrasi Obat tradisional, Kemenkes RI, Jakarta.

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 35


11. Mulyani,S., 2006, Anatomi Tumbuhan, Kanisius, Yogyakarta

12. Widyastuti, 2015, Pedoman Budidaya, Panen dan Pasca Panen


Tumbuhan Obat, Lembaga Penebit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta.

13. Stahl, E., 1985, Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi,
Penerbit ITB, Bandung

14. https://youtu.be/5aVaIVkYy30

Modul 008 | Pengembangan Sediaan Obat Tradisional 36

Anda mungkin juga menyukai