LP Diabetes Mellitus
LP Diabetes Mellitus
DIABETES MELLITUS
1
dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih
tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi
yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada
janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
3. Penyebab
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses
imunlainnya.
2) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
2
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksisel β pancreas.
3
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik.
5. Patofisiologis
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
4
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas
bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
5
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
(Pathway terlampir)
1) Non obesitas
2) Obesitas
6
perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau
hidotinik
7. Gejala Klinis
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing
terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan
cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada
jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur,
gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali
tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes
karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa darahnya
tinggi.
7
a. Diabetes Tipe I
1) hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas baubuah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II sering ditemukan gejala-gejala :
1) Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
2) Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan
a) Kesemutan dan baal-baal
b) Lemah tubuh atau cepat lelah
c) Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah
penurunan BB
Pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan testoleransi glukosa.
Sedangkan pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama
dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM.
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Nama lama DM Juvenil DM dewasa
Umur (th) Biasa <40 Biasa >40
Keadaan klinik saat diagnosis Berat Ringan
Kadar insulin Tak ada insulin Insulin cukup/tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk/normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet,
insulin
Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe 2
8. Pemeriksaan Penunjang
8
Pemeriksaan penunjang pada DM menurut Donges dkk (2001 : 728)
antara lain :
a. Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM:
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dL)
9
i. Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau
normal sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasikan infusiensi
insulin atau gangguan dalam penggunaannya (endogen atau eksogen).
j. Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
k. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
9. Penatalaksanaan
a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku
pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
b. Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut :
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin
dan mineral).
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
3) Memenuhi kebutuhan energi.
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
c. Farmakologis, berupa:
Obat Hipoglikemik Oral
1) Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara :
Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
10
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
.
2) Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
3) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis
hampir maksimal
Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
Jenis dan lama kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis,
yakni :
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap (premixed insulin
11
Efek samping terapi insulin
- Efek samping
utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
- Efek samping
yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
b. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama
yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit
dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan
berat badan turun.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan
informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga
aterosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
12
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari
DM, penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal
ini berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut
kepada anaknya.
d. Pola Kebutuhan
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita
4) Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstremitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola persepsi dan konsep diri
13
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga ( self esteem ).
6) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
8) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
e. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
14
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integumen
Kaji turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis. Hal ini berhubungan erat dengan adanya
komplikasi kronis pada makrovaskuler.
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam
bentuk urin.
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan,
penyebaran masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
15
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hipreglikemia, program pengobatan, nafsu makan berkurang ditandai
dengan kadar Glukosa darah tidak stabil
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan glokusuria, kehilangan
kalori, kelelahan ditandai dengan pasien tampak lemas, ADL dibantu
c. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke kaki, hipoksia perifer
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan angiopati,
penurunan nutrisi dan O2 dalam sel, baal pada kaki
3. Intervensi
16
c. Menghindari makanan dan selalu patuh terhadap diet, terapi
minuman yang tidak insulin
diperbolehkan dalam diet d. kolaborasi dengan dokter jika
diperlukan perubahan terapi
insulin
17
mengontrol kadar glukosa menggunakan air hangat dan
darah sabun yang lembut
d. pasien mengetahui pregimen e. Rekomenasikan utuk
pengobatan DM mengeringkan kaki setela dicuci
terutama diselah-selah ibu jari
4 4 Setelah dilakukan asuhan 1. Perawatan kaki
keperawatan selama 3 x 24 jam a. Periksa kulit untuk mengetahui
resiko gangguan integritas kulit adanya iritasi resi
tidak terjadi dengan kriteria b. monitor tingkat hidrasi kaki
evaluasi : c. monitor kebersihan sepatu serta
1. Integritas jaringan : kulit dan kaos kaki pasien
membran mukosa d. Periksa sepatu pasien agar dapat
a. Suhu kulit normal digunakan dengan tepat
b. Tidak ada lesi pada kulit e. Oleskan lotion
c. Tidak ada jaringan parut f. bersihkan kuku
d. Tidak ada nekrosis jaringan g. informasikan ke pada pasien dan
2. Pervusi jaringan periver keluarga mengenai pentingnya
a. Tidak ada kerusakan kulit keperawatan kaki
b. Tidak ada mati rasa h. anjurkan pasien untuk
c. Adanya pengisian kapiler memeriksa bagian dalam sepatu
jari kaki 2. monitor ekstremitas bawah
a. inspeksi terhadap kebersihan
kulit
b. kaji apakah adanya baal atau
kesemutan pada kaki
c. inspeksi warna, suhu, hidrasi,
pertumbuhan rambut tekstur,
pacah-pecah atau luka pada kulit
d. inspeksi ada perubahan kuku
kaki
e. palpasi ketebalan bantalan
lemak diatas kepala metatarsal
4. Implementasi
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Diagnosa 1: Kadar glukosa darah stabil
b. Diagnosa 2 : Toleransi terhadap aktivitas
c. Diagnosa 3 : Risiko gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
18
d. Diagnosa 4 : Risiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
19
20