Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH STIMULASI AUDITORIK TERAPI MUSIK TERHADAP NILAI

GLASGOW COMA SCALE (GCS) PADA PASIEN CEDERA


OTAK SEDANG

Enny Virda Yuniarti, Endah Dwi Astutik


STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

Abstract
Brain injury is non-degenerative and non-cogenital abnormality of brain which is caused by the
external mechanic trauma, so it can cause the cognitive unapropriate, physical and psychosocial
function which can be temporary or permanent, realated to some levels of consciousness. The
quantitive evaluation of consciousness by looking the Glasgow Coma Scale (GCS) is between 9 and
12. One of the auditory stimulations is by musical theraphy. Music can be functioned as the tool of
health theraphy. Music has the electrical wave on the brain can be fasten or not, and at the same time,
the body system activity will face changes. The research was done in the room of Kahuripan
Prof.Dr.Soekandar Hospital with the population of 25 patients with medium brain injury which
contains with GCS 9-12. Thus the sample with the correct criterion can be reached, that are 18
patients. The musical theraphy was given in three days, and then the data using non-probability
sampling technique accidental sampling. Music therapy for 3 days and then do the tabulation of data
was tested by using modus analysis. The value of Glasgow Coma Scale before the treatment of musical
theraphy in the room of Kahuripan Prof.Dr.Soekandar Hospital was more than a half of the
respondents (77,8%) with 10-11. The GCS value after the treatment, there were 12 respondents
(66,7%) who have the rise of GCS value from 10 to 12. There was an influence of musical theraphy to
the GCS value of the patients with medium brain injury in Kahuripan Room Prof.Dr. Soekandar
Hospital, which was proved by the modus value before the treatmentwhich was only GCS 10, and after
the treatment it became GCS 12.

Keywords: GCS, Medium Brain Injury (COS), Musical Theraphy


Pendahuluan Penelitian dari 30 responden yang diteliti,
Cedera otak merupakan kelainan otak terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok control
non degenaratif dan non kogenital yang dan kelompok perlakuan yang mendapatkan
disebabkan oleh trauma mekanis eksternal. stimulasi sensori (stimulasi olfaktori, auditori,
Sehingga dapat menyebabkan gangguan taktil, dan gustatory) setelah hari ketiga pada
kognitif fisik dan fungsi psikososial yang kelompok perlakuan ditandai adanya
bersifat sementara atau menetap yang perubahan nilai GCS yang cenderung
berhubungan dengan berbagai tingkat meningkat.
kesadaran (Jimmy Alexander, 2011). Stimulasi auditorik salah satunya dengan
Kegawatan dalam cedera otak dapat dilihat mendengarkan musik.Musik dapat berfungsi
dari status neurologik yang secara obyektif sebagai alat terapi kesehatan. Saat seseorang
dapat dinilai mengunakan Glasgow Coma mendengarkan musik, gelombang listrik yang
Scale (GCS) dengan cukup hanya ada di otak dapat di perlambat atau dipercepat,
mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan dan pada saat yang sama kinerja sistem tubuh
respon membuka mata (Brunner &Suddarth, pun mengalami perubahan. Sejumlah rumah
2002).Cedera otak sedang adalah trauma sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi
mekanik pada kepala yang terjadi baik secara musik pada pasien-pasien rawat inap
langsung yang kemudian dapat berakibat (FathurRasyid, 2010).Sampai saat ini pengaruh
kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi stimulasi auditorik terapi musik terhadap nilai
fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer GCS pada pasien cedera otak sedang belum
atau permanen (yayanakhyar, 2009).Elemen- diketahui.
elemen tersebut bisa dibagi menjadi tingkat- Hasil penelitian Siegel (1999), yang
tingkat yang berbeda dan respon-respon yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor
baik yang ditunjukkan pasien terhadap pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron
stimulus. akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan
Setiap tahun di Amerika Serikat, musik, rangsangan yang berupa gerakan,
mencatat 1,7 juta kasus cederaotak 52.000 sentuhan. Suara mengakibatkan neuron yang
pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri
Trauma kepala juga merupakan penyebab dalam sirkuit otak. Semakin banyak
kematian ketiga dari semua jenis trauma rangsangan musik diberikan akan semakin
dikaitkan dengan kematin. Menurut Penelitian kompleks jalinan antar neuron. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Natroma TraumaProject yang dilakukan Lembaga Aplikasi Musik di
di Islamic Republik of Iran bahwa, diantara Iran mengenai fungsi terapan kesehatan fisik
semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan dan mental manusia menunjukkan bahwa,
yaitu sebanyak 78,7 % trauma kepala dan terapi musik bisa menjadi metode
kematian paling banyak juga disebabkan oleh penyembuhan baru (Fathur Rasyid, 2010).
cederaotak (Zarei, 2009). Rata – rata rawat Terapi musik memanfaatkan kekuatan
inap pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh Musik untuk membantu klien menata dirinya
dengan diagnosa trauma kepala sebanyak sehingga mereka mampu mencari jalan keluar,
146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 mengalami perubahan dan akhirnya sembuh
(Thomas, 2006). dari gangguan yang diderita. Keadaan tersebut
Studi pendahuluan yang dilakukan pada menggambarkan bahwa terapi musik bersifat
bulan Juni 2015 di Rumah Sakit Umum humanistik (Johan, 2006). Terapi musik
Daerah Prof. Dr Soekandar Mojosari terdapat meyakini sinerginya antara potensi
25 orang terkena cedera otak dengan 10 orang penyembuhan diri.
diantaranya cedera otak sedang dengan rata-
rata GCS 9-12. Tujuan
Beberapa penelitian menunjukkan Menganalisis adanya pengaruh stimulasi
bahwa stimulasi sensoris mampu memberikan auditorik (terapi musik) terhadap nilai
efek neurologis yang mencegah kerusakan- Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak
kerusakan sel-sel otak dari iskemik yang sedang di ruang Kahuripan RSUD Prof Dr.
ditimbulkan dari cedera kepala. Menurut Soekandar Mojosari.
penelitian Valentina Bm. Lumbantobing, tahun
2011 di Ruang Neurosurgical Critical care Unit
(NCCU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Metode Pembahasan
Desain penelitian yang digunakan adalah GCS sebelum dilakukan stimulasi auditorik
desain pre-eksperimental (one group pretest- pada pasien cedera otak sedang
postest design). Penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan dengan cara memberikan Berdasarkan Hasil penelitian pada tabel
pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu 1 yang dilakukan di Ruang Kahuripan RSUD
sebelum dilakukan intervensi, setelah itu Prof DrSoekandar Mojokerto dari 18
diberikan intervensi, kemudian dilakukan responden yang mengalami cedera otak sedang
postest. Populasi penelitian ini yaitu 25 pasien sebagian besar didapatkan 14 responden 77,8
cedera otak sedang di rawat inap Ruang % memiliki nilai GCS 10-11.
Kahuripan RSUD Prof Dr Soekandar dengan Menurut Wayanyasa (2012), gejala yang
kriteria: 1. Pasien cidera otak sedang hari ditunjukkan mengantuk berat atau sulit
pertama, 2. Pasien yang mendapat pengobatan dibangunkan, mual,muntah, kejang,
farmakologis (ceftriaxone, piracetam dan perdarahan atau keluar cairan dari dalam
novalgin). hidung atau telinga, kelemahan pada lengan
Teknik pengambilan sampel atau tungkai, bingung atau perubahan tingkah
ditetapkan secara accidental sampling dimana laku, gerakan – gerakan aneh bola mata,
cara pengambilan sampel yang dilakukan melihat dobel atau gangguan penglihatan,
dengan kebetulan bertemu, dimana diambil denyut nadi sangat cepat atau pola nafas yang
langsung dan dijadikan sebagai sampel utama tidak biasa
sebanyak 18 responden. Penelitian ini Fakta atau hasil penelitian dan teori
dilaksanakan pada 13 September 2015 - 20 diatas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari
Oktober 2015. Data dikumpulkan dengan setengah responden memiliki nilai GCS 10-11.
instrument lembar observasi kemudian diolah Hal ini mungkin disebabkan karena terjadi
secara editing, coding, scoring, dan tabulating. benturan atau trauma pada daerah kepala yang
sangat hebat sehingga akan terjadi gangguan
Hasil kesadaran, gangguan tanda tanda vital,
Data Khusus sehingga akan menyebabkan kelainan
Tabel 1 Perubahan nilai GCS sebelum dan metabolism, serta akan terjadi penurunan nilai
sesudah dilakukan terapi musik di GCS , makin hebat trauma kepalanya makin
ruang bedah Kahuripan RSUD Prof jelek atau menurun tingkat kesadarannya dan
Dr Soekandar makin turun pula nilai GCS nya hal tsersebut
bisa dinilai dengan adanya reaksi pada mata,
GC Kesadar Pre Post verbal dan motoriknya.
S an experiment experimen
Σ Persen Σ Persen Nilai GCS sesudah dilakukan stimulasi
(%) (%) auditorik pada pasien cedera otak sedang di
12 Apatis 0 0% 12 66,7% ruang Kahuripan RSUD Prof Dr. Soekandar
11- Somnol 14 77,8% 6 33,3% Mojosari.
10 en 4 22,2% 0 0%
9 Deliriu Hasil penelitian pada tabel 4.2 yang
m dilakukan di Ruang Kahuripan RSUD Prof
Tota 18 100% 18 100% DrSoekandar Mojokerto dari 18 responden
l yang mengalami cedera otak sedang sebagian
Tabel 4.2 menunjukkan 12 responden besar responden setelah diberikan stimulasi
(66,7%) mengalami peningkatan `kesadaran auditorik terapi musik 12 responden
dari nilai GCS 10 menjadi nilai GCS 11-12 6, (66,7%)mengalami perubahan nilai GCS dari
responden (33,3%) mengalami peningkatan 2 nilai GCS 9-11 menjadi nilai GCS 12dan 6
responden dari nilai GCS 11 menjadi nilai responden (33,3%) mengalami perubahan nilai
GCS 12 dan 4 responden dari nilai GCS 9 GCS dari nilai GCS 9-10 menjadi nilai GCS
menjadi nilai GCS 11-12. GCS yang sering 11.
muncul pada saat pre test adalah px dengan Menurut hasil penelitian Siegel (1999),
GCS 10, sedangkan pada saat post test GCS yang didasarkan atas teori neuron (sel
12. kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan
bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada
rangsangan musik, rangsangan yang berupa setelah diberikan terapi musik terhadap
gerakan, sentuhan. Suara mengakibatkan responden dengan cedera otak sedang.
neuron yang terpisah bertautan dan Menurut teori Dr Lawrence Parson dari
mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Universitas Texas San Antonio menemukan
Semakin banyak rangsangan musik diberikan data bahwa harmoni, melodi dan ritme
akan semakin kompleks jalinan antar neuron. memiliki perbedaan pola aktivitas pada otak.
Menurut Erwin ( 2012 ) menyatakan bahwa Melodi menghasilkan gelombang otak yang
musik klasik mempunyai pengaruh sangat kuat sama pada otak kanan dan kiri, sedangkan
bagi kesadaran, dimana musik dan kesehatan harmoni dan ritme lebih terfokus pada belahan
merupakan dua hal yang saling berhubungan otak kiri saja. Namun secara keseluruhan,
manusia. Dalam keadaan koma/tidak sadar musik melibatkan hampir seluruh bagian otak.
kemudian diberikan alunan musik klasik maka Aktivasi kerja otak akan memicu naik turunnya
denyut jantung akan turun, tekanan darah kesadaran yang secara kuantitas dinilai dengan
turun, kemudian ketika musik di hentikan, nilai Glasgow Coma Scale (GCS).
maka denyut jantung dan tekanan darah Menurut penelitian yang
cenderung naik. Fakta atau hasil penelitian dan dilakukanValentina dari 30 pasien yang
teori diatas, dapat disimpulkan bahwa lebih mendapatkan stimulasi sensori (stimulasi
dari setengah responden setelah diberikan olfaktori, auditori, taktil dan gustatori) selama
stimulasi auditorik terapi musik 12 responden 3 hari. Sedangkan kelompok kontrol hanya
(66,7%) mengalami perubahan nilai GCS dari mendapatkan terapi standar saja.Penilaian GCS
nilai GCS 9-11 menjadi nilai GCS 12dan 6 dilakukan di hari pertama sebelum pemberian
responden (33,3%) mengalami perubahan nilai stimulasi sensori dan dihari ketiga setelah
GCS dari nilai GCS 9-10 menjadi nilai GCS pemberian stimulasi sensori.Menunjukkan
11. Hal ini mungkin disebabkan karena musik adanya pengaruh stimulasi sensori terhadap
(harmoni , melodi dan ritme ) secara nilai GCS pada pasien cedera kepala di Ruang
keseluruhan melibatkan hampir seluruh bagian Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU)
otak, sehingga aktivitas kerja otak akan RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
memicu naik turunya kesadaran yang secara Fakta atau hasil penelitian dan teori
kuantitas dinilai dengan nilai Glasgow Coma diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah
Skore ( GCS ). Ada tiga system saraf dalam pemberian terapi musik selama 3 hari berturut-
otak yang akan terpengaruh oleh musik yang turut didapati perubahan nilai GCS pada 14
antara lain system otak yang memproses pasien dari GCS 10 dengan tingkat kesadaran
perasaan, system otak kognitif, serta system delirium menjadi 12 dengan tingkat kesadaran
otak yang mengontrol kerja otot. Hal ini juga apatis. Pemberian terapi musik akan
ditegaskan pada hasil penelitian yang memberikan rangsangan pada pasien dengan
menunjukkan adanya respon dari otak terhadap cedera otak dimana rangsangan itu akan
terapi musik sehingga terjadi peningkatan nilai mempengaruhi semua system dalam tubuh
GCS pada pasien. Setelah pemberian terapi melalui proses pengaktifan saraf simpatis dan
musik selama 3 hari berturut-turut didapati saraf parasimpatis, sehingga nilai GCS akan
perubahan pada nilai GCS pada pasien. mengalami perubahan dan menuju ke nilai
yang lenih baik atau meningkat.
Menganalisis pengaruh stimulasi auditorik
terapi musik terhadap nilai GCS pada pasien
cedera otak sedang di ruang Kahuripan RSUD
Prof Dr. Soekandar Mojosari. Simpulan dan Saran
1. Nilai GCS sebelum diberikan terapi musik
Hasil penelitian pada Tabel 4.2 diatas diperoleh data lebih dari setengah (77,8%)
ditunjukkan adanya perbedaan nilai GCS dengan nilai GCS 10-11
sebelum dilakukan terapi musik dengan 2. Nilai GCS sesudah diberikan terapi musik
sesuadah dilakukan terapi musik 12 responden diperoleh data sebanyak 12 (66,7%)
(66,7%) mengalami peningkatan kesadaran mengalami peningkatan nilai GCS dari
dari somnolen menjadi Apatis, 6 nilai GCS 10 menjadi nilai GCS 12.
responden(33,3%) mengalami peningkatan dari 3. Terdapat pengaruh terapi musik terhadap
delirium menjadi somnolen. Hal tersebut nilai GCS pada pasien cedera otak sedang
menunjukkan adanya hasil yang signifikan dibuktikan dengan nilai modus yang sering
muncul sebelum terapi musik adalah yaitu Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian
nilai GCS 10 setelah terapi musik menjadi Keperawatan dan Teknik Analisis
nilai GCS 12. Data. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta
Saran Kedokteran. Jakarta: Media
Diharapkan keluarga agar memberikan Aesculapius.
terapi musik kepada pasien cidera otak sedang Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
sesering mungkin supaya terjadi peningkatan Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
tingkat kesadaran pada pasien. Cipta.
Sebagai bahan ajar mata kuliah Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
keperawatan medical bedah khususnya system Metodologi Penelitian Ilmu
persyarafan. Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis,
Diharapkan hasil penelitian ini selanjutnya dan Instrumen Penelitian
bisa digunakan sebagai terapi kombinasi Keperawatan. Jakarta: Salemba
dengan terapi farmakologi bagi tenaga Medika.
kesehatan. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar
Hasil penelitian ini dapat menjadi awal Fundamental Keperawatan: Konsep,
bagi peneliti selanjutnya untuk memberikan Proses, dan Praktik Volume 1. Jakarta:
terapi musik selain dengan terapi musik klasik EGC.
untuk mengetahui perbedaan pengaruh Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes
Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.
Daftar Pustaka Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset
Aizid,Rizem. 2011. Sehat dan Cerdas Dengan Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Terapi Musik. Yogyakarta: Laksana Ilmu.
Arikunto, Suharsini. 2010. Manajemen Tarwoto dan Wartonah,2007.Kebutuhan Dasar
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Manusia dan Proses
Bassano.2009.Terapi Musik dan Keperawatan.Jakarta:Salemba
Warna.Yogyakarta:Rumpun Medika.
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah Volume
1. Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah Volume
2. Jakarta: EGC.
Djohan,2006.Terapi Musik, Teori dan
Aplikasi.Yogyakarta:Penerbit
Galangpress (anggota IKAPI).
Erwin.2012.Terapi Musik Untuk
Lansia.Yogyakarta: Galangpress
Faqudin. 2011. Pemeriksaan neurologis.
(internet). available from:
http://www.google.com/faqudin.staff.u
mm.ac.id/files/2011/og/pemeriksaan
neurologis.pdf
Friedman, Marilyn M, Vicky R. Bowden dan
Elaine G. Jones. 2010. Buku Ajar
Keperawatan Keluarga Riset, Teori,
dan Praktik Edisi 5. Jakarta: EGC.
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi
dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI.

Anda mungkin juga menyukai