Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam realita kehidupan bermasyarakat, kita menyadari bahwa ada begitu


banyak ragam masyarakat dengan berbagai latar belakang kehidupan sosialnya.
Gejolak dan proses serta dinamika di masyarakat frame globalisasi yang melanda
dunia modern telah melahirkan berbagai macam konsep, term dan bahkan teori
baru. Perkembangan keilmuan psikologi, pendidikan serta bimbingan dan
konseling menjadi salah satu indikartor dari semakin pesatnya perkembangan
ilmu di dunia modern ini.

Konseling didalam pendidikan dituntut untuk mampu menjawab berbagai


permasalahan serta problematika yang dialami oleh klien. Terkait masalah yang
dialami oleh klien berkaitan dengan era kekinian antara lain adalah masalah yang
berhubungan dengan pemanfaatan teknologi dan informasi, perbedaan budaya,
isu-isu gender, gaya hidup dan masih banyak masalah lainnya. Menurut Elia
(2007) gaya hidup masyarakat dibagi menjadi dua yakni gaya hidup umum (the
commom lifestyle) dan gaya hidup alternatif (the alternative lifestyle). Gaya hidup
umum (the common lifestyle) didefinisikan sebagai gaya hidup yang dijalani
seseorang dengan mengikuti gaya hidup yang dijalani oleh mayoritas masyarakat
yang lain. Sedangkan gaya hidup alternatif (the alternative lifestyle), merupakan
gaya hidup yang cenderung “berbeda” dengan gaya hidup yang dijalani oleh
kebanyakan orang lain. Gaya hidup inilah yang dapat menjadi sebuah potensi dari
timbulnya permasalahan. Fenomena seperti lesbian, gay, biseksual dan
transgender merupakan salah satu contoh gaya hidup alternatif yang kini juga
telah merambah di Indonesia, terutama melanda para remaja yang notabene masih
dalam usia sekolah.

Jumlah penduduk yang lesbian dan gay menurut perhitungan dari hasil
penelitian Alfred Kinsey (1948-1953) sekitar 10% dari total penduduk suatu
Negara. Namun, hasil penelitian yang berbeda diungkapkan oleh Pernama
Muhammad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gay, Waria, dan
lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki seks (Gw1-Ina). Di Indonesia
perkiraan jumlah lesbian dan gay sekita 800 ribu. Hal tersebut perkiraan pada
tahun 2009 dan diprediksikan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut
kajian Counseling and Mental Health Care of Transgender Adult And Loved One
(2006) fenomena transgender munvul tidak hanya karena pengaruh lingkungan.
Namun dalam sudut pandang ilmu kesehatan mental, transgender bisa muncul
dipengaruhi oleh budaya, fisik, seks, psikososial, agama dan aspek kesehatan.
Banyaknya penyebab munculnya fenomena transgender dapat menjadi kajian
tersendiri bagi konselor yang menangani masalah tersebut. Semakin kompleks
masalah yang dialami konseli, maka semakin memerlukan diagnosis khusus
terhadap masalah tersebut.

Pengertian waria (transeksual) berbeda dengan homoseksual (perilaku


seksual yang ditunjukkan pada pasanagan sejenis). Waria adalah laki-laki
normal,yang memiliki kelamin yang normal,namun secara psikis mereka merasa
dirinya perepuan. Akibat perilaku mereka sehari-hari sering tampak kaku, fisik
mereka laku-laki,namun cara berjalan dan berdandan mereka mirip perempuan.
Dengan cara yang sama dapat dikatakan mereka terperangkap pada tubuh yang
salah. Kehadiran seorang waria merupakan suatu proses yang panjang,baik secara
individual maupun sosial. Secara individual antara lain,lahirnya perilaku waria
tidak lepas dari suatu proses atau dorongan yang kuat dari dalam dirinya,bahwa
fisik mereka tidak sesuai kondisi psikis, hal ini menimbulkan konflik psikologis
dalam dirinya.

Mereka mempresentasikan perilaku yang jauh berbeda dengan laki-


laki,tetapi bukan sebagai perempuan. Permasalahannya tidak sekedar menyangkut
masalah moral dan perilaku yang dianggap tidak wajar,namun merupakan
dorongan seksual yang sudah menetap dan memerlukan penyaluran (Kartono
dalam Koeswinarno,2004). Berbagai dorongan seksual waria belum sepenuhnya
dapat diterima oleh masyarakat,secara normatif tidak ada kelamin ketiga di antara
laki-laki dan perempuan (Koeswinarno,2004)

Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya


tidak mungkin untuk dihindari. Mereka akan terus bertambah selama belum
ditemukan cara yang tepat untuk mencegahnya. Salah satu yang harus
diperhatikan dalam hal ini, yaitu pengertian waria (transexsual) berbeda dengan
homosexsual (perilaku seksual yang ditunjukan pada pasangan sejenis atau
transvestime (suka menggunakan pakaian wanita dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan seksual nya).

Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexsual dianggap sebagai


perilaku yang menyimpang oleh masyarakat oleh masyarakat pada umumnya,Al-
Qur’an dianggap sebagai sumber utama ajaran Islam secara tegas menyatakan
bahwa manusia diciptakan berpasangan,yaitu pasangan manusia adalah laki-laki
dan perempuan (Q.S Al Hujurat:13). Pelaku transsexsual di Indonesia disebut
dengan istilah waria (wanita-pria),wadam (wanita-adam),benci atau bencong.
Namun ,kehadiran mereka sebagai kelompok ketiga dalam struktur kehidupan
manusia tentunya menjadi tidak diakui. Karena secara eksplisit Al-Qur’an tidak
pernah menyebut jenis kelamin diluar pria dan wanita.
Dari hasil pra-survey yang dilakukan penelitian bahwa,kaum waria sudah
banyak tampak dipermukaan kota Pekanbaru dimana mereka sudah mendirikan
suatu wadah organisasi yang dinamai WARGA (waria dan gay) yang sudah
mempunyai anggota ±500 orang yang terdaftar dan didalam organisasi ini bukan
hanya komunitas waria saja,tetapi juga ada gay. Disalah satu tempat hiburan
malam yang ada di Pekanbaru mengadakan suatu hiburan yang menjadikan atraksi
tarian G-streng,tanpa menggunakan pakaian bahkan mereka mengadakan acara
tersebut rutin disetiap tahunnya (Andrian Skripsi,2008).

Dalam kutipan wacana http://riauterkeni.com. Pada tanggal 21 April 2010


meskipun merupakan daerah dengan nilai-nilai religius sangat tinggi,ternyata Riau
menjadi daerah yang subur bagi organisasi waria. Bahkan mereka yang memiliki
kelainan orientasi seks tersebut telah memiliki organisasi kumpulan waria dan
gay(WARGA). Ketua Warga Riau Ridwan alias Iwan Virgin ia menyebutkan
bahwa dalam maping terakhir yang dilakukan oleh lembaga nasional di Jakarta,
jumlah waria dan gay di Riau sedikitnya 2000 orang. Kendati tersebar di seluruh
Riau,namun Pekanbaru dan Tembilan menjadi kota terbanyak terdapat anggota
Warga.

Berdasarkan data yang diperoleh dari satuan polisi pamong praja kota
pekanbaru jumlah waria dikota pekanbaru yang terjaring pada tahun 2011
berjumlah 25 orang dimana mereka melanggar perda nomor 5 tahun 2002 tentang
ketertiban umum. Menurut hasil wawancara dengan koordinator operasi satpol pp
jumlah waria setiap tahun mengalami peningkatan.

“setiap tahun jumlah waria meningkat namun setiap adanya razia waria
selalu lolos, selain itu keberadaan waria ini tidak bisa dikatakan permanent karena
mereka sifatnya berpindah pindah dimana waria ini termasuk kedalam penyakit
masyarakat yang langkah dan keberadaannya pun tidak terlalu terang terangan,
selain itu hukum mengenai waria masih dengan kata lain tidak ada hukum yang
spesifik mengenai keberadaan mereka”

Enam waria yang nongkrong di sepanjang jalan Soekarno-Hatta yang


berhasil ditangkap jajaran polisi pamong praja kota pekanbaru yang melaksanakan
patroli sekitar pukul 23.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari. Namun para
waria yang melihat kedatangan para petugas ini langsung berusaha kabur. Kepala
kantor satpol pp, Indra kusuma mengatakan, penangkapan terhadap enam orang
waria ini adalah saat petugas melakukan patroli di jalan Soekarno-Hatta.

“secara kebetulan, anggota kita melihat ada beberapa orang waria ini
berdiri di pinggir jalan, saati itu juga langsung kita kejar dan tangkap. Dari hasil
pendataan yang kita lakukan malam tadi,mereka ini rata rata umurnya sudah
30tahun” ungkapnya (RIAU POS Waria di Soekarno-Hatta Terjaring Razia 12-
02-2012)

Waria dewasa ini sudah bukan suatu hal yang aneh bagi masyarakat
Indoesia, khususnya bagi masyarakat Pekanbaru. Pada siang hari, mereka dapat
ditemukan di salon salon kecantikan tempat dimana mereka bekerja, bahkan
menjadi penyanyi disetiap acara acara. Pada umumnya sebagian dari mereka
masih bekerja dengan menggunakan pakaian layaknya pria karena mereka belum
mempunyai keberanian menyatakan diri sebagai waria dengan menggunakan rok.
Hal ini disebabkan karena menurut mereka, masyarakat di indonesia masih sangat
dipengaruhi oleh norma norma sopan santun yang berlaku serta mereka tidak
ingin masyarakat mencemooh dan memandang hina diri mereka secara terang
terangan. Biasanya mereka berani berdandan dan memakai rok layaknya seorang
wanita apabila mereka telah berkumpul bersama dengan teman teman senasib
untuk menjajakan diri di malam hari.

Di Pekannbaru, keadaan ini dapat ditemukan dengan mudah di jalan


Soekarno-Hatta, di kawasan Arengka dan di depan mall Pekanbaru. Dunia
pelacuran bagi waria merupakan bagian dari kebudayaan tersendiri. Ini bisa dilihat
bagaimana dalam dunia pelacuran kaum waria dapat mengembangkan satu model
komunikasi dengan bahasa-bahasa yang sangat khas. Dunia pelacur dalam
kehidupan waria bukan hanya berperan untuk memenuhi kepentingan ekonomi
semata, akan tetapi juga merupakan media yang sangat berperan dalam
menegaskan jati diri untuk tampil menjadi waria. Karena itulah, dalam lingkugan
pelacuran kehadiran waria diterima dalam dunia yang utuh selain juga sebagai
media sosialisasi, membangun solidaritas sosial waria untuk membangun konsep
diri.

Kehidupan waria memiliki keunikan tersendiri, walaupun seorang waria


telah mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan baik dalam berprilaku maupun
dalam berpenampilan namun tanpa disadari seorang waria masih dapat berperan
sebagai laki-laki yang bersikap maskulin. Hal inilah yang membedakan seorang
waria dengan laki-laki dan perempuan normal sehingga dapat mempengaruhi
konsep diri. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tetapi
merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam
hubungannya dengan orang lain. Dalam berinteraksi setiap individu akan
menerima tanggapan-tanggapan yang diberikan dijadikan cermin bagi individu
untuk menilai dan memandang dirinya sendiri ( Pudjijongyanti, 1985:8 ).

Keluarga menjadi bagian yang terpenting dalam sosialisasi primer, dimana


seseorang pada masa kanak-kanak memulai dikenalkan pada nilai-nilai tertentu
dari sebuah kebudayaan. Didalam keluarga pula seseorang dibentuk dan akhirnya
menciptakan satu kepribadian tertentu. Kebiasaan-kebiasaan dan pendidikan
keluarga memang peranan yang sentral dalam memperkenalkan nilai, norma dan
kebudayaan ( Koeswinarno, 2004:149 ). Oleh sebab itu, ketika seorang anak telah
mencapai dewasa dan banyak mengenal nilai-nilai dari luar keluarga seringkali
muncul konflik-konflik, terutama jika nilai dapat dari luar bertentangan dengan
nilai-nilai didalam keluarga. Selain pengaruh dari keluarga, konsep diri juga dapat
terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang lain disekitarnya yaitu
teman bergaul dan masyarakat.

Munculnya fenomena kewariaan tidak lepas dari konteks kebudayaan.


Kebiasaan-kebiasaan pada masa kanak-kanak ketika mereka dibesarkan didalam
keluarga, kemudian mendapat penegasan pada masa remaja menjadi penyumbang
terciptanya waria. Tidak satupun waria yang menjadi waria karena proses
mendadak. Proses menjadi waria diawali dengan satu perilaku yang tejadi pada
masa kanak-kanak melalui pola bermain dan bergaul. Perilaku yang
dipresentasikan pada masa anak-anak akhirnya menunjukkan ciri yang berbeda
pula dibandingkan dengan teman-teman sebaya lainnya. Namun demikian, tanda-
tanda yang berbeda tidak pernah disadari oleh orang tua mereka sehingga menjadi
perilaku yang menetap ( Koeswinarno, 2004:73 ).

Hadirnya seorang waria secara umum tidak pernah dikehendaki


olehkeluarga manapun. Tanggapan keluarga muncul setelah mengetahui adanya
perilaku-perilaku tertentu yang dianggap menyipang, sedangkan tanggapan waria
muncul dengan bentuk reaksi-reaksi setelah keluarga mengetahui mereka. Di sini,
tanggapan orangtua dianggap suatu konflik yang umumnya diakhiri dengan
larinya anak dari orangtua dan keluarga. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mengaktualisasikan diri sebagai perempuan secara totalitas fisik, bermakeup, dan
berpakaian perempuan sekaligus sebagai sebuah penyesuaian.

Adapun penyebab dari waria (transeksual) ini masih menjadi


perdebatan,apakah disebebkan oleh kelaian secara biologis dimana didalamnya
terdapat kelainan secara hormonal dan kromosom atau disebabkan oleh faktor
lingkungan seperti trauma masa kecil, atau sering diperlakukan sebagai seorang
perempuan dan lain sebagainya. Beberapa teori tentang abnormalitas seksual
menyatakan bahwa keabnormalan itu timbul karena sugesti masa kecil. Seorang
akan mengalami atau terjangkit abnormalitas seksual karena pengaruh
luar,misalnya dorongan kelompok tempat ia tinggal,pendidikan orangtua yang
menjurus pada benih-benih timbulnya penyimpangan seksual,dan pengaruh
budaya yang diakibatkan oleh komunikasi intens dalam lingkungan abnormalitas
seksual.
Berhubungan dengan hal diatas maka penulis akan melakukan penelitian
dengan judul ”Studi Kualitatif Waria di Pekanbaru”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian fenomena yang terlihat diatas, adapun yang menjadi


masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa faktor-faktor yang melatar belakingi perilaku menyimpang waria?

2. Bagaimana profil dan bentuk perilaku menyimpang waria?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Siapakah nama asli anda?

2. Siapakah nama panggilan anda ketika menjadi waria?

3. Dimanakah tempat lahir anda?

4. Apakah agama anda?

5. Berapakah jumlah saudara kandung anda?

6. Apa tingkat pendidikan terakhir anda?

7. Apa pekerjaan orangtua anda?

8. Kapankah anda menjadi waria?

9. Apa penyebab anda memutuskan menjadi waria?

10. Apakah orangtua anda menyetujui pekerjaan anda sebagai waria?

11. Bagaimana mendapatkan pelanggan saat menjadi waria?

12. Berapaka penghasilan yang anda dapat saat menjadi waria?

13.
D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang ingin diketahui dari perumusan


masalah. Sebagaimana pokok permasalahan di atas tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang


waria

2. Untuk mengetahui bentuk menyimpang waria

E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pemerintah dalam rangka


menanggulangi masalah sosial,karena data yang di dapat berhubugan dengan
instansi Dinas Sosial di Kota Pekanbaru.

2. Sebagai sarana informasi dan refrensi bagi penelitian lain dalam masalah dan
kasus yang sama. Dimana sebagai refleksi untuk penelitian lain yang akan
dilakukan dengan tema yang sama dan memberikan kesempatan kepada pihak-
pihak lain untuk mempergunakan tulisan ini sebagai pijakan dalam
mempertimbangkan kebijakan bagi instansi atau pihak yang akan
memanfaatkan penelitian ini tema yang serupa.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Subjek penelitian berstatus sebagai


waria, maka lokasi penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru dan di tempat salon-
salon kecantikan dan maka penelitian akan dilakukan dirumah-rumah tempat
waria tinggal.

Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus dengan subjek Penelitian yang
merupakan suatu metode penelitian dengan mengambil suatu objek tertentu
kemudian dianalisis secara mendalam dengan cara memfokuskan suatu
permasalahan berdasarkan data yang diperoleh di lapangan untuk mencari
alternatif penyelesaian masalah tersebut.
G. Peneliatian Sejenis

1. KEHIDUPAN WARIA DI KOTA DUMAI (Studi Kasus Waria


Menghadapi Tekanan Sosial) Nova Afrina Email :
Novaafrina@yahoo.co.id Pembimbing : Prof. Dr. H. Assaluddin Jalil,
MS Jurusan Sosiologi – Program Studi Sosiologi – Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Riau.

2. FUNGSI WARIA DALAM MASYARAKAT DI PEKANBARU Oleh :


Iska Putri Lailasari Marbun Email : iskaputrilailasarimarbungmail.com
Dosen pembimbing : Drs. Syamsul Bahri, M.Si Jurusan Sosiologi-
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Telaah pustaka

2.1.Pengertian Waria

Waria adalah seorang laki-laki yang mengubah kepribadian nya menjadi


lemah gemulai dan selalu berpose atau bergaya layaknya seorang perempuan.
Kepribadian yang lemah gemulai, lembut tersebut terlahir dari diri dia sendiri dan
ada juga yang sudah bawaan lahir. Waria merupakan contoh dari transeksual yaitu
orang yang mengubah kebiaasan hidupnya dan orientasi seksnya secara biologis,
berlawanan dengan apa yang dimilikinya sejak lahir.

Orientasi seksual sebenarnya bukan hanya ketertarikan seks secara jasmani,


namun juga menjangkau hubungan batin. Hanya saja, pengguna istilah ini
dimasyarakat menunjukkan penyempitan makna sehingga orientasi seksual hanya
diartikan sebagai masalah ketertarikan seksual biologi.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk tindakan atau sktivitas seksual
tersebut :
1. Same sex attraction (SSA) digunakan untuk memaparkan bahwa
seseorang mempunyai rasa ketertarikan seksual dengan sesama jenis
(gender sejenis), baik secara total ( betul-betul hanya tertarik kepada
sesama jenis ) atau sebagian ( masih ada rasa ketertarikan seks dengan lain
jenis)
2. Gay dan lesbian ,kata gay sebenarnya berlaku untuk semua jenis kelamin,
laki-laki dan wanita. Akan tetapi, akhir-akhir ini wanita yang
mengidentifikasikan dirinya sebagai gay lebih mmenyukai istilah
“lesbian”. Dengan kata lain lesbian adalah gay berjenis kelamin wanita.
Seseorang yang tertarik secara seksual kepada sesama jenis, belum dapat
dikatakan sebagia gay sampaidapat menerima orientasi seksual tersebut
dengan senang hati tanpa perlawanan sedikit pun atau tidaka dad
kegundahan ingin menjadi homoseksual.
3. Homoseks yang artinya orientasi seks sesama jenis.
4. Men who have with men / women who have seks with women yaitu istilah
untuk penekanan pelampiasan nafsu birahi tanpa memikirkan identitas
seksual atau orientasinya.
5. Biseksual digunakan kepada orang yang mempunyai biseksual
orientation, yaitu ketertarikan seks kepada sesama jenis dan lain jenis
secara bersamaan.
6. Transeksual dan transgender. Transeksual adalah orang yang mengubah
kebiasaan hidup dan orientasi seksnya secara biologis, berlawanan dengan
yang dimilikinya sejak lain, sedangkan transgender dalah istilah yang
menunjukkan keinginan tampil berlawanan dengan jenis kelamin yang
dimiliki. Seorang transgender bisa saja mempunyai identitas sosial
heteroseksual,biseksual,gay.

7. LGBT (lesbian gay biseksual transgender) yaitu dipakai untuk


menunjukkan seseorang atau siapapun yang mempunyai perbedaan
orientasi seksual dan identitas gender berdasarkan kultur tradisional,yaitu
heteroseksual. Lebih mudahnya, orang yang mempunyai orientasi seksual
dan identitas non-heteroseksual seperti homoseksual, biseksual, atau yang
lain dapat disebut LGBT. (Anakku Bertanya Tentang LGBT : Hal 2-12).

2.2. Jenis-Jenis Waria

Terdapat beberapa jenis waria. Waria adalah sebutan bagi pria yang
memiliki sifat seperti wanita atau dengan nama lain “bencong”. Dalam ilmu
psikologi, waria masuk dalam golongan transeksual (pergantian peran jenis
kelamin).

Menurut Kemala Admojo menyebutkan janis waria diantaranya sebagai


berikut:

1) Transsexual yang aseksual,yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat


atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.

2) Transsexual homoseksual,yaitu seorang transsexual yang memiliki


kecendrungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum sampai ke
tahap transsexual murni.

3) Transsexual yang heteroseksual,yaitu seorang transsexual yang pernah


menjalani kehidupan homoseksual sebelumnya. Misalnya pernah menikah.

2.3. Ciri-Ciri Waria

Terdapat beberapa ciri-ciri waria yang bisa dikenali. Ciri-ciri wari yang
dapat dikenali secara kasat mata dari penampilannya,dari seorang laki-laki
menjadi seorang perempuan. Tetapi terkadang, karena perubahan penampilannya
yang sukses dan sempurna,sehingga kita terkadang tertipu, bahwa waria tersebut
betul-betul seorang wanita.

Menurut Maslim (dalam Dewi Muthiah,2007) ciri ciri waria adalah


sebagai berikut:

1) Adanya transsexual harus sudah menetap selama minimal 2 tahun dan


harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa.
2) Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok
lawan jenisnya,biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan
anantomi seksualnya.

3) Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahaan


untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang
diinginkan.

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang Waria

Perjalanan hidup seorang Waria tidak terlepas dari faktor-fakor yang


melatar belakangi secara berkesinambungan. Faktor penyebab seseorang
berprilaku menyimpang Menurut Casare Lombroso yaitu faktor Sosiologis.
Sosiologi yaitu seorang yang kelainan seksual karena dipengaruhi oleh pasangan
seks yang abnormal. Faktor psikologis dan biologis, dimana faktor-faktor
psikologis yaitu dorongan atau motifasi yang ada dari dalam diri individu itu
sendiri untuk selalu berprilaku dan berpakaian seperti wanita, sementara faktor
biologis yaitu kelainan yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan ginetik
seseorang.

a. Sosilogis

Hal yang melatarbelakangi seseorang menjadi waria adanya pengaruh faktor


sosilogis yang paling berpengaruh yaitu,dari teman ,lingkungan masyarakat dan
lingkungan keluarga,orangtua tidak melarang berdandan,berpakaian atau
berprilaku layaknya perempuan. Tidak adanya larangan bermain dengan
perempuan seperti rumah-rumahan dan boneka-bonekaan dari orangtua.

Biasanya seorang waria sering berkumpul dengan waria-waria lain ditempat


perkumpulan mereka bisa salon , tempat pelacuran dan lain-lain sejak SMP sekitar
usia 15 tahun, hal ini dapat terjadi karena usia pebueritas seseorang sudah mulai
mencari identitas diri yang diingikan. Mereka mulai berdandan dan berpakaian
perempuan untuk mengekspresikan diri secara utuh ketika mulai menjajaki tingkat
umur yang lebih. Ditempat mereka berkumpul sesama waria seseorang waria bisa
merasakan kebahagiaan dan nyaman karena bisa berkumpul dengan sesama waria
dan berbagi pengalaman.

Penyebab berupa faktor sosiologis ini dimana dia menjadi seperti itu karena
adanya tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dia menjadi seorang waria,
walaupun itu tidak membuatnya tertekan. Kemampuan dandan wanita yang dia
miliki menjadi modal penting untuk eksis dan bertahan dengan pekerjaannya
sekarang. Jaminan pun tidak ada bahwa ketika dia meninggalkan pekerjaannya,
dia akan mudah mendapat pekerjaan.

b. Psikologis

Faktor psikologis yang melatar belakangi menjadi waria antara lain yaitu
pola asuh orang tua yang otoriter, tidak adanya figur ayah yang ideal saat usia
anak satu sampai lima tahun dan adanya pengalaman berhubungan seks yang
menyimpang pada masa anak-anak. Seseorang menjadi waria yang disebabkan
oleh faktor psikologis, dimana pada masa kecilnya, anak laki-laki menghadapi
permasalahan psikologis yang tidak menyenangkan baik dengan orang tua, jenis
kelamin yang lain, frustasi hetereseksual, adanya iklim keluarga yang tidak
harmonis yang mempengaruhi perkembangan psikologis anak maupun keinginan
orang tua memiliki anak perempuan namun kenyataannya anaknya adalah seorang
laki-laki.

Transeksual disebabkan oleh faktor psikologis, sosial budaya yang termasuk


didalamnya pola asuh lingkungan yang membesarkannya. Mempunyai
pengalaman yang sangat hebat dengan lawan jenis sehingga mereka berkhayal dan
memuja lawan jenis sebagai idola dan ingin menjadi seperti lawan jenis.

Pengalaman pernah melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis


dapat menyebabkan seseorang mendapat kepuasan dan kenikmatan seksual
sehingga membuat ketagihan dan terus ingin mencoba dikemudian hari. Suatu
kebiasaan menyimpang yang diulang-ulang dan tidak mendapatkan hukuman akan
menyebabkan persepsi yang salah pada diri seseorang bahwa hal tersebut salah.

c. Biologis

Suatu hal yang menyebabkan seseorang menjadi waria bukanlah menjadi


suatu paksaan hanyalah faktor bawaan atau DNA, yaitu adanya ketidak
seimbangan jumlah hormon pada diri seseorang sejak lahir mempengaruhi
identitas seseorang, yaitu jumlah hormon wanita cendrung lebih besar dari pada
hormon laki-laki.

Teori biologis yang menjelaskan bahwa melalui genetik atau plasma


pembawaan sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi genetik, dapat juga
disebabkan oleh tingkah laku, dan anak-anaknya menjadi delikuen secara
potensial, melalui pewarisan tipe-tipe kecendrungan luas biasa (abnormal),
sehingga membuahkan tingkahlaku delikuen, melalui pewarisan kedalam
konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan tingkah laku delikuen atau
siopatik ( Kartini Kartono, 2006:25).
Transeksual disebabkan oleh faktor biologis yang dipengaruhi oleh hormon
seksual dan genetik seseorang. (Nadia, 2005) berpendapat bahwa peta kelainan
seksual dari lensa biologi dapat dibagi ke dalam dua penggolongan besar yaitu:

1) kelainan seksual akibat kromosom, Dari kelompok ini, seseorang ada yang
berfenotip pria dan yang berfenotip wanita. Dimana pria dapat kelebihan
kromosom X. bisa XXY, atau XXYY. Diduga, penyebab kelainan ini
karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat meiosis (pembelahan
sel) yang pertama dan kedua.
2) kelainan seksual yang bukan karna kromosom, Menurut (Nadia, 2005)
mengatakan bahwa dalam tinjauan medis, secara garis besar kelainan
perkembangan seksual telah dimulai sejak dalam kandungan ibu.

Menurut teori ini penyimpangan seseorang diduga memiliki perbedaan


ginetik dan hormon dari laki-laki normal. Faktor biologis membawa pengaruh
dalam diri seseorang dan menyebabkan diri seseorang tersebut menjadi waria
dikarenakan sejak kecil cendrung memiliki sifat yang feminin sehingga dengan
sifat kefemininannya seseorang lebih cenderung tertarik dengan laki-laki dari pada
dengan perempuan.

Seorang waria menganggap dirinya perempuan dan akan lebih senang


apabila orang lain menganggap dan memperlakukan pula sebagai perempuan. Hal
tersebut menunujukkan kebenaran dari pernyataan jung (dalam Dewi Muthiah,
2007) pada dasarnya tiap-tiap manusia itu bersifat “bi-sexual” , jadi tiap-tiap
manusia mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya, laki-
laki memiliki ketidaksadaran seperti perempuan yang dapat disebut anima dan
perempuan memiliki ketidaksadaran seperti laki-laki yang disebut aminus.

2.3. Profil dan Bentuk Perilaku Penyimpangan Waria

profil waria antara lain umur rata-rata subjek penelitian ini dapat dikatakan
perilaku menyimpang waria terjadi dikalangan remaja dan tingkat umur dewasa.
Rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik mereka juga berasal dari
tempat yang berbeda dan bukanlah penduduk asli melainkan penduduk pendatang.
Dalam segi pekerjaan waria sangat cendrung bekerja disalon dan sebagai PSK dan
mujikari. Dalam sisi agama rata-rata waria beragama islam,waria yang masih taat
pada ajaran agama tertentu memiliki keyakinan. Fashion secara garis besar terdiri
atas 3 item yaitu pakaian, Make-up dan aksesoris. Ketiga hal ini secara berkala
akan mengalami recycle. Poin terpenting dari fasihion sendiri bagi sebagian besar
orang dan yang paling porsi mendapat perhatian lebih adalah pakaian, sehingga
pakaianlah yang paling banyak berbicara tentang siapa kita.

a. Pakaian

Yang pertama dilihat oleh peneliti adalah bagaimana cara waria


mengekspresikan dirinya melalui pakaian. Dari pola berpakainannya, peneliti
dapat melihat informasi apa yang hendak disampaikan oleh waria melalui pakaian
yang ia pilih, dimana ini adalah identitas atau bentuk diri waria yang
merefleksikan kepada masyarakat luar.
Dari penelitian terdapat bentuk-bentuk berpakaian adalah sebagai berikut :

1) Mengadopsi penampilan perempuan sepenuhnya


2) Waria yang berpakaian simpel kasual karena alasan kenyamanan
3) Waria yang tampil selalu heboh

b. Make-up

Make-up bagi waria adalah salah satu elemen terpenting dalam


menyempunrnakan penampilan mereka. Setelah memutuskan berpakaian
perempuan, mereka juga mempelajari bagaimana cara berdandan ala perempuan
dengan memanfaatkan berbagai peralatan make-up yang ada. Seorang waria bisa
dikatakan hampir tidak dapat tampil tanpa make-up. Tanpa make-up meraka akan
masih merasa seperti laki-laki. Tidak jarang kemudian para waria ini justru
menjadi ahli dalam dandan dan bahkan berprofesi sebagai makeup disalon-salon.
Penggambarannya dapat dilihat dari cara waria mengaplikasikan make-up dalam
kehidupan sehari-hari yaitu sebagai berikut:

1) Tampil natural
2) minimalis
3) make-up serba over
4) Mengutamakan perawatan, tatanan rambut dan memakai bulu
mata palsu.

c. Aksesoris

Tidak jauh berbeda dari perempuan, waria juga adalah pribadi yang sangat
menggilai aksesoris, bahkan cendrung sangat tergantung dengan aksesoris untuk
melengkapi penampilan mereka. Ada beberapa aksesoris yang dianggap sebagai
aksesoris khas waria, misalnya syal bulu dan wig.

Tapi seiring perkembangan jaman, sudah banyak waria meninggalkan


aksesoris-aksesoris yang terlalu mencolok seperti itu, misalnya syal bulu yang
menurut mereka terlihatan terlalu berlebihan. Begitu juga halnya dengan wig,
banyak waria kini yang lebih suka memanjangkan rambut atau menggunakan
rambut sambung (hair exstension) jika rambut aslinya sangat pendek.
Namun, tidak berarti 2 jenis aksesoris itu sepenuhnya ditinggalkan oleh
waria. Hanya saja momen mereka menggunakan semakin jaring seperti mengikuti
kontes-kontes kecantikan waria saja baru menggunakan aksesoris tersebut.
Aksesoris yang lazim dipakai waria dibagi menjadi dua yaitu:
1) waria tidak pernah tampil tanpa aksesoris
2) menyukai tampilan yang mencolok

d. gaya bahasa

Orang – orang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda
lazimnya berbicara dengan cara yang berbeda. Perbedaan ini boleh menyangkut
dialek, intonasi maupun kosakata yang digunakan untuk berbicara. Terdapat dua
pengelompokan bahasa yaitu, bahasa verbal dan bahasa non verbal.

Tujuan berkomunikasi kepada lawan bicara adalah untuk menyampaikan


pesan dan menjalin hubungan sosial. Dalam penyampain pesan tersebut biasanya
digunakan bahasa verbal atau nonverbal. Sedangkan komunikasi untuk menjalin
hubungan sosial dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip kesantunan dengan
beberapa strategi seperti menggunakan ungkapan kesantunan, ungkapan implisit,
basa-basi dan penghalusan istilah. Strategi tersebut dilakukan dilakukan oleh
pembicara dan lawan bicara agar pesan tersampaikan tanpa merusak hubungan
sosial di antara keduanya.

Menurut Shadily (1999) bahasa adalah hasil keterampilan dan ciri khas
manusia, yang dapat diucapkan melalui alat-alat pada tubuh manusia. Bahasa
dapat menguraikan hampir segala maksud keperluan manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa juga merupakan alat sosialisasi, yakni alat perkenalan dengan
alam atau lingkungan masyarakatnya. Bahasa gaul kaum waria dalam penelitian
yang peneliti lakukan menemukan sejumlah kata yang mereka gunakan seperti
yang subjek peneliti sampaikan, misalnya duta (duit/uang), maharani (mahal),
sapose (siapa), kamandro chint (kamu mau kemana), lekong (laki-laki),
nek/mak/chin/cun (panggilan akrab untuk waria), kelinci (kecil), gedong (besar),
inang (iya), rexona (rokok), tinta mawar (tidak mau), cucox (cakep/keren),
sekong (gay), lesbong (lesbi), dll. Bahkan gerak –gerik dan intonasi dialog ketika
berkomunikasi pun sangat tertera volume seperti layaknya seorang wanita. Dari
ketiga subjek penelitian pasih berbahasa banci bahkan setiap harinya dalam
melakukan kumunikasi meraka menggunakan bahasa-bahasa tersebut yang hanya
mereka mengerti arti dan pemahamannya.

Dapat diartikan mereka berinteksi dengan menggunakan bahasa yang khas


serta simbol-simbol tertentu. Dengan telah dipahaminya pengertian nilai dan
norma sosial dapatlah dianalogikan bahwa nilai dan norma sosial dalam berbahasa
adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar menurut aturan atau konvensi suatu
masyarakat yang digunakan dalam berkomunikasi untuk mengungkapkan suatu
maksud.
B. Kerangka Teori

Perjalanan hidup seorang Waria tidak terlepas dari faktor-fakor yang


melatar belakangi secara berkesinambungan. Faktor penyebab seseorang
berprilaku menyimpang Menurut Casare Lombroso yaitu faktor Sosiologis.
Sosiologi yaitu seorang yang kelainan seksual karena dipengaruhi oleh pasangan
seks yang abnormal. Faktor psikologis dan biologis, dimana faktor-faktor
psikologis yaitu dorongan atau motifasi yang ada dari dalam diri individu itu
sendiri untuk selalu berprilaku dan berpakaian seperti wanita, sementara faktor
biologis yaitu kelainan yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan ginetik
seseorang.

Faktor yang melatar


belakangi waria:

1.Sosiologis
TERJADINYA WARIA
2.Psikologis

3.Biologis
C. Kerangka Berfikir

Karakterisktik Fisik Faktor yang malatar belakangi:


Waria:
1.Sosiologis
1.Umur
2.Psikologis
2.Pendidikan
3.Biologis
3.Daerah Asal

4.Agama

5.Pekerjaan

Perilaku Waria:

1.Pakaian

2.Make-up

3.Aksesoris

4.Gaya bahasa
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Design Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis


deskriptif. Analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan
mengumpulkan data desktriptif yang banyak dan dituangkan dalam bentuk
laporan dan uraian.
Design Penelitian Observasi dan Wawancara.

B. Lokasi Penelitian

Subjek penelitian berstatus sebagai waria, maka lokasi penelitian dilakukan


di Kota Pekanbaru dan di tempat salon-salon kecantikan dan maka penelitian akan
dilakukan dirumah-rumah tempat waria tinggal.

C. Subjek Penelitian

D. Variabel Penelitian dan Devinisi Istilah

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Defini istilah memberikan penjelasan
mengenai istilah-istilah yang digunakan agar terdapat kesamaan penafsiran.

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur


Penelitian
1 Sosiologis faktor sosilogis yang Pedoman Wawancara,
paling berpengaruh wawancara
yaitu,dari teman dan alat tulis dan observasi
,lingkungan masyarakat
dan lingkungan
keluarga,orangtua tidak
melarang
berdandan,berpakaian
atau berprilaku layaknya
perempuan

2 Psikologis pola asuh orang tua yang Pedoman Wawancara,dan


otoriter, tidak adanya wawancara observasi
figur ayah yang ideal saat dan alat tulis
usia anak satu sampai
lima tahun dan adanya
pengalaman berhubungan
seks yang menyimpang
pada masa anak-anak.

3 Biologis faktor bawaan atau DNA, Pedoman Wawancara,


yaitu adanya ketidak wawancara dan observasi
seimbangan jumlah dan alat tulis
hormon pada diri
seseorang sejak lahir
mempengaruhi identitas
seseorang

E. Instrumen Penelitian

Satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti


itu sendiri. Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan
data seperti tape recorder, video kaset, atau kamera. Tetapi kegunaan atau
pemanfaatan alat-alat ini sangat tergantung pada peneliti itu sendiri.
Pada penelitian ini mengambil alat-alat bantu untuk mengumpulan data
yaitu kamera dan alat tulis (buku catatan).

F. Teknik Pengambilan Data

Untuk memperoleh data yang relavan maupun untuk mengamati gejala-


gejala, penulis mengumpulkan cara sebagai berikut:

a. Observasi

Yaitu cara pengambilan data dimana penulis melakukan pengamatan


langsung terhadap subjek penelitian dilapangan dalam melakukan aktivias
kehidupan sehari-hari dan memberikan penilian yang objektifikan dengan apa
yang diliharnya,yang berkaitan dengan hal-hal yang diteliti.

b. Wawancara

Yaitu metoda pengumpulan data atau informasi dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan
penelitian untuk menggali informasi lebih dalam. Dengan wawancara berhadapan
muka pewawancara dengan subjek penelitian dengan tujuan utnuk memperoleh
data yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan dengan menggunakan
indept interview.

G. Jenis Sumber Data

a. Data Primer

Yaitu data yang dikumpulkan dari 3 orang subjek penelitian yang berguna
menjawab permasalahan yang ada,data primer langsung dari lapangan dengan
metode wawancara terstruktur yaitu dengan menggunakan wawancara yang
mendalam untuk memperoleh infromasi yang digunakan. Data primer ini berisi
tentang identitas subjek penelitian adalah:

 Agama ,Usia, Pendidikan, Pekerjaan

 Apa penyebab faktor-faktro yang melatarbelakangi perilaku


menyimpang waria?

 Profil dan bentuk penyimpangan waria

b. Data Skunder
Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang
guna mendukung informasi yang diperoleh dari lapangan.

c. Literatur

Yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber buku dan refrensi
pendukung sebagai acuan dan gambaran mengenai tindakan menyimpang serta
bagaiman kehidupan waria.

H. Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis
secara kualitatif dimana penulis tidak hanya memberikan penelitian terhadap data
yang ada, tetapi akan lebih memprioritaskan kepada gambaran situasi atau secara
umum disebut dengan deskriptif analisis. Proses analisis dimulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, seperti pengamatan dan
wawancara. Kemudian data yang terkumpul akan disajikan secara deskriptif
dalam bentuk kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA

Marbun Lailasari Putri,I. FUNGSI WARIA DALAM MASYARAKAT DI


PEKANBARU, JOM FISIP Vol. 4 No. 2 – Oktober 2017

Afrina Nova. KEHIDUPAN WARIA DI KOTA DUMAI (Studi Kasus Waria


Menghadapi Tekanan Sosial), Jom FISIP Volume 2 No. 2 – Oktober 2015, 200986-
fungsi-waria-dalam-masyarakat-di-pekanbaru.

Ananda, santoso. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,2000,alum,Surabaya...

Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Sexual. Bandung: CV


Mandar Maju..

Koeswinarno. 2005. Hidup Sebagai Waria. Kanisius, Yogyakarta.

Nadia, Z. 2005. Waria Laknat atau Kodrat. Yogyakarta: Galang Press.

Puspitosari, H dan Pujileksono, S. 2005. Waria dan Tekanan Sosial, Malang:


Universitas Muhammadiah Malang.

Robert, Lawang. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Garmedia

Soejon, Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo.

Soeprapto, Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik, Yogyakarta: Pustaka Belajar Sri,


Trisnoningrat. Metode Penelitian Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai