Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

Infeksi Saluran Kemih

Disusun Oleh :

Nama : dr. Krismenda Maretha


Wahana : RSUD Kota Kotamobagu
Periode : 5 Februari 2019 – 5 Februari 2020

Dokter Pendamping :
dr. Andreas Widjaja, Sp.PD
dr. Wydia Potabuga

RSUD KOTA KOTAMOBAGU


KOTA KOTAMOBAGU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “Infeksi
Saluran Kemih” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode Februari
2019 – Februari 2020 di RSUD Kota Kotamobagu.
Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada
dokter pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama
menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Kotamobagu, Maret 2019


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2
2.1 Definisi ......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 2
2.3 Etiologi ......................................................................................................... 3
2.4 Klasifikasi .................................................................................................... 4
2.5 Patogenesis ................................................................................................... 8
2.6 Gambaran Klinis .......................................................................................... 10
2.7 Diagnosis ...................................................................................................... 10
2.8 Tatalaksana .................................................................................................. 11
2.9 Komplikasi ................................................................................................... 14
2.10 Prognosis .................................................................................................... 15
2.11 Pencegahan................................................................................................. 16
BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................................... 17
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 29

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan
dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang kesehatan
seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar luas di masyarakat. Secara
epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya 1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum2.
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi
peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,
jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan
lain-lain.1,2,3,4 Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi
saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat
dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.
Pada bab selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai infeksi saluran
kemih, dalam hal ini termasuk epidemiologi, penyebab, patogenesis, diagnosis, terapi,
komplikasi, serta prognosis dari infeksi saluran kemih pada orang dewasa.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria.
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) : bakteriuria bermakna menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari sama dengan 105 colony forming units
pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK
dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa
keadaan pasien dengan presentasi klinis ISK tanpa bakteriuria bermakna.5

2.2. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,
gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai
faktor predisposisi2.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif
secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun 5. Insiden ISK pada laki-laki yang
belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)4.

2
2.3. Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang
simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus
mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 %
pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat
juga sebagai penyebab.
Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus),
Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada
uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering
ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering
ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas.6

Tabel 1. Famili, genus dan spesies mikroorganisme yang paling sering


sebagai penyebab ISK5

2.4. Klasifikasi
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
 Infeksi Saluran Kemih Atas

3
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis
terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah
pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis)
yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik8.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer
oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat
mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa
ditemukan kelainan radiologik7,8. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis
kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-
laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat8.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer)
dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan
infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan
selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria
disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita
mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut
bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah
yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi
diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai
kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,
nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim1.
 Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,
uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender.
Pada perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada
laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis1.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah
radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya
mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat

4
disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe
sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh
(recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated
type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya8.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-
ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau
penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan
ISKB tipe berkomplikasi, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor predisposisi8.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena
tidak dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini
menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik1,8.
Adapun klasifikasi ISK melihat pada tingkat keparahan yang berhubungan
dengan resiko untuk timbulnya keadaan yang membahayakan, berikut adalah
klasifikasi ISK dan derajat keparahannya ;

Tabel 2. Klasifikasi ISK sebagaimana diusulkan oleh EAU European Section of


Infection in Urology ( ESIU)

5
Bakteriuria asimptomatik sebagai hal yang dipertimbangkan mempunyai
penyebab khusus karena dapat bersumber dari kedua saluran kemih bagian atas
maupun bawah yang tidak memerlukan penanganan, kecuali pasien dalam keadaan
hamil atau memerlukan tindakan pembedahan urologi.

Tabel 3. Faktor resiko inang dalam ISK

6
Gambar 1 . Parameter tambahan dari klasifikasi ISK dan derajat keparahan

7
2.5. Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).5
a. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli
diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian
permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170
serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain
E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus.5
b. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae
merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat
pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya fimbriae akan terikat pada
blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.5
c. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing
factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir
95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island
(PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar.
Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu
virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu,
ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. 5
d. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
- Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.

8
Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini
sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses
pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi
sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal
terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.5
- Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa
golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI
(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.5
Gambar 2. Patogenesis

2.6. Gambaran klinis


a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C),
disertai mengigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK
bawah (sistitis).5

9
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria,
nokturia, disuria, dan stanguria.5
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.
SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA
sangat minimal (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 5; sering disebut
sistitis abakterialis.5
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: 5
a). Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
mikroorganisme (MO) yang berlainan.
b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber
infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

2.7. Diagnosis
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin.
Untuk menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang
batas yang digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/mL). Untuk ISK tak
bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105
cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil,
harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara bersih
(midstream, clean-catch urine sample). Masalah yang ada di negara yang sedang
berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada
layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin tidak ada. Masalah lain dalam
penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah biaya yang
cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil. Diagnosis ISK dapat
ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi
inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan untuk
deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin.9
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal
imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK, antara lain : ultrasonogram
(USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop
scanning.5

10
2.8 Tatalaksana
Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang
adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:5,10
 Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika
tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg.
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisa (lekositoria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari.
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekositoria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
 Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor
resiko.
 Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal
(misal trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 10 3-

105memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik
dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi,
misal golongan kuinolon. 5,10

Tabel 4. Rekomendasi terapi antibiotic pada sistitis akut tanpa komplikasi


pada wanita7

11
Infeksi saluran kemih atas
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan
rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit
48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut: 5
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
- Pasien sakit berat atau debilitasi.
- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
- Diperlukan investigasi lanjutan.
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai
penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan
sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.5

Tabel 5. Rekomendasi terapi antibiotik empiris pada pielonefritis akut tanpa


komplikasi pada wanita.7

12
Tabel 6. Terapi Antimikroba empiris pada ISK Komplikata10

Semua ISK pada kehamilan, baik bergejala maupun tidak harus diterapi. 13,14 Oleh
sebab itu, skrining bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dilakukan minimal satu kali
pada setiap trisemester.15 Pilihan terapi pada ISK kehamilan serta lama terapi dapat dilihat
di Tabel 7. Nitrofurantoin harus dihindari pada trisemester ketiga karena beresiko
menyebabkan anemia hemolitik pada neonatus.16

Tabel 7. Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih pada kehamilan16

13
Beberapa penelitian menemukan adanya resistensi antibiotik yang cukup
tinggi pada bakteri patogen yang menyebabkan ISK, antara lain extended spectrum
betalactamase E.coli (ESBL) dan MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus).
Golongan antibiotik yang sudah dilaporkan mengalami resistensi adalah golongan beta-
lactam, kuinolon, dan aminoglikosida.17 Antibiotik yang masih jarang dilaporkan resisten
adalah golongan glikopeptida, nitrofurantoin, dan karbapenem.18 Oleh sebab itu, sangatlah
penting untuk memilih antibiotik berdasarkan profil bakteri patogen dan sensitivitas
antibiotik setempat.

2.9. Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan ISK tipe berkomplikasi (complicated).
a. ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan
tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan
pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS)
merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus
(LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida
dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis
emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan
klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangat intensif
pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.

14
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).
Tabel 8. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial


BAS tidak diobati  Pielonefritis
 Bayi prematur
 Anemia
 Pregnancy-induced hypertension

 Bayi mengalami retardasi mental


ISK trimester III
 Pertumbuhan bayi lambat
 Cerebral palsy
 Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012

2.10. Prognosis12
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang
diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit
dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien
Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah
mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal
jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan
utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis
sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor
predisposisi mudah dikenal dan diberantas.

2.11. Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk
melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah kena

15
infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman
mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi
untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau
membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat
mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah
kuman tersebut pindah ke orang lain.8
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan
pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering
dijumpai keadaan tumpang tindih.8
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali,
yaitu: 11
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab
terbesar dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah dari
depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran
urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar
sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
mendorong perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.

BAB 3
LAPORAN KASUS

16
Nama Peserta : dr. Krismenda Maretha
Nama Wahana : RSUD Kota Kotamobagu
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Tanggal (kasus) : 22 Maret 2019
Nama Pasien : Nn. CSM (Perempuan) No. RM : 056900
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
Kamis, 4 April 2019 - dr. Andreas Widjaja, Sp.PD
- dr. Wydia Potabuga
Tempat Presentasi : RSUD Kota Kotamobagu
Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


v
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang perempuan, 27 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat
BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal, BAK keluar batu disangkal,
BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual
dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi sering,
yang dimuntahkan apa yang dimakan dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati
(+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan Februari, riwayat post opname 3 hari yang lalu.
Tujuan :
 Untuk menegakkan diagnosis
 Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: Nn. CSM Nomor Registrasi: 056900


Nama RS: RSUD Kota Telp : Terdaftar sejak :22 Maret 2019
Kotamobagu
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Seorang perempuan, 27 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang

17
lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal,
BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya
disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah
dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan apa yang
dimakan dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), nyeri tekan
suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan
Februari, riwayat post opname 3 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini (+)
Riwayat kencing batu disangkal
Riwayat minum jamu jangka lama disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
3. Riwayat Keluarga
Riwayat kencing batu disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: composmentis
c. Tanda vital:
 Tekanan darah: 110/80 mmHg
 Nadi: 83 x/menit
 Respirasi: 23x/menit
 Suhu : 36,20C
d. Kepala: Mesosefal
e. Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
f. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
g. Paru: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
h. Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
i. Abdomen: Datar, bising usus (+) dalam batas normal, supel, nyeri tekan
suprapubik (+),nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba

18
membesar, nyeri ketok CVA (-/+)
j. Ekstremitas: Edema (-), akral hangat, capillary refill <2”
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Darah rutin :
Leukosit : 15.200 (N: 4500-10.000)
Eritrosit : 3,91x106 (N: 4,2-5,4x106)
Hemoglobin : 12,2 (N: 12-16)
Hematokrit : 34,3 (N: 38-47)
MCV : 87,6 (N: 79-99)
MCH : 31,3 (N: 33-37)
MCHC : 35,7 (N: 33-37)
Trombosit : 345.000 (N: 150.000-440.000)
Urin rutin :
Warna : kuning pekat
Kejernihan : jernih (N: jernih)
pH : 6,0 (N: 5-8)
BJ : 1,025 (N: 1,003-1,035)
Protein : 30mg/dl (N: negatif)
Bilirubin : - (N: negatif)
Keton : 300mg/dl (N: negatif)
Nitrit : - (N: negatif)
Urobilinogen : 4mg/dl (N: negatif)
Leukosit : 500 Leu/ul (N: negatif)
Eritrosit : 5-10 Ery/ul (N: 0-3)

Sedimen :
Leukosit : Penuh/Lp
Eritrosit : 3-5 / Lp
Epitel : 8-12/Lp
Bakteri : Positif
Kristal : - (N: negatif)
b. Radiologi : -
c. Kimia Darah Rutin :

19
Glukosa sewaktu : 66mg/dl (N ; <200mg/dl)
Elektrolit : Na = 129mmol/L * (N : 136-146 mmol/L)
K = 3,5 – 4,9 mmol/L (N : 3,5-4,9 mmol/L)
Cl = 98 mmol/L (N : 98 – 109 mmol/L)

7. Follow up
Tanggal Follow up Terapi
23-3-2019 S : nyeri pinggang kiri, mual Inf. Rl 20 tpm
muntah Inj. Pumpisel®
O : KU : lemah (Pantoprazole)1 vial/12j
TD : 110/80 mmHg Inj. Ondansetron 1 amp/8j
HR : 80x/menit Levofloxacin drips /24 j (ST)
RR : 22x/menit Paracetamol 3x500mg po
T : 36,20C Sucralfate syr 3x C1
A : ISK
24-3-2019 S : nyeri pinggang kiri berkurang, Inf. Rl 20 tpm
mual muntah Inj. Pumpisel®
O : KU : baik (Pantoprazole)1 vial/12j
TD : 120/80 mmHg Inj. Ondansetron 1 amp/8j
HR : 78x/menit Levofloxacin drips (ST +) STOP
RR : 20x/menit Inj. Cefobactam® (Ceforazone
T : 360C Sulbactam) /12j (ST)
A : ISK Paracetamol 3x500mg po
Sucralfate syr 3x C1

25-3-2019 S : nyeri pinggang kiri berkurang, Inf. Rl 20 tpm


mual muntah (-) Inj. Pantoprazole 1 vial/12j
O : KU : baik Inj. Ondansetron 1 amp/8j
TD : 120/80mmHg Inj. Cefobactam® (Ceforazone
HR : 81x/menit Sulbactam) /12j (STOP)
RR : 20x/menit Amoksisilin 3x500mg
T : 36,40C Paracetamol 3x500mg po
A : ISK Sucralfate syr 3x C1

Pro : Plano test (+)

20
Konsul Obgyn

26-03-2019 S : nyeri pinggang kiri (-), mual Interna :


muntah (-) Aff infus
O : KU : baik Lansoprazole 2x1
TD : 120/80mmHg Amoksisilin 3x500mg
HR : 78x/menit Antasida syr 3xC1
RR : 20x/menit
T : 36,40C Obgyn:
A : ISK + Hiperemesis Dx : Hiperemesis Gravidarum
Gravidarum B6 2x1
Ondansetron 3x1 (kalau mual)

Rawat Jalan

BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI PEMBAHASAN
 Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan Dari klinis tampak perempuan usia 27 tahun
istilah umum yang menunjukkan datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2
keberadaan mikroorganisme dalam urin. hari yang lalu, nyeri saat BAK, demam,
Adanya bakteri dalam urin disebut mual, muntah 3 kali, BAK warna merah
bakteriuria. Bakteriuria bermakna mungkin disangkal, BAK keluar batu disangkal, BAB
tanpa disertai presentasi klinis ISK tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek
dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert sebelumnya disangkal. Pasien juga
bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari

21
bermakna disertai presentasi klinis ISK yang lalu. Muntah dialami >8x/hari, volume
dinamakan bakteriuria bermakna muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan
simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien apa yang dimakan dan cairan berwarna
dengan presentasi klinis ISK tanpa bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+),
bakteriuria bermakna. nyeri tekan suprapubik (+), nyeri ketok
 Gejala Klinis : CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir :
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi pertengahan bulan Februari, riwayat post
klinis PNA seperti panas tinggi (39,5- opname 3 hari yang lalu.
40,5 °C), disertai mengigil dan sakit Pemeriksaan fisik
pinggang. Presentasi klinis PNA ini - Nyeri tekan epigastrium (+)
sering didahului gejala ISK bawah - Nyeri tekan suprapubik (+)
1
(sistitis). - Nyeri ketok CVA (-/+)
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis
sistitis seperti sakit suprapubik,
polakisuria, nokturia, disuria, dan
stanguria.1
c. Sindroma Uretra Akut (SUA).
Presentasi klinis SUA sulit dibedakan
dengan sistitis. SUA sering ditemukan
pada perempuan usia antara 20-50
tahun. Presentasi klinis SUA sangat
minimal (hanya disuri dan sering
kencing) disertai cfu/ml urin <10 5;
sering disebut sistitis abakterialis. 1
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2
kelompok; yaitu:1
a). Re-infeksi (re-infections). Pada
umumnya episode infeksi dengan interval
>6 minggu mikroorganisme (MO) yang
berlainan.
b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi
disebabkan MO yang sama, disebabkan
sumber infeksi tidak mendapat terapi yang
adekuat.

22
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi Pemeriksaan Penunjang
adanya ISK adalah kultur urin. Untuk Laboratorium :
menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis Darah rutin :
akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang Leukosit : 15.200 (N: 4500-10.000)
digunakan adalah 103 colony forming units/ml Eritrosit : 3,91x106 (N: 4,2-5,4x106)
(cfu/mL). Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria Hemoglobin : 12,2 (N: 12-16)
asimtomatik), nilai ambang batas yang Hematokrit : 34,3 (N: 38-47)
digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis MCV : 87,6 (N: 79-99)
bakteriuria asimtomatik pada perempuan, MCH : 31,3 (N: 33-37)
termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel MCHC : 35,7 (N: 33-37)
yang berasal dari urin pancar tengah yang Trombosit : 345.000 (N: 150.000-440.000)
diambil secara bersih (midstream, clean-catch Urin rutin :
urine sample). Penggunaan kultur urin sebagai Warna : kuning pekat
teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah Kejernihan : jernih (N: jernih)
biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup pH : 6,0 (N: 5-8)
lama untuk mendapatkan hasil sehingga BJ : 1,025 (N: 1,003-1,035)
diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode Protein : 30mg/dl (N: negatif)
tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil Bilirubin : - (N: negatif)
reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai Keton : 300mg/dl (N: negatif)
adalah tes celup urin, yang dapat digunakan Nitrit : - (N: negatif)
untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, Urobilinogen : 4mg/dl (N: negatif)
dan darah di dalam urin. Leukosit : 500 Leu/ul (N: negatif)
Eritrosit : 5-10 Ery/ul (N: 0-3)
Sedimen
Leukosit : Penuh/Lp
Eritrosit : 3-5 / Lp
Epitel : 8-12/Lp
Bakteri : Positif
Kristal : - (N: negatif)

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis Rawatan H-1


- Inf. Rl 20 tpm
akut memerlukan rawat inap untuk
- Inj. Pumpisel ® (Pantoprazole) 1
memlihara status hidrasi dan terapi

23
antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. vial/12j
Indikasi rawat inap pielonefritis akut - Inj. Ondansetron 1 amp/8j
adalah seperti berikut: 1 - Levofloxacin drips /24 j (ST)
- Kegagalan mempertahankan hidrasi - Paracetamol 3x500mg po
normal atau toleransi terhadap - Sucralfate syr 3x C1
antibiotika oral.
Rawatan H-2
- Pasien sakit berat atau debilitasi. - Inf. Rl 20 tpm
- Terapi antibiotika oral selama rawat - Inj. Pumpisel ® (Pantoprazole) 1
jalan mengalami kegagalan. vial/12j
- Diperlukan investigasi lanjutan. - Inj. Ondansetron 1 amp/8j
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe - Levofloxacin drips (ST +) STOP
berkomplikasi. - Inj. Cefobactam®
- Komorbiditas seperti kehamilan, (Ceforazone Sulbactam) /12j
diabetes mellitus, usia lanjut. (ST)
The Infection Disease of America - Paracetamol 3x500mg po
menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi - Sucralfate syr 3x C1
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-
Rawatan H-3
72 jam sebelum diketahui MO sebagai
- Inf. Rl 20 tpm
penyebabnya yaitu fluorokuinolon,
- Inj. Pantoprazole 1 vial/12j
amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Inj. Ondansetron 1 amp/8j
dan sefalosporin dengan spectrum luas
dengan atau tanpa aminoglikosida.
- Inj. Cefobactam®
(Ceforazone Sulbactam) /12j
(STOP)
- Amoksisilin 3x500mg
Pilihan antibiotik untuk ISK pada ibu hamil
- Paracetamol 3x500mg po
- Sucralfate syr 3x C1
Pro : Plano test (+)

Rawatan H-4
Interna :
Aff infus
Lansoprazole 2x1

24
Amoksisilin 3x500mg
Antasida syr 3xC1
Obgyn:
B6 2x1
Ondansetron 3x1 (kalau mual)
Rawat Jalan

BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, pasien dari klinis tampak perempuan Nn. CSM usia 27
tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat BAK,
demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal, BAK keluar batu
disangkal, BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal. Pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah dialami >8x/hari,
volume muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan apa yang dimakan dan cairan
berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), nyeri tekan suprapubik (+), nyeri
ketok CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan Februari, riwayat post

25
opname 3 hari yang lalu. Hasil Laboratorium menunjukkan Leukositosis serta
urinalisa didapati adanya bakteri (+) , leukosit (+), keton (+), protein (+), urobilinogen
(+) dan Plano test (+). Pasien didiagnosis sebagai ISK tipe Komplikata dengan
Hiperemesis Gravidarum. Pasien kemudian rawat inap dan diterapi dengan antibiotik
yang aman untuk ibu hamil serta obat simptomatis lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
2. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,
and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th Edition.
Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
3. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. &
McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill
Medical Publishing Division. 2008: 193-195

26
4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In
Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
5. Sukandar E. Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
6. Lumbanbatu, S.M., 2003; Bakteriuria Asimptomatik pada Anak Sekolah Dasar Usia
9-12 tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara; 1-17.
7. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et al.
Guidelines on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The Netherlands:
European Association of Urology (EAU); 2015.
8. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology.
California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
9. Schmiemann G, Kniehl E, Gebhardt K, Matejczyk MM, Hummers-Pradier E. The
diagnosis of urinary tract infection: a systematic review. Dtsch Arztebl Int.
2010;107(21):361-7.
10. Ikatan Ahli urologi Indonesia (IAUI), 2015, Guideline Penatalaksanaan Infeksi
Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 edisi 2, Ikatan Ahli Urologi Indonesia,
Surabaya, 3.
11. Schoenstadt, Arthur, 2008. Urinary Tract Infection Prevention. Available from :
http://www.honafrica.org.
12. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology.
California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16

13. Nelson-Piercy C. Renal disease. In: Luesley DM, Baker PN, editors. Obstetrics and
Gyneacology: and evidence-based text for MRCOG. 2 ed. London: Hodder Arnold;
2010. p. 87-8.
14. Kladensky J. Urinary tract infections in pregnancy: when to treat, how to treat, and
what to treat with. Ceska Gynekol. 2012;77(2):167-71.
15. McIsaac W, Carroll JC, Biringer A, Bernstein P, Lyons E, Low DE, et al. Screening
for asymptomatic bacteriuria in pregnancy. J Obstet Gynaecol Can. 2005:27(1):20-4.
16. Bruel H, Guillemant V, Saladin-Thiron C, Chabrolle JP, Lahary A, Poinsot J.
Hemolytic anemia in a newborn after maternal treatment with nitrofurantoin at the
end of pregnancy. Arch Pediatr. 2000 Jul;7(7):745-7.

27
17. Rizvi M, Khan F, Shukla I, Malik A, Shaheen. Rising prevalence of antimicrobial
resistance in urinary tract infections during pregnancy: necessity for exploring newer
treatment options. J Lab Physicians. 2011;3:98-103.
18. Sabharwal ER. Antibiotic susceptibility patterns of uropathogens in obstetric patients.
N Am J Med Sci. 2012;4(7):316-9.

28

Anda mungkin juga menyukai