A. SEBUAH REVOLUSI
Zaman neolithikum atau zaman batu baru. Pada zaman ini, terjadi “revolusi
kebudayaan”, atau perubahan pola hidup manusia. Revolusi neolitik adalah perubahan
secara menyeluruh, pada zaman prasejarah akhir dimana masyarakat mulai
menggunakan cara-cara baru untuk bertahan hidup. Pola hidup yang dulunya food
gathering menjadi food producing. Pada zaman ini telah hidup Homo sapiens. Manusia
tidak hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam. Masa ini
penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena masa ini
beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.
Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan
belukar mulai dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Manusia sudah
menguasai lingkungan alam beserta isinya. Masyarakat pada masa bercocok tanam ini
hidup menetap dalam suatu perkampungan yang dibangun secara tidak beraturan.
karena mereka sudah hidup menetap maka tentunya dalam kegiatan membangun
rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong tidak hanya
dilakukan dalam membangun rumah, namun juga dalam hal menebang hutan,
membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat gerabah,
berburu, dan menangkap ikan. Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari
peninggalannya dan menjadi corak yang khusus, dapat dibagi kedalam dua golongan
sebagai berikut.
Kapak persegi adalah alat dibuat dari batu berbentuk persegi. Asal-usul kapak persegi
bermula saat migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh,
Von Heine Gelder. Di Karawang dan Tasikmalaya, Pacitan (Jawa Timur).
Diketemukan juga chalcedon (batu yang indah) dibuat sangat indah dan halus, sehinga batu
itu mungkin sebagian tanda kebesaran atau alat upacara. Sejenis dengan kapak persegi
dinamakan “kapak bahu”.
Meskipun namanya kapak persegi, tidak semua kapak persegi berbentuk kapak, ada
juga yang berbentuk pacul dan ada juga yang termasuk jenis tarah, tarah ini digunakan untuk
membuat alat dari kayu. Semua alat ini berbentuk sedikit melengkung dan bertangkai. Hal ini
berbeda pada saat zaman-zaman sebelumnya yang alat-alatnya biasanya tanpa tangkai
sehingga hanya cukup digenggam saja.
Kapak bahu sederhana merupakan salah satu jenis kapak persegi yang dibuat manusia
prasejarah zaman neolithikum yang tangkainya kasar. Persebaran kapak bahu sederhana
banyak ditemukan didaratan Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia, peninggalan kapak bahu
sederhana terdapat di situs Kalumpang yang berada di daerah Mamuju, Sulawesi Barat.
b. Kapak tangga
Kapak tangga sering disebut beliung tangga karena permukaam atas beliung dibuat
lebih rendah, oleh karena itu bentuknya menjadi seperti tangga. Persebaran beliung ini
terdapat Asia bagian timur, yaitu di Taiwan. Di Indonesia persebaran beliung ini terdapat di
daerah Sulawesi.
c. Kapak Biola
Beliung ini menyerupai biola yang sisi kiri dan kanan kapaknya sedikit cekung.
Persebaran Beliung Biola terdapat di Asia Timur. Persebaran di Indonesia hanya di daearah
Kalumpang sama halnya kapak bahu sederhana.
Kebudayaan kapak lonjong diperkirakan lebih tua daripada kapak persegi. Dinamakan kapak
lonjong karena mempunyai bentuk lonjong seperti telur. Selain itu kapak lonjong memiliki
ujung yang runcing, namun tidak seruncing mata panah. Pada umumnya kapak lonjong ini
dibuat dari batu kali yang berwarna kehitaman dan mempunyai tingkat kekerasan tertentu,
seperti yang masih digunakan di daerah Papua. Sedangkan ukuran-ukuran dari kapak ini
berbeda-beda, yang besar disebut welzenbeil dan kapak yang kecil disebut dengan kleinbeil.
Kapak lonjong mempunyai fungsi yang hampir sama dengan kapak persegi.
Diantaranya kapak lonjong yang berukuran besar ini digunakan untuk memotong makanan
dan sebagai pekakas. Sedangkan kapak lonjong yang berukuran kecil digunakan untuk benda
wasiat dan upacara.
Daerah penemuan kapak lonjong di Indonesia, hanya terbatas di daerah bagian timur,
yaitu Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanimbar, dan Papua. Dari tempat-
tempat yang disebutkan itu, hanya sedikit yang diperoleh dari penggalian arkeologi, kecuali
di Serawak dan Kalumpang di Sulawesi Tengah.
Selain ditemukannya berbagai jenis kapak batu, masih terdapat beberapa peninggalan lain
seperti berikut.
Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan
Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya
sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.
Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari
batu indah dalam jumlah besar. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi
kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga
alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini
dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.Bahan batu yang paling sering
digunakan adalah jenis batuan kersikan, seperti gamping kersikan, tufa kersikan, kalsedon
dan jasper.
Selain menggunakan batu, manusia purba pada saat itu juga menggunakan logam
untuk kebutuhan sehari-harinya. Zaman logam terdiri dari tiga zaman yaitu zaman perunggu,
tembaga, dan besi. Zaman logam merupakan masa di mana kehidupan semakin lebih maju.
Pada masa ini masyarakat sudah mengenal teknik-teknik pengolahan logam. Sejalan dengan
kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia dalam meningkatkan taraf penghidupannya maka
tata susunan masyarakat menjadi semakin kompleks. Pembagian kerja semakin ketat dan
membutuhkan ketrampilan-ketrampilan tertentu.
1. Zaman tembaga
Pada zaman tembaga ini, manusia menggunakan tembaga sebagai bahan dasar alat-
alat yang digunakan. zaman ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja. Asia Tenggara,
termasuk Indonesia tidak mengalami zaman tembaga, dengan bukti tidak ditemukannya
peninggalan-peninggalan yang terbuat dari tembaga sehingga zaman neolithikum langsung
disusul oleh masuknya zaman perunggu. Zaman tembaga berkembang di semenanjung
Malaya, Kamboja, Thailand, dan paling banyak ditemukan di Eropa.
2. Zaman perunggu
Pada zaman perunggu atau yang disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tonkin
Cina ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan
3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Benda peninggalan yang terbuat dari
perunggu diantaranya sebagai berikut.
Kapak corong
Kapak corong (kapak perunggu), banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Balio,
Sulawesi dan Kepulauan Selayar dan Irian. Kegunaannya sebagi alat perkakas.
Nekara merupakan gendering besar yang terbuat dari perunggu yang berfungsi untuk
upacara ritual, khususnya untuk memanggil hujan. Sedangkan Moko adalah nekara yang
lebih kecil yang berfungsi sebagai mas kawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa- Bali,
Sumbawa, Roti, Selayar, Leti
Bejana perunggu
Candrasa
3. Zaman besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat
yang diperlukan. Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain mata kapak bertungkai kayu, mata
pisau, mata sabit, mata pedang, dan cangkul. Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul
(Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur). Peninggalan sejarah
pada zaman ini sulit ditemui karena sifatnya yang mudah berkarat.
B. KONSEP RUANG PADA HUNIAN
Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu tengah)
atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal tempat
tinggal dan hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal, manusia
mulai bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang
binatang ataupun kayu. Pada dasarnya hunian pada zaman praaksara terdiri atas dua macam,
yaitu :
1) Nomanden
Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau
menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-kuminatas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu
tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (food
gathering).
2) Sedenter
Sedenter adalah pola hidup menetap, yaitu pola kehidupan dimana manusia sudah terorganisir
dan berkelompok serta menetap di suatu tempat. Mata pencahariannya bercocok tanam serta
sudah mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan.Pola
hunian memiliki dua karakter khas, yaitu kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di
alam terbuka.
Bentuk arsitektur pada masa praaksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu.
Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari, tetapi juga
kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua,
Maluku, Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek
moyang. Gambar dinding yang ada dalam goa-goa menggambarkan pada jenis binatang yang
diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan.
SEBUAH REVOLUSI DAN KONSEP RUANG
PADA HUNIAN
NAMA KELOMPOK :
DINA PUTRI PERMATASARI
KADEK MIANA SARI
NI PUTU RESA JUNITA PUTRI
RALA SHANDY ARMYLISTYA AZ ZAHRA PUTRI
2018 / 2019