Anda di halaman 1dari 6

Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan

komunis yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Pemberontakan ini dilakukan
oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam
organisasi bernama "Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

Latar Belakang
Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir
Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville.
Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta
kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.

Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia
yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelasan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai
dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk
Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang
bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme: PKI
ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin
revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".

Selanjutnya, Musso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet
presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga menyerukan kerjasama internasional,
terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya,
Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya berencana untuk menguasai daerah-daerah
yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang,
Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi,
dan aksi-aksi pengacauan lainnya.[1]

Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di
kota Surakarta, serta mengadudomba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi
yang ada di sana.

Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat
adudomba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh
kolonel Gatot Subroto.

Pemberontakan

Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada 18
September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan pada hari
itu juga diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, PKI/FDR
mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang
sama pula di Pati, Jawa Tengah.[2] Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo,
dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.
Akhir
Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi Jawa
Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer.
Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution.[3]

September 1949, Proses introgasi terhadap simpatisan PKI.

September 1948, nampak TNI bersenjata dan masyarakat yang menangkap terduga simatisan PKI.

Introgasi yang dilakukan oleh seorang prajurit TNI kepada simpatisan PKI.

Sementara sebagian besar pasukan TNI di Jawa Timur berkonsentrasi menghadapi Belanda, namun
dengan menggunakan 2 brigade dari cadangan Divisi 3 Siliwangi serta kesatuan-kesatuan lainnya yang
mendukung Republik, semua kekuatan pembetontak akhirnya dapat dimusnahkan.[4]

Kondisi korban sebelum dieksekusi.

Korban eksekusi

September 1948, Kondisi korban setelah eksekusi.

September 1948, Foto setelah dilakukannya eksekusi terbuka kepada terduga simpatisan PKI.

September 1948, proses eksekusi massal terhadap terduga simpatisan PKI.

Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak.

Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak.

Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah
barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan
tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di
daerah Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan sisa-sisa pemberontak yang tidak tertangkap melarikan diri
ke arah Kediri, Jawa Timur.[5]
Faktor penyebab pemberontakan PKI Madiun :

                   Pemberontakan PKI terjadi akibat Persetujuan perjanjian Renville, sehingga


kabinet Amir Syarifuddin jatuh karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Perjanjian
Renville dianggap tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik
Indonesia. Hasil perjanjian Renville membuat posisi indonesia bertambah sulit. Isi perjanjian itu
adalah sebagai berikut:
1.      Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis
khayal yang dibuat Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah
kekuasaan Belanda.
2.      Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk
3.      RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalam Uni-
Indonesia-Belanda.
4.      Republik Indonesia merupakan Bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5.      Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian
kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
                   Dengan disetujuinya perjanjian Renville maka wilayah Republik Indonesia
semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan blokade ekonomi yang
dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin
menyerahkan mandatnya kepada presiden Republik Indonesia. Presiden kemudian menunujuk
Moh. Hatta suntuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan
sayap kiri atau sosialis.[1]
            Setelah menyerahkan mandatnya kepada Pemerintah Repunlik Indonesia, Amir
Syarifuddin menjadi oposisi dari pemerintahankabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Font
Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis.
Mereka mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara emnghasut kaum buruh untuk
melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 juli 1948. Pada saat FDr
melakukan ofensif, tampillah Musso seorang tokoh PKI yang dikirim oleh pimpinan gerakan
komunis internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara Republik
Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia mengembangkan politik yang diberi nama “jalan baru”.
Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis, partai buruh dan lain-lain
menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI itu. PKI melakukan
provokasi terhadap kabinet Hattadan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah olah
bersikap kompromistis terhadap musuh.
               Kabinet Hatta sekalipun mendapat serangan dari kaum komunis, tetap melaksanakan
program reorganisasi dan rasionalisasi. Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan
Rasionalisasi dalam Angkatan Perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1948 pada
tanggal 2 Januari 1948 yang isinya antara lain:
1. Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang
2. Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan Perang beserta Wakilnya
3. Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Mobil.
4. Pengangkatan Angkatan Staf Markas Besar Pertempuran
            Program rasionalisasi ini mendapat tantangan hebat dari kaum komunis, karena menimpa
sebagian besar pasukan bersenjatanya. Tetapi politik ofensif musso itu tidak menggoyahkan
kabinet Hatta yang didukung oleh dua partai politik besar pada saat itu seperti PNI dan masyumi.
Rangkuman sejarah " peristiwa PKI Madiun 1948 "
PERISTIWA PKI MADIUN
setelah jatuhnya kabinet Amir Syarifudin, presiden Soekarno menunjuk Moh. hatta sebagai
formatur kabinet ( 29 Januari 1948 s/d 4 Agustus 1949 ).
kabinet Hatta mempunyai agenda program kerja diantaranya :
1. melaksanakan persetujuan Renvile
2. mempercepat terbentuknya RIS ( Republik Indonesia Serikat )
3. melaksanakan Rasionalisasi di dalam negeri dan pembangunan.
4. menunjuk Moh. Roem . sebagai ketua delegasi Indonesia.
Akan tetapi kabinet ini mendapat rongrongan dari berbagai pihak diantaranya :
A. Dari organisasi FDR ( Front Demokrasi Rakyat) yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.
sehingga pada tanggal 5 Juli 1945, kaum buruh yang bernaung di bawah FDR mengadakan
pemogokan di pabrik karung Delanggu ( Klaten ), dan di Sumatera juga mengadakan rapat-rapat
besar, yang bertujuan agar kabinet Hatta diubah.
B. Dari organisasi GRR ( Gerakan Revolusi Rakyat ) pengikut Tan Malaka yang dipimpin oleh
Dr. Muwardi ( ketua ), Sjamsu Harsja ( wakil Ketua ), dan Chairul Saleh ( sekretaris ) organisasi
ini menuntut agar pemerintah membebaskan para pemimpin yang sealiran dengan mereka,
seperti Tan Malaka, Sukarni, dan Abikusno.
C. Dari Muso. ia seorang tokoh PKI yang bermukim di Moskow sejak tahun 1926 dan kembali
ke Indonesia  pada bulan Agustus 1948. sehingga partai-partai yang berhaluan Komunis seperti
Partai Sosialis dan Partai Buruh berfusi dengan PKI. mereka menentang kebijakan Kabinet Hatta
yang dianggap telah menjual bangsa Indonesia kepada kaum kapitalis Belanda. 
-Pertentangan politik terus meningkat menjadi insiden bersenjata di Solo. insiden antara
simpatisan PKI dengan   lawan-lawan politiknya serta dengan TNI pada tanggal 2 Juli 1948.
pada insiden tersebut Kolonel Sutarto( panglima Divisi  Panembahan Senopati ), dr. Muwardi
pimpinan barisan Banteng yang propemerintah diculik dan dibunuh.
-kemudian pada 18 September 1948, diproklamasikan berdirinya Republik Soviet Indonesia oleh
tokoh-tokoh PKI di Madiun. Muso menganggap bahwa Soekarno - Hatta telah menjalankan
politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris serta hendak menjual tanah air kepada kaum
kapitulasi.
- pemerintah segera mengambil tindakan untuk menumpas pemberontakan PKI dengan
membentuk GOM ( Gerakan Operasi Militer ) I yang dilancarkan oleh angkata perang. yang
dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto  ( gubernur militer ) dan pasukan siliwangi, pasukan
tersebut menyerang PKI dari arah Surakarta, Kediri, dan Malang.
- Pada tanggal 30 September 1948 pasukan pemerintah menguasai kembali madiun. dan muso
ditembak mati oleh pasukan MOBRIG di daerah Ponorogo. Amir Sjarifuddin dan Suripno
ditangkap di hutan Ketu ( Purwodadi ) mereka diadili dan dihukum mati. yang lainnya dapat
melarikan diri seperti D.N. Adit dan Nyoto.

Anda mungkin juga menyukai