BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman lada (Piper nigrum Linn.) merupakan jenis rempah yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena usaha dari tanaman ini memiliki pasar
yang terbuka baik di dalam maupun di luar negeri sehingga menjadi komoditi
penting di dunia. Salah satu upaya dalam meningkatkan produksi tanaman lada
dan menekan pertumbuhan patogen penyakit tanaman dapat dilakukan dengan
memanfaatkan mikroorganisme antagonis yang hidup di daerah perakaran
(rhizosfer). Menurut Lynch (1990) dan Carlile et al. (2001), populasi
mikroorganisme di rhizosfer biasanya lebih banyak dan beragam dibandingkan
pada tanah yang jauh dari rhizosfer. Mikroorganisme tersebut secara tidak
langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu sebagai agen
pengendali hayati.
Budidaya tanaman lada dipengaruhi oleh keberadaan mikroorganisme
rhizosfer seperti bakteri, cendawan, dan Actinomycetes. Mikroorganisme ini
memanfaatkan subtrat organik atau eksudat akar tanaman sebagai sumber energi
dan nutrisinya. Menurut Ferfinia (2010) beberapa genus bakteri yang dilaporkan
melimpah jumlahnya di daerah rhizosfer adalah genus Bacillus, Pseudomonas,
Argobacterium, Azobacter, Mycobacter, Flavobacter, Cellulomonas, dan
Micrococcus. Bakteri-bakteri tersebut potensial sebagai patogen maupun agen
pengendali hayati, yang dapat menekan pertumbuhan fitopatogen (Kobayashi dan
Palumbo, 2000).
Bacillus merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang
seringkali dijumpai di rhizosfer. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang
memiliki sel berbentuk batang dan toleran terhadap kondisi cekaman (Astuti,
2008). Salah satu spesies Bacillus yang dikembangkan sebagai agen hayati untuk
mengendalikan patogen adalah Bacillus subtilis . Bakteri ini dapat tumbuh pada
kondisi aerob dan anaerob serta membentuk endospora yang dapat bertahan hidup
dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan
untuk pertumbuhannya (Woitke, 2004).
1
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Umum
2
3