BAKU
BAKU
3
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada bahasa
daerah. Kedudukan yang penting itu sekali-kali bukan karena mutunya sebagai
bahasa, bukan karena besar kecilnya jumlah kosakata atau keluwesan dalam tata
kalimatnya, dan bukan pula karena kemampuan daya ungkapnya.
Ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan
aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah
pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat
asas harus dapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengrajin dan
pengrusak.
Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan-nya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraph, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Baku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan
sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan
ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ciri ketiga ragam bahasa
yang baku.
a Diftong
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga buah diftong yakni /ay/, /aw/, dan /oy/ yang
masing-masingnya ditulis: ai, au, dan oi. Diftong merupakan deret dua vokal yang
tidak dapat dipisahkan. Diftong : amboi am-boi santai san-tai harimau ha-ri-mau
Deret vokal biasa : dia di-a soal so-al kue ku-e.
b Cara Penulisan Vokal Bahasa Indonesia
Penulisan vokal bahasa Indonesia berkenaan dengan fonem vokal itu sendiri
adalah sebagai berikut. a) Fonem /a/ ditulis dengan huruf a sehingga fonem selalu
ditulis dengan huruf itu. b) Fonem /e/ dan /é/ diwakili oleh huruf e. c) Fonem /u/
diwakili oleh huruf u d) Fonem /i/ diwakili oleh huruf i e) Fonem /o/ diwakili oleh
huruf o Sedangkan untuk penulisan diftong /ay/, /aw/, dan /oy/ masing-masing
ditulis dengan huruf ai, au, dan oi.
2.4.2 Ciri Suprasegmental dalam Bahasa Indonesia
1. Peranan Ciri Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-
ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmental
seperti tekanan, jangka dan nada. Di samping ketiga ciri itu, pada untaian
terdengar pula ciri suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
a. Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang diucapkan. Tanda […]
b. Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan,
meninggikan nada dan memperbesar intensitas tenaga dalam pengucapan
suku kata tersebut.
c. Jeda atau sendi, yaitu ciri berhentinya pengucapan bunyi.
d. Intonasi, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan naik
turunnya nada dalam pelafalan kalimat.
e. Ritme, adalah cirri suprasegmental yang br\erhubungan dengan pola
pemberian tekanan pada kata dalam kalimat. Pada tataran kata, tekanan,
jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna.
Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada akan
terasa janggal.
2. Intonasi dan Ritme
Harus dapatlah dibedakan antara pengertian intonasi dan pengertian ritme. Ritme
adalah cepat lambatnya untaian tuturan yang ada dalam suatu bahasa. Sedangkan
intonasi merupakan urutan pengubahan nada dalam untaian tuturan yang ada
dalam suatu bahasa.