Anda di halaman 1dari 7

8.

8 PENGUJIAN HIPOTESIS GABUNGAN BAHWA B2 = B3=0 ATAU R2 = 0


Untuk contoh ilustratif kita, kita ketahui bahwa masing – masing koefisien kemiringan
parsial b2 dan b3 signifikan secara statistik, dalam hal ini, masing – masing koefisien
parsial nyata tidak sama dengan nol. Tetapi sekarang perhatikan hipotesis nol dibawah ini
:
H0 : B2 = B3 = 0 (8.46)
Hipotesis nol ini adalah hipotesis gabungan bahwa B2 dan B3 secara bersama – sama
atau secara simultan ( dan bukan secara sendiri – sendiri atau terpisah ) sama dengan nol.
Hipotesis ini menyatakan bahwa kedua variable penjelas secara bersama – sama tidak
berpengaruh terhadap Y. ini sama saja mengatakan bahwa
H0 : R2 = 0 (8.47)
Dalam hal ini, kedua variable penjelas menjelaskan sebanyak nol persen terhadap variasi
variable bebas ( ingat kembali definisi tentang R2 ). Oleh karena itu, kedua himpunan
hipotesis (8.46) dan (8.47) adalah ekuivalen; yang satu menyiratkan yang lain. Pengujian
terhadap salah satu hipotesis ini disebut sebagai uji signifikansi keseluruhan terhadap
regresi berganda yang ditaksir, dalam hal ini, apakah Y berkorelasi linear dengan X2
maupun X3 secara bersama – sama.
Bagaimana kita menguji, katakanlah, hipotesis yang diberikan dalam Persamaan
(8.46) ? godaannya di sini adalah untuk menyatakan bahwa karena, dalam contoh ini b2
dan b3 secara sendiri – sendiri nyata tidak sama dengan nol; dalam hal ini, kita menolak
H0 yang diberikan dalam persamaan (8.46). dengan kata lain , karena umur jam antik dan
penawar lelang masing – masing memiliki pengaruh yang nyata terhadap harga lelang,
maka secara bersama – sama pun kedua variabel ini pasti memiliki pengaruh yang nyata
terhadap harga lelang. Tetapi kita harus berhati – hati disini, karena sebagaimana yang
akan kita tunjukkan secara lebih rinci dalam bab 12 ( di Jilid 2 ) tentang
multikolineritas,pada kenyataannya, dalam suatu regresi berganda dengan satu atau lebih
variabel secara sendiri – sendiri tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas namun
secara bersama – sama mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel tak bebas. Ini
berarti bahwa prosedut uji – t yang telah kita bahas sebelumnya, kendati berlaku bagi
pengujian signifikansi statistik dari masing – masing koefisien regresi, tidaklah berlaku
bagi pengujian hipotesis gabungan.
Lalu, bagaimana cara kita menguji hipotesis semacam hipotesis (8.46)? Ini dapat
dilakukan dengan menggunakan sebuah metode yang disebut analisis varian (ANOVA).
Guna mengetahui cara penggunaan analisis ini, ingatlah kembali identitas berikut ini :
TSS = ESS + RSS (8.32)
Dalam hal ini,

(8.48)
Persamaan (8.48) membagi TSS ke dalam dua komponennya, komponen yang
satu dijelaskan oleh model regresi yang dipilih (ESS) dan komponen lainnya tidak
dijelaskan oleh model regresi tersebut (RSS). Studi mengenai kedua komponen TSS ini
disebut sebagi analisis varians (ANOVA) dari sudut pandang regresi.
Sebagaimana telah kita jelaskan dalam Bab 4, setiap jumlah kuadrat selalu
memiliki derajat kebebasan (d.k.)-nya sendiri – sendiri; dalam hal ini jumlah, observasi
independen yang menjadi dasar perhitungan jumlah kuadrat. Sekarang masing – masing
dari jumlah kuadrat terdahulu memiliki d.k seperti berikut ini :

Jumlah Kuadrat d.k.


TSS n – 1 ( selalu, Mengapa? )
RSS n – 3 ( model tiga variabel )
ESS 2 ( model tiga variabel )*
* Cara yang mudah guna mencari d.k dari ESS adalah mengurangkan d.k untuk RSS dari
d.k untuk TSS
kita menyusun semua jumlah kuadrat ini beserta d.k nya yang terkait dalam
bentuk table,yang disebut table ANOVA, sebagimana ditunjukkan Tabel 8 – 1.
Sekarang, berdasarkan asumsi – asumsi MRLK ( dan asumsi A8.7) dan hipotesis
nol : H0 : B2 = B3 = 0, dapat kita tunjukkan bahwa variabel
(8.49)
Mengikuti distribusi F dengan d.k. 2 sebagai pembilang dan d.k ( n – 3 ) sebagai
penyebut. ( Untuk pembahasan yang bersifat umum tentang distribusi F, lihat Bab 4, dan
untuk penerapannya lihat Bab 5 ). Pada umumnya, jika model regresi mempunyai
variabel penjelas sebanyak k termasuk factor titik potongnya, maka rasio F memiliki d.k
sebesar ( k – 1 ) di bagian pembilang dan ( n – k ) di bagian penyebut.
Bagaimana kita dapat menggunakan rasio F dari persamaan (8.49) untuk menguji
hipotesis gabungan bahwa kedua variabel X2 dan X3 tidak berpengaruh terhadap Y?
Jawabannya jelas terlihat dalam persamaan (8.49). jika pembilang dalam persamaan
(8.49) lebih besar daripada penyebutnya- yakni, jika varians dari Y yang dijelaskan oleh
regresi ( dalam hal ini, oleh X2 dan X3 ) lebih besar daripada varians yang tak dijelaskan
oleh regresi maka – nilai F akan lebih besar dari 1. Oleh karena itu, sejalan dengan makin
besarnya varians yang dijelaskan oleh variabel X relatif terhadap varians yang tak
dijelaskan, rasio F juga akan semakin besar. Jadi, nilai F yang makin besar akan menjadi
bukti untuk menolak hipotesis nol bahwa kedua ( atau lebih ) variabel penjelas tidak
berpengaruh terhadap Y.
TABEL 8 -1

* Cara sederhana untuk mengingat hal ini adalah d.k. pembilang dari rasio F sama dengan jumlah koefisien
kemiringan parsial dalam model regresi, dan d.k. penyebut sama dengan n dikurangi jumlah total parameter yang
ditaksir (dalam hal ini, koefisien kemiringan parsial ditambah dengan koefisien titik potong).
TABEL 8 -2

Tentu saja, alasan intuitif ini dapat diformalkan dalam kerangka pengujian
hipotesis yang lazim digunakan. Sebagaimana telah ditunjukkan dalam bab4, bagian 4.4,
kita menghitung F sebagaimana yang diberikan dalam persamaan (8.49) dan
membandingkannya dengan nilai F kritis untuk d.k. 2 dan ( n – 3 ) pada tingkat
signifikansi α, yakni probabilitas melakukan kesalahan jenis I, yang dipilih. Seperti
biasanya, jika nilai hitung F lebih besar daripada nilai F kritis, kita menolak hipotesis
nol. Jika nilai hitung F tidak lebih besar daripada nilai F kritis,maka kita tidak akan
menolak hipotesis nol bahwa variabel – variabel penjelas tidak berpengaruh apapun
terhadap variabel tak bebas.
Untuk mengilustrasikan mekanisme yang sebenarnya, marilah kita kembali ke
contoh ilustratif kita. Angka – angka tandingan dari Tabel 8–1 disajikan dalam Tabel 8-2.
Angka – angka dalam tabel ini diperoleh dari output program computer Eviews
yang diberikan dalam Lampiran 8A.4. Dari table ini serta output computer, kita ketahui
bahwa nilai F yang ditaksir adalah 118,0585 atau sekitar 119. Dengan hipotesis nol
bahwa B2 = B3 = 0, dan berdasarkan asumsi – asumsi model regresi inear klasik (MLRK),
kita ketahui bahwa nilai hitung F mengikuti distribusi F dengan d.k. 2 sebagai pembilang
dan d.k 29 sebagai penyebut. Seandainya hipotesis nol tersebut benar, berapakah
probabilitas untuk memperoleh nilai F sebesar 118 atau lebih untuk d.k. 2 dan 13 ? Nilai
p untuk mendapatkan nilai F sebesar 118 atau lebih adalah 0,000000, yang mendekati
nol. Oleh karenanya, kita dapat menolak hipotesis nol bahwa umur jam dan jumlah
penawar secara bersama – sama tidak berpengaruh terhadap harga lelang jam antik.
Dalam contoh ilustratif kita, kebetulan sekali bahwa kita bukan hanya menolak
hipotesis nol bahwa B2 dan B3 secara sendiri – sendiri tidak signifikan secara statistik,
melainkan kita juga menolak hipotesis bahwa B2 dan B3 secara sendiri – sendiri tidak
signifikan secara statistik. Akan tetapi, hal semacam itu tidak terlalu terjadi. Kita akan
menjumpai kasus – kasus di mana tidak semua variabel penjelas secara sendiri – sendiri
berpengarh terhadap variabel tak bebas ( dalam hal ini, berapakah nilai t mungkin tidak
signifikan secara statistik ) namun semua variabel penjelas itu secara bersama - sama
mempengaruhi variabel tak bebas ( dalam hal ini, uji F akan menolak hipotesis nol bahwa
semua koefisien kemiringan parsial secara simultan sama dengan nol). Sebagaimana akan
kita lihat, hal seperti ini akan terjadi apabila kita menghadapi masalah multikolineritas,
yang akan kita bahas secara lebih rinci dalam Bab 12 ( di Jilid 2 ).

Hubungan Penting antara F dan R2


Ada hubungan penting antara koefisien determinasi R2 dan rasio F yang
digunakan ANOVA. Hubungan ini adalah sebagai berikut :

*Tidak seperti paket computer lainnya, Eviews tidak menghasilkan table ANOVA, walaupun program itu
memuat nilai F. tetapi sangatlah mudah untuk menyusun table ini, karena Eviews memuat TSS dan RSS sehingga
memudahkan kita dalam menghitung ESS.
Jika anda memilih α = 1 %, nilai F kritis untuk d.k 2 dan 30 ( yang mendekati 29 ) adalah 5,39. Nilai F
sebesar 118 jelas jauh lebih besar daripada nilai kritis ini.

TABEL 8 -3

Catatan : Dalam menghitung nilai F, kita tidak perlu mengalikan R2 dan ( 1 - R2 ) dengan ∑y2i karena faktor
tersebut dicoret, sebagaimana tampak jelas dari Persamaan (8.49). Dalam model ini dengan k variabel, d.k nya
berturut – turut akan sebesar ( k – 1 ) dan ( n – k ).

Persamaaan (8.50) menunjukkan bagaimana hubungan F dan R2. Kedua statistik


tersebut bervariasi secara langsung. Bila R2 = 0 ( dalam hal ini, tidak ada hubungan antara
Y dan variabel – variabel X ), F juga sama dengan nol ipso facto. Semakin besar nilai R2,
maka nilai F akan semakin besar pula. Pada batas di mana R2 = 1, nilai F mencapai tak
terhingga.
Jadi, uji F sebagaimana yang kita bahas terdahulu, yang mengukur signifikansi
keseluruhan dari garis regresi yang ditaksir, juga sekaligus merupakan uji signifikansi
untuk R2; dalam hal ini, apakah R2 tidak sama dengan nol. Dengan kata lain, pengujian
hipotesis nol dalam persamaan (8.46) sama saja artinya dengan engujian hipotesis nol
bahwa R2 (populasi) adalah sebesar nol, sebagaimana yang dijelaskan dalam persamaan
(8.47).
Salah satu keunggulan dengan menyatakan uji F dalam benuk R2 adalah
kemudahan perhitungan. Yang perlu kita ketahui hanyalah nilai R2, yang rutin dihitung
oleh program komputer regresi. Oleh karena itu, uji signifikansi F secara keseluruhan
dinyatakan dalam persamaan (8.49) dapat dituliskan kembali menurut R2 sebagaimana
yang ditunjukkan dalam persamaan (8.50), dan Tabel 8 – 1 tentang ANOVA dapat
dinyatakan secara ekuivalen dengan Tabel 8 – 3.
Untuk contoh ilustratif kita, R2 = 0,8906. Oleh karena itu, rasio F dari persamaan
(8.50) menjadi
0,8906/2
F¿ = 118,12
(1−0,8906) /29
yang kira- kira sama dengan F yang ditunjukkan dalam Tabel 8 -2, kecuali
kesalahan karena faktor pembulatan.

8.9 REGRESI DUA VARIABEL DALAM KONTEKS REGRESI BERGANDA :


PENGANTAR BIAS SPESIFIKASI
Marilah kita kembali ke contoh kita. Dalam contoh 6.5, kita meregresikan harga lelang
terhadap umur jam antik dan jumlah penawar secara terpisah, sebagaimana yang ditunjukkan
dalam persamaan (6.27) dan (6.28). Kedua persamaan ini dikutip kembali disini dengan output
regresi yang lazim.

(8.52)

Anda mungkin juga menyukai