Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaporan keuangan bukanlah hal yang asing bagi entitas tak terkecuali entitas

bisnis, yakni perusahaan. PSAK 1 (2013) mengamanatkan agar setiap entitas

menyusun lima laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan

laba rugi dan penghasilan komprehensif lainnya, laporan perubahan ekuitas, laporan

arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Kelima laporan keuangan tersebut memiliki fungsinya masing-masing.

Laporan laba rugi berguna untuk menunjukkan kinerja perusahaan. Perusahaan pada

umumnya menjalankan operasinya dalam rangka mendapatkan keuntungan atau laba.

Keuntungan atau laba tersebut menunjukkan bagaimana kinerja sebuah perusahaan.

Semakin tinggi laba atau penghasilan bersih suatu perusahaan, semakin baik pula

kinerjanya. Di sinilah, laporan laba rugi berperan. Laporan laba rugi menyajikan akun-

akun kinerja perusahaan seperti pendapatan, beban pokok pendapatan, beban operasi,

penghasilan dan beban lainnya, dan penghasilan bersih perusahaan.

Selain laporan laba rugi, ada pula laporan posisi keuangan. Laporan posisi

keuangan menunjukkan posisi keuangan perusahaan berupa aset, liabilitas, dan

1
2

ekuitas. Laporan ini berguna untuk mengetahui kondisi likuiditas, solvabilitas, dan

fleksibilitas perusahaan. Laporan perubahan ekuitas menunjukkan hal apa saja yang

memengaruhi perubahan saldo ekuitas, seperti penerbitan saham, pembelian kembali

saham oleh perusahaan, saldo laba, saldo penghasilan komprehensif lainnya, dan

pembagian dividen. Berbeda dengan tiga laporan keuangan sebelumnya, laporan arus

kas merupakan satu-satunya dari lima laporan keuangan yang disusun dengan basis

kas. Laporan ini menunjukkan aktivitas-aktivitas apa saja yang memengaruhi

perubahan saldo kas seperti aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

Keempat laporan keuangan tersebut nantinya akan diungkapkan dalam catatan

atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan setidaknya

bagaimana akun-akun pada laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, laporan

perubahan ekuitas, dan laporan arus kas diakui, diukur, disajikan, dan diungkapkan.

Tanpa adanya catatan atas laporan keuangan, pengguna laporan keuangan akan

kesulitan dalam memahami dan menganalisis substansi laporan keuangan itu sendiri.

Laporan keuangan yang disusun perusahaan pada hakikatnya bertujuan untuk

menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pengguna untuk mengambil

keputusan. Pengguna laporan keuangan antara lain pihak manajemen sendiri, kreditor,

dan investor. Misalkan, perusahaan berencana mengajukan pinjaman ke bank. Bank

akan meminta laporan keuangan perusahaan untuk dianalisis lebih lanjut. Bank dapat

menggunakan laporan laba rugi untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan penjualan

dan laporan posisi keuangan untuk mengetahui tingkat likuiditas dan solvabilitas.

Apabila hasil analisis laporan keuangan perusahaan oleh bank memenuhi

persyaratan, pinjaman atau kredit dapat dicairkan. Demikian sebaliknya, apabila hasil
3

tidak memenuhi persyaratan, pengajuan kredit atau pinjaman akan ditolak. Dengan

demikian, agar perusahaan dapat memperoleh pinjaman dari bank, perusahaan akan

berusaha menyusun laporan keuangannya agar terlihat cantik.

Hal ini dapat memicu adanya window dressing. Perusahaan berupaya membuat

baik kinerjanya dengan meninggikan penjualan dan menurunkan beban pada laporan

laba rugi. Selain itu, agar likuiditas dan solvabilitas tinggi, perusahaan dapat

meninggikan nilai aset dan merendahkan liabilitas pada laporan posisi keuangan. Jika

hal itu terjadi, reliabilitas laporan keuangan akan menurun. Akibatnya, bank akan

dirugikan karena informasi keuangan yang diberikan perusahaan tidak memberikan

keyakinan yang memadai. Agar tingkat keyakinan akan informasi keuangan dapat

meningkat, audit atas laporan keuangan pun diperlukan.

Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang

informasi kemudian membandingkannya dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk

mendapatkan hasil (Arens, 2014, 4). Standar Audit (SA) 200 menyatakan bahwa pada

hakikatnya, audit bertujuan untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan

keuangan yang dituju.

Audit terbagi menjadi tiga jenis, yaitu audit keuangan, audit kinerja, dan audit

dengan tujuan tertentu (khusus). Audit keuangan merupakan bagian dari jasa asurans,

yakni jasa yang diberikan oleh profesi tertentu dalam rangka meningkatkan tingkat

keyakinan akan informasi tertentu tak terkecuali informasi keuangan. Di Indonesia,

jasa audit hanya dapat dilakukan oleh profesi akuntan publik (Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011).


4

Akuntan publik merupakan profesi yang diatur oleh undang-undang. Mereka

harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan

mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan RI. Beberapa akuntan publik dapat

bergabung membentuk kantor akuntan publik (KAP). Sampai dengan 28 Februari

2018, terdapat 434 kantor akuntan publik di Indonesia (PPPK, 2018).

Salah satu siklus yang diaudit oleh akuntan publik adalah siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha. Siklus ini berkaitan dengan bagaimana perusahaan

melakukan penjualan persediaanya kepada pelanggan mulai dari menerima pesanan

pembelian, mengirim barang, menagih, sampai dengan menerima kas. Siklus ini juga

rentan akan kecurangan. Hal ini disebabkan oleh penjualan menggambarkan kinerja

perusahaan. Semakin tinggi penjualan, semakin baik pula kinerjanya.

Pada tahun 2018, KAP Satrio, Bing, Eny, dan Rekan yang berafiliasi dengan

Delloitte Touche Tohmatsu mengalami kecolongan saat mengaudit PT Sunprima

Nusantara Pembiayaan (SNP). Kecolongan terjadi pada siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha. SNP menyajikan piutang pembiayaannya dalam nominal

yang terlalu tinggi. Piutang tersebut kemudian dijaminkan kepada Bank Mandiri

untuk mengambil utang. Karena opini yang diberikan adalah wajar tanpa modifikasi,

Bank Mandiri menyetujui pemberian kredit. Akan tetapi, SNP mengajukan

restrukturisasi utang. Selain itu, SNP juga menerbitkan medium term notes (MTN)

sebagai saranan restrukturisasi utangnya. Hal inilah yang menyebabkan Bank Mandiri

menanyakan keakuratan opini atas laporan keuangan SNP.

Kecolongan pada saat mengaudit dapat menyebabkan dampak yang besar bagi

pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, seorang
5

auditor harus melakukan prosedur audit dengan memerhatikan standar audit yang ada

dan berlaku. Penulis tertarik untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana

sesungguhnya praktik prosedur audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

pada laporan keuangan. Maka dari itu, penulis mengambil judul karya tulis tugas

akhir “Analisis Pelaksanaan Prosedur Audit Siklus Penjualan dan Penagihan Piutang

Usaha oleh KAP ABC pada Laporan Keuangan PT X Tahun Buku 2017”.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan karya tulis tugas akhir ini adalah

sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur audit siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha oleh Kantor Akuntan Publik ABC pada laporan

keuangan PT X tahun buku 2017.

2. Untuk membandingkan antara kondisi sebenarnya di lapangan dengan teori yang

didapatkan selama menjalani kuliah di Politeknik Keuangan Negara STAN.

C. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

Karya tulis tugas akhir ini merupakan karya tulis pada disiplin ilmu Audit

khususnya audit keuangan sektor komersial. Selain itu, pada karya tulis tugas akhir

ini, penulis membatasi pembahasan pada prosedur audit siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha yang dilakukan KAP ABC pada laporan keuangan PT X

tahun buku 2017.


6

D. Metode Penelitian

Dalam menyusun karya tulis tugas akhir ini, penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut.

1. Studi Kepustakaan

Menurut Sugiyono (2014) dan Sujarweni (2014), studi kepustakaan adalah

salah satu metode yang digunakan dalam penelitian. Studi kepustakaan menggunakan

bahan dokumenter seperti buku teks, surat kabar, majalah, surat, film, catatan harian,

naskah, dan artikel. Melalui metode ini, penulis mendapatkan data sekunder yang

berkaitan dengan topik yang menjadi pokok bahasan sekaligus memperoleh dasar

teori yang digunakan dalam analisis pengujian atas siklus penjualan dan penagihan

piutang usaha perusahaan oleh kantor akuntan publik yang akan dibahas.

2. Penelitian Lapangan

Metode penelitian lapangan ini terdiri atas pengumpulan data. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara mendatangi kantor akuntan publik yang menjadi objek

penelitian untuk melakukan wawancara terkait entitas dan pengujian siklus penjualan

dan penagihan piutang usaha dan mendapatkan dokumen-dokumen yang diperlukan

untuk selanjutnya dipelajari, dibaca, dan dianalisis.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

BAB I menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian ini, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan

dalam karya tulis tugas akhir ini.


7

BAB II DATA DAN FAKTA

BAB II menyajikan profil KAP ABC sebagai objek karya tulis tugas akhir

dan PT X selaku klien KAP ABC, mulai dari sejarah singkat, visi dan misi,

tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, uraian tugas, hingga layanan

jasa profesional. Setelah itu penulis juga akan menyajikan gambaran umum

mengenai prosedur audit terhadap siklus penjualan dan penagihan piutang

usaha PT X.

BAB III LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

BAB III memaparkan teori-teori yang melandasi pembahasan atas topik

karya tulis tugas akhir yaitu mengenai prosedur audit siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha. Bab ini juga akan memaparkan hasil analisis

prosedur audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha yang dilakukan

oleh KAP ABC terhadap PT X yang dibandingkan dengan teori yang telah

penulis peroleh dari Politeknik Keuangan Negara STAN.

BAB IV PENUTUP

BAB IV berisi simpulan dan saran. Simpulan ini dihasilkan dari pembahasan

yang telah dikemukakan pada BAB III, sedangkan saran berisi rekomendasi

kepada KAP ABC atas prosedur audit siklus penjualan dan penagihan

piutang usaha yang telah dilakukan pada PT X tahun buku 2017.


BAB II

DATA DAN FAKTA

A. Gambaran Umum Kantor Akuntan Publik ABC

1. Profil singkat

Kantor akuntan publik yang dipilih oleh penulis sebagai objek dalam karya

tulis tugas akhir ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) ABC. Nama ABC ditulis

dalam karya tulis tugas akhir ini atas permohonan dari pihak kantor akuntan publik

yang penulis wawancara. Pihak kantor akuntan publik tersebut meminta agar nama

kantor akuntan publik tersebut tidak disebut dalam karya tulis tugas akhir ini. Dengan

demikian, penulis memberikan nama Kantor Akuntan Publik ABC.

Kantor akuntan publik ini telah berdiri sejak tahun 2000. Kantor akuntan

publik ini didirikan oleh partner yang sebelumnya merupakan managing partner di

KPMG Indonesia pada tahun 1978 – 1999. KPMG merupakan salah satu Big Four di

Indonesia.

Kantor Akuntan Publik ABC sudah memperoleh izin usaha berdasarkan KMK

588/KM.1/2008. Selain mendapat izin usaha dari menteri keuangan, Kantor Akuntan

Publik ABC sudah teregistrasi dan terakreditasi oleh tiga lembaga negara, yaitu

Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan RI.

8
9

Kantor Akuntan Publik ABC memiliki kantor pusat yang berkedudukan di The

Royal Palace, Jalan Prof. Dr. Soepomo 178A - C29, Jakarta 12810 dan memiliki lima

kantor cabang di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Medan, dan Surabaya.

2. Nilai-nilai kantor akuntan publik

Kantor Akuntan Publik ABC berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik

berskala internasional. Oleh karena itu, dalam memberikan jasa profesionalnya,

Kantor Akuntan Publik ABC menggunakan nilai-nilai kantor akuntan publik

afiliasinya. Nilai-nilai tersebut adalah we build enduring relationship, we are business

minded, dan we are globally connected.

Nilai pertama menunjukkan bahwa KAP ABC dalam memberikan jasanya

mengutamakan pentingnya menjalin hubungan atau relasi. Nilai kedua menunjukkan

bahwa KAP ABC profesional dalam menjalankan operasinya. Nilai ketiga

menunjukkan bahwa KAP ABC terkoneksi secara global. Hal ini jelas mengingat

KAP ABC memiliki afiliasi dengan KAP skala internasional.

3. Struktur organisasi

Di Kantor Akuntan Publik ABC, terdapat jenjang tingkatan pada auditornya.

Jenjang terendah untuk auditor adalah auditor junior. Setelah bekerja untuk beberapa

tahun, auditor junior akan naik jenjang menjadi auditor senior. Setelah itu, auditor

senior dapat naik jenjang menjadi auditor in charge. Auditor in charge dalam tim

audit akan berperan sebagai ketua tim. Ketua tim akan bertanggung jawab kepada

manajer. Para manajer akan bertanggung jawab kepada partner.


10

Dalam operasinya, Kantor Akuntan Publik ABC memiliki struktur organisasi

sebagai berikut.

Board of Partners Managing Partner

Technical Advisory Quality Control & Ethics

Principal Risk Management

Adm. Partner

HR Finance

Head of Audit Div. Head of Consulting Head of


Head of Tax Div.
Branch Office

Professional Staff Professional Staff

Gambar 2.1 Struktur Organisasi


Dikutip dari Kantor Akuntan Publik ABC (2018)

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa Kantor Akuntan Publik

ABC dipimpin oleh managing partner. Managing partner memilki kedudukan setara

dengan board of partner. Board of partner beranggotakan seluruh auditor yang

berjenjang partner. Terdapat 28 partner di Kantor Akuntan Publik ABC yang terdiri

atas 6 partner di head office, 1 partner di kantor cabang Jakarta Pusat, 12 partner di

kantor cabang Jakarta Selatan, 1 partner di kantor cabang Jakarta Barat, 1 partner di

kantor cabang Medan, dan 7 partner di kantor cabang Surabaya.


11

Jabatan managing partner membawahi sembilan posisi atau jabatan, yaitu

technical advisory, principal, quality control and ethic, risk management,

administration partner, head of audit division, head of consulting division, head of tax

division, dan head of branch office. Administration partner membawahi human

resource dan finance.

Jabatan head of audit division, head of consulting division, dan head of tax

division membawahi professional staff. Demikian pula, head of branch office juga

membawahi professional staff.

4. Layanan jasa profesional

Kantor Akuntan Publik ABC menyediakan tiga layanan jasa profesional

kepada kliennya, yaitu audit dan asurans, jasa perpajakan, dan jasa konsultasi bisnis.

Jasa audit dan asurans terdiri atas audit laporan keuangan, reviu informasi keuangan

historis, reviu atas informasi keuangan prospektif, audit khusus atau audit dengan

tujuan tertentu, audit kepatuhan (compliance audit), profesi penunjang pasar modal

untuk membantu manajemen dalam bidang keuangan dan akuntansi pada proses

initial public offering, penerbitan saham, dan penerbitan obligasi, uji tuntas bisnis dan

keuangan (bussines and financial due diligence).

Selain itu, ada pula jasa perikatan untuk melaksanakan prosedur yang

disepakati untuk memberikan temuan (fact finding) sesuai dengan prosedur, kriteria,

dan tujuan yang disepakati, jasa atestasi atas laporan kegiatan penerapan prinsip

kehati-hatian sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/3/DSta tanggal 6

Maret 2015, jasa kompilasi atas laporan keuangan untuk membantu manajemen dalam

penyusunan dan penyajian informasi keuangan historis, dan jasa kompilasi laporan
12

keuangan pro forma untuk membantu manajemen dalam penyusunan dan penyajian

informasi keuangan pro forma.

Di bidang perpajakan Indonesia, Kantor Akuntan Publik ABC memberikan

jasa antara lain konsultasi pengampunan pajak, jasa telaah perpajakan (tax diagnostic

review/TDR sevices), jasa konsultasi perpajakan (tax consulting services), jasa

perencanaan perpajakan (tax planning services), jasa pedoman perpajakan (tax

manual services), jasa penelitian perpajakan (tax training services), jasa dampingan

perpajakan (tax assistance services), dampingan pemeriksaan pajak (tax audit

assistance), dampingan pengajuan permohonan keberatan pajak (tax objection

assistance), dampingan pengajuan permohonan banding, gugatan dan peninjauan

kembali ke Mahkamah Agung (tax litigation assistance), jasa administrasi perpajakan

(tax administration services), jasa kepatuhan perpajakan (tax compliance services).

Selain itu, ada pula penerbitan informasi perpajakan (tax information

publishing services) yang diberi nama SEKILAS PAJAK, yaitu sebuah informasi

perpajakan terkini yang diterbitkan secara berkala dan dikirimkan secara cuma-cuma

kepada seluruh klien sehingga memudahkan mereka lebih memahami perkembangan

peraturan perpajakan terkini.

Di samping itu, dengan menggunakan kerangka tentang pengelolaan risiko,

Divisi Consulting Kantor Akuntan Publik ABC menawarkan jasa-jasa konsultasi

manajemen. Jasa tersebut antara lain adalah pengembangan sistem akuntansi, IT

advisory, dan management assistance.

Dampingan pengembangan organisasi, meliputi review atas efektifitas desain

organisasi, kapabilitas dan performance staff, dampingan penyusunan business plan,


13

penyusunan feasibility study, penilaian saham perusahaan, dampingan persiapan IPO,

meliputi pembenahan internal, penyusunan business plan dan tax planning, jasa audit

internal, jasa akuntansi, dan jasa pelatihan (training/workshop/seminar/review).

B. Gambaran Umum PT X

1. Profil singkat

Pada karya tulis tugas akhir (KTTA) ini, perusahaan atau klien yang menjadi

auditee Kantor Akuntan Publik ABC tahun buku 2017 adalah PT X. Penulis memberi

nama PT X karena alasan yang sama mengapa penulis memberi nama Kantor

Akuntan Publik ABC. Alasannya adalah pihak Kantor Akuntan Publik ABC meminta

agar nama klien yang diauditnya disamarkan. Hal ini dilakukan mengingat sikap

auditor yang harus menjaga rahasia (confidence).

PT X merupakan perusahaan manufaktur di bidang teknologi. Perusahaan ini

didirikan pada tahun 2003. Berdasarkan hasil wawancara dengan auditor di Kantor

Akuntan Publik ABC, PT X mulai diaudit oleh Kantor Akuntan Publik ABC sejak

tahun 2017. PT X berkedudukan di Plaza Aminta Lantai 4 Nomor 401, Jalan Let.

Jend. TB Simatupang 10, RT 6, RW 14, Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran

Lama, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12310.

2. Nilai-nilai perusahaan

Dalam menjalankan operasinya, PT X memiliki nilai-nilai perusahaan. Nilai-

nilai tersebut berasal dari filosofi manajemen perusahaan. Nilai-nilai tersebut adalah

innovation, prompteness, dan confidence. Inovasi menunjukkan bahwa perusahaan

akan terus melakukan perbaikan yang lebih baik dari hari ke hari. Promtness atau
14

ketepatan waktu menunjukkan bahwa perusahaan dalam memberikan layanan atau

produknya sesuai dengan rencana awal tanpa adanya kemunduran. Confidence atau

kepercayaan menunjukkan bahwa perusahaan akan menjamin bahwa layanan atau

produknya baik dan informasi yang berkaitan dengan pelanggan akan terjamin

kerahasiaannya.

3. Operasi perusahaan

PT X bergerak dalam industri manufaktur di fiber based broadband access.

Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan dengan pertumbuhan tercepat dalam

industri fiber to the home (FTTH). FTTH adalah suatu format penghantaran isyarat

optik dari pusat penyedia (provider) ke kawasan pengguna dengan menggunakan serat

optik sebagai media penghantar. Sejak berdiri tahun 2003, PT X terus berinovasi dan

fokus pada pada industri fiber access. PT X memiliki lima produk unggulannya, yaitu

fiber monitoring system (FMS), optical distribution cabinet (ODC), optical

distribution point (ODP), closure, dan aksesoris pelengkap FTTH.

4. Pelanggan perusahaan

PT X memiliki pelanggan yang bervariasi. Ada yang berasal dari badan usaha

milik negara (BUMN) dan ada pula yang berasal dari perusahaan swasta. Beberapa

BUMN yang menjadi pelanggan PT X adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT

Industri Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT Len Industri Tbk., dan PT Telkom

Akses. Adapun perusahaan swasta yang menjadi pelanggan PT X adalah PT Mora

Telematika Indonesia, PT Link Net Tbk., PT XL Axiata, PT Aplikasinusa Lintasarta,

PT Trans Corpora, PT PINS Indonesia, dan PT Indosat Tbk.


15

C. Prosedur Audit Siklus Penjualan dan Penagihan Piutang Usaha PT X oleh

Kantor Akuntan Publik ABC

1. Pemahaman sistem pengendalian internal

Kantor Akuntan Publik ABC mengaudit laporan keuangan PT X tahun buku

2017 sejak bulan November 2017 sampai dengan bulan Maret 2018. Pada bulan

November dan Desember, Kantor Akuntan Publik ABC mulai melakukan pemahaman

sistem pengendalian internal, penilaian risiko, uji pengendalian, prosedur analitis, dan

uji terinci atas saldo. Akan tetapi, untuk uji terinci atas saldo masih bersifat

pemeriksaan interim.

Prosedur pertama yang dilakukan Kantor Akuntan Publik ABC ketika

mengaudit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha PT X adalah memahami

bagaimana proses bisnis klien khususnya siklus penjualan da penagihan piutang usaha

beserta sistem pengendalian internalnya. Bukti audit yang digunakan adalah

permintaan keterangan (inquiry) kepada pihak manajemen dan pelaksanaan ulang

(reperformance).

Ada dua prosedur audit yang digunakan dalam rangka memahami sistem

pengendalian internal. Prosedur pertama adalah auditor menanyakan pihak

manajemen bagaimana proses atau siklus penjualan dan penagihan piutang usaha di

dalam perusahaan. Dari permintaan keterangan tersebut, auditor menyusun bagan alir

(flowchart) sehingga memudahkan auditor dalam membaca dan memahami proses

bisnis klien. Melalui bagan alir (flowchart) tersebut, auditor mengetahui apa saja

dokumen sumber atau bukti transaksi yang terlibat dalam siklus penjualan dan
16

penagihan piutang usaha. Dokumen sumber atau bukti transaksi tersebutlah yang

nantinya diperiksa oleh auditor dalam pelaksanaan prosedur audit selanjutnya.

Prosedur yang kedua adalah auditor melakukan walktrough dari dokumen

sumber atau bukti transaksi sampai neraca percobaan pada siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha. Pada prosedur ini, auditor melihat secara langsung

bagaimana proses bisnis klien lebih komprehensif serta sistem pengendalian internal

yang telah diterapkan oleh klien.

Berdasarkan keterangan dari auditor, desain sistem pengendalian internal PT X

tergolong baik. Simpulan yang menyatakan desain sistem pengendalian internal PT X

baik ini didukung oleh tiga alasan. Pertama, PT X melakukan pemisahan tugas atau

fungsi antara pihak yang menerima kas, pihak yang melakukan pencatatan, dan pihak

yang menyimpan faktur penjualan. Kedua, adanya otorisasi pada setiap faktur

penjualan. Ketiga, PT X sudah menggunakan pre-numbered invoice, yakni faktur

yang penomorannya sudah otomatis urut atau dengan kata lain tidak perlu ditulis

nomornya secara manual.

2. Penilaian risiko

Seusai melakukan prosedur untuk memahami sistem pengendalian internal

klien, auditor melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko tidak dilakukan oleh

anggota tim (assistance), melainkan setidaknya ketua tim (auditor in charge).

Penilaian risko ini dilakukan dengan melihat bagan alir (flowchart) yang telah dibuat

oleh auditor berdasarkan hasil wawancara atau permintaan keterangan kepada pihak

manajemen.
17

Risiko yang dinilai berupa risiko inheren atau melekat dan risiko

pengendalian. Dari kedua risiko ini, auditor dapat menentukan berapa selera risikonya

(risk appetite). Setelah selera risiko ditentukan, auditor baru dapat menentukan risiko

deteksinya untuk mendapatkan risiko audit yang diharapkan.

Berdasarkan wawancara dengan auditor Kantor Akuntan Publik ABC, penulis

tidak mendapatkan data apa saja risiko inheren atau melekat transaksi penjualan dan

saldo piutang usaha yang diidentifikasi oleh auditor Kantor Akuntan Publik ABC.

Akan tetapi, auditor menyebutkan bahwa jumlah transaksi penjualan PT X tahun buku

2017 relatif banyak. Dengan demikian, secara tidak langsung, penulis dapat menyebut

bahwa risiko inheren atau melekat transaksi penjualan dan saldo piutang usaha

menjadi lebih tinggi mengingat jumlah transaksi penjualan PT X tahun buku 2017

relatif banyak.

Namun, secara keseluruhan, penulis tidak mengetahui apakah risiko inheren

atau melekat untuk transaksi penjualan dan saldo piutang usaha tinggi, sedang, atau

rendah. Mengingat desain sistem pengendalian internal PT X tahun buku 2017

tergolong baik, risiko pengendalian untuk transaksi penjualan dan saldo piutang usaha

adalah rendah.

Penentuan risiko audit diperlukan untuk menentukan tingkat materialitas baik

untuk keseluruhan laporan keuangan ataupun untuk tiap-tiap akun. Setelah

mengidentifikasi apa saja risiko pada siklus penjualan dan penagihan piutang PT X

tahun buku 2017, auditor menentukan angka materialitas menggunakan aplikasi atau

perangkat lunak Microsoft Excel. Angka materialitas yang ditentukan adalah angka
18

materialitas itu sendiri, performance materiality, dan accounting materiality atau

tolerable misstatement.

Pada audit laporan keuangan PT X tahun buku 2017, auditor menggunakan

pendekatan aset untuk menentukan tingkat materialitas. Auditor akan menentukan

materialitas dengan cara mengalikan persentase tertentu dengan jumlah aset. Pada

audit laporan keuangan PT X tahun 2017, Kantor Akuntan Publik ABC menentukan

bahwa tingkat materialitasnya adalah 5% dari jumlah aset PT X. Dari angka

materialitas tersebut, auditor baru akan menentukan berapa sampel yang harus

diperiksa.

Mengingat desain sistem pengendalian internal PT X tahun buku 2017

tergolong baik, Kantor Akuntan Publik ABC berani menetapkan sampel yang relatif

rendah pada audit saldo piutang usaha. Kantor Akuntan Publik ABC menetapkan

sampel sebesar 75% dari populasi piutang usaha PT X.

Pada audit transaksi penjualan, ada dua tahap bagaimana auditor melakukan

sampling. Pertama, auditor mengelompokkan transaksi penjualan menurut bulan

terjadinya, yakni sejak bulan Januari 2017 sampai dengan Desember 2017.

Selanjutnya, auditor memilih 2 sampel transaksi penjualan setiap bulannya yang

nilainya relatif besar atau ditujukan kepada pelanggan yang baru atau jarang

melakukan transaksi. Untuk audit saldo piutang usaha, auditor memilih saldo piutang

yang nominalnya relatif besar dan merupakan penjualan kepada pelanggan yang

jarang dilakukan.
19

3. Uji pengendalian dan substantif atas transaksi

Setelah melakukan penilaian risiko, auditor melakukan uji pengendalian dan

uji substantif atas transaksi. Pada audit laporan keuangan PT X tahun buku 2017,

auditor melakukan uji pengendalian. Berdasarkan wawancara, auditor menjelaskan

alasan uji pengendalian dilakukan adalah mengingat jumlah transaksi penjualan klien

cukup banyak sehingga auditor tidak mungkin memeriksa seluruh transaksi secara

komprehensif satu per satu.

Bukti audit yang digunakan pada uji pengendalian adalah obervasi, permintaan

keterangan, inspeksi, dan pelaksanaan ulang (reperformance). Prosedur audit yang

digunakan antara lain adalah auditor menanyakan pegawai di bagian atau departemen

penjualan apa saja pekerjaan atau tugas pokok dan fungsinya.

Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada pemisahan tugas atau kewajiban

antara bagian otorisasi penjualan, pencatatan atau penjurnalan, dan penerimaan kas

atau tidak. Prosedur lainnya adalah auditor memeriksa apakah dokumen berupa

persetujuan penjualan kredit, faktur penjualan, dokumen pengiriman sudah

ditandatangani oleh manajer yang berwenang atau tidak. Hal ini bertujuan untuk

melihat apakah ada persetujuan (approval) dari yang berwenang atau tidak.

Selanjutnya, auditor akan melakukan uji substantif atas transaksi. Bukti audit

yang digunakan adalah inspeksi dan perhitungan ulang (rekalkulasi). Inspeksi yang

dilakukan berupa vouching. Dokumen sumber atau bukti transaksi yang diperiksa

adalah faktur penjualan dan dokumen pengiriman. Prosedur audit yang dilakukan

antara lain auditor melakukan vouching dari jurnal penjualan ke dokumen sumber
20

berupa faktur penjualan. Prosedur ini digunakan untuk menguji asersi keterjadian,

akurasi, dan klasifikasi.

Untuk asersi kelengkapan dan pisah batas, prosedur yang digunakan adalah

lakukan vouching beberapa sampel berurutan sebelum tanggal pelaporan, yakni 31

Desember 2017 dan beberapa sampel setelah tanggal pelaporan. Jumlah sampel yang

diperiksa pada PT X tahun buku 2017 adalah lima sampel sebelum tanggal pelaporan

dan lima sampel sesudah tanggal pelaporan 31 Desember 2017.

Bukti audit berupa perhitungan ulang atau rekalkulasi juga digunakan dalam

menguji asersi akurasi. Prosedurnya adalah ambil sampel faktur penjualan kemudian

kalikan jumlah satuan barang dengan harga satuannya. Hal ini dilakukan dalam

rangka memeriksa apakah jumlah penjualan sama dengan perkalian jumlah satuan

barang dengan harga satuan atau tidak.

4. Prosedur analitis dan uji terinci atas saldo

Berdasarkan wawancara, didapatkan data bahwa auditor Kantor Akuntan

Publik ABC melakukan prosedur analitis sebanyak tiga kali pada laporan keuangan

PT X tahun buku 2017. Prosedur analitis dilakukan pada saat perencanaan,

pelaksanaan, dan penyelesaian audit. Prosedur analitis ini dilakukan oleh auditor

dengan menggunakan aplikasi atau perangkat lunak Microsoft Excel.

Pada pelaksanaan audit, auditor menggunakan rasio keuangan dalam prosedur

analitisnya. Ada empat prosedur yang dilakukan. Pertama, auditor menghitung rasio

margin laba kotor, yakni perbandingan laba kotor terhadap penjualan. Kedua, auditor

membandingkan penjualan PT X tahun buku 2017 dengan penjualan tahun-tahun

sebelumnya. Ketiga, auditor menghitung perputaran aset, yakni penjualan dibagi


21

dengan jumlah aset. Keempat, auditor menghitung periode penagihan piutang usaha,

yakni piutang usaha setelah dikurangi penyisihannya dibagi dengan penjualan dikali

dengan 365 hari.

Untuk akun piutang usaha, pengujian dilakukan dengan uji terinci atas saldo.

Bukti audit yang digunakan adalah konfirmasi, inspeksi, perhitungan ulang

(rekalkulasi), dan permintaan keterangan. Prosedur audit yang dilakukan adalah

auditor melakukan konfirmasi eksternal kepada pelanggan klien apakah mereka

memiliki utang usaha kepada klien, kapan tanggalnya, dan berapa nominalnya.

Konfirmasi dilakukan dua kali, yakni konfirmasi interim dan yearend. Konfirmasi

interim dilakukan pada bulan November dan Desember 2017, sedangkan konfirmasi

yearend dilaksanakan pada bulan Januari 2018.

Prosedur ini dapat menguji asersi eksistensi, alokasi dan penilaian, dan hak

dan kewajiban. Untuk asersi kelengkapan, prosedur audit yang digunakan adalah

auditor melakukan vouching beberapa sampel yang berurutan khususnya beberapa

transaksi sebelum tanggal pelaporan dan sesudah tanggal pelaporan, yakni 31

Desember 2017. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan uji substantif atas transaksi

untuk menguji asersi pisah batas (cut off). Untuk asersi alokasi dan penilaian,

prosedur audit lain yang dilakukan adalah auditor menghitung ulang berapa cadangan

kerugian penurunan nilai piutang.

Apabila konfirmasi eksternal tidak didapatkan dari pelanggan klien, auditor

akan melakukan prosedur alternatif lainnya. Pertama, auditor meminta daftar

penerimaan kas pascatanggal pelaporan, yakni daftar penerimaan kas bulan Januari

dan Februari. Kedua, auditor akan memeriksa berapa kas yang diterima berupa
22

pelunasan piutang usaha dari pelanggan klien. Jika terdapat penerimaan kas

pascatanggal, auditor dapat meyakini bahwa saldo piutang usaha memang eksis

keberadaannya dan nominalnya. Dengan demikian, asersi eksistensi, alokasi dan

penilaian, dan hak dan kewajiban dapat teruji.

Jika masih tidak ditemukan adanya penerimaan kas pascatanggal pelaporan,

prosedur alternatif lainnya yang masih dapat digunakan adalah auditor menanyakan

pada pihak manajemen apakah piutang usaha ini benar dan masih eksis. Selanjutnya,

auditor akan melakukan vouching atas piutang usaha tersebut menuju jurnal penjualan

dan berujung sampai dengan dokumen sumber atau bukti transaksi berupa faktur

penjualan dan dokumen pengiriman.


BAB III

LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Pengertian audit

Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang

informasi yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen untuk

menentukan dan mengomunikasikan derajat korespondensi antara informasi dan

kriteria yang telah ditetapkan (Arens 2014, 4). Sependapat dengan Arens, American

Accounting Association dalam Gay dan Simnet (2010) mendefiniskan audit sebagai

proses sistematis dan objektif dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti sehubungan

dengan asersi, menetapkan derajat korespondensi antara asersi dengan kriteria yang

telah ditetapkan kemudian mengomunikasikan hasilnya kepada pihak yang

berkepentingan. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, didapatkan

pernyataan bahwa audit merupakan proses yang sistematis dan objektif.

Hayes (2014, 13) membagi audit menjadi tiga jenis, yakni audit laporan

keuangan, audit operasional, dan audit kepatuhan. Hayes (2014, 13) menambahkan

bahwa audit laporan keuangan bertujuan untuk menguji apakah laporan keuangan

telah tersaji sesuai standar akuntansi keuangan atau tidak. Audit laporan keuangan

23
24

sendiri merupakan bagian dari asurans. Arens (2014, 8) menyatakan bahwa asurans

merupakan jasa independen profesional yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

informasi bagi pengambil keputusan.

Gay dan Simentt (2010) mengklasifikasi asurans menjadi dua jenis

berdasarkan derajat asuransnya, yaitu asurans memadai (reasonable assurance) dan

asurans terbatas (limited assurance). Senada dengan Gay dan Simentt, DSP IAPI

(2012) mengklasifikasi perikatan asurans menjadi dua jenis. Kerangka untuk

Perikatan Asurans (2012) membagi asurans menjadi dua jenis, yaitu perikatan yang

memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) dan perikatan yang

memberikan keyakinan terbatas (limited assurance). Perbedaan antara perikatan yang

memberikan keyakinan memadai dan perikatan yang memberikan keyakinan terbatas

dapat dilihat dari tujuan, prosedur pengumpulan bukti, dan laporan asuransnya.

Dalam hal ini, audit tergolong asurans atau perikatan yang memberikan

keyakinan memadai (reasonable assurance). Baik perikatan yang memberikan

keyakinan memadai maupun perikatan yang memberikan keyakinan terbatas hanya

dapat dilakukan oleh profesi akuntan publik (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2011).

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 menjelaskan bahwa

akuntan publik memberikan jasa asurans yang terdiri atas jasa audit atas informasi

keuangan historis, jasa reviu atas informasi keuangan historis, dan jasa asurans

lainnya. Tidak hanya jasa asurans, akuntan publik dapat juga memberikan jasa

nonasurans, seperti jasa akuntansi, konsultasi keuangan, dan konsultasi manajemen

kepada kliennya (Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011).


25

2. Prosedur audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

Kerangka untuk Perikatan Asurans (2012) menjelaskan bahwa prosedur

pengumpulan bukti untuk perikatan yang memberikan keyakinan memadai terdiri atas

memperoleh suatu pemahaman atas kondisi perikatan, menilai risiko, merespons

risiko yang telah dinilai, melaksanakan prosedur lanjutan yang secara jelas berkaitan

dengan risiko yang diidentifikasi dengan berbagai metode, dan mengevaluasi bukti

yang diperoleh. Arens (2014, 543) membagi prosedur audit siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha menjadi empat tahap, yaitu pemahaman sistem pengendalian

internal, penilaian risiko, uji pengendalian dan substantif atas transaksi, dan prosedur

analitis dan uji terinci atas saldo.

a. Pemahaman sistem pengendalian internal

Tahap pertama dalam audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

adalah pemahaman sistem pengendalian internal. Pemahaman sistem pengendalian

internal ini berkaitan dengan pemahaman proses bisnis klien atau pemahaman atas

kondisi perikatan. Hal ini tertuang dalam Kerangka untuk Perikatan Asurans.

Standar audit (SA) 315 menyatakan bahwa auditor harus memahami entitas

bisnis beserta sistem pengendalian internalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka

melakukan penilaian risiko yang terkait dengan perusahaan atau bisnis. Bukti audit

yang dapat digunakan dalam memahami sistem pengendalian internal antara lain

inspeksi, wawancara atau bertanya kepada klien, observasi, dan pelaksanaan ulang

(reperformance) (Arens 2014, 369).

Arens (2014, 369) menjelaskan lebih lanjut bahwa pemahaman sistem

pengendalian internal dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu narasi, bagan alir
26

(flowchart), internal control questionnaire, dan walktrough. Narasi adalah deskripsi

tertulis dari sistem pengendalian internal klien.

Arens (2014, 369) menjelaskan bahwa narasi yang baik setidaknya

menjelaskan empat hal. Pertama, sistem pengendalian internal mendeskripsikan asal

usul atau sumber dari seluruh dokumen dan pencatatan pada sistem. Kedua, sistem

pengendalian internal mendeskripsikan seluruh peristiwa yang terjadi. Ketiga, narasi

mendeskripsikan disposisi seluruh dokumen dan pencatatan pada sistem. Keempat,

narasi mendeskripsikan kegiatan pengendalian yang relevan terhadap risiko

kendalinya.

Bagan alir (flowchart) adalah diagram yang menggambarkan alur perjalanan

dokumen pada suatu organisasi (Arens 2014, 369). Romney (2012) menjelaskan tiga

jenis bagan alir, yaitu bagan alir dokumen (document flowchart), bagan alir sistem

(system flowchart), dan bagan alir program (program flowchart). Bagan alir yang

dimaksud oleh Arens (2014) adalah bagan alir dokumen. Laiknya narasi, bagan alir

yang baik harus memiliki empat ciri yang telah dijelaskan sebelumnya.

Romney (2012) menjelaskan dua kelebihan bagan alir (flowchart)

dibandingkan dengan narasi. Pertama, bagan alir lebih mudah untuk dibaca dan

dipahami. Hal ini disebabkan oleh bagan alir menggunakan simbol untuk

merepresentasikan maksud-maksud tertentu. Contohnya adalah simbol jajar genjang

menunjukkan proses penjurnalan. Hal ini jauh lebih sederhana daripada narasi yang

hanya menggunakan kalimat atau paragraf yang rinci. Kedua, bagan alir (flowchart)

lebih mudah untuk dimutakhirkan (update).


27

Kuesioner pengendalian internal (internal control questionnaire) adalah

kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan tentang kebijakan akuntansi dan

pengendalian internal perusahaan (Leung 2015, 389). Kuesioner ini lazim digunakan

pada entitas atau klien yang memiliki sistem pengendalian internal yang kompleks

(Tunggal 2016, 41). Jawaban dari pertanyaan pada umumnya ada tiga, yakni “ya”,

“tidak”, dan “tidak signifikan”. Jawaban “tidak signifikan” diberikan apabila kondisi

klien tidak memenuhi.

Cara terakhir yang dapat dilakukan auditor dalam memahami sistem

pengendalian internal adalah pelaksanaan ulang (walktrough) (Arens 2014, 371).

Auditor akan menelusuri dokumen dari asal usulnya sampai dokumen tersebut

diarsipkan. Dalam melakukan walktrough, auditor akan menggunakan kombinasi

bukti audit seperti permintaan keterangan, observasi, dan inspeksi.

b. Penilaian risiko

Setelah memahami sistem pengendalian internal, langkah selanjutnya adalah

penilaian risiko (risk assessment). Standar audit (300) menyebutkan bahwa penilaian

risiko merupakan bagian dari perencanaan audit. Lebih lanjut, Tunggal (2016, 15)

menjelaskan bahwa penilaian risiko adalah proses yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan merespons risiko suatu bisnis. Proses ini meliputi bagaimana

pihak manajemen mengidentifikasi risiko yang relevan dalam penyusunan laporan

keuangan, memperkirakan siginifikansi risiko, menilai probabilitas atau kemungkinan

terjadinya risiko, dan memutuskan bagaimana mengelola risiko.

Arens (2014, 453) menjelaskan empat tahap dalam melakukan penilaian

risiko. Pertama, auditor memerlukan kerangka kerja (framework) untuk menilai risiko
28

pengendalian (control risk). Kerangka kerja yang umum digunakan adalah matriks

risiko pengendalian (control risk matrix). Tujuan dari matriks ini adalah memudahkan

auditor dalam mengorganisasikan ketika ia melakukan penilaian risiko.

Matriks risiko pengendalian akan menghubungkan pengendalian internal klien

dengan tujuan audit terkait asersi. Arens (2014, 457) menjelaskan bahwa pada siklus

penjualan, auditor akan menguji lima asersi yang berkaitan dengan enam tujuan audit.

Asersi tersebut adalah keterjadian, kelengkapan, akurasi, klasifikasi, dan pisah batas.

Demikian pula pada saldo piutang usaha, auditor akan menguji empat asersi yang

berhubungan dengan delapan tujuan audit saldo piutang usaha (Arens 2014, 545).

Asersi tersebut adalah eksistensi, kelengkapan, alokasi dan penilaian, dan hak dan

kewajiban.

Kedua, auditor harus mengidentifikasi pengendali kunci (key control) dan

kelemahan pengendalian (control deficiency) pada siklus penjualan dan penagihan

piutang usaha (Arens 2014, 453). Arens (2014, 374) menjelaskan bahawa pengendali

kunci adalah pengendalian internal yang diharapkan mempunyai dampak atau

pengaruh paling besar dalam memenuhi tujuan audit terkait. Dengan kata lain, apabila

pengendalian internal yang lain gagal berfungsi, pengendali kunci akan menjadi

tameng atau benteng terakhir agar tujuan pengendalian internal dapat tercapai.

Ketiga, auditor akan mengasosiasikan pengendali kunci dan kelemahan

pengendalian dengan tujuan audit yang berkaitan dengan siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha dan keempat, auditor akan mengevaluasi risiko pengendalian

pada setiap tujuan audit dengan cara mengevaluasi setiap kelemahan pengendalian

pada setiap tujuan audit (Arens 2014, 453). Tahap ini sangatlah penting mengingat
29

tahap ini akan menentukan apakah auditor akan melakukan uji pengendalian atau

tidak dan seberapa dalam auditor melakukan uji substantif atas transaksi.

c. Uji pengendalian dan substantif atas transaksi

Tahap selanjutnya setelah auditor melakukan penilaian risiko adalah uji

pengendalian (test of control) dan uji substantif atas transaksi (substantive test of

transaction). Uji pengendalian merupakan bagian dari prosedur audit yang bertujuan

untuk menguji efektifitas sistem pengendalian internal entitas/klien dalam rangka

menurunkan risiko pengendalian (Arens 2014, 433).

Risiko audit dipengaruhi oleh risiko inheren, risiko pengendalian, dan risiko

deteksi (Leung 2015, 400). Jika auditor menetapkan risiko audit sebesar angka

tertentu, auditor harus pula menentukan risiko inheren, risiko pengendalian, dan risiko

deteksi. Risiko inheren jelas sudah ditentukan pada awal sebelum auditor melakukan

penilaian risiko. Ketika auditor melakukan uji pengendalian, auditor berharap risiko

pengendalian dapat menurun.

Dengan menurunnnya risiko pengendalian, risiko deteksi dapat tidak terlalu

rendah atau dengan kata lain lebih tinggi (Leung 2015, 401). Leung (2015, 402)

menambahkan bahwa risiko deteksi berbanding tebalik dengan jumlah bukti audit

yang harus dikumpulkan. Semakin tinggi risiko deteksi, semakin banyak bukti audit

yang harus dikumpulkan auditor. Dengan demikian, menurunnya risiko deteksi

memberi sinyal kepada auditor bahwa bukti audit yang dikumpulkan dapat menjadi

lebih sedikit. Hal ini akan membantu meringankan kinerja auditor.

Uji pengendalian bukanlah tahapan prosedur audit yang harus atau wajib

dilakukan oleh auditor. Auditor dapat melewati tahap prosedur uji pengendalian dan
30

langsung melakukan uji substantif atas transaksi. Akan tetapi, jika auditor melewati

tahap prosedur uji pengendalian dan langsung melakukan uji substantif atas transaksi,

risiko pengendalian akan menjadi tinggi. Dengan demikian, risiko deteksi harus

ditekan serendah mungkin agar mencapai risiko audit yang diharapkan. Akibatnya,

auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak. Bahkan, boleh disebut

bahwa auditor harus mengaudit seluruh populasi, bukan sampel. Hal ini jelas akan

merugikan auditor karena menambah pekerjaan auditor.

Uji pengendalian dapat dilakukan pada akhir tahun sebelum tanggal pelaporan.

Uji pengendalian ini juga disebut pengujian interim pengendalian (Tunggal 2016, 57).

Lebih lanjutnya, Tunggal (2016, 58) menjelaskan alasan auditor melakukan pengujian

interim pengendalian. Seorang auditor mungkin melakukan uji pengendalian pada

tanggal interim mengingat asersi yang diuji mungkin tidak terlalu signifikan atau

pengendalian telah efektif pada audit tahun sebelumnya, atau mungkin lebih efisien

jika auditor melakukan uji pengendalian pada tanggal interim.

Prosedur uji pengendalian pada hakikatnya adalah untuk menguji asersi yang

berhubungan dengan tujuan audit (Arens 2014, 157). Pada siklus penjualan, prosedur

uji pengendalian dilakukan untuk menguji tujuan keterjadian (occurrence) antara lain

periksa pesanan pembelian (purchase order) sebagai bukti persetujuan penjualan

secara kredit, periksa faktur penjualan untuk mendukung dokumen bill of lading dan

pesanan pembelian, periksa berkas yang terdapat pada departemen penjualan, dan

observasi laporan bulanan yang dikirim ke pelanggan (Arens 2014, 457).

Adapun prosedur uji pengendalian untuk menguji tujuan kelengkapan

(completeness) antara lain periksa dan hitung dokumen pengiriman yang berurutan
31

dan periksa berkas yang terdapat pada departemen penjualan (Arens 2014, 457).

Untuk tujuan akurasi, uji pengendalian dapat dilakukan dengan cara memeriksa faktur

penjualan, memeriksa berkas yang terdapat pada departemen penjualan, memeriksa

harga yang tertera pada faktur dan otorisasinya, dan mengobservasi laporan bulanan

yang dikirim ke pelanggan (Arens 2014, 457).

Untuk tujuan posting dan pengikhtisaran, prosedur auditnya adalah periksa

bukti bahwa data master piutang usaha telah direkonsiliasi dengan buku besar dan

observasi laporan bulanan yang dikirim ke pelanggan (Arens 2014, 457). Untuk

tujuan klasifikasi, prosedur auditnya adalah periksa dokumen untuk verifikasi

internal, dan untuk tujuan ketepatwaktuan (timing), periksa dokumen pengiriman

yang berurutan (Arens 2014, 457).

Pada uji pengendalian, auditor akan banyak menggunakan bukti audit

observasi, inspeksi, dan permintaan keterangan. Observasi dilakukan untuk melihat

bagaimana siklus penjualan terjadi. Contohnya adalah auditor mengobservasi apakah

terdapat pemisahan kewajiban antara kasir yang menerima kas dengan bagian

akuntansi yang melakukan pencatatan. Permintaan keterangan (inquiry) dilakukan

oleh auditor dengan cara menanyakan kepada bagian akuntansi apakah ia pernah

menerima kas dari pelanggan atau menanyakan kepada kasir apakah ia pernah

menerima uang tetapi tidak dilaporkan kepada bagian akuntansi.

Setelah melakukan uji pengendalian, auditor akan menentukan apakah perlu

melakukan ekstensi atau pengujian pengendalian tambahan atau tidak. Jika auditor

merasa telah cukup dalam pengujian pengendalian, auditor akan lanjut pada tahap

audit selanjutnya, yakni uji substantif atas transaksi. Uji substantif atas transaksi
32

dilakukan untuk menguji akun penjualan pada laporan laba rugi. Pengujian ini juga

dilakukan untuk menguji asersi yang berhubungan dengan tujuan audit.

Pada tujuan keberadaan (occurrence) auditor dapat melakukan vouching pada

sampel transaksi pada jurnal ke bukti transaksi. Pada tujuan kelengkapan

(completeness), prosedur audit yang dapat dilakukan adalah trasir atau telusuri seluruh

bukti transaksi seperti faktur penjualan dan dokumen pengiriman ke jurnal penjualan.

Mentrasir seluruh faktur penjualan akan menyulitkan dan menambah pekerjaan

auditor. Dengan demikian, auditor akan melakukan penyampelan. Caranya adalah

auditor akan mengumpulkan faktur penjualan yang berurutan nomornya kemudian

mentrasir ke jurnal penjualan. Jika ada faktur penjualan yang tidak ada, auditor akan

memeriksa apakah terdapat pembatalan faktur penjualan nomor yang tidak ada dan

apakah pembatalan tersebut sudah sesuai prosedur perusahaan atau tidak.

Untuk tujuan akurasi, prosedur audit yang dapat dilakukan adalah inspeksi

berupa vouching dan perhitungan ulang atau rekalkulasi. Pada tujuan ini, auditor akan

fokus pada tiga hal. Pertama, berapa jumlah barang yang dikirim atau dijual. Kedua,

berapa jumlah tagihan atas barang yang dikirim atau dijual. Ketiga, apakah pencatatan

penjualan telah sesuai dengan tagihan. Oleh karena itu, auditor akan membandingkan

jumlah barang yang tertera pada dokumen pengiriman dengan faktur penjualan.

Selanjutnya, auditor akan menghitung ulang jumlah harga pada faktur penjualan

dengan mengalikan jumlah barang dengan harga satuan kemudian melakukan cross-

footing untuk mendapatkan jumlah harga tagihan.

Untuk tujuan posting dan pengikhtisaran, prosedur audit yang dapat dilakukan

adalah trasir atau telusuri faktur penjualan dan dokumen pengiriman ke jurnal
33

penjualan. Setelah itu, trasir atau telusuri angka pada jurnal penjualan ke buku besar

piutang usaha. Selain itu, auditor dapat pula melakukan cross-footing pada jurnal

penjualan kemudian membandingkan hasilnya dengan cross-footing pada buku besar

piutang usaha klien.

Selanjutnya, auditor akan menguji tujuan klasifikasi. Pada umumnya, tujuan

klasifikasi memiliki risiko yang rendah. Jarang suatu perusahaan salah

mengklasifikasi penjualannya menjadi penjualan kredit dan penjualan tunai. Akan

tetapi, auditor tetap harus fokus pada tujuan ini. Prosedur audit yang digunakan untuk

menguji tujuan klasifikasi adalah vouching jurnal penjualan ke bukti transaksi dan

dokumen sumber lainnya yang mendukung.

Tujuan yang terakhir diaudit adalah ketepatwaktuan (timing). Tujuan ini

berkaitan dengan asersi pisah batas (cut off). Prosedur audit yang dapat dilakukan

adalah vouching. Auditor akan memilih sampel transaksi yang terjadi pada akhir

bulan Desember tahun buku yang diaudit dan awal bulan Januari tahun buku

depannya. Salah saji yang mungkin terjadi berkaitang dengan syarat dan ketentuan

pengiriman apakah FOB destination atau FOB shipping point.

d. Prosedur analitis dan uji terinci atas saldo

Tahap terakhir dalam audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

adalah prosedur analitis (analytical procedure) dan uji terinci atas saldo (test of detail

balance). Baik prosedur analitis maupun uji terinci atas saldo digunakan untuk

menguji asersi dan tujuan audit saldo piutang usaha pada laporan keuangan tepatnya

laporan posisi keuangan.


34

Hal ini berbeda dengan uji pengendalian dan uji substantif atas transaksi. Uji

pengendalian dan uji substantif atas transaksi fokus menguji asersi dan tujuan audit

akun penjualan pada siklus penjualan. Kedua uji tersebut digunakan untuk

memastikan agar angka pada akun penjualan tidak terdapat salah saji.

Standar audit 500 (2012) menjelaskan bahwa prosedur analitis merupakan

salah satu bukti audit. Prosedur analitis terdiri atas pengevaluasian atas informasi

keuangan yang dilakukan dengan menelaah hubungan yang dapat diterima antara data

keuangan dan data non-keuangan. Prosedur analitis juga mencakup investigasi atas

fluktuasi yang sudah diidentifikasi, hubungan yang tidak konsisten antara satu

informasi dengan informasi lainnya, atau data keuangan yang menyimpang secara

signifikan dari jumlah yang diprediksi sebelumnya.

Arens (2014, 529) menyatakan bahwa prosedur analitis dilakukan sebanyak

tiga kali selama mengaudit. Pertama, prosedur analitis dilakukan selama perencanaan

audit atau dengan kata lain dilakukan sebelum melakukan audit. Kedua, prosedur

analitis dilakukan ketika pelaksanaan uji terinci atas saldo atau dengan kata lain ketika

pengauditan. Ketiga, prosedur analitis dilakukan dalam penyelesaian audit atau

dengan kata lain setelah audit selesai dilakukan.

Arens (2014, 529) menambahkan bahwa prosedur analitis dilakukan tidak

hanya pada akun piutang usaha saja, tetapi juga pada akun penjualan. Prosedur

analitis pada umumnya dilakukan setelah tanggal pelaporan keuangan, tetapi sebelum

uji terinci atas saldo dilakukan. Hal ini dilakukan auditor dalam rangka

mengidentifikasi adanya kejanggalan atau kemungkinan ketidaksesuaian angka-angka

pada akun baik pada laporan laba rugi maupun pada laporan posisi keuangan.
35

Prosedur analitis sejatinya bukanlah bukti audit yang dapat menyimpulkan apakah

asersi telah lolos uji atau tidak, melainkan bukti audit yang mengarahkan auditor

dalam prosedur audit selanjutnya.

Leung (2015, 582) menjelaskan ada lima rasio yang dapat digunakan dalam

audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha. Pertama, hitunglah rasio

perputaran aset, yakni penjualan dibagi dengan jumlah aset. Kedua, bandingkan

penjualan tahun yang diaudit dengan tahun sebelumnya. Ketiga, hitunglah rasio

margin laba kotor dan bandingkan dengan tahun sebelumnya. Keempat, hitunglah

periode penagihan piutang usaha, yakni piutang usaha dibagi dengan penjualan dikali

dengan 365 hari. Kelima, bandingkan beban piutang tak tertagih dengan penjualan

dan piutang usaha.

Selanjutnya, auditor akan melakukan uji terinci atas saldo (test of detail

balance). Pengujian ini dilakukan untuk menguji asersi dan tujuan audit berkaitan

dengan saldo piutang usaha. Arens (2014, 546) menjelaskan lima belas prosedur audit

untuk menguji asersi dan tujuan audit saldo piutang usaha.

Untuk menguji asersi eksistensi, Arens (2014, 546) menjelaskan bahwa

prosedur auditnya adalah sebagai berikut. Pertama, periksa saldo piutang usaha klien

khususnya yang nilainya relatif besar dan tidak biasa. Kedua, lakukan konfirmasi

positif eksternal kepada pelanggan klien. Standar audit 500 (2012) menyatakan bahwa

konfirmasi eksternal adalah bukti audit yang diperoleh auditor sebagai respons tertulis

secara langsung dari pihak ketiga, yakni pihak yang mengonfirmasi, dalam bentuk

kertas, elektronik, atau cara lainnya.


36

Arens (2014, 546) merekomendasikan agar auditor menggunakan konfirmasi

positif. Jika auditor menggunakan konfirmasi negatif, ada risiko jika pelanggan tidak

mengonfirmasi. Risikonya adalah auditor tidak mengetahui apakah pelanggan

menyatakan bahwa saldo piutang usahanya sudah sesuai atau malah pelanggan tidak

menerima surat konfirmasi atau memang pelanggan sengaja tidak melakukan

konfirmasi atas saldo piutang usahanya kepada auditor.

Prosedur konfirmasi eksternal selain dapat menguji asersi eksistensi, juga

dapat menguji asersi alokasi dan penilaian serta hak dan kewajiban (Arens 2014, 546).

Jika konfirmasi tidak diterima setelah dilakukan konfirmasi sebanyak dua kali,

lakukan prosedur alternatif (Arens 2014, 542). Tujuannya sama dengan prosedur

sebelumnya, yakni untuk menguji asersi eksistensi, alokasi dan penilaian, dan hak dan

kewajiban. Arens (2014, 542) menjelaskan bahwa prosedur alternatif yang dapat

dilakuan ada empat cara. Pertama, periksa penerimaan kas pascatanggal pelaporan.

Kedua, periksa faktur penjualan apakah benar piutang usaha tersebut memang ada dan

benar angkanya atau tidak. Ketiga, periksa dokumen pengiriman barang seperti bill of

lading untuk memastikan adanya penjualan secara kredit. Langkah terakhir yang

dapat dilakukan adalah korespondensi dengan klien.

Untuk asersi alokasi dan penilaian, selain dengan cara konfirmasi eksternal,

auditor perlu menguji apakah piutang usaha telah disajikan pada cash realizable value

atau tidak. Prosedurnya adalah auditor mengambil sepuluh sampel saldo piutang

usaha dan lakukan perhitungan ulang atau rekalkulasi untuk menghitung besarnya

penyisihan atau cadangan kerugian piutang tak tertagih (Arens 2014, 546).
37

Untuk asersi kelengkapan, Arens (2014, 546) menjelaskan bahwa prosedur

yang dapat digunakan adalah trasir atau telusuri lima sampel saldo piutang usaha dari

berkas master sampai dengan ke neraca percobaan. Akan tetapi, lebih disarankan jika

auditor mentrasir atau menelurusuri lima sampel saldo piutang usaha dari bukti

transaksi atau dokumen sumber, yakni faktur penjualan ke jurnal penjualan kemudian

buku besar piutang usaha sampai dengan neraca percobaan.

Dalam menguji empat asersi dan delapan tujuan audit saldo, auditor harus

mengombinasikan berbagai prosedur audit agar kesesuaian dan keandalan atau

reabilitas bukti audit dapat mendukung sehingga hasil audit yang dilakukan dapat

meningkatkan derajat kepercayaan pengguna atas informasi keuangan klien sesuai

dengan tujuan audit semula.

B. Pembahasan

1. Pemahaman sistem pengendalian internal

Berdasarkan data prosedur audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

oleh Kantor Akuntan Publik ABC pada laporan keuangan PT X tahun buku 2017 pada

Bab II Data dan Fakta, prosedur pertama yang dilakukan Kantor Akuntan Publik ABC

ketika mengaudit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha PT X adalah auditor

memahami bagaimana proses bisnis klien khususnya siklus penjualan dan penagihan

piutang usaha beserta sistem pengendalian internalnya. Bukti audit yang digunakan

adalah permintaan keterangan (inquiry) kepada pihak manajemen dan pelaksanaan

ulang (reperformance).
38

Tahap atau prosedur pertama yang dilakukan Kantor Akuntan Publik ABC

telah sesuai mengingat pemahaman sistem pengendalian internal harus dilakukan di

awal sebelum prosedur audit lainnya dilakukan. Pemahaman sistem pengendalian

internal perusahaan yang diaudit diperlukan agar auditor dapat menilai risiko inheren

perusahaan dan risiko pengendalian atas desain sistem pengendalian internal yang

perusahaan rancang dan terapkan.

Standar audit (SA) 315 menyatakan bahwa auditor harus memahami entitas

bisnis beserta sistem pengendalian internal dalam rangka melakukan penilaian risiko

yang terkait dengan perusahaan atau bisnis. Selain itu, pemahaman atas sistem

pengendalian internal membantu auditor dalam mengidentifikasi siginifikansi risiko

dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Setelah itu, auditor dapat menentukan

tindakan yang harus diambil dalam menangani risiko tersebut.

Kantor Akuntan Publik ABC melakukan dua prosedur audit untuk memahami

sistem pengendalian internal. Prosedur pertama adalah auditor menanyakan pihak

manajemen bagaimana proses atau siklus penjualan dan penagihan piutang usaha di

dalam perusahaan. Dari permintaan keterangan tersebut, auditor akan menyusun

bagan alir (flow chart) dalam rangka memudahkan auditor dalam membaca dan

memahami proses bisnis klien. Dari bagan alir (flowchart) tersebut, auditor dapat

mengetahui apa saja dokumen sumber atau bukti transaksi yang terlibat dalam siklus

penjualan dan penagihan piutang usaha. Dokumen sumber atau bukti transaksi

tersebutlah yang nantinya akan diperiksa oleh auditor dalam pelaksanaan prosedur

audit selanjutnya.
39

Prosedur pertama yang dilakukan sudah relevan dalam membantu auditor

memahami sistem pengendalian internal. Sejatinya, permintaan keterangan (inquiry)

bukanlah prosedur audit yang sederhana dalam memahami sistem pengendalian

internal perusahaan. Permintaan keterangan (inquiry) memiliki beberapa kelemahan.

Pertama, ada risiko bias ketika auditor melakukan wawancara atau permintaan

keterangan dengan klien. Pemahaman auditor akan jawaban klien dapat berbeda

dengan auditor lainnya. Selain itu, keandalan jawaban klien atas pertanyaan auditor

masih dapat dipertanyakan mengingat jawaban dari responden dapat berbeda dengan

responden lainnya.

Seyogyanya, prosedur yang dapat dilakukan untuk memahami sistem

pengendalian internal perusahaan adalah auditor meminta bagan alir (flowchart)

siklus penjualan dan penagihan piutang usaha perusahaan. Setelah itu, auditor

membaca dan menganalisis apa saja risiko inheren dan risiko pengendalian atas siklus

penjualan dan penagihan piutang usaha. Akan tetapi, karena PT X selaku auditee

tidak memiliki bagan alir (flowchart), auditor memilih prosedur bertanya kepada

pihak manajemen tentang bagaimana siklus penjualan dan penagihan piutang usaha di

perusahaan tersebut.

Prosedur yang kedua adalah auditor melakukan walktrough dari dokumen

sumber atau bukti transaksi sampai neraca percobaan pada siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha. Pada prosedur ini, auditor akan melihat secara langsung

bagaimana proses bisnis klien lebih komprehensif serta sistem pengendalian internal

yang telah diterapkan oleh klien.


40

Prosedur kedua yang dilakukan juga sudah relevan dalam rangka memahami

sistem pengendalian internal perusahaan. Pelaksanaan ulang (reperformance)

memiliki kelebihan dibandingkan permintaan keterangan (inquiry). Karena prosedur

kedua ini memiliki kelebihan dibandingkan prosedur pertama, prosedur kedua ini

dapat melengkapi kekurangan atau kelemahan prosedur yang pertama. Ketika auditor

melakukan walkthrough, auditor dapat lebih meyakini bagaimana rancangan desain

sistem pengendalian internal perusahaan dan bagaimana siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha perusahaan daripada auditor sekadar bertanya kepada pihak

manajemen. Walkthrough sendiri juga dapat digunakan auditor untuk memeriksa

apakah jawaban klien tentang bagaimana sistem telah sesuai dengan keadaan atau

realita di perusahaan atau tidak.

Tindakan auditor mengombinasikan kedua prosedur tersebut sesuai dengan

teori agar auditor mendapatkan bukti audit yang tepat dan cukup. Berdasarkan

pembahasan di atas, dapat dituliskan bahwa prosedur Kantor Akuntan Publik ABC

untuk memahami sistem pengendalian internal PT X sudah relevan dan cukup.

2. Penilaian risiko

Bab II Data dan Fakta menunjukkan bahwa seusai melakukan prosedur untuk

memahami sistem pengendalian internal klien, auditor Kantor Akuntan Publik ABC

akan melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko (risk assessment) tidak dilakukan

oleh anggota tim (assistance), melainkan setidaknya ketua tim (auditor in charge).

Penilaian risko ini dilakukan dengan melihat bagan alir (flowchart) yang telah dibuat

oleh auditor berdasarkan hasil wawancara atau permintaan keterangan kepada pihak

manajemen.
41

Tahap kedua yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah

sesuai dan benar. Standar audit (300) menyebutkan bahwa penilaian risiko merupakan

bagian dari perencanaan audit. Penilaian risiko nantinya akan menentukan bagaimana

prosedur audit yang harus dilakukan dalam rangka menguji asersi pada laporan

keuangan PT X tahun buku 2017.

Selain itu, tanggung jawab penilaian risiko tidak dilakukan oleh anggota tim

(assistance), tetapi setidaknya ketua tim (auditor in charge) sudah benar juga.

Penilaian risiko merupakan tahapan penting sebelum menuju pelaksanaan audit di

lapangan. Standar audit (SA) 320 menyatakan bahwa dalam menentukan materialitas,

aspek pertimbangan profesional sangat diperlukan. Agar tidak terjadi kesalahan dalam

menentukan angka materialitas, strategi dan program audit ke depannya, penilaian

risiko harus dilakukan dengan benar dan tepat. Dengan demikian, auditor yang

melakukan penilaian risiko seyogyanya memiliki pengalaman yang cukup. Hal ini

akan meningkatkan kompetensi pertimbangan profesional dan skeptisisme

profesionalnya.

Risiko yang dinilai oleh auditor sudah benar dan tepat, yakni risiko inheren

atau melekat dan risiko pengendalian. Dari kedua risiko ini, auditor dapat menentukan

berapa selera risikonya (risk appetite). Setelah menentukan selera risiko, auditor baru

dapat menentukan angka risiko deteksinya untuk mendapatkan risiko audit yang

diharapkan.

Bab II Data dan Fakta menyatakan bahwa auditor Kantor Akuntan Publik

ABC menentukan risiko audit dalam rangka menentukan tingkat materialitas baik

untuk keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap akun. Setelah mengidentifikasi apa saja
42

risiko pada siklus penjualan dan penagihan piutang PT X tahun buku 2017, auditor

Kantor Akuntan Publik ABC menentukan angka materialitas menggunakan aplikasi

atau perangkat lunak Microsoft Excel. Angka materialitas yang ditentukan adalah

angka materialitas itu sendiri, performance materiality, dan accounting materiality

atau tolerable misstatement.

Alasan yang dinyatakan oleh auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah

benar dan sesuai standar audit. Standar audit (SA) 320 menyatakan bahwa dalam

menyusun strategi audit, auditor harus menentukan angka materialitas untuk laporan

keuangan secara keseluruhan. Nantinya, jika terdapat satu atau lebih golongan

transaksi, auditor baru menentukan angka materialitas untuk tiap-tiap akun secara

individu atau golongan akun.

Bab II Data dan Fakta menunjukkan bahwa pada audit laporan keuangan PT X

tahun buku 2017, auditor menggunakan pendekatan aset untuk menentukan tingkat

materialitas. Auditor akan menentukan angka materialitas dengan cara mengalikan

persentase tertentu dengan jumlah aset. Pada audit laporan keuangan PT X tahun

2017, Kantor Akuntan Publik ABC menentukan bahwa tingkat materialitasnya adalah

5% dari jumlah aset PT X. Dari angka materialitas tersebut, auditor baru akan

menentukan berapa sampel yang harus diperiksa.

Pada audit akun piutang usaha PT X tahun buku 2017, Kantor Akuntan Publik

ABC berani menetapkan sampel yang relatif rendah pada audit saldo piutang usaha.

Kantor Akuntan Publik ABC menetapkan sampel sebesar 75% dari populasi piutang

usaha PT X. Hal ini dilakukan mengingat desain sistem pengendalian internal PT X

tergolong baik.
43

Langkah yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah benar dan

sesuai. Untuk menentukan angka materialitasnya, auditor dapat memilih pendekatan

aset, pendapatan, atau ekuitas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan profesional

auditor. Mengingat desain sistem pengendalian internal PT tahun buku 2017

tergolong baik, auditor dapat menentukan angka materialitas yang cukup tinggi, yakni

sebesar 5%.

Bab II Data dan Fakta menjelaskan bahwa pada audit transaksi penjualan, ada

dua tahap bagaimana auditor melakukan sampling. Pertama, auditor mengelompokkan

transaksi penjualan menurut bulan terjadinya, yakni sejak bulan Januari 2017 sampai

dengan Desember 2017. Selanjutnya, auditor memilih transaksi penjualan yang

nilainya relatif besar dan ditujukan kepada pelanggan yang baru atau jarang

melakukan transaksi. Untuk audit saldo piutang usaha, auditor memilih saldo piutang

yang nominalnya relatif besar dan merupakan penjualan kepada pelanggan yang

jarang dilakukan.

Prosedur sampling yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah

benar dan sesuai dengan teori sampling. Langkah pertama dalam sampling berupa

pengelompokkan transaksi penjualan berdasarkan bulan sudah tepat. Akan tetapi,

langkah keduanya memiliki kelemahan atau kekurangan.

Pertama, adanya risiko salah saji pada transaksi penjualan dan saldo piutang

yang nilainya relatif kecil atau sedang. Ketika auditor memilih sampel yang nilainya

relatif besar, auditor dapat kecolongan terhadap transaksi penjualan yang nilainya

relatif kecil atau sedang. Kedua, adanya risiko salah saji pada transaksi penjualan dan

saldo piutang kepada pelanggan prioritasnya. Ketika auditor memilih sampel berupa
44

penjualan kredit kepada pelanggan yang jarang melakukan transaksi dengan klien,

auditor secara tidak langsung meyakini bahwa seluruh penjualan klien kepada

pelanggan yang sering bertransaksi atau dengan kata lain pelanggan prioritas sudah

teruji asersinya.

Seyogyanya, auditor melakukan sampling dengan metode random sampling

untuk setiap kelompok bulan terjadinya transaksi. Maksunya, auditor menentukan

jumlah sampel yang sama untuk setiap bulannya. Selanjutnya, sampel transaksi yang

dipilih pada setiap bulannya adalah sampel secara acak tidak terikat oleh berapa

nominalnya. Metode random sampling tergolong probabilistic sampling. Maksudnya,

sampel yang dipilih memiliki probabilistik yang sama.

Nantinya, jika auditor merasa bukti audit masih tidak mencukupi, auditor

dapat melakukan perluasan sampel dengan metode non-probabilistic sampling.

Maksudnya, sampel yang dipilih memiliki peluang yang tidak sama untuk terpilih.

Metode yang digunakan adalah professional judgement. Auditor dapat menggunakan

pertimbangan profesionalnya untuk menentukan sampel tambahan. Sampel tambahan

yang dimaksud adalah transaksi yang nilainya relatif besar atau transaksi kepada

pelanggan yang jarang bertransaski dengan klien.

3. Uji pengendalian dan substantif atas transaksi

Bab II Data dan Fakta menjelaskan bahwa setelah melakukan penilaian risiko,

auditor melakukan uji pengendalian dan uji substantif atas transaksi. Pada audit

laporan keuangan PT X tahun buku 2017, auditor melakukan uji pengendalian.

Berdasarkan wawancara, auditor Kantor Akuntan Publik ABC menjelaskan alasan uji

pengendalian dilakukan adalah mengingat jumlah transaksi penjualan klien cukup


45

banyak sehingga auditor tidak mungkin memeriksa seluruh transaksi secara

komprehensif satu per satu.

Tahapan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik ABC seusai melakukan

penilaian risiko sudah benar dan sesuai. Akan tetapi, alasan yang dikemukakan oleh

auditor Kantor Akuntan Publik ABC sedikit kurang tepat. Alasan jumlah transaksi

penjualan klien yang cukup banyak sehingga auditor tidak mungkin memeriksa

seluruh transaksi secara komprehensif satu per satu tidak berkaitan dengan perlunya

auditor melakukan uji pengendalian.

Alasan yang lebih tepat auditor melakukan uji pengendalian adalah auditor

ingin menguji apakah desain sistem pengendalian internal PT X sudah diterapkan

dengan baik atau belum. Bab II Data dan Fakta menyatakan bahwa hasil pemahaman

sistem pengendalian internal PT X tahun buku 2017 tergolong baik. Dengan

demikian, uji pengendalian perlu dilakukan untuk menguji apakah desain sistem

pengendalian tersebut sudah diterapkan atau belum.

Bukti audit yang digunakan pada uji pengendalian adalah obervasi, permintaan

keterangan, inspeksi, dan pelaksanaan ulang (reperformance). Prosedur audit yang

digunakan antara lain adalah auditor menanyakan pegawai di bagian atau departemen

penjualan apa saja pekerjaan atau tugas pokok dan fungsinya.

Pertanyaan yang diajukan antara lain apakah ada pemisahan tugas atau

kewajiban antara bagian otorisasi penjualan, pencatatan atau penjurnalan, dan

penerimaan kas atau tidak. Selain itu, prosedur lain yang dilakukan adalah auditor

memeriksa apakah dokumen berupa persetujuan penjualan kredit, faktur penjualan,

dokumen pengiriman sudah ditandatangani oleh manajer yang berwenang atau tidak.
46

Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada persetujuan (approval) dari yang

berwenang atau tidak.

Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC dalam menguji

pengendalian sudah benar dan sesuai dengan teori audit. Uji pengendalian biasa

dilakukan dengan bukti audit observasi, permintaan keterangan, inspeksi, dan

pelaksanaan ulang (reperformance).

Bab II Data dan Fakta menyebutkan setelah uji pengendalian dilakukan,

auditor akan melakukan uji substantif atas transaksi. Bukti audit yang digunakan

adalah inspeksi dan perhitungan ulang (rekalkulasi). Inspeksi yang dilakukan berupa

vouching. Dokumen sumber atau bukti transaksi yang diperiksa adalah faktur

penjualan dan dokumen pengiriman. Prosedur audit yang dilakukan antara lain auditor

melakukan vouching dari jurnal penjualan ke dokumen sumber berupa faktur

penjualan. Prosedur ini digunakan untuk menguji asersi keterjadian, akurasi, dan

klasifikasi.

Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah benar

dan sesuai dengan teori audit. Bukti audit inspeksi berupa vouching jurnal penjualan

ke bukti transaksi atau dokumen sumber, yakni faktur penjualan dan dokumen

pengiriman sudah relevan dan andal dalam menguji asersi keterjadian, akurasi, dan

klasifikasi.

Untuk menguji asersi akurasi, auditor juga menggunakan bukti audit berupa

perhitungan ulang atau rekalkulasi juga digunakan dalam menguji asersi akurasi.

Prosedurnya adalah ambil sampel faktur penjualan kemudian kalikan jumlah satuan

barang dengan harga satuannya. Hal ini dilakukan dalam rangka memeriksa apakah
47

jumlah penjualan sama dengan perkalian jumlah satuan barang dengan harga satuan

atau tidak.

Prosedur audit perhitungan ulang (rekalkulasi) jumlah penjualan sama dengan

perkalian jumlah satuan barang dengan harga satuan sudah relevan dalam menguji

asersi akurasi. Prosedur ini melengkapi prosedur vouching jurnal penjualan ke bukti

transaksi atau dokumen sumber berupa faktur penjualan dalam rangka menguji asersi

akurasi. Prosedur ini merupakan bagian dari sikap skeptisisme profesional auditor.

Auditor merasa skeptis dengan menanyakan dirinya sendiri apakah jumlah penjualan

pada faktur sudah sama dengan perkalian jumlah satuan barang dengan harga

satuannya atau belum.

Untuk asersi kelengkapan dan pisah batas, prosedur yang digunakan adalah

lakukan vouching beberapa sampel berurutan sebelum tanggal pelaporan, yakni 31

Desember 2017 dan beberapa sampel setelah tanggal pelaporan. Jumlah sampel yang

diperiksa pada PT X tahun buku 2017 adalah lima sampel sebelum tanggal pelaporan

dan lima sampel sesudah tanggal pelaporan 31 Desember 2017.

Prosedur vouching beberapa sampel berurutan sebelum tanggal pelaporan,

yakni 31 Desember 2017 dan beberapa sampel setelah tanggal pelaporan, yakni

transaksi bulan Januari 2018 sudah relevan dalam menguji asersi pisah batas (cut off).

Prosedur ini lazim digunakan dalam menguji asersi pisah batas (cut off). Melalui

prosedur ini, auditor Kantor Akuntan Publik ABC dapat meyakini bahwa transaksi

penjualan sudah tercatat pada tanggal yang benar.

Namun, prosedur ini tidak dapat digunakan untuk menguji asersi kelengkapan.

Dengan hanya melakukan vouching lima sampel transaksi penjualan sebelum tanggal
48

pelaporan dan lima sampel transaksi penjualan setelah tanggal pelaporan, auditor

tidak dapat meyakini bahwa seluruh transaksi penjualan PT X tahun buku 2017 sudah

dicatat pada jurnal penjualan. Ada risiko transaksi penjualan pada bulan selain bulan

Desember yang belum dicatat.

Seyogyanya, prosedur audit yang dapat dilakukan dalam rangka menguji asersi

kelengkapan adalah sebagai berikut. Pertama, auditor memeriksa apakah terdapat

faktur penjualan yang loncat nomor fakturnya. Hal ini dilakukan mengingat PT X

telah menggunakan sistem faktur terotomasi nomornya. Dengan demikian, apabila

terdapat faktur penjualan yang loncat, auditor dapat menanyakan di mana faktur

penjualan yang tidak ada.

Sejatinya, faktur penjualan tidak boleh dimusnahkan dengan cara disobek,

dibakar, atau dengan cara lainnya. Jika perusahaan bermaksud membatalkan transaksi

penjualan, perusahaan dapat menerbitkan dokumen pembatalan transaksi penjualan.

Faktur penjualan yang batal transaksinya tersebut tidak boleh dihilangkan atau

dimusnahkan, tetapi tetap harus disimpan oleh perusahaan dengan rapi.

Kedua, auditor mengambil sampel transaksi penjualan yang berurutan nomor

fakturnya kemudian mentrasir faktur penjualan tersebut menuju jurnal penjualan

sampai tersajikan saldonya di neraca percobaan. Jika seluruh sampel transaksi

penjualan yang berurutan nomor fakturnya sudah dicatat, asersi kelengkapan sudah

teruji oleh auditor. Demikian sebaliknya, jika terdapat faktur penjualan yang belum

dicatat di jurnal penjualan, asersi kelengkapan gagal teruji.


49

4. Prosedur analitis dan uji terinci atas saldo

Bab II Data dan Fakta menyatakan bahwa auditor Kantor Akuntan Publik

ABC melakukan prosedur analitis sebanyak tiga kali pada laporan keuangan PT X

tahun buku 2017. Prosedur analitis dilakukan menggunakan aplikasi atau perangkat

lunak Microsoft Excel. Prosedur analitis dilakukan pada saat perencanaan,

pelaksanaan, dan penyelesaian audit.

Prosedur analitis yang dilakukan Kantor Akuntan Publik ABC sudah benar

dan sesuai dengan teori. Prosedur analitis yang kedua pada saat pelaksanaan dapat

membantu mengarahkan auditor ketika auditor melakukan uji terinci atas saldo pada

akun piutang usaha.

Bab II Data dan Fakta menjelaskan bahwa pada pelaksanaan audit, auditor

menggunakan rasio keuangan dalam prosedur analitisnya. Ada empat prosedur yang

dilakukan. Pertama, auditor menghitung rasio margin laba kotor, yakni perbandingan

laba kotor terhadap penjualan. Kedua, auditor membandingkan penjualan PT X tahun

buku 2017 dengan penjualan tahun-tahun sebelumnya. Ketiga, auditor menghitung

perputaran aset, yakni penjualan dibagi dengan jumlah aset. Keempat, auditor

menghitung periode penagihan piutang usaha, yakni piutang usaha setelah dikurangi

penyisihannya dibagi dengan penjualan dikali dengan 365 hari.

Perbedaan antara prosedur analitis auditor Kantor Akuntan Publik ABC dan

teori terletak pada perhitungan rasio antara beban penurunan nilai piutang usaha

terhadap penjualan dan terhadap piutang usaha. Rasio ini dapat membantu auditor

melihat apakah nilai beban penurunan nilai piutang tahun buku 2017 terlalu rendah

atau terlalu tinggi atau memang sudah wajar.


50

Untuk akun piutang usaha, pengujian dilakukan dengan uji terinci atas saldo.

Bukti audit yang digunakan adalah konfirmasi, inspeksi, perhitungan ulang

(rekalkulasi), dan permintaan keterangan. Prosedur audit yang dilakukan adalah

auditor melakukan konfirmasi eksternal kepada pelanggan klien apakah mereka

memiliki utang usaha kepada klien, kapan tanggalnya, dan berapa nominalnya.

Konfirmasi dilakukan dua kali, yakni konfirmasi interim dan yearend. Konfirmasi

interim dilakukan pada bulan November dan Desember 2017, sedangkan konfirmasi

yearend dilaksanakan pada bulan Januari 2018. Prosedur ini dapat menguji asersi

eksistensi, alokasi dan penilaian, dan hak dan kewajiban.

Konfirmasi eksternal merupakan bukti audit yang relevan dan cukup untuk

menguji asersi eksistensi, alokasi dan penilaian, serta hak dan kewajiban pada saldo

piutang usaha. Hal ini disebabkan oleh pernyataan dari pihak ketiga, yakni pelanggan

klien memiliki keandalan yang lebih daripada pernyataan dari klien itu sendiri.

Pelaksanaan konfirmasi sebanyak dua kali juga sangat membantu auditor dalam

menguji asersi tersebut. Konfirmasi interim dilakukan untuk memeriksa apakah saldo

piutang usaha per tanggal 31 Oktober 2017 sudah benar atau tidak. Jika saldo 31

Oktober 2017 sudah benar, auditor akan menelusuri saldo tersebut sampai dengan

saldo tanggal 31 Desember 2017.

Selain itu, untuk asersi alokasi dan penilaian, prosedur audit lain yang

dilakukan adalah auditor menghitung ulang berapa cadangan kerugian penurunan nilai

piutang. Prosedur ini juga sudah relevan dan benar. Piutang usaha disajikan dalam

cash realizable value. Dengan demikian, piutang usaha harus disajikan sebesar nilai

nominalnya dikurangi dengan penurunan nilainya. Untuk menguji apakah nilai


51

penurunan piutang sudah benar atau tidak, auditor harus menghitung ulang berapa

penurunan piutang usaha PT X dengan bukti audit perhitungan ulang cadangan

kerugian penurunan nilai piutang.

Untuk asersi kelengkapan, prosedur audit yang digunakan adalah auditor

melakukan vouching beberapa sampel yang berurutan khususnya beberapa transaksi

sebelum tanggal pelaporan dan sesudah tanggal pelaporan, yakni 31 Desember 2017.

Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan uji substantif atas transaksi untuk menguji

asersi pisah batas (cut off).

Prosedur vouching lima sampel berurutan sebelum tanggal pelaporan dan lima

sampel berurutan setelah tanggal pelaporan tidak dapat digunakan untuk menguji

asersi kelengkapan. Dengan hanya melakukan vouching lima sampel transaksi

penjualan sebelum tanggal pelaporan dan lima sampel transaksi penjualan setelah

tanggal pelaporan, auditor tidak dapat meyakini bahwa seluruh piutang usaha PT X

tahun buku 2017 sudah dicatat pada jurnal penjualan. Ada risiko piutang usaha pada

bulan selain bulan Desember yang belum dicatat.

Seyogyanya, prosedur audit yang dapat dilakukan dalam rangka menguji asersi

kelengkapan adalah sebagai berikut. Pertama, auditor meminta daftar seluruh

pelanggan PT X. Setelah itu, auditor melakukan konfirmasi positif eksternal kepada

seluruh pelanggan PT X baik yang memiliki utang usaha pada PT X maupun tidak

atau baik yang bertransaksi dengan PT X pada tahun buku 2017 maupun tidak. Alasan

auditor melakukan konfirmasi eksternal pada seluruh pelanggan PT X adalah auditor

ingin mengetahui apakah terdapat piutang usaha pada pelanggan PT X yang belum

dicatat. Auditor khawatir ada pelanggan PT X yang tidak punya utang usaha pada PT
52

X atau dengan kata lain saldo piutang usaha pada pelanggan tersebut Rp0,00, ternyata

pelanggan tersebut punya.

Jika konfirmasi eksternal tersebut belum dibalas, auditor melakukan

konfirmasi eksternal yang kedua. Melalui cara ini, auditor dapat meyakini bahwa

seluruh pelanggan PT X sudah memberikan jawaban atau pernyataan apakah mereka

memiliki utang usaha pada PT X atau tidak.

Bab II Data dan Fakta menjelaskan lebih lanjut bahwa apabila konfirmasi

eksternal tidak didapatkan dari pelanggan klien, auditor akan melakukan prosedur

alternatif lainnya. Pertama, auditor meminta daftar penerimaan kas pascatanggal

pelaporan, yakni daftar penerimaan kas bulan Januari dan Februari. Setelah itu,

auditor akan memeriksa berapa kas yang diterima berupa pelunasan piutang usaha

dari pelanggan klien. Jika terdapat penerimaan kas pascatanggal, auditor dapat

meyakini bahwa saldo piutang usaha memang eksis keberadaannya dan nominanya.

Dengan demikian, asersi eksistensi, alokasi dan penilaian, dan hak dan kewajiban

dapat teruji.

Tak hanya sampai di situ, Bab II Data dan Fakta menjelaskan lebih lanjut

bahwa jika masih tidak ditemukan adanya penerimaan kas pascatanggal pelaporan,

prosedur alternatif lainnya yang masih dapat digunakan adalah auditor menyakan

pada pihak manajemen apakah piutang usaha ini benar dan masih eksis. Selanjutnya,

auditor akan melakukan vouching atas piutang usaha tersebut menuju jurnal penjualan

dan berujung sampai dengan dokumen sumber atau bukti transaksi berupa faktur

penjualan dan dokumen pengiriman.


53

Prosedur alternaltif yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC sudah

benar sesuai dengan teori audit. Prosedur alternatif harus dilakukan apabila prosedur

umumnya tidak memberikan hasil yang membuat auditor yakin bahwa asersi laporan

keuangan sudah teruji.


BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan data dan fakta tentang pelaksanaan prosedur audit siklus

penjualan dan penagihan piutang usaha KAP ABC pada laporan keuangan PT X tahun

buku 2017 yang penulis sajikan pada Bab II Data dan Fakta serta pembahasannya

pada Bab III Landasan Teori dan Pembahasan, penulis dapat menarik simpulan

sebagai berikut.

1. Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC dalam rangka

memahami desain sistem pengendalian internal PT X khususnya pada sistem

pengendalian internal terkait siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

sudah benar dan sesuai dengan teori. Auditor Kantor Akuntan Publik ABC

menggunakan bukti audit permintaan keterangan (inquiry), observasi, dan

pelaksanaan ulang (reperformance).

2. Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC dalam rangka

memahami desain sistem pengendalian internal PT X khususnya pada sistem

pengendalian internal terkait siklus penjualan dan penagihan piutang usaha

54
55

adalah menanyakan manajemen PT X bagaimana siklus penjualan dan

penagihan piutang usaha PT X tahun buku 2017 dan bagaimana desain sistem

pengendalian internal PT X. Setelah itu, auditor Kantor Akuntan Publik ABC

membuat bagan alir (flowchart) berdasarkan jawaban manajemen PT X. Selain

bertanya kepada manajemen PT X, auditor juga melakukan walkthrough untuk

mengetahui aliran dokumen penjualan, yaitu faktur penjualan dan dokumen

pengiriman mulai dari asal usulnya hingga dokumen tersebut diarsipkan.

3. Penulis tidak mendapatkan data lengkap bagaimana auditor Kantor Akuntan

Publik ABC melakukan penilaian risiko baik risiko inheren maupun risiko

pengendalian PT X tahun buku 2017 beserta risiko apa saja yang telah

diidentifikasi. Data yang penulis dapatkan secara tidak langsung adalah salah

satu risiko inheren transaksi penjualan PT X tahun buku 2017 adalah jumlah

transaksi penjualan PT X tahun buku 2017 banyak.

4. Hasil pemahaman desain sistem pengendalian internal PT X tahun buku 2017

adalah sistem pengendalian internal PT X tahun buku 2017 tergolong baik.

Dengan demikian, risiko pengendalian PT X tahun buku 2017 untuk siklus

penjualan dan penagihan piutang usaha rendah.

5. Auditor Kantor Akuntan Publik ABC melakukan uji pengendalian pada

transaksi penjualan PT X tahun buku 2017. Alasannya adalah jumlah transaksi

penjualan PT X tahun buku 2017 banyak. Alasan tersebut tidak sesuai dengan

teori. Alasan yang tepat auditor melakukan uji pengendalian adalah auditor

ingin menguji apakah desain sistem pengendalian internal PT X yang

tergolong baik sudah diimplementasikan atau belum oleh PT X.


56

6. Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC pada uji

pengendalian sudah benar dan sesuai dengan teori. Prosedur yang dilakukan

adalah menanyakan pegawai di bagian atau departemen penjualan apa saja

pekerjaan atau tugas pokok dan fungsinya. Selain itu, auditor juga memeriksa

apakah dokumen berupa persetujuan kredit, faktur penjualan, dan dokumen

pengiriman sudah ditandatangani oleh manajer yang berwenang atau tidak.

7. Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC pada uji

substantif atas transaksi sudah benar dan sesuai dengan teori untuk pengujian

asersi keterjadian, akurasi, klasifikasi, dan pisah batas.

8. Akan tetapi, prosedur yang dilakukan untuk menguji asersi kelengkapan pada

transaksi penjualan tidak relevan. Auditor KAP ABC melakukan vouching

lima sampel transaksi sebelum dan lima sampel transaksi sesudah tanggal

pelaporan. Prosedur ini tidak dapat menguji asersi kelengkapan karena ada

risiko dokumen penjualan, yakni faktur penjualan dan dokumen pengiriman

yang belum dicatat.

9. Auditor Kantor Akuntan Publik ABC melakukan prosedur analitis pada saat

pelaksanaan audit siklus penjualan dan penagihan piutang usaha. Ada empat

rasio yang digunakan.

10. Perbedaan antara rasio keuangan yang digunakan auditor Kantor Akuntan

Publik ABC dengan teori terletak pada perhitungan rasio beban penurunan

nilai piutang terhadap penjualan atau piutang usaha.


57

11. Prosedur yang dilakukan auditor Kantor Akuntan Publik ABC pada uji terinci

atas saldo sudah benar dan sesuai dengan teori untuk pengujian asersi

eksistensi, alokasi dan penilaian, dan hak dan kewajiban.

12. Akan tetapi, prosedur yang dilakukan untuk menguji asersi kelengkapan pada

saldo piutang usaha tidak relevan. Auditor KAP ABC melakukan vouching

lima sampel transaksi sebelum dan lima sampel transaksi sesudah tanggal

pelaporan. Prosedur ini tidak dapat menguji asersi kelengkapan karena ada

risiko piutang usaha yang belum dicatat oleh perusahaan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan pada Bab V Penutup di atas,

penulis dapat mengemukakan saran untuk Kantor Akuntan Publik ABC sebagai

berikut.

1. Auditor Kantor Akuntan Publik ABC melakukan uji pengendalian apabila

desain sistem pengendalian internal perusahaan yang diaudit tergolong baik,

bukan karena jumlah transaksi penjualan klien banyak. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui apakah apakah desain sistem pengendalian internal klien yang

tergolong baik sudah diimplementasikan atau belum. Jika jumlah transaksi

penjualan klien banyak, auditor dapat melakukan audit pada sampel transaksi,

bukan populasi.

2. Dalam rangka menguji asersi kelengkapan pada uji substantif atas transaksi

penjualan, auditor Kantor Akuntan Publik ABC dapat melakukan prosedur

sebagai berikut.
58

a. Auditor memeriksa apakah terdapat faktur penjualan yang loncat nomor

fakturnya. Hal ini dilakukan apabila klien telah menggunakan sistem faktur

terotomasi nomornya. Dengan demikian, apabila terdapat faktur penjualan

yang loncat, auditor dapat menanyakan kepada pihak manajemen di mana

faktur penjualan yang tidak ada.

b. Auditor mengambil sampel transaksi penjualan yang berurutan nomor

fakturnya kemudian mentrasir faktur penjualan tersebut menuju jurnal

penjualan sampai tersajikan saldonya di neraca percobaan. Jika seluruh sampel

transaksi penjualan yang berurutan nomor fakturnya sudah dicatat, asersi

kelengkapan sudah teruji oleh auditor. Demikian sebaliknya, jika terdapat

faktur penjualan yang belum dicatat di jurnal penjualan, asersi kelengkapan

gagal teruji

3. Dalam rangka menguji asersi kelengkapan pada uji terinci atas saldo piutang

usaha, auditor Kantor Akuntan Publik ABC dapat melakukan prosedur sebagai

berikut. Pertama, auditor meminta daftar seluruh pelanggan klien. Selanjutnya,

auditor melakukan konfirmasi positif eksternal kepada seluruh pelanggan klien

baik yang memiliki utang usaha pada klien maupun tidak atau baik yang

bertransaksi dengan klien pada tahun buku yang diaudit maupun tidak.
59

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Sumber Lain

Alvin A. Arens et.al. 2014. Auditing and Assurance Services: An Integrated


Approach. Edisi ke-16. New Jersey: Pearson.

DSAK IAI. 2013. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1: Penyajian Laporan


Keuangan. Jakarta: IAI.

DSP IAPI. 2012a. Kerangka untuk Perikatan Asurans. Jakarta: IAPI.

DSP IAPI. 2012b. Standar Audit 200: Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan
Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit. Jakarta: IAPI.

DSP IAPI. 2012c. Standar Audit 300: Perencanaan Suatu Audit atas Laporan
Keuangan. Jakarta: IAPI.

DSP IAPI. 2012d. Standar Audit 315: Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko
Kesalahan Penyajian Material melalui Pemahaman atas Entitas dan
Lingkungannya. Jakarta: IAPI.

DSP IAPI. 2012d. Standar Audit 320: Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan
Pelaksanaan Audit. Jakarta: IAPI.

DSP IAPI. 2012e. Standar Audit 500: Bukti Audit. Jakarta: IAPI.

Gay, Grant dan Roger Simnett. 2010. Auditing and Assurance Services in Australia.
Edisi ke-4. Canberra: McGraw-Hill.

Hayes, Rick, Phillip Wallage, dan Hans Gortemaker. 2014. Principle of Auditing: An
Introduction to International Standards on Auditing. Edisi ke-3. New Jersey:
Pearson.
60

Philomena Leung et. al. 2015. Modern Auditing and Assurance Services. Edisi ke-6.
Quensland: John Wiley and Sons.

Pusat Pembinaan Profesi Keuangan. 2018. Daftar Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
Telah Memperoleh Izin dari Menteri Keuangan per 28 Februari 2018. Jakarta:
Kementerian Keuangan RI.

Romney, Marshall B. dan Paul John Steinbart. 2012. Accounting Information System.
Edisi ke-12. London: Pearson.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Lengkap, Praktis, dan Mudah


Dipahami. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Tunggal, Amin Widjaja. 2016a. Dasar-Dasar Audit. Jakarta: Harvarindo.

Tunggal, Amin Widjaja. 2016b. Memahami Pengendalian Internal dalam Audit


Laporan Keuangan. Jakarta: Harvarindo.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik.

Anda mungkin juga menyukai