Anda di halaman 1dari 8

Pemetaan Wilayah Potensi Kekeringan Menggunakan Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh ............................... (Afif et al.

PEMETAAN WILAYAH POTENSI KEKERINGAN MENGGUNAKAN


SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH
Studi Kasus Kabupaten Brebes
(Mapping of Drought Potential Area Based On Geographic Information System (GIS) and
Remote Sensing)

Humam Abdurrasyid Afif, Muhammad Chaidir Harist, dan Dian Nurhandayani


Putri
Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
Jl. Margonda Raya, Pondok Cina, Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424
E-mail: humam.abdurrasyid@ui.ac.id

ABSTRAK
Musim kemarau merupakan salah satu musim yang terjadi di negara-negara equatorial seperti
Indonesia yang terjadi karena adanya sistem monsun. Berbagai wilayah di Indonesia mengalami kekeringan
dari Mei hingga Juli 2017, salah satunya adalah Kabupaten Brebes. Berdasarkan Data Informasi Bencana
Indonesia (DIBI) terdapat 12 kejadian kekeringan di Brebes, Jawa Tengah selama 2006-2018. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Brebes (BPBD) menyebutkan 4 wilayah yaitu Kecamatan Larangan,
Songgom, Ketanggungan dan Kersana mengalami kekeringan dan menyebabkan kesulitan air bersih bagi
penduduk lokal. Musim kemarau menciptakan berbagai dampak negatif seperti yang disebutkan diatas,
termasuk merusak lahan pertanian, tanaman dan ekosistem lain di wilayah yang terdampak kekeringan.
Dengan menggunakan NDVI and metode Tasseled Cap, dimana NDVI untuk mendapatkan nilai indeks
kehijauan dan Tasseled Cap untuk mendapatkan nilai dari indeks kebasahan dan kecerahan. Selanjutnya
digunakan metode overlay dan skoring untuk mendapatkan potensi kekeringan. Hasil dari penelitian ini
adalah untuk memperoleh distribusi wilayah yang berpotensi kekeringan dan wilayah yang terdampak
kekeringan berdasarkan penggunaan tanah. Hasil dari metode skoring yang dilakukan memperlihatkann
bahwa 50% dari total luas wilayah Kabupaten Brebes masuk ke dalam kelas potensi kekeringan sedang.
Hasil ini dapat digunakan sebagai langkah awal dalam mitigasi kekeringan di Kabupaten Brebes.

Kata kunci: Musim Kemarau, Kekeringan, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi

ABSTRACT
Dry season is one of the ongoing seasons in equatorial countries such as Indonesia and where can
occur due to the monsoon system. Various regions in Indonesia are experiencing drought from May to July
2017, one of them is Brebes Regency. Based on Disaster Information Data (DIBI) there are 12 drought
incidents in Brebes, Central Java during 2006 - 2018. BPBD of Brebes Regency mentioned 4 areas namely
District of Larangan, Songgom, Ketanggungan and Kersana that experiencing drought and cause difficulties
in obtaining clean water for local people. The dry season creates a variety of negative impacts as mentioned
above, including destroying agricultural land, plantations and other ecosystems in drought-affected areas. By
using NDVI and Tasseled Cap method. NDVI to get the greenish index value, while Tasseled Cap is used to
get the value of Wetness Index and brightness index. Furthermore, the results obtained from the technique
of merging (overlay) and scoring to get the potential for drought. It is expected that the results of this
research will be obtained the distribution of drought potential areas, and drought-affected areas of land use.
The results of the scoring method conducted show that 50% of the total area of the Brebes Regency falls
into the moderate drought potential class. The results of this study can be used as a step for drought
mitigation in Brebes District.

Keywords: Dry season, drought, remote sensing, geographic information system

PENDAHULUAN
Kekeringan adalah salah satu bencana alam yang disebabkan oleh distribusi air hujan yang
tidak merata, yang menghasilkan kondisi volume air permukaan seperti sungai, danau, dan lain-
lain di beberapa daerah Indoenasi di bawah ambang batas minimum atau bahkan karena
kekeringan berkepanjangan yang menyebabkan penipisan air tanah cadangan karena evaporasi

1115
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

dan transpirasi. Kekeringan yang terjadi di Pulau Jawa umumnya berada di Jawa bagian Utara,
seperti tepatnya di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Distrik Brebes terletak di bagian paling utara
dari Provinsi Tengah Jawa Tengah, antara koordinat 108 ° 41'37.7 "- 109 ° 11'28.92" Bujur Timur
dan 6 ° 44'56'5 "- 7 ° 20 '51, 48 Lintang Selatan dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi
Jawa Barat. Brebes adalah kabupaten yang cukup besar di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar
wilayahnya adalah dataran rendah. Bagian barat daya adalah dataran tinggi (dengan puncak
Gunung Pojok tiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara ada pegunungan yang
merupakan bagian dari Gunung Slamet. Dengan iklim tropis, curah hujan rata-rata 18,94 mm per
bulan. Kondisi itu membuat kawasan tersebut sangat potensial untuk pengembangan produk
pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan lain
sebagainya.
Meskipun demikian, kabupaten Brebes memiliki potensi bencana kekeringan. Sebagaimana
dicatat dalam Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) pada tahun 2010 hingga 2018 ada 6 kasus
kekeringan yang tercatat, dan kekeringan lainnya yang tidak dicatat oleh DIBI. Ini bisa terjadi
selain konsekuensi hujan yang tidak merata dan juga karena pergerakan musim timur. Angin ini
juga disebut muson tenggara dan bertiup dari bulan April hingga Agustus. Ini karena dari 21 Maret
hingga 23 September posisi matahari berada tepat di sebelah utara hingga 23 ½ ° LU pada 21
Juni dan pada bulan itu Indonesia memasuki musim kemarau. Angin timur sering disebut sebagai
angin yang membawa udara kering, karena tidak ada uap air di monsun timur. Teknologi yang
berkembang dan maju akan memudahkan mendeteksi potensi kekeringan. Dengan menggunakan
teknologi seperti Sistem Informasi Geografis (SIG), yang dapat digunakan untuk pemrosesan citra
satelit untuk mendapatkan area yang memiliki potensi kekeringan.
Dari penjabaran diatas, maka terdapat beberapa pertanyaan didalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimana persebaran kekeringan yang ada di Kabupaten Brebes? Berapa luas wilayah yang
mengalami kekeringan di Kabuaten Brebes? Tujuan dari penelitian ini adalah Bagaimana potensi
kekeringan yang ada di Kabupaten Brebes? Penggunaan lahan jenis apa yang paling terdampak
kekeringan di Kabupaten Wonosobo?

METODE
Data yang digunakan adalah data curah hujan pada tahun 2015 dan Citra Landsat 8 OLI/TRIS
rekaman bulan Agustus 2015 yang diunduh dari United States Geological System (USGS). Data
tersebut diproses menggunakan NDVI dan TCT. Normalize Difference Vegetation Index (NDVI)
adalah metode untuk mencari nilai indeks vegetasi dari pengolahan citra. Hasil tersebut di
reklasifikasi kedalam 5 kelas : sangat rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan Ketetapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
: P.12/Menhut-II/2012. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1 dimana semakin mendekati angka
1 indeks kehijauannya semakin tinggi dan sebaliknya, semakin mendekati angka -1 indeks
kehijauannya semakin rendah. Kondisi curah hujan di Kabupaten Brebes berdasarkan hasil analisis
dari data yang diperoleh dari BPS menunjukkan rata-rata curah hujan pada tahun 2008 - 2016
adalah 1000 - 3500 mm / tahun. Dari data tersebut dibuat peta hujan dengan menggunakan
metode interpolasi IDW.
NDVI atau indeks kerapatan vegetasi merupakan salah satumetode untuk mengukur tingkat
kehijauan vegetasi dengan cara membandingkan spektral antara gelombang NIR dengan
gelombang merah (Ardiansyah, 2015), Rumus NDVI (Persamaan 1).

................................................................................................................................. (1)
dimana:
NIR = Band 5
Red = Band 4.
Tasseled Cap Transformation (TCT) adalah rumus matematika untuk medapatkan tingkat
kecerahan, kehijauan dan kebasahan. Tasseled Cap Transformation (TCT) menggunakan 6 band
dari citra Landsat. Nilai dari kecerahan, kehijauan dan kebasahan dapat digunakan untuk

1116
Pemetaan Wilayah Potensi Kekeringan Menggunakan Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh ............................... (Afif et al.)

menganalisis kekeringan. TCT memadatkan dan mendekorasikan data ke dalam beberapa pita
yang terkait dengan karakteristik dari fisik dari permukaan tanah. Kecerahan dikaitkan dengan
tanah dan albedo, Kehijauan dikaitkan dengan vegetasi dan Kebasahan sebagian besar terhubung
dengan isi air. Karena transformasi semata-mata bergantung pada interpretasi data, standardisasi
diperlukan untuk mengembangkan keseragaman dalam TCT berdasarkan sensor Landsat MSS, TM
dan ETM + dan juga didasarkan pada sensor baru (Hasan, et al, 2014) (Persamaan 2 dan
Persamaan 3)

.............................(2)

............................... (3)
Citra Landsat akan diolah menjadi beberapa data seperti NDVI dan TCT. Masing-masing akan
dihasilkan indeks. TCT akan menghasilkan indeks kebasahan dan indeks kecerahan. Curah hujan,
indeks NDVI, indeks kecerahan dan indeks kebasahan selanjutnya akan dilakukan skoring dan
pembobotan. Alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah.

Kabupaten Brebes

Curah Hujan Citra Landsat

NDVI Tasseled Cap


Transformation

Indeks Kehijauan Indeks Indeks


Kecerahan Kebasahan

Wilayah Potensi Kekeringan

Gambar 1. Alur pikir

1117
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Skoring dan pembobotan digunakan untuk mendapatkan daerah yang berpotensi kekeringan
di Brebes. Setiap variabel akan diskoring berdasarkan masing-masing kelas. Tingkat tertinggi diberi
skor 5 dan terendah 1. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi nilai variabel


No Variabel Nilai Klasifikasi Bobot

<1500 (mm/tahun) Rendah 4

1 Curah Hujan 1500-2000 (mm/tahun) Sedang 3

2001-2500 (mm/tahun) Tinggi 2

-1 – -0.03 Bukan Vegetasi 1

-0.03 – 0.15 Sangat rendah 2

2 Indeks Vegetasi 0.15 – 0.25 Rendah 3

0.26 – 0.35 Rendah 4

0.35 – 1 Tinggi 5

Nilai Terkecil - -30 Sangat Kering 1

-30 – -13 Kering 2

3 Indeks Kebasahan -13 – 10 Sedang 3

10 – 35 Basah 4

35 – Nilai Terbesar Sangat Basah 5

15.109 – 19.500 Sangat rendah 1

19.500 – 24.000 Rendah 2

4 Indeks Kecerahan 24.000 – 28.500 Sedang 3

28.500 – 33.000 Tinggi 4

33.000 – 103.697 Sangat Tinggi 5

Selanjutnya metode analisis yang digunakan dalam memperoleh hasil adalah dengan
menggunakan metode skoring dan penggabungan (overlay). Metode skoring adalah pemberian
skor terhadap masing-masing kelas dalam setiap parameter. Pemberian setiap skor didasarkan
pada seberapa besar pengaruh kelas tersebut terhadap potensi kekeringan. Metode overlay adalah
proses penggabungan dua atau lebih peta tematik dengan area yang sama dan menghamparkan
satu dengan yang lain untuk membentuk satu layer peta baru dengan memiliki keunikan dari peta-
peta yang digabungkan. Interval pada setiap kelas potensi kekeringan dilakukan dengan cara
menjumlahkan masing-masing skor dari setiap parameter kemudian skor tertinggi dikurangi
dengan skor terendah dibagi dengan jumlah kelas yang digunakan. Skor tertinggi yang didapatkan
adalah 19 dan skor terendah 5, sehingga didapatkan bahwa interval pada kelas potensi kekeringan
adalah 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Curah Hujan

1118
Pemetaan Wilayah Potensi Kekeringan Menggunakan Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh ............................... (Afif et al.)

Gambar 2a. Peta indeks kehijauan Gambar 2b. Peta curah hujan

Transformasi proses NDVI memiliki nilai spektral antara -0,235 hingga 0,591. Semakin tinggi
nilai NDVI, semakin tinggi densitas vegetasi. Nilai spektral dijelaskan oleh Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.12 / Menhut-Ii / 2012 tentang kelas kerapatan vegetasi
berdasarkan nilai spektral transformasi NDVI citra Landsat dengan tujuan memfasilitasi lebih lanjut
analisis. Pada Gambar 2a vegetasi tinggi berada pada wilayah selatan Kabupaten Brebes,
semakin ke arah utara kerapatan vegetasinya semakin berkurang.
Kondisi curah hujan di Kabupaten Brebes berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh
dari BPS menunjukkan rata-rata curah hujan pada tahun 2008 - 2016 adalah 1000 - 3500 mm /
tahun. Dari data tersebut dibuat peta hujan dengan menggunakan metode interpolasi IDW.
Berdasarkan hasil pembuatan peta curah hujan seperti yang terlihat pada Gambar 2b, diperoleh
informasi 50% dari total luas Kabupaten Brebes memiliki kisaran curah hujan lebih dari 2000 mm /
tahun, curah hujan rata-rata antara 1500 - 2000 mm / tahun sekitar 25% dari total luas dan rata-
rata curah hujan antara 1000 - 1500 mm / tahun sekitar 20% dari total area.

Tasseled Cap Transformation (Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan)

Gambar 3a. Peta indeks kebasahan Gambar 3b. Peta indeks kecerahan

1119
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Transformasi hasil proses TCT dalam Indeks Kebasahan dengan nilai spektral mulai dari -
455,05 hingga 60,93. Nilai spektral dijelaskan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor: P.12 / Menhut -Ii / dengan tujuan memfasilitasi analisis lebih lanjut. Asumsi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin rendah nilai spektral yang dihasilkan dari
transformasi Wetness Index dari suatu objek maka objek tersebut kering, sebaliknya semakin
tinggi nilai nilai spektral dari transformasi Indeks Wetness suatu objek, maka objek menjadi lebih
basah (Jamil, 2013). Pada Gambar 3a klasifikasi yang mendominasi adalah klasifikasi sangat
kering yang berada di bagian tengah Kabupaten Brebes. Pada bagian selatan di Kabupaten Brebes
didominasi oleh klasifikasi Lembab.
Transformasi proses TCT menghasilkan Indeks Kecerahan dengan nilai spektral mulai dari
15109 hingga 37256. Hasil transenden dari Brightness Index dalam Gambar 3b memiliki nilai
yang bervariasi. Nilai bervariasi ini akan mempengaruhi dalam membobot daerah potensi
kekeringan karena homogenitasnya. Untuk itu dilakukan penyederhanaan nilai-nilai ini ke dalam
beberapa kelas, sehingga dapat menghasilkan wilayah yang lebih homogen. Asumsi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi nilai kecerahan suatu objek pada citra maka
objek tersebut kering, sebaliknya semakin rendah kecerahan objek dalam gambar maka objek
semakin basah (Jamil, 2013). Pada Gambar 3b klasifikasi yang mendominasi adalah klasifikasi
sedang yang berada di bagian tengah dan selatan Kabupaten Brebes.

Area Potensi Kekeringan


Dari hasil overlay dan pembobotan antara indeks kecerahan, indeks kebasahan, indeks
kehijauan (NDVI) dan curah hujan diperoleh daerah potensi kekeringan yang terbagi menjadi 5
kelas potensi kekeringan di Kabupaten Brebes (Tabel 2): Potensi kekeringan sangat rendah
dengan 89,55 ha (0,05%), potensi rendah dengan luas 39876,71 ha (23,35%), potensi sedang
dengan luas 85734,06 ha (50,20%), potensi tinggi dengan luas 44174,06 ha (25,86%), sangat
tinggi dengan luas 924,14 ha (0,54%). Wilayah potensi kekeringan tertinggiyang paling luas
terdapat di bagian utara dan tengah dan semakin ke arah selatan potensi kekeringan semakin
berkurang (Gambar 4). Daerah ini sebagian besar berada di kecamatan Ketanggungan, Larangan,
Songgom, Banjarharjo, Losari, Tanjung, Bulakamba, Wanasari, Jatibarang, Brebes dan
Bantarkawung. Potensi kekeringan tertinggi di Kabupaten Losari dengan luas 293,45 ha (0,17%).
Potensi tertinggi kekeringan kelas tinggi di Kecamatan Ketanggungan dengan luas 7962,95 ha
(4,66%). Potensi kekeringan kelas menengah yang paling luas adalah di Kecamatan Banjarharjo
dengan area seluas 9668,92 ha (5,66%). Potensi kekeringan dataran rendah yang paling luas
terletak di kecamatan Bantarkawung dengan luas 9114,49 ha (5,34%). Potensi kekeringan
terendah dengan tingkat rendah terdapat di Kabupaten Bantarkawung dengan luas 36,60 ha
(0,02%). Berdasarkan analisis citra menunjukkan wilayah potensi kekeringan didominasi oleh
penggunaan lahan sawah, permukiman, dan ladang.

Tabel 2. Luas potensi wilayah kekeringan


Persentase
Kekeringan Luas (ha)
(%)
Sangat
89,864 0,05%
Rendah
Rendah 40013,068 23,35%
Sedang 86023,572 50,20%
Tinggi 44320,656 25,86%
Sangat Tinggi 927,060 0,54%

1120
Pemetaan Wilayah Potensi Kekeringan Menggunakan Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh ............................... (Afif et al.)

Gambar 4. Peta wilayah potensi kekeringan

KESIMPULAN
Potensi kekeringan dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa variabel seperti curah
hujan dan indeks kehijauan yang diolah metode NDVI, serta indeks kecerahan dan kebasahan
yang diolah menggunakan metode TCT. Hasil yang didapatkan adalah potensi kekeringan terbesar
berada pada kelas menengah dengan luas area 86023,572 ha dengan persentasi 50,20% dari luas
total wilayah Brebes. Penggunaaan lahan yang mendominasi pada wilayah potensi kekeringan
adalah penggunaan lahan sawah, permukiman, dan ladang.

DAFTAR PUSTAKA
Jamil, D. H., Tjahjono, H., & Parman, S. (2013). Deteksi potensi kekeringan berbasis penginderaan jauh dan
sistem informasi geografis di kabupaten klaten. Geo Image ( Spatial-Ecological-Regional ), 2(2), 30–37.
Hasan, M., Baig, A., & Zhang, L. (2014). Derivation of a tasselled cap transformation based on Landsat 8 at-
Derivation of a tasselled cap transformation based on Landsat 8 at- satellite reflectance, (April).
Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes (2016). Kabupaten Brebes Dalam Angka.
Ardiansyah (2015). Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR . PT.
LABSIG INDERAJA ISLIM.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. (2012). Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk RHL-DAS). Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.32/Menhut-Ii/2009. Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
tabel2 @ bnpb.cloud. (n.d.). Retrieved from http://bnpb.cloud/dibi/tabel2. [2008-2018]
USGS. (n.d.) (1997). Cited in https://earthexplorer.usgs.gov/. [2015]
jateng.metrotvnews.com. (n.d.) (2017). Kecamatan Di Brebes Kekeringan Ribuan Hektar Terancam Puso.
Cited in http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/9K5BRMBN-17-kecamatan-di-brebes-kekeringan-
ribuan-hektar-terancam-puso. [2017].

1121
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Zanchetta, et al. 2016. Monitoring desertification by remote sensing using the Tasselled Cap transform for
long-term change detection. Jornal of The International Society for the Prevention and Mitigation of
Natual Hazards. DOI 10.1007/s11069-016-2342-9.
Thayer Watkins. The Tasseled Cap Transformation in Remote Sensing. SAN JOS STATE UNIVERSITY
ECONOMICS DEPARTMENT. http://www.sjsu.edu/faculty/watkins/tassel.htm
Fraser, et al. 2014. Detecting Landscape Changes in High Latitude Environments Using Landsat Trend
Analysis: 1. Visualization. MDPI. Remote Sens. 2014, 6(11), 11533-11557; doi:10.3390/rs61111533.

1122

Anda mungkin juga menyukai