Askeb Hamil Pada Ibu Dengan Kehamilan Ektopik
Askeb Hamil Pada Ibu Dengan Kehamilan Ektopik
P 25 TAHUN
G2P1A0 DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
DI RUANG VK RSUD KABUPATEN CIAMIS
Oleh :
AJENG
NIM. 13DB277004
1
Judul Penulisan Ilmiah 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis 4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
akibat semua sebab terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera.
Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan pada tahun 2014 Angka
Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Dimana
terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai
9300 jiwa, Afrika utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa.
Untuk AKI di Asia Tenggara diantaranya Indonesia mencapai 214 per
100.000 kelahiran hidup.Memang jika dilihat dari nilai rata-rata AKI di
Indonesia masih jauh lebih tinggi daripada negara di Asia Tenggara
lainnya. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu sigifikan. Target
global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan
angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015 (WHO, 2014).
Berdasarkan laporan rutin program kesehatan ibu yang diterima
dari Dinas Kesehatan Provinsi, tercatat Jawa Barat menduduki peringkat
tertinggi dalam jumlah AKI. Dalam laporan tersebut, jumlah kematian ibu
di Jawa Barat pada 2010 sebanyak 804 kasus, pada 2011 sebanyak 850
kasus, pada 2012 sebanyak 804 kasus, pada 2013 sebanyak 781 kasus
dan pada 2014 sebanyak 748 kasus. Sedangkan berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, angka kematian ibu (AKI) pada
tahun 2013 sebanyak 17 kasus, pada 2014 sebanyak 21 kasus, pada
tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, partus lama, infeksi, eklampsi dan lain-lain.
Sebagian besar penyebab kematian ibu selama tahun 2010-1013
masih tetap sama yaitu perdarahan, sedangkan partus lama merupakan
penyumbang kematian ibu terendah. Sementara itu penyebab lain-lain
juga berperan cukup besar dalam menyebabkan kematian ibu. Yang
1
dimaksud penyebab lain-lain adalah penyebab kematian ibu secara tidak
langsung, seperti kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberkulosis
atau penyakit lain yang diderita ibu (Direktorat kesehatan ibu 2010-2013).
Salah satu penyebab terjadinya perdarahan yaitu kehamilan ektopik
terganggu, karena terjadinya ruptur di lokasi implantasi kehamilan.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berinplantasi
diluar endometrium rahim.Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di
berbagai segmen tuba falopii, dengan 5% sisanya terdapat di ovarium,
rongga peritoneum atau di dalam serviks (Pranoto, Ibnu, dkk, 2013).
Sedangkan definisi kehamilan adalah suatu proses merantai yang
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi
spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi
(implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang
hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).
Sebagaimana yang tercatat dalam Al- Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 12-
14 tentang proses kehamilan yaitu :
مكين
نط في قرار ثم جع ْل َناه
َفة
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).” (Q.S Al-Mu’minun :13).
eعظاما
علَ َقة ض فخلَ ْق َنا ا ض ثم خلَ ْق َنا ال ط علَ فخلَ ْق َنا
ْلم غة م غة ا ْل ُّن َفة َقة
حسن
ف َت خ ْل ًقا فكس ْو َنا ا ْلع ظا ح ثم أ شأ
أ آخر َبارك م َل ما ْن َناه
لُا
ا ْل خا لِ قِ ين
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S Al-mu’minun).
1
Lebih dari 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba. Kejadian
kehamilan tuba ialah 1 diantara 150 persalinan. Angka kejadian
kehamilan ektopik cenderung meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor antara lain, meningkatnya prevalensi
penyakit tuba karena Penyakit Menular Seksual (PMS) sehingga terjadi
oklusi parsial tuba, adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti
apendisitis atau endometritis, pernah menderita kehamilan ektopik
sebelumnya, meningkatkan penggunaan kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan, abortus provokatus, tumor yang mengubah bentuk tuba dan
fertilitas yang terjadi oleh obat-obatan pemacu ovulasi (Saifuddin, 2006).
Kehamilan ektopik menjadi penyebab tersering mortalitas ibu
pada trimester pertama. Akan tetapi, angka kefatalan kasus menurun
secara bermakna antara tahun 1970 dan 1989. Penurunan drastis
kematian akibat kehamilan ektopik ini mungkin disebabkan oleh
membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan (Leveno et. Al, 2009).
Bagi setiap wanita hamil yang diduga bidan mengalami kehamilan
ektopik atau ketika tidak dapat dipastikan apakah kehamilan berlangsung
di dalam rahim dan wanita tersebut menunjukan tanda dan gejala
kehamilan ektopik, maka penatalaksanaan medis lebih lanjut diperlukan.
Bidan dapat melakukan pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat
kehamilan serta evaluasi laboratorium, termasuk pemeriksaan
ultrasonografi. Jika kemungkinan kehamilan ektopik tidak dapat
disingkirkan, maka bidan harus berkonsultasi dengan dokter (Varney, dkk,
2006).
Untuk menurunkan AKI khususnya pada ibu hamil dengan
kehamilan ektopik dapat dilakukan secara dini yaitu dengan melakukan
pemeriksaan secara teratur ke tenaga kesehatan, yaitu ANC secara
teratur ke bidan, puskesmas,polindes, atau dokter obgyn agar diketahui
sejak dini jika ada gangguan kesehatan pada ibu atau janinnya. Minimal
pemeriksaan yang harus dilakukan ibu hamil 1 kali pada trimester 1, 1 kali
pada terimester 2, dan 2 kali pada trimester 3 (saeffudin, 2006).
1
Sebagaimana sabda Rasululloh SAW dari Ibnu Mas’ud :
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil
rumusan masalah yaitu “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil
Ny.P 25 Tahun G2P1A0 dengan Kehamilan Ektopik Terganggu di Ruang
VK RSUD Kabupaten Ciamis ?”
1
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hami lNy.P 25 Tahun
G2P1A0 dengan Kehamilan Ektopik Terganggu di Ruang VK RSUD
Kabupaten Ciamis dengan pendekatan manajemen asuhan
kebidanan 7 langkah Varney dengan pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian secara lengkap yang berkaitan dengan
ibu hamil Ny.P 25 tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik
terganggudi ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis .
b. Menginterpretasikan data pada ibu hamil Ny. P 25 tahun G2P1A0
dengan kehamilan ektopik terganggu di ruang VK RSUD
Kabupaten Ciamis .
c. Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah ibu hamil Ny. P
25 tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik terganggu di ruang VK
RSUD Kabupaten Ciamis.
d. Mengidentifikasi perlunya penanganan segera, konsultasi,
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain pada ibu hamilNy. P 25
tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik terganggudi ruang VK
RSUD Kabupaten Ciamis .
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan secara komprehensif pada
ibu hamilNy. P 25 tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik
terganggudi ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis .
f. Melaksanakan perencanaan secara efisien dan aman pada ibu
hamil Ny. P 25 tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik terganggu
di ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis.
g. Mengevaluasi pada penatalaksanaan asuhan kebidanan padaibu
hamil Ny. P 25 tahun G2P1A0 dengan kehamilan ektopik terganggu
di ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan,
khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan kehamilan ektopik
terganggu.
1
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lahan Praktek (RSUD Kabupaten Ciamis)
Sebagai bahan eveluasi agar dapat mempertahankan semua
pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan
pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga
klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah
diberikan.
b. Bagi Institusi Pendidikan (Prodi D III Kebidanan STIKes
Muhammadiyah Ciamis)
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan menghasilkan
lulusan bidan yang profesional dan mandiri, juga sebagai
penambah bahan kepustakaan yang dapat dijadikan studi banding
bagi studi kasus selanjutnya mengenai pendokumentasian
kehamilan.
c. Bagi Pasien
Dapat terdeteksinya tanda dan gejala kehamilan ektopik sedini
mungkin.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan
1. Definisi Kehamilan
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari
haid pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 trimester. Trimester
pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua
dimulai dari bulan keempat sampai 6 bulan, trimester ketiga dari bulan
ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2008).
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku Ilmu
Kebidanan (2009;213), kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau
penyatuan spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan implantasi.
Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan normal akan
berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke 13
hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-
40).
Al-Qur’an juga menjelaskan tentang kehamilan dalam surat Al-
Mu’minun ayat 12-13
طين
سان سال ة خَل ْق َنا ولَ َق
من ل من اإل ْن ْد
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah.”(Q.S Al-Mu’minun : 12).
مكين
نط في قرار ثم جع ْل َناه
َفة
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).” (Q.S Al-Mu’minun :13).
eعلَ َقة ض فخلَ ْق َنا ا ض عظاما ثم خلَ ْق َنا ال ُّن ط علَ فخلَ ْق َنا
ْلم غة م غة ا ْل َفة َقة
حسن
ف َت خ ْل ًقا فكس ْو َنا ا ْلع ظا ح ثم أ شأ
أ آخر َبارك م َل ما ْن َناه
لُا
ا ْل خا لِ قِ ين
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S Al-mu’minun).
Penjelasan Hadis :
Hadis tersebut Dimuka menjelaskan proses kejadian manusia
dalam rahim ibunya, yaitu 40 hari pertama berwujud “ Nutfah “ (air mani
laki-laki bersenyawa dengan sel telur perempuan), 40 hari kedua
berproses menjadi “ Alaqah “ (segumpal darah), 40 hari ketiga berproses
menjadi “ Mudlghoh “ (segumpal daging).
Hadis tersebut di muka lebih lanjut menjelaskan bahwa saat
berwujud mudlghah itulah Allah SWT mengirim malaikat untuk
memasangkan roh kepadanya bersamaan dengan ditetapkannya 4
ketentuan.
4. Patofisiologi
Tempat tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri,
ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat
berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara
interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung
atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah,
sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot.
Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping
yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul.
Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai
lapisan miosalping dengan merusak intgritas pembuluh darah di tempat
tersebut.
Selanjutnya hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi,
ketebalan tempat implantasi, dan banyaknya perdarakan akibat invasi
trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun
mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron,
sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun
ditemukan.
Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa
trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik,
intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol.
Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella,
karena tempat berimplantasi npada kehamilan ektopik tidak ideal untuk
berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan
terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada
kehamilan ektopik adalah :
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
b. Abortus ke dalam lumen.
c. Ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih ssering terjadi pada kehamilan
pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan
pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak
sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila
perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba
akan membesar dan kebiruan (hematosalping), da darah akan mengalir
melalui istium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di
kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih
awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada
kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu)
karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih
akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka
sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat
berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika.
Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik
dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum
uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik
pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis,
dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus
dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar
lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang
masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk
memenuhi kebutuhan janun, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya seperti uterus, usus, dan ligamen
(Wibowo.B, 2007).
6. Penanganan
Penanganan ektopik terganggu pada umumnya adalah laparotomi.
Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian beberapa hal
yang harus dipertimbangkan yaitu kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik.
Hasil ini menentukan apakah perlu dilakikan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang
belum terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik terganggu dapat
pula dengan tranfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi
diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan
dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan
harus dirawat inap di rumah sakit.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih
dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan
medis dan penataksanaan bedah.
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat
merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan
konservativ medik dilakukan dengan pemberian methotrexate.
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk
terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblas ganas. Pada penyakit
trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila
diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate
diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam disos tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50mg/m2
(intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah
sebesar 1mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke 3, 5, dan hari
ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke
dalam regimen pengobatan dengan dosis 0,1 mg/kg (intramuskular),
dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis
multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparaskopi
tepat ke dalam masa hasil konsepsi. Terapi metrhotrexate dosis
tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini :
1) Keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan
dari tuba.
2) Tidak ada aktivitas jantung janin.
3) Diagnosis ditegakan tanpa memerlukan laparaskopi.
4) Diameter massa ektopik < 3,5 cm.
5) Kadar tertinggi b-Hcg<15.000Miu/ml.
6) Harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up.
7) Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien
dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah
terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu,
pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.Ada beberapa
macam teknik dalam pembadahan yaitu :
1. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi berdiameter kurang dari 2cm dan berlokasi di sepertiga
distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang
15mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan
antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekpos dan
kemudian dikeluarkana dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk
sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini
menjadi gold standar untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan
salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit
kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan
tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi
3. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini :
a. Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu).
b. Pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif.
c. Terjadi kegagalan sterilisasi.
d. Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba
sebelumnya.
e. Pasien meminta dilakukan sterilisasi.
f. Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi.
g. Kehamilan tuba berulang.
h. Kehamilan heterotropik
i. Masa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.
Reseksi masa konsepsi dan anastomosis tuba kadang-
kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum
terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi,sebab
salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan
penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.
Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula
histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi.
Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa
konsepsi di klem, di gunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteri tuboovarika diligasi, sedangkan arteri
uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
4. Evakuasi fimbrae dan fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbreaktomi dikerjakan apabila masa hasil
konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi
dengan cairan bertekanan (Chalik, 2006).
7. Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita
yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami
kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti
menggunaka kondom akan melindungi seseorang dari penyakit radang
panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut
pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan
ektopik.
Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun
kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan
deteksi dini dan tatalaksana secepat mungkin.
Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka
kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah
komplikasi kehamilan ektopik (Wibowo.B, 2007).
8. Prognosis
Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba
atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah
pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan
pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama
bila cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Pranoto,
Ibnu, dkk, 2013).
Tabel 2.1
Hubungan manajemen kebidanan dan metode
pendokumentasian dengan SOAP dapat dilihat sebagai berikut :
Langkah Manajemen Kebidanan Langkah Dalam Metode
Menurut Varney Pendokumentasian Dengan
SOAP
E. Kewenangan Bidan
Pengelolaan oleh bidan sesuai kompetensi bidan di Indonesia, dalam
kasus ibu hamil dengan kehamilan ektopik terganggu, bidan memiliki
kemandirian untuk melakukan asuhannya dalam peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1464/Menkes/X/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan yang mengatur kewenangan bidan
sebagai berikut :
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi : pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan
anak dan pelayanan kesehatan reproduksi.Pelayanan kesehatan ibu,
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud diatas meliputi :
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil, pelayanan antenatal
pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal. Pelayanan ibu
nifas normal, pelayanan ibu menyusui daan pelayanan konseling
pada masa antara dua kehamilan.
b. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
berwenang untuk melakukan episiotomi, penjahitan luka jalan lahir
tingkat I dan II, penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan
perujukan, pemberian tablet fe pada ibu hamil, pemberian vitamin A
dosis tinggi pada ibu nifas, bimbingan inisiasi menyusui dini dan
promosi ASI ekslusif, pemberian uterotonika pada manajemen aktif
kala tiga dan postpartum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada
kelompok ibu hamil, pemberian surat keterangan kematian, dan
pemberian surat keterangan cuti bersalin.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an
Saifuddin.2010.Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal.Jakarta:JPNKKR.
Varney.2007.Asuhan Kebidanan.Edisi 4: Jakarta : EGC.
Jannah, N.2011.Konsep Dokumentasi Kebidanan.Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Marjati.2011.Konsep Kebidanan.Jakarta: Trans info Media.
Manuaba.2010.Konsep Kebidanan. Jakarta:Trans info Media.
Pranoto, Ibnu, dkk.2013. Patologi Kebidanan.Yogyakarta:Fitramaya.
Cuningham, F.Garry.2006.Obstetri William.Edisi 21.Jakarta:EGC.
Saifuddin, Abdul Bari.2008.Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
Mansjoer, Arif.2009.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III.Jakarta:Media
Aesculapius.
Mochtar, Rustam.1998.Sunopsis Obstetri.Jakarta:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2011. Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Chalik,TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Edisi 1. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, 2016. Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi di Kabupaten Ciamis. Dinas Kesehatan Ciamis.
Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktek Kebidanan, Kewenangan bidan dalam Praktek
Kebidanan.
Wibowo, B. 2007. Kehamilan Ektopik: Dalam: Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hadist tentang kehamilan. https://shirotholmustaqim.wordpress.com. (Diakses 04
Mei 2016, pukul 11.00 WIB).
Dinkes Jabar. 2014. Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Barat.
https://www.depkesjabar.go.id dalam Kompas. 2015. (Diakses 02
Mei 2016, pukul 09.00 WIB).