Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhamad Dahsyat (20170430261)

Yanuar Ramadhan (20170430264)


Seflisa Ayunda (20170430271)
Aditya Erfano (20170430278)
Kelas :F
Mata Kuliah : Kebanksentralan
Dosen Pengampu : Ibu Lilies Setiyartiti

TUGAS PENGAMATAN

Analisis efektifitas kebijakan BI menurunkan BI rate utk menggerakan ekonomi


indonesia ditengah pandemi Corona

Sebelum menilik membahas lebih dalam mengenai masalah diatas, lebih baiknya jika kita
mengetahui dulu apa itu BI Rate.

BI Rate adalah kebijakan nilai suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
bersangkutan dengan kebijakan moneter yang akan diterapkan pada masyarakat seluruh
Indonesia.

Ada berita yang menyatakan bahwa BI menurunkan suku bunganya menjadi 4,5%, seperti
pada berita dibawah ini.

Dalam hal ini, Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
sebesar 25 basis point (bps). Di mana, menjadi 4,5% dari sebelumnya 4,75%. Pertanyaannya,
apakah hal ini efektif?
Menurut kelompok kami, hal ini dapat membantu ditengah pandemic wabah virus corona saat
ini yakni untuk jangka pendek. Tetapi tidak untuk jangka panjang. Mengapa?

Dampak penyebaran virus corona sangat terasa di sektor ekonomi. Aktivitas masyarakat
menjadi terbatas (atau dibatasi) mengingat virus mematikan yang siap menyerang siapa saja
dan kapan saja. Berbagai perusahaan meliburkan atau mengizinkan karyawan bekerja dari
rumah (Work from Home). Beberapa negara yang melakukan penguncian alias lockdown
bahkan sudah menutup akses bagi warga negara asing dan membatasi gerak masyarakat
untuk meredam penyebaran virus lebih lanjut.

Hal-hal semacam ini yang membuat roda perekonomian bergerak lambat, atau mungkin bisa
berhenti sama sekali. Ancaman perlambatan ekonomi bahkan resesi menjadi semakin nyata.

Ketika suku bunga acuan turun, diharapkan bakal tertransmisikan ke penurunan suku bunga
kredit perbankan sehingga rumah tangga dan dunia usaha bisa mengakses pembiayaan
dengan lebih murah. Ekonomi pun bakal terakselerasi.

Tetapi pertanyaannya, apakah stimulus moneter bakal efektif memerangi dampak penyebaran
virus corona? Apakah stimulus moneter adalah kebijakan yang tepat sasaran?

Sayangnya, mungkin jawabannya tidak.

Sebab penurunan suku bunga acuan akan mendorong ekonomi dari sisi permintaan. Kala
suku bunga rendah, rumah tangga dan dunia usaha akan punya ruang untuk meningkatkan
permintaan.

Masalahnya virus corona tidak menyerang ekonomi di sisi permintaan, melainkan pasokan.
Seperti yang sudah disebut sebelumnya, virus corona membuat aktivitas masyarakat menjadi
terbatas. Salah satu yang terkena dampaknya adalah industri manufaktur, yang kekurangan
pekerja karena khawatir tertular virus. Penurunan pasokan produk China membuat industri di
berbagai negara kekurangan bahan baku/penolong atau barang modal. Akibatnya, output
industri dunia turun. Output produksi turun sama dengan penurunan jumlah barang yang
beredar di pasar. Ada kelangkaan.

Contohnya sudah terjadi di Indonesia. Pada Februari, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
impor non-migas dari China turun 49,63% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan
terbesar terjadi di kelompok bahan baku/penolong seperti besi baja, tembaga, pulp, dan kayu.
Kekurangan pasokan bahan baku/penolong dari China membuat dunia usaha mulai gloomy.
Kemudian, apakah penurunan suku bunga acuan bisa membuat pasokan bahan baku kembali
lancar? Apakah penurunan suku bunga bisa membuat barang kembali tersedia dan
memulihkan rantai pasok?

Sayangnya tidak.

Bisa saja, tetapi hubungannya agak jauh. Penurunan suku bunga acuan bisa membuat industri
dalam negeri punya ruang untuk tumbuh sehingga pada akhirnya mengurangi ketergantungan
terhadap barang impor, wa bil khusus dari China. Namun ini butuh waktu lama, hitungan
tahun atau bahkan dekade.

Bahkan ketika permintaan didorong melalui stimulus suku bunga sementara pasokan masih
langka, yang ada adalah tekanan inflasi. Ini justru semakin memberatkan konsumen, terutama
kelompok berpendapatan rendah.

Oleh karena itu, agak sulit berharap penurunan suku bunga acuan bisa membuat pelaku
ekonomi kembali bergairah. Mungkin bisa, tetapi sifatnya jangka pendek, euforia sesaat saja.

Susah mengharapkan penurunan suku bunga acuan bisa menciptakan optimisme dalam
jangka yang lebih panjang. Sebab, virus corona memang tidak bisa dibunuh dengan suku
bunga.

Anda mungkin juga menyukai