Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Stroke

2.1.1.1 Pengertian Stroke

Stroke secara klasik dikarakteristikkan sebagai defisit neurologik

yang berhubungan dengan cedera fokal akut pada sistem saraf pusat (SSP)

oleh sebab vaskular, yang meliputi infark serebral, perdarahan

intraserebral (PIS) dan perdarahan subarakhnoid (PSA), dan merupakan

penyebab utama kecacatan dan kematian di seluruh dunia. Menurut

definisi terbaru, stroke adalah suatu episode disfungsi neurologik akut

yang diduga disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, berlangsung >24

jam atau hingga meninggal, namun tanpa adanya bukti yang cukup untuk

diklasifikasikan sebagai salah satu dari yang tersebut diatas (Sacco, 2013).

Stroke disebabkan gangguan pada suplai darah otak, biasanya

karena pecahnya pembuluh darah atau sumbatan (National Stroke

Association dan Stroke Association, 2012 dalam Munir dkk, 2015).

2.1.1.2 Klasifikasi Stroke

Menurut Arya, (2011) dalam Tegar, (2017) berdasarkan

etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragic dan stroke

iskemik

2.1.1.2.1 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak,

sehingga menimbulkan perdarahan di otak. Stroke hemoragik biasanya

6
7

terjadi akibat kecelakaan yang mengalami benturan keras di kepala dan

mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak.

Stroke hemoragik juga bisa terjadi karena tekanan darah yang

terlalu tinggi. Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan darah

menggenangi jaringan otak disekitar pembuluh darah yang menjadikan

suplai darah terganggu, maka fungsi dari otak juga menurun. Penyebab

lain dari stroke hemoragik yaitu adanya penyumbatan pada dinding

pembuluh darah yang rapuh (aneurisme), mudah menggelembung, dan

rawan pecah, yang umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena factor

keturunan (Arya, 2011 dalam Tegar 2017)

Stroke hemoragik terdiri dari perdarahan intraserebral (PIS) dan

perdarahan subarakhnoid (PSA). Definisi stroke yang disebabkan PIS

adalah tanda klinis disfungsi neurologis yang berkembang cepat yang

berhubungan dengan pengumpulan darah fokal di dalam parenkim otak

atau sistem ventrikuler yang tidak disebabkan oleh trauma. Sedangkan

definisi stroke yang disebabkan PSA adalah disfungsi neurologik yang

berkembang cepat dan atau nyeri kepala oleh karena perdarahan pada

ruang subarakhnoid (ruang antara membran arakhnoid dan piamater

pada otak dan medulla spinalis), yang tidak disebabkan trauma (Sacco,

2013).

2.1.1.2.2 Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat adanya

bekuan atau sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat

disebabkan oleh tumpukan thrombus pada pembuluh darah otak,


8

sehingga aliran darah ke otak menjadi terhenti. Stroke iskemik

merupakan sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang

tidak kuat dan bukan disebabkan oleh perdarahan. Stroke iskemik

biasanya disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah otak akibat

adanya penumpukan penimbunan lemak (plak) dalam pembuluh darah

besar (arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri serebri), atau

pembuluh darah kecil (Arya, 2011 dalam Tegar, 2017).

Menurut (Arya, 2011 dalam Tegar, 2017) menyatakan bahwa

stroke iskemik secara pathogenesis dibagi menjadi:

a) Stroke trombolitik

Stroke iskemik yang disebabkan karena trombosis pada arteri

karotik interna secara langsung masuk ke arteri serebri madia.

b) Stroke embolik

Stroke iskemik yang disebabkan karena embolik yang pada

umumnya berasal dari jantung

Menurut Arya, (2011) dalam Tegar, (2017) Berdasarkan perjalanan

penyakitnya, stroke dapat dibagi menjadi tiga kategori, antara lain:

1) Serangan iskemik sepintas, yaitu merupakan gangguan

neurologis fokal atau saraf pusat yang timbul secara mendadak

dan menghilang beberapa menit sampai beberapa jam. Stroke

ini bersifat sementara, namun jika tidak ditanggulangi akan

berakibat pada serangan yang lebih fatal

2) Progresif atau inevolution (stroke yang sedang berkembang),

yaitu perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut.


9

Stroke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat atau

gangguan pada sistem saraf pusat mengalami gangguan.

3) Stroke lengkap/completed, yaitu gangguan neurologis

maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke

di mana fungsi sistem saraf menurun pada saat onset/serangan

lebih berat. Stroke ini dapat menyebabkan kelumpuhan

permanen jika tidak segera ditanggulangi.

2.1.1.3 Tanda dan Gejala

WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada

stroke yaitu wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan

lemah, dan biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu

pusing, kesulitan bicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat baik

dengan satu mata ataupun kedua mata, sulit berjalan, sakit kepala yang

berat dengan penyebab yang tidak diketahui dan kehilangan kesadaran

atau pingsan. Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada bagian otak

yang mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya itu terjadi.

Serangan stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien

tanpa diduga sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur

dan gejalanya baru dapat diketahui ketika bangun. Gejala yang dimiliki pasien

tergantung pada bagian otak mana yang rusak. Tanda dan gejala yang umumnya

terjadi pada stroke yaitu wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh

mengalami kelemahan dan atau kaku atau mati rasa, kesulitan berbicara, masalah

pada penglihatan baik pada satu ataupun kedua mata, mengalami pusing berat

secara tiba-tiba dan kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang sangat parah,
10

bertambah mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan

kebingungan (Silva, et al., 2014)

2.1.1.4 Patofisiologi Stroke

Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau

lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh

bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau

pembuluh organ distal. Trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis

merupakan penyebab pada sebagian besar kasus stroke trombolitik, dan

embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering

stroke embolitik. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis

komunis bercabang menjadi arteria karotis interna dan eksterna)

merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. Darah terdorong

melalui sistem vaskular oleh gradien tekanan, tetapi pada pembuluh yang

menyempit aliran darah yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil

akan menurunkan gradien tekanan di tempat konstriksi tersebut. Sebagian

besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak

peka terhadap nyeri. Namun, sebagian besar batang otak memiliki banyak

reseptor nyeri, cedera pada pembuluh-pembuluh ini saat serangan iskemik

dapat menimbulkan nyeri kepala. Pasien dengan stroke iskemik disertai

dengan gambaran klinis berupa nyeri kepala perlu dilakukan uji diagnostik

yang dapat mendeteksi cedera (Sylvia, 2012).

Stroke hemoragik dapat terjadi bila lesi vaskular intraserebrum

mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid

atau langsung kedalam jaringan otak. Perdarahan dapat dengan cepat

menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur


11

saraf di dalam tengkorak. Biasanya stroke hemoragik secara cepat

menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun

apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan mengalai

nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario khas perdarahan subaraknoid

(PSA) (Sylvia, 2012 dalam Handrianto, 2017).

Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan gejalanya baru

dapt diketahui ketika bangun. Gejala yang dimiliki pasien tergantung pada bagian

otak mana yang rusak. Tanda dan gejala yang umumnya terjadi pada stroke atau

TIA yaitu wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh mengalami

kelemahan dan atau kaku atau mati rasa, kesulitan berbicara, masalah pada

penglihatan baik pada satu ataupun kedua mata, mengalami pusing berat secara

tiba-tiba dan kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang sangat parah,

bertambah mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan

kebingungan (Silva, et al., 2014).

Sumbatan arteri Ruptur pada pembuluh


karotis interna darah serebral

arteroskelorisis Perdarahan dalam


jaringan otak

Stenosis
pembuluh darah Hemoragik
Serebral

Stroke Iskemik

(Silva, et al., 2014).


12

2.1.1.5 Faktor Resiko

Menurut National Stroke Association (2014) dalam Sitanggang (2014)

ada 2 tipe faktor resiko terjadinya stroke:

2.1.1.5.1 Faktor Resiko Non Modifable

a) Umur

Resiko stroke meningkat seiring meningkatnya umur. Pada

umur 30 tahun, lesi atherosclerosis mulai tampak di arteri-arteri

intrakranial Setelah umur 55 tahun, resiko stroke menjadi 2 kali

lipat setiap dekadenya.

b) Jenis Kelamin

Wanita lebih banyak memiliki kecacatan setelah stroke

dibanding pria. Wanita juga lebih banyak meninggal setiap

tahunnya karena stroke dibandingkan pria. Namun insidensi stroke

lebih tinggi pada pria.

c) Ras

Amerikan Afrikan beresiko terkena stroke 2 kali lipat

dibanding kaukasian. Orang Asia Pasifik juga beresiko lebih tinggi

dari pada kaukasian.

d) Riwayat Keluarga

Jika dalam keluarga ada yang menderita stroke, maka yang

lain memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibanding dengan

orang yang tidak memiliki riwayat stroke dikeluarganya.

2.1.1.5.2 Faktor Resiko Modifable

a) Tekanan darah tinggi/hipertensi


13

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko yang paling

penting. Orang yang mempunyai tekanan darah tinggi memiliki

resiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk terkena stroke

dibanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah tinggi

menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut

dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila kolesterol

atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan

menghambat aliran darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan

stroke. Selain itu peningkatan stress juga dapat melemahkan

dinding pembuluh darah sehingga memudahkan pecahnya

pembuluh darah yang dapat menyebabkan perdarahan otak.

b) Fibrilasi Atrium

Penderita fibrilasi atrium beresiko 5 kali lipat untuk terkena

stroke. Kira-kira 15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium.

Fibrilasi atrium dapat membentuk bekuan-bekuan darah yang

apabila terbawa aliran ke otak akan menyebabkan stroke.

c) Kolesterol Tinggi

Kolesterol atau plak yang terbentuk di arteri oleh low-

density lipoproteins (LDL) dan trigliserida dapat menghambat

aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke.

d) Diabetes

Penderita diabetes beresiko 4 kali lipat untuk terkena

stroke. Kerusakan otak akan semakin parah jika kadar gula darah

tinggi saat terjadinya stroke.


14

e) Merokok

Merokok mengurangi jumlah oksigen dalam darah,

sehingga jantung bekerja lebih keras dan memudahkan

terbentuknya bekuan darah. Merokok juga meningkatkan

terbentuknya plak di arteri yang menghambat aliran darah otak,

sehingga menyebabkan stroke.

f) Obesitas

Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi

sistem sirkulasi. Obesitas menyebabkan seseorang memiliki

kecenderungan memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi,

dan diabetes, yang semuanya dapat meningkatkan resiko terjadinya

stroke.

2.1.2 Penatalaksanaan Golden Period

Golden period penyakit adalah dimana waktu yang amat berharga

bagi seorang penderita stroke agar dapat segera mendapat pertolongan

oleh dokter dirumah sakit terdekat maka dari itu golden period berperan

penting dalam tingkat perbaikan dan kesembuhan pasien kedepannya

(Triasmara, 2015).

Golden period sangat berarti bagi penderita stroke agar terhindar dari

serangan stroke berat. Menurut Widi, (2013) dalam Republika.co.id, (2013)

mengungkapkan waktu utama (golden period) penolongan pertama pada

pasien stroke. Ia mengatakan 3 jam pertama saat seseorang mengalami

stroke merupakan golden period pasien stroke harus dilarikan ke rumah

sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Waktu ini akan


15

dipergunakan untuk mengoreksi sumbatan yang terjadi di otak. Karena itu,

penanganan medis yang sigap dan cepat sangat dibutuhkan di golden period ini.

Menurut Gunawan, (2016) dalam viva.co.id, (2016) menekankan

bahwa stroke sangat erat dengan waktu. Semakin cepat ditangani, akan

semakin kecil kerusakan pada otak yang terjadi dan kemungkinan dapat

mengurangi disabilitas.

Menurut Mubarak et al 2015:6 intervensi pada pasien stroke

iskemik yang bisa dilakukan oleh keluarga dirumah saat anggota

keluarganya mengalami serangan stroke yaitu dengan menganjurkan untuk

tirah baring karena diharapkan dapat mencegah terjadinya tekanan

intrakranial meningkat.

2.1.3 Penanganan Awal Pra Hospital

Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan tingkat keparahan

serta kematian pada stroke, maka dari itu pengenalan secara dini mengenai tanda

dan gejala stroke memegang peranan penting dan menjadi kunci utama dalam

penanganan stroke. “Time is brain” dan “golden period” merupakan konsep

utama tata laksana stroke. (Antara, Biomed, & Sp, 2013) . Menurut (Antara et

al., 2013) penanganan awal prahospital dibagi menjadi 3, yaitu:

2.1.3.1 Deteksi

Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA.

Keluhan pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah

sakit. Hal ini penting bagi masyarakat luas (termasuk pasien dan orang

terdekat dengan pasien) dan petugas kesehatan profesional (dokter umum

dan resepsionisnya , perawat penerima telpon, atau petugas gawat darurat)

untuk mengenal stroke dan perawatan kedaruratan.


16

Tenaga medis atau dokter terlibat di unit gawat darurat atau pada

fasilitas prahospital harus mengerti tentang gejala stroke akut dan

penanganan pertama yang cepat dan benar. Pendidikan berkesinambungan

perlu dilakukan terhadap masyarakat tentang pengenalan atau deteksi dini

stroke.

Konsep time is brain berarti pengobatan stroke merupakan keadaan

gawat darurat. Jadi, keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus

dihindari dengan pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan

orang terdekat. Pada setiap kesempatan, pengetahuan mengenai keluhan

stroke, terutama pada kelompok resiko tinggi (hipertensi, atrial fibrilasi,

kejadian vaskuler lain dan diabetes) perlu disebarluaskan. Keterlambatan

manajemen stroke akut dapat terjadi pada beberapa tingkat. Pada tingkat

populasi, hal ini dapat terjadi karena ketidaktahuan keluhan stroke dan

kontak pelayanan gawat darurat.

Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (Facial movement,

Arm movement, Speech, Test all three). Tes ini sangat mudah. Bila ada

anggota keluarga, rekan, kerabat, atau tetangga yang dicurigai tekena

stroke, dan menunjukkan hasil tes yang positif segeralah minta

pertolongan medis. Tindakan yang tepat dan cepat diharapkan akan

membuahkan hasil yang lebih baik pula.

FAST merupakan suatu metode deteksi dini pasien stroke yang

bisa dilakukan secara cepat. FAST terdiri dari Facial Movement, Arm

movement dan Speech. Facial movement merupakan penilaian pada otot

wajah, pemeriksaan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :


17

a) Minta pasien untuk tersenyum atau menunjukkan giginya.

b) Amati simetrisitas dari bibir pasien, tandai pilihan “YES” bila terlihat

ada deviasi dari sudut mulut saat diam atau saat tersenyum.

c) Kemudian identifikasi sisi sebelah mana yang tertinggal atau tampak

tertarik, lalu tandai apakah di sebelah kiri “L” atau sebelah kanan “R”

Arm movement merupakan penilaian pergerakan lengan untuk

menentukan apakah terdapat kelemahan pada ekstremitas, pemeriksaannya

dilakukan dengan tahapan berikut

a) Angkat kedua lengan atas pasien bersamaan dengan sudut 90º bila

pasien duduk dan 45º bila pasien terlentang. Minta pasien untuk

menahannya selama 5 detik.

b) Amati apakah ada lengan yang lebih dulu terjatuh dibandingkan

lengan lainnya

c) Jika ada tandai lengan yang terjatuh tersebut sebelah kiri atau

kanan.

Speech merupakan penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas

bicara. Pemeriksaannya dilakukan dengan tahapan berikut:

a) Perhatikan jika pasien berusaha untuk mengucapkan sesuatu

b) Nilai apakah ada gangguan dalam berbicara

c) Dengarkan apakah ada suara pelo

d) Dengarkan apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan atau

menemukan kata- kata. Hal ini bisa dikonfirmasi dengan meminta

pasien untuk menyebutkan benda-benda yang terdapat di sekitar,

seperti pulpen, gelas, piring dan lain-lain.


18

e) Apabila terdapat gangguang penglihatan, letakkan barang tersebut di

tangan pasien dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut.

Menurut Fransisca, (2017) mengatakan pertolongan pertama bagi

pasien stroke adalah membaringkan tubuhnya. Hal ini dimaksudkan agar

metabolisme tubuh melambat dan tidak meningkat. Selanjutnya, beri

bantal di bawah kepala dengan kemiringan 30 derajat. Setelah itu, segera

bawa pasien ke rumah sakit untuk mendapat pemeriksaan lanjutan.

2.1.3.2 Transportasi/Ambulance

Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera

panggil ambulans gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan

penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan

stroke. Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans yaitu personil yang

terlatih, mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi, ambulans yang

dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan

glukosa (glukometer), kadar saturasi O2 (pulse oximeter) dan dilengkapi

dengan alat oksigenasi. (Wirawan, Bagus, Putra, & Denpasar, 2011)

Salah satu upaya untuk menekan angka kematian dan resiko

terjadinya komplikasi akibat stroke adalah dengan mencukupi oksigenasi

otak. Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke

iskemik untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Black &

Hawks, (2014) mengatakan bahwa dengan terpenuhinya oksigen pada otak

maka otak akan tetap mempertahankan metabolism serebral. Sedangkan

jika pada otak terjadi hipoksia maka dapat menyebabkan iskemik serebral,
19

selanjutnya terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada jaringan

otak atau infark dalam hitungan menit.

2.1.4 Derajat Keparahan

Menurut Hasibuan, (2015) Defisit neurologis dalam stroke selalu

menimbulkan gangguan fungsi permanen, disabilitas dan penurunan

kualitas hidup. Defisit neurologis yang terjadi mengenai berbagai domain

neurologis, sebagai berikut :

a) Motorik: Merupakan defisit yang paling sering ditemukan, biasanya

mengenai wajah, lengan dan tungkai bawah, sendiri atau dalam

berbagai kombinasi

b) Sensorik : Defisit dapat berupa hilangnya sensasi hingga hilangnya

persepsi yang lebih kompleks. Pasien dapat mengeluhkan numbness,

tingling atau perubahan sensitivitas. Gangguan sensori yang lebih

kompleks dapat berupa astereognosis dan agrafia.

c) Penglihatan : Stroke dapat menyebabkan monocular vision loss,

hemianopia homonim atau cortical blindness

d) Bahasa : gangguan bahasa dapat berupa disfasia, dengan gangguan

pada pemahaman, penamaan, repetisi, fluency, membaca atau menulis.

e) Kognisi : berupa gangguan memori, atensi, orientasi, kalkulasi dan

konstruksi

f) Afek : depresi merupakan gangguan afek yang sering terjadi paska

stroke. Gejalanya berupa hilangnya energi, kurangnya minat, selera

makan dan insomnia.


20

Oleh karena heterogenisitas dari gejala stroke dan keparahannya,

terdapat banyak kemungkinan kategori pengukuran keluaran stroke.

Berdasarkan klasifikasi sekuele penyakit dari WHO (World Health

Organization), skala keluaran dikarakteristikkan sebagai alat untuk

mengukur impairments, disabilities atau handicaps. Impairment adalah

konsekuensi fisik dari disfungsi organ yang spesifik, disability adalah

kesulitan yang dialami pasien untuk melakukan aktifitas normal oleh

karena impairment-nya, dan handicap menunjuk pada pandangan sosial

dari disabilitas atau bagaimana penyakit tersebut mempengaruhi sosial

individu, profesi atau peran dalam keluarga. Pada stroke, impairment

biasanya dinilai dengan skala ordinal (misalnya NIHSS), disability dinilai

dengan skala instrumental activities of daily living (IADL) seperti Barthel

Index (BI), sedangkan handicap, meskipun jarang dinilai dalam percobaan

klinis stroke, dinilai dengan skala health-related quality of life (HRQL).

2.1.5 National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah skala

yang secara umum digunakan untuk mengukur tingkat keparahan stroke.

Skala ini sudah digunakan diberbagai percobaan sebagai alat yang suah

tervalidasi untuk memprediksi prognosis stroke (Fischer, et al., 2005

dalam Sitanggang, 2014)

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah suatu

parameter pemeriksaan yang valid dan reliabel untuk mengetahui derajat

defisit neurologis pasien stroke. NIHSS digunakan untuk menilai

kesadaran, gerakan mata, luas lapang pandang, gangguan motorik dan


21

sensorik, ataksia, gangguan bicara, kognisi dan inatensi (Meyer dan

Lyden, 2009 dalam Hidayat, 2013).

NIHSS awalnya memiliki 15 point penilaian, tetapi kemudian

menjadi 13 point berdasarkan pengembangan para ahli saraf dari the

University of Cincinnati , the University Of Lowa dan the National

Institutes of Health-National Institute of Neurological Disorders and

Stroke. (Hinkle, 2014 dalam Sitanggang, 2014).

2.2 Kerangka Konseptual

Stroke

Penanganan Awal Penatalaksanaan Derajat


Pre Hospital Golden Period Keparahan
≤3jam

Deteksi FAST (Facial Tirah Kerusakan pada:


movement, Arm movement, baring 1. Motorik
Speech, Test all three) 2. Sensorik
3. Penglihatan
4. Bahasa
Pengiriman 5. Kognisi
Pasien <3 jam 6. Afek

2.3 Hipotesis Penelitian

Ha: Ada hubungan Penatalaksanaan Golden Period dengan Derajat

Keparahan Stroke pada pasien Stroke di RSUD Bangil.

H0: Tidak ada hubungan Penatalaksanaan Golden Period dengan

Derajat Keparahan Stroke pada pasien Stroke di RSUD Bangil


22

2.4 Hasil Literatur Review

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


dan Nama Jurnal
1 Batubara et Hubungan Antara Hasil penelitian
al, 2015 Penanganan Awal menunjukkan bahwa
dan Kerusakan variabel penanganan
Neurologis Pasien dirumah dengan
Stroke di Kupang kerusakan neurologis
sebagian besar tidak
Jurnal Keperawatan menunjukkan adanya
Soedirman, Volume hubungan ditunjukkan
10, No 3, dengan nilai p value test
November 2015 chisquare lebih besar dari
0,5. Gangguan neurologis
variabel kekakuan yang
berhubungan dengan
penanganan awal stroke
(p=0,042).
Penanganan awal yang
dilaksanakan oleh
keluarga yaitu
memberikan lingkungan
yang aman dan nyaman,
selain itu keluarga juga
memberikan kesempatan
kepada pasien untuk tirah
baring. Defisit neurologis
yang dialami oleh pasien
adalah tonus otot yang
lemah, hilangnya sensasi
rasa dan kelumpuhan.
Faktor risikonya adalah
kebiasaan makan daging
atau makanan berlemak,
selain itu juga penyakit
darah tinggi yang
menjadi faktor dominan
terjadinya serangan
stroke pada pasien.
2 Wirawan et Manajemen Tujuan dari
al, 2011 Prehospital Pada penatalaksanaan stroke
Stroke Akut secara umum adalah
23

menurunkan morbiditas
dan menurunkan tingkat
kematian serta
menurunnya angka
kecacatan. Salah satu
upaya yang berperan
penting untuk mencapai
tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala
stroke dan penanganan
stroke secara dini yang
dimulai dari penanganan
prahospital yang cepat
dan tepat. Salah satu cara
yang mudah digunakan
adalah metode FAST.
Dengan ini diharapkan
masyarakat cepat dan
tanggap akan adanya
gejala stroke dan cepat
membawa penderita ke
pusat rujukan terdekat
atau segera menghubungi
ambulans.
3 Antara et al, Tatalaksana Stroke Deteksi dini mengenali
2013 Pra Rumah Sakit tanda-tanda stroke
merupakan hal penting
karena kemungkinan
seseorang untuk bertahan
dari serangan stroke lebih
tinggi jika segera
ditangani oleh tenaga
kesehatan, serta
transportasi yang cepat,
penilaian atau penegakan
diagnosis serta
penanganan gawat
darurat yang memadai
dirumah sakit sehingga
tercapai jendela waktu
terapi trombolitik
(membuka aliran darah)
24

Anda mungkin juga menyukai