1909010051
2019
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Makalah ini dibuat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan
makalah ini juga dapat di buat untuk bahan pembelajaran atau pelengkap buku
modul pelajaran agama Katolik.
Dalam makalah ini dijelaskan juga tentang apa itu pengertian isu sara serta di
jelaskan dengan jelas macam-macam isu sara yang marak terjadi . Tidak hanya
tentang isu sara melainkan juga tentang strategi menghadapi isu sara tersebut.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
BAB II ISI.............................................................................................................
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................. 14
3.2 SARAN.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
terjalin menjadi wawasan nusantara mejadi kebanggaan tersendiri. Di
Indonesia terdapat Suku-suku diantaranya Bugis, Makasar, Menado, Jawa,
Sunda, Batak dan sebagainya.
Selain kemajemukan suku tersebut dengan karakteristik yang
berbeda juga terdapat kemajemukan dan perbedaan kepercayaan yang
dianut oleh maisng-masing kelompok atau suku tertentu. Di indonesia
terdapat lima macam agama yang diakui diantaranya Islam, Kristen,
Katholik, Hindu dan Buddha, dan terdapat beberapa jenis aliran
kepercayaan yang dapat dijalankan oleh pemeluknya di Negara Republik
Indonesia.
Disamping memiliki dampak positif dari kemajemukan tersebut,
disisi lain sesungguhnya sangat rentan untuk terjadi konflik pertentangan
antara suku, agama dan ras. Konflik tersebut harus di eliminir seminimal
mungkin agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. akan tetapi dari
keberagaman tersebut sejarah telah membuktikan bahwa telah terjadi
pertentangan dan konflik yang berkepanjangan yang dilatar belakangi oleh
isu SARA.
5
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Konflik Di Indonesia.
Dalam hidup berbangsa, pembangunan konsensus seringkali tidak
mudah dicapai. Konflik adalah produk dinamika hubungan
antarkelompok, sama halnya dengan konsensus. Konflik dan konsensus
muncul bergantian dan sekaligus menandai dinamika hubungan antar
kelompok di dalam masyarakat.
Umumnya, konflik termanifestasi ke dalam dua bentuk. Pertama,
konflik yang berlangsung damai tanpa menyita cost material dan spiritual
seperti kerusuhan, kehilangan jiwa, cedera fisik, terputusnya hubungan
antarkeluarga dan sejenisnya. Konflik semacam ini sifatnya negosiatif dan
justru inheren bahkan dianjurkan dalam kehidupan bernegara, terutama
dalam praktek-praktek demokrasi liberal. Kedua, konflik yang berwujud
vandalistik dan violence. Konflik-konflik seperti ini yang kerap
menggelisahkan mayoritas masyarakat dan para pemimpin
Indonesia. Maka dalam hal ini penulis memberi judul makalahnya yaitu
“Makalah Konflik Di Indonesia”. Semoga Makalah ini dapat berguna
bagi pembaca dan para pelajar.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi
penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar umat manusia.
Khususnya apakah dalam satu Negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dan yang menerima adanya agama yang berbeda-beda bukannya
membina dan memperkuat unsur penyebab yang lebih kuat untuk
menimbulkan perpecahan bangsa dan Negara itu.
Bahwa faktor ras itu sendiri terlepas dari agama sudah
membuktikan bertambahnya permusuhan dan pencarian jalan keluarnya,
dan kesemuannya itu menjadi bahan menarik dalam diskusi ilmiah
maupun dalam kalngan kaum politisi, adalah merupakan masalah yang
tetap actual yang tidak dijadikan sasaran dari pembicaraan kita sekarang
ini. Masalah itu telah menjadi bahan pembicaraan ilmiah dari ilmu biologi
dan politik namun demi lebih jernihnya masalah yang kita bicarakan ada
satu hal sangat menarik dari kalangan sarjana biologi, perlu kita tampilkan
disini. Asumsi yang terkenal itu dan telah mengundang banyak sanggahan
yang gigi ialah dari Arthur de Gobineau, dalam karangannya yang menjadi
klasik “Essai sur I’negalite des races humaines, tahun 1853-1855. Asumsi
itu pada intinya menyatakan bahwa ras kulit putih merupakan ras tertinggi
bangsa manusia, dan bahwa ras itu dipanggil untuk membawakan obor
kemajuan di dunia ini dan bahwa ras yang bukan kulit putih ditakdirkan
untuk tidak dapat menhasilkan sesuatu yang yang berarti dalam bidang
kemajuan.
Kesombongan rasial itu bertumbuh mencapai klimaksnya dalam
pendirian bangsa Jerman bahwa bangsa itu merupakan “manusia super”,
yang mendapat tugas di dunia ini dari kekuasaan ilahi, untuk
menghancurkan jenis ras yang lebih rendah. Patut disayangkan bahwa ilusi
congkak itu telah diwujudkan oleh regim Hitler dalam pembunuhan kejam
terhadap jutaan manusia dari suku bangsa Yahudi. Namun dalam
keseluruhan perbuatan anti rasial yang tak mengenal perikemanusiaan itu
tidak ditemkan unsurperbedaan agama sebagai dasar pertimbangannya.
Kebenaran asumsi akan lebih penuh bagi sekelompok bangsa yang
berpendirian bahwa setiap bangsa mempunyai agamanya sendiri.Misalnya;
8
agama Islam untuk bangsa arab, agama hindu dan budha untuk India,
agama jawa untuk bangsa jawa.
Contoh lain yang memperkuat pendirian mengenai situasi
konfliktual atas dasar perbedaan agama dan ras bersama-sama, dapat
dilihat dalam wilayah Negara Indonesia tersendiri. Suku bangsa aceh yang
beragama islam dan suku bangsa batak yang beragama Kristen; kedua
suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam
konfik fisik (sering terjadi) yang merugikan ketentraman dan keamanan.
Demikian pula suku Flores yang beragam katolik dan suku bali yang
memeluk agama hindu-bali hidup dalam jarak sosial yang kurang lancer.
Masalah suku dan agama yang merupakan bagian dari apa yang disebut
“SARA’’ itu belum ditangani oleh penelitian sosiologis. Yang perlu dicari
jawaban ilmiahnya ialah soal sejauh mana perbedaan suku dan agama
merupakan penghambat kesatuan nasional yang kuat.
9
2.4 CONTOH MASALAH SARA SECARA UMUM DI NKRI
10
Singapura danMalaysia adalah negara multietnik dan multibudaya,
namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena
Pemerintah Malaysia dan Singapura -bersertaaparaturnya- termasuk
pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi maupun politik.Karena
aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.Masih
sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan
yang bersih.Akibatnya, keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu,
yang bekerja sama denganaparatur negara yang tak bersih, mampu lebih
cepat memanfaatkan kesempatan yangdiciptakan pemerintah. Hal ini
kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap antiterhadap suku
tertentu. Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul
karenakelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam
masyarakat, sehingga merekaperlu mencari security melalui aliansi dengan
aparatur pemerintah yang mengalamieconomic insecurity. Gejala menarik
yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yangmerupakan bagian
suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi
itudapat memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada
tindakan SARA.Contohnya, beberapa gejolak sosial pada Pemilu 1997,
seperti terjadi di Pekalongan.Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya
political insecurity di kalangan aparatur, yaknitakut kehilangan jabatan
apabila orsospol tertentu kalah. Political insecurity itu
seringdimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat overakting, yang
dapat menimbulkanreaksi keras dari orsospol lain, yang pada akhirnya
menimbulkan tindakan SARA.Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari
bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini.
11
2.5 STRATEGI PENANGANAN KONFLIK
12
Pengkompromian akan berhasil bila kedua belah pihak saling
menghargai, dan saling percaya. Kepuasan diri-
sendiri, Collaborating berarti kedua pihak yang berkonflik kedua belah
pihak masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya atau
kelompoknya saja. Smoothing (Penghalusan) atau conciliation berarti
tindakan mendamaikan yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan
menghindarkan rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar
ketidaksepakatan itu.Conciliation berbentuk mengambil muka (menjilat)
dan pengakuan Conciliation cocok untuk bila kesepakatan itu sudah tidak
relevan lagi dalam hubungan kerja sama.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
14
Adapun strategi untuk mengatasi konflik yang ada, harus adanya
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk saling menghargai dan saling
percaya.
3.2 SARAN
15