Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Hirschsprung adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidak adaan inii
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000).
Kondisi merupakan kalinan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3 kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (Arief
Mansjoeer, 2000).
B. Etiologi
Penyebab hirschsprung atau Mega Colon itu bukan belum
diketahui tetapi diduga terjadi karena: (Huda, Nurari & Kusuma, Hardi.
2015)
1. Faktor genetik dan lingkunagn, sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrom,
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus.
C. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24-28
jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 :
317)
Gejala Penyakit Hirschsprung adalah obstruksi usus letak rendah
dan penyakit dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut : (Huda,
Nurari & Kusuma, Hardi. 2015)
1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidaadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
2. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau
bulan yang diikuti dengan obstruksi usu akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau
busuk yang dapat berdarah. (Nelson, 2002 : 317)
3. Anak-anak
a) Konstipasi
b) Tinja seperti pita dan berbau busuk
c) Distensi abdomen
d) Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
4. Komplikasi
a) Obstruksi usus
b) Konstipasi
c) Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d) Entrokilitis
e) Struktur anal dan inkontinensial (pos operasi)
D. Pemeriksaan Penunjang (Huda, Nurari & Kusuma, Hardi. 2015)
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah
Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel
renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memilki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan
ini dapat membentu mengarahkan pada penatalaksanaan
cairan dan elektrolit.
b. Darah rutin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperatiof
c. Profil koagulasi
Pemerikasaan ini dilakukan untuk memastikan tidak
ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus
yang distensi dengan adanya udara dalam rectum

b. Barium enema
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner,
apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hischsprung
ganglion ini tidak ditemukan.

E. Penatalaksanaan (Halverson, 2007 dalam Huda, Nurari & Kusuma, Hardi.


2015)
Penatalaksanaan pada penyakit hisprung adalah terapi pembedahan. Terapi
ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Tindakan Bedah Sementara
Berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion
normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan untuk
menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya.
2. Tindakan Bedah Definitif
a. Prosedur swenson
Orvar swenson dan bill (1948) adalah yang mula-
mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through)
sebagai tindakan beda definitif pada penyakit hischsprung.
Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan
meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata,
sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik,
sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering
dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu
swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964)
dengan melakukan spingterektomi posterior, yaitu dengan
hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1
cm rektum posterior.
b. Prosedur duhamel
Prosedur ini diperkenalkan duhamel tahun 1956
untuk mengatasi kesulitan diseksi pelviks pada prosedur
swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon
proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding
poterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior
kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk
rongga baru dengan anastomose end to side.
c. Prosedur soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali
diperkenalkan rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah
pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh soave
tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif
hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur soave ini adalah
membuang mukosa rektum yang aganglionik , kemudian
menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
d. Prosedur rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior
resection, dimana dilakukan anastomose end to end antara
usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani
(2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan satu lapis
yang dikerjakan intraabdominal extraperitoneal. Psca
operasi, sangat penting dilakukan businasi secara rutin guna
mencegah steanosis.
F. Masalah Yang Lazim Muncul (Huda, Nurari & Kusuma, Hardi. 2015)
1. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (obstruksi parsial pada
dinding usus)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
saluran pencernaan mual dan muntah
3. Konstipasi b.d obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi
feces
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, ketidakmampuan
absorbsi air oleh intestinal
G. Discharge Planning (Huda, Nurari & Kusuma, Hardi. 2015)
1. Pelajari gejala adanya kelainan kongenital pada anak sejak dini
2. Selalu menjaga ikatan orangtua dengan anak agar perkembanganya
tidak terganggu dengan bertanya kepada tenaga ahli jika tidak
mengerti
3. Konsultasikan kembali dengan dokter tentang intervensi medis
(pembedahan)
4. Pelajari perawatan colostomy setelah rencana pulang
5. Konsultasikan diit makanan yang harus dijalani
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit hischprung adalah :
(Suriadi 2001:242)
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah
lahir, biasanya ada keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif
pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi
hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin
juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia,
infeksi dan kurangnya asupan protein.
Mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung yang perlu
ditambahkan selain uraian diatas yaitu : (Wong 2004:507)
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas,
keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi,
pengeluaran mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam,
pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar
abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya
distensi abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien.
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
7. Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan
cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi
B. Diagnosa
1. Nyeri Akut b.d agens Cedera Biologis
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d
Masukan Makanan Tidak Adekuat Dan Rangsangan Muntah
3. Perubahan Pola Eliminasi (Konstipasi) b.d Defek Persyarafan
Terhadap Aganglion Usus
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan b.d Muntah, Diare Dan
Pemesukan Terbatas Karena Mual
C. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri akut b.d agens Pain Level Pain Management
Cedera Biologis Kriteria hasil : 1. Kaji secara komprehensif
1. Mengenali faktor tentang nyeri meliputi :
penyebab lokasi, karakteristik dan onset,
2. Menggunakan durasi, frekuensi, kualitas,
metode pencegahan intensitas atau beratnya nyeri
3. Menggunakan dan faktor – faktor presipitasi
metode pencegahan 2. Observasi isyarat – isyarat
non analgetik untuk non verbal dari
mengurangi nyeri. ketidaknyamanan, khususnya
4. Menggunakan dalam ketidakmampuan untuk
analgetik sesuai komunikasi secara efektif
kebutuhan 3. Gunakan komunikasi
5. Mengenali gejala – terapeutik agar pasien dapat
gejala nyeri mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
(ex : temperatur ruangan ,
penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya :
relaksasi, guided imagery,
distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas)
Analgetik Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang
diperlukan / kombinasi dari
analgetik ketika pemberian
lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
2. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Nutrisi Kurang Dari Kriteria hasil : 1. Timbang Berat badan
Kebutuhan Tubuh b.d 1. Stamina 2. Anjurkan pada keluarga
Masukan Makanan 2. Tenaga pasien untuk memberikan ASI
Tidak Adekuat Dan 3. Kekuatan 3. Anjurkan pasien untuk
Rangsangan Muntah menggenggam meningkatkan protein dan vit
4. Penyembuhan C
jaringan 4. Kolaborasikan dengan ahli
5. Daya tahan tubuh gizi untuk menentukan jumlah
6. Pertumbuhan kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Monitoring Nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
3. Perubahan Pola Bowel Elimination Bowel irigation
Eliminasi (Konstipasi) Kriteria hasil : 1. Tetapkan alasan dilakukan
b.d Defek Persyarafan 1. Pola eliminasi dalam tindakan pembersihan sistem
Terhadap Aganglion batas normal pencernaan.
Usus 2. Warna feses dalam 2. Pilih pemberian enema yang
batas normal tepat
3. Feses lunak / lembut 3. Jelaskan prosedur pada pasien
dan berbentuk 4. Monitor efek samping dari
4. Bau feses dalam tindakan irigasi atau
batas normal (tidak pemberian obat oral
menyengat) 5. Catat keuntungan dari
5. Konstipasi tidak pemberian enema laxative
terjadi 6. Informasikan pada pasien
kemungkinan terjadi perut
kejang atau keinginan untuk
defekasi.
4. Resiko Kekurangan Fluid Balance Fluid Management
Volume Cairan b.d Kriteria hasil : 1. Timbang popok jika
Muntah, Diare Dan 1. Keseimbangan diperlukan
Pemesukan Terbatas intake dan output 24 2. Pertahankan intake dan output
Karena Mual jam yang akurat
2. Berat badan stabil 3. Monitor status hidrasi
3. Tidak ada mata (kelembaban membran
cekung mukosa, nadi adekuat,
4. Kelembaban kulit tekanan darah)
dalam batas normal 4. Monitor vital sign
5. Membran mukosa 5. Kolaborasikan pemberian
lembab cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan

D. Implementasi

No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut b.d Cedera Biologis Pain Management
1. Mengkaji secara komprehensif tentang
nyeri meliputi : lokasi, karakteristik
dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor – faktor presipitasi
2. Mengobservasi isyarat – isyarat non
verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif
3. Menggunakan komunikasi terapeutik
agar pasien dapat mengekspresikan
nyeri
4. Mengontrol faktor – faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ex :
temperatur ruangan , penyinaran)
5. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya : relaksasi,
guided imagery, distraksi, terapi
bermain, terapi aktivitas)
Analgetik Administration
1. Menentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Mengecek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Memilih analgetik yang diperlukan /
kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu.
4. Menentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya nyeri.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Manajemen Nutrisi
Kebutuhan Tubuh b.d Masukan Makanan 1. Melakukan penimbang Berat badan
Tidak Adekuat Dan Rangsangan Muntah 2. Menganjurkan pada keluarga pasien
untuk memberikan ASI
3. Menganjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vit C
4. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Monitoring Nutrisi
1. Memonitor turgor kulit
2. Memonitor mual dan muntah
3. Memonitor intake nutrisi
4. Memonitor pertumbuhan dan
perkembangan
3. Perubahan Pola Eliminasi (Konstipasi) b.d Bowel irigation
Defek Persyarafan Terhadap Aganglion Usus 1. Menetapkan alasan dilakukan tindakan
pembersihan sistem pencernaan.
2. Memilih pemberian enema yang tepat
3. Menjelaskan prosedur pada pasien
4. Memonitor efek samping dari tindakan
irigasi atau pemberian obat oral
5. Mencatat keuntungan dari pemberian
enema laxative
6. Menginformasikan pada pasien
kemungkinan terjadi perut kejang atau
keinginan untuk defekasi.
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan b.d Fluid Management
Muntah, Diare Dan Pemesukan Terbatas 1. Menimbang popok jika diperlukan
Karena Mual 2. Mempertahankan intake dan output
yang akurat
3. Memonitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah)
4. Memonitor vital sign
5. Mengkolaborasikan pemberian cairan
IV
6. Mendorong masukan oral
7. Mengdorong keluarga untuk membantu
pasien makan

E. Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri akut b.d Cedera Biologis S : Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak
rewel lagi, tidur nyenyak baik pagi, siang, dan
malam
O : Klien terlihat tenang
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak
Kebutuhan Tubuh b.d Masukan Makanan mual dan muntah
Tidak Adekuat Dan Rangsangan Muntah ibu mengatakan klien mampu menghabiskan
susu yang diberikan
O : BB normal, membran mukosa lembab
tidak ada distensi abdomen, turgor kulit baik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Perubahan Pola Eliminasi (Konstipasi) b.d S : Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak
Defek Persyarafan Terhadap Aganglion Usus kesakitan saat BAB
O : Feses lunak dan berbentuk
bau khas feses
BAB 1x sehari
A : Masalah teratasi
P :Iintervensi dihentikan
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan b.d S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak
Muntah, Diare Dan Pemesukan Terbatas mual dan muntah
Karena Mual ibu mengatakan klien mampu menghabiskan
susu yang diberikan
O : Turgor kulit baik
membran mukosa lembab
BB normal
tidak ada mata cekung
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Huda, Nurari & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Jogjakarta:
Media Action
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai