Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

A. Definisi.
Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus ( arthropod-borne
virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti )
(Ngastiyah dan Ilmu Kesehatan Anak)
Penyakit Dengue Haemoragie Fever adalah penyakit Demam Dengue dengan manifestasi
perdarahan ( sumarmo dkk ;2008)
Penyakit Dengue Shock Syndrom (dss) adalah penyakit DHF yang mengalami renjatan atau
shock ( Mansjoer, Arief.dkk;2001.428)

B. Etiologi.
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus ( arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus flavivirus/family flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotype yang diberi nama Den-
1,Den-2,Den-3,dan Den-4. ( sumarmo,s dkk;2008.156)
Virus dengue dengan serotype Den-1 sampai dengan Den-4 yang ditularkan melalui vector
Nyamuk Aedes Aegypi,Aedes albopictus dan Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies lain
yang merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan akan tetapi tidak ada
perlindungan antibody terhadap serotype yang lain.     (Mansjoer,arief;2001.419)

C. Manifestasi Klinis;
Infeksi virus dengue hampir sama dengan infeksi virus yang lain yang merupakan self limiting
infections desease yang akan berakhir antara hari 2 – 7, infeksi virus dengue mengakibatkan
suatu spectrum manifestasi klinik yang bervariasi antara penyakit ringan ( mild undifferentiated
febrile illness), demam dengue,demam berdarah dengue sampai dengue syndrome syok dimana
kriteria klinik a.l :
- Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan
hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretika maupun surface cooling.
- Lemah,lesu
- Nafsu makan berkurang
- Nyeri pada anggota badan,punggung,kepala,sendi.
- Manifestasi perdarahan :
        1.   Uji tourniquet positif / RL +
        2.   Perdarahan spontan : ptekie,ekimosis,epistaksis,perdarahan gusi
- Pembesaran hati
- Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat sampai tak teraba,tekanan darah turun hingga
80mmHg sampai nol dan tekanan nadi hingga 20 mmHg sampai nol,kulit teraba dingin,lembab
terutama extremitas penderita menjadi gelisah hingga penurunan kesadaran sampai menimbulkan
kematian.
Menurut WHO 1975 gejala klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat
- Derajat I
Demam mendadak yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet positif (RL + )
- Derajat II
   Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
- Derajat III
   Derajat II dan ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,tekanan
darah menurun
   ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin,lembab dan pasien menjadi gelisah
- Derajat IV
   Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur
penurunan
   kesadaran,asidosis dan sianosis.
Terjadinya renjatan/shock stlh demam turun yaitu hari ke 3 sampai ke 7 bahkan ada yg sampai
hari ke 10

D. Patofisiologi.
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi antigen-antibodi dalam
sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan
C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai akiba terjadinya
perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam
ruang interstitial sehingga menyebabkan hipotensi,peningkatan
hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang
lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani
segera akan berakibat anoksia jaringan,asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion
kalsium dari intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot
jantung dan venous pooling sehingga lebih memperberat kondisi renjatan/shock.
Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secara adekuat.

Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:


o Trombositopenia hebat,dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dna mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.
o Gangguan fungsi trombosit
o Kelainan system koagulasi,masa tromboplastin partial,masa protrombin memanjang sedangkan
sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal,beberapa factor pembekuan menurun
termasuk factor ,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.
o DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi
Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan perembesan
plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic
maka renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan
dan DIC salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang disertai
perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan kematian.( Rampengan
dkk;1997.143)

E. Pathway
F. Diagnosa Medis
Diagnosa medis DHF/DSS masih berdasarkan patokanWHO 1975 yang terdiri dari 4 kriteria dan
2 kriteria laboratorium dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi minimal 2 kriteria klinik
satu diantaranya adalah demam, derajat I dan II disebut DHF/DBD sedangkan derajat III dan IV
DHF/DBD dengan renjatan atau DSS.
G. Pemeriksaan Penunjang.
Dalam menentukan diagnosis DHF/DBD minimal 2 kriteria laboratirik yaitu
   1. Hemokonsentrasi yaitu meningginya nilai hematokrit/Ht > 20%
   2. Trombositopenia yaitu penurunan trombosit dibawah 100.000/mm3
   3. Sediaan harus darah tepi yaitu t'dapat fragmentosit yg menandakan t'jadinya hemolisis.
   4. Sumsum tulang terdapat hipoplasi system eritopoietik yang disertai hiperplasi system RE
   5. Kelainan elektrolit :
        ∙ Hiponatremia 
        ∙ Hiperkalemia
        ∙ Hipoloremia ringan
        ∙ Asidosis metabolic dengan alkalosis kompensatori
        ∙ Osmolalitas plasma menurun.
   6. Tekanan koloid onkotik menurun
   7. Protein plasma menurun
   8. Serum transaminase sedikit meninggi.

H. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat penting yang harus
diperhatikan, oleh karena angka kematian akan sangat tinggi apabila penanganan DHF/DBD
dengan renjatan tidak ditanggulangi secara adekuat.
Prinsip utama penanganan DSS :
o Atasi segera hipovolemia
o Lanjutkan p'nggantian cairan yg msh trs keluar dr pembuluh darah slama 12 -24 jam / paling
lama 48 jam
o Koreksi keseimbangan asam-basa
o Beri darah segar bila ada perdarahan hebat. 

Pada dasarnya pengobatan DHF hanya bersifat simptomatis dan suportif, karena obat yang
spesifik untuk mengobati virus belum ada.sedangkan untuk menjaga kestabilan sirkulasi perlu
pemantauan intensif mengenai TTV, hasil laboratorium (Ht,Tromb,Hb)setiap 4 jam kalau perlu.
Untuk mengatasi renjatan diperlukan terapi cairan/volume replacement karena biasanya
shock/renjatan pada kasus DBD karena terjadi deficit volume cairan hingga kejadian shock
hipovolemia.
1. Mengatasi renjatan 
Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yg isotonis atau sedikit hipertonis. Jenis cairan tersebut:
o RL
o Glucose 5% dlm half strength NaCl.0,9%
o RL-D5 dpt dibuat dgn jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL kemdian ditambahkan D40
sbanyak 62,5cc
o NaCl 0,9%; D10,aa ditambahkan Natrium Bicarbonat 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.
Dosis /kecepatan cairan yang biasa diberikan ialah 20-40 ml/kg,bb dalam waktu 1-2 jam, untuk
renjatan berat kecepatan tetesan 20 ml/kg.bb/jam yang dapat diulangi hingga 2 kali kalau dengan
kecepatan tetesan tersebut tidak dapat dicapai maka bisa diberikan melalui spuit sebanyak 100-
200ml karena kemungkinan vena telah mengalami kolaps.sedangkan untuk menentukan tetesan
cairan dilakukan guyur atau tidak maka dilakukan pengukuran CVP kalau hasil CVP < 5cm
maka cairan dilakukan dengan cara guyur sampai CVP dapat dipertahankan antara 5-8 cm H2O

2. Cairan maintenance/rumatan.
Jenisnya :
   o D5/10;NaCl 0,9% = 3:1 untuk anak besar sedangkan untuk bayi 4:1
   o D5 dlm NaCl 0,225 kedalam cairan ini ditambahkan KCL 10 mEq,vit B complex,Vit.C.
   o D5/D10 + KCL 10 mEq/botol bila kadar natrium dan klorida dalam serum tinggi.
   o NaCl 0,9% : D10 aa.
   o 2/3 cairan kristaloid + 1/3 cairan plasma expander.
   o Pemberiannya adalah 100-150 ml/kg.bb/hari

3. Plasma/plasma expander.jenisnya a.l:


   a. Plasbumin ( human albumin 255)
   b. Plasmanate ( plasma protein fraction 5%)
   c. Plasmafuchin
   d. Dextran L40
Hal ini diperlukan pada penderita dengan renjatan berat atau pada penderita yang tidak segera
mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid.
Bila dapat cepat disiapkan,diberikan sebagai pengganti cairan a.1 setelah hasil lab.Ht,trombo
mengalami perbaikan dapat dilanjutkan caitan yg pertama diberikan/RL akan tetapi apabila bila
Hasil lab.belum mengalami perbaikan maka dosis dapat diberikan 10-20ml/kg.bb dalam waktu
1-2 jam. Dan apabila nadi dan TD masih jelek dan hasil lab.masih jelek dapat ditambah plasma
10 ml/kg.bb setiap jam sampai total 40 ml/kg.bb.

4. Tranfusi darah.
   o Sebaiknya darah segar
  o Diberikan pd perdarahan hebat baik dgn hematemesis/melena yg memerlukan tamponade.
   o Diberika pd 24 -48 jam setelah pengobatan syok anak jatuh dalam keadaan syok lagi
   o Ht rendah ( < 35% - 40% ) tetapi anak masih syok
   o Dosis 10-20 ml/kg.bb dapat ditambah apabila perdarahan masing berlangsung.

5. Obat-obat yg diberikan
   o Antibiotik  diberikan sebagai proloned  shock,infeksi sekunder,profilaksis.
      Obatnya adalah Ampisilin 400-800 mg/kg.bb/hari iv,gentamisin 2x5mg/kg.bb/hr.iv
   o Antivirus, isoprinosin 4x50 mg/kg.bb/hari selama 8 hari, obat ini bermanfaat pd stadium dini.
   o Heparin, diberikan sbg prolonged shock dimana diduga DIC sebagai penyebab perdarahan
     ( trombosit < 75.000/mm3 & fibrinogen <100 mg%) dgn dosis 0,5 mg/kg.bb iv setiap 4-6 jam
   o Kortikosteroid, dipyridamol & asetosal utk mencegah adhesi dan agregasi trombosit kapiler,
     mencegah permulaan DIC akan tetapi jarang dianjurkan krn ada kecenderungan perdarahan.
   o Carbazochrom Sodium Sulfonat,diberikan pd penderita DSS yg disertai perdarahan GI yg
      hebat.Untuk mencegah peningkatan permeabilitas pembuluh darah,memiliki aktifitas plasma
      expander, dan mempersingkat waktu perdarahan
   o Dopamin, diberikan sebagai pertimbangan pada kasus renjatan yang belum teratasi 
   o Sedative-antikonvulsan,diberikan pada kasus DSS dengan gelisah dan kejang
   o Antasida,dipertimbangkan pd kasus DSS dgn muntah hebat ,nyeri epigastrium yg tdk jelas
   o Diuretika, diberikan pada kasus overhidrasi 
   o Digitalis,diberikan kepada penderita dengan gejala gagal jantung

I. Komplikasi.
- Perdarahan massif
- Kegagalan pernafasan karena edema paru dan kolaps paru
- Ensefalopati dengue
- Kegagalan jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Sumarmo,s dkk, Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis pada Anak,IDAI Jakarta 2008
Rampengan T.H dkk , penyakit infeksi tropic pada anak, EGC,1997
http:// anita-mail 2080.blogfriendster.com/2009/02/dengue- syok-syndrome-grade-iia/
LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Mansjoer :2000).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang
terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus
dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-
sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan
vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih
yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan
genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF)
akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat
(UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>
120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai
tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997) :
a.  Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak
spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit
dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura.(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.(Nelson, 1993).Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.(Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi
hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda –
tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.(Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain
adalah :
? Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
? Asites.
? Cairan dalam rongga pleura (kanan).
? Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang
– kejang. (Soedarto, 1995).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.  Hasil laboratorium
? Trombosit menurun <100.000/ µ (pada hari sakit ke 3 – 7
? Hematokrit meningkat 20% atau lebih
? Albumin cenderung menurun
? SGOT, SGPT sedikit meningkat
? Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
? Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.
? NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
? Asites dan Efusi pleura
? Hepatomegali

G. PENATALAKSAAN MEDIS
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 –
206 adalah :
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
pada :
-  Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
-  Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
-  Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
-  Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman
oralit, air bauh susu secukupnya.
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan
sesering mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5. Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
- Antipiretik untuk anti panas.
- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan
pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman
oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan
sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2. Dengan Renjatan (Grade III) :
1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan
frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10
mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih
terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan
umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi
menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu
24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4
maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi
volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal
vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler
sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
• R / C
• NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.
2) Koloid
• HES
• Widal HES
•  Voluven
•  Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
- Dapat meningkatkan ankotik plasma.
- Dapat meningkatkan volume darah.
- Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.
4)Transfusi komponen darah
• Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
• Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3).
5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
• Pemberian Antibiotika
• Pemberian obat antipiretik
• Imunoglobolin intravena (Gamaras)
• Bicnat bila asidosis metabolic

H. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis,
pendarahan gusi.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) :
kapan mulai panas?
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)
5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?
6) Riwayat imunisasi
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)
2) Pemeriksaan per system
a) System persepsi sensori :
- Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
- Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
b) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo,
krakles
d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat,
akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
e) System gastrointestinal :
- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
- Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut?
- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas
tempat injeksi?
g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
Gejala klinis didapatkan :
? Derajat I    : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan
hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
? Derajat II    : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit
seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
? Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan
sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau
gelisah.
? Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat
ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)
? Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
? Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal
(80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
? Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada
klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau lebih
sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari Intravaskuler Ke
Ekstravaskuler
? Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
? Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80
– 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
? Intervensi :
a. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill.
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic
syok.
3.    Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Intake In
Adekuat
? Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
? Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan
meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
? Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
 Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara
waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.
f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses
penyembuhan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
4.  Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran Meningkat
? Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
? Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.
? Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / shock.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan.
 Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
 Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia
? Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
? Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan
spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
? Intervensi :
a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari
adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di
gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan
serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
f. Monitor trombosit setiap hari.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika :
Jakarta
Hockenberry, Wilson.2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition.
Mosby Elsevter : Canada.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius : Jakarta.
Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.
Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta.
Soedarto.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga :Surabaya.
Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.
Tatty ES.2004. Pengelolaan Syok Pada Demam Berdarah Dengue Anak Dalam
Sutaryo.Tatalaksana Syok Dan Perdarahan Pada Demam Berdarah Dengue. Medika FK UGM : 
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai