Anda di halaman 1dari 42

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alih fungsi tanaman pertanian merupakan salah satu permasalahan yang

sedang dihadapi dalam bidang pertanian di Indonesia. Luas lahan pertanian kakao

di Indonesia saat ini hanya tinggal 8,1 juta Ha salah satu penyebabnya adalah

maraknya alih fungsi tanaman pertanian yg terjadi (Kementerian Pertanian, 2013).

Indonesia yang notabene sebagai negara agraris masih mengalami kesulitan dalam

mengendalikan alih fungsi tanaman karena jumlah penduduk dan pembangunan

yang terus meningkat menyebabkan semakin besarnya kebutuhan akan ruang

yang berdampak pada semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian. Apabila alih

fungsi tanaman pertanian terus meningkat tanpa pengendalian dan pengawasaan

yang tegas maka dapat memengaruhi ketahanan pangan dan ketidakseimbangan

ekologi. Pemerintah Indonesia menentapkan UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) dalam rangka

mengendalikan alih fungsi tanaman pertanian dan untuk menjaga ketahanan

pangan dalam rangka swasembada pangan.

Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian

masih menyumbang sekitar 14,44 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) serta

sektor pertanian masih mampu menyediakan sekitar 52,28 % dari angkatan kerja

yang ada, dan bahkan di provinsi tertentu kontribusinya melebihi angka tersebut

(Anonimus, 2013).
2

Soekartawi (2002), menyatakan bahawa : a) sektor pertanian mampu

menyediakan bahan pangan dan karenanya sektor pertanian sangat mempengaruhi

konsumsi dan gizi masyarakat, b) sektor pertanian mampu mendukung sektor

industri, baik industri hulu maupun hilir, dan c) ekspor hasil pertanian yang

semakin meningkat menyumbang devisa yang semakin besar.

Lebih lanjut (Todaro, 2006) menyatakan bahwa sektor pertanian

merupakan sektor yang sangat penting peranannya di dalam perekonomian di

sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. Hal tersebut dapat dilihat

dengan jelas dari peranan sektor pertanian di dalam menampung penduduk serta

memberikan kesempatan kerja kepada penduduk, menciptakan pendapatan

nasional dan menyumbangkan pada keseluruhan produk. Berbagai data

menunjukkan bahwa di beberapa negara yang sedang berkembang lebih 75% dari

penduduknya berada disektor pertanian dan lebih 50% dari pendapatan

nasionalnya dihasilkan dari sektor pertanian serta hampir seluruh ekspornya

merupakan bahan pertanian.

Pembangunan dan modernisasi pertanian di negara-negara yang sedang

berkembang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi,

peningkatan pendapatan petani dan menyediakan pasar bagi produksi sektor

industri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan ekspor dan menciptakan

tabungan bagi pembangunan (Pahan, 2008).

Salah satu sub-sektor pertanian yang memberikan sumbangan cukup besar

bagi perekonomian nasional dan menjadi makin penting adalah sub-sektor

perkebunan. Keunggulan komparatif dari sub-sektor perkebunan dibandingkan


3

dengan sektor non-migas lainnya disebabkan antara lain oleh adanya lahan yang

belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim yang

menunjang serta adanya tenaga kerja yang cukup tersedia dan melimpah sehingga

bisa secara kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang

dapat memperkuat daya saing harga produk-produk perkebunan Indonesia di

pasaran dunia (Franskennedy, 2013).

Komoditas bidang pertanian terutaman sub-sektor perkebunan di pasaran

internasional yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional untuk

saat ini adalah tanaman nilam karena nilam memberikan keuntungan besar bagi

para pelaku usahanya dengan nilai ekspor yang tinggi. Selain itu, perkebunan

nilam memberikan lapangan kerja yang luas sehingga dapat mengurangi jumlah

pengangguran (dalam hal pemerataan penduduk progam Transmigrasi) dan

memberikan devisa untuk negara (ekspor) (Franskennedy, 2013).

Indonesia merupakan penghasil minyak nilam terbesar di dunia yang tiap

tahun memasuk sekitar 75% kebutuhan dunia. Jumlah minyak atsiri tersebut, 60%

diproduksi di Nanggroe Aceh Darussalam dan sisanya berasal dari Sumatera

Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Negara -negara lain yang memproduksi

minyak nilam adalah Brazil, Malaysia, India, dan Taiwan. Hampir seluruh

produksi minyak nilam Indonesia diekspor terutama ke Amerika Serikat, negara –

negara Eropa Barat dan Jepang (Hildani, 2015).

Pada empat tahun terakhir produktivitas nilam mengalami kenaikan

secara signifikan yaitu tahun 2013 (3500 kg), tahun 2014 (6000 kg), tahun

2015(7000 kg) dan tahun 2016 (9000 kg). Dalam 10 tahun terakhir, industri nilam
4

mengalami booming dan mampu menyerap tenaga kerja serta menghasilkan

devisa Negara dan pajak. Akibat ekspansi perkebunan nilam di Indonesia yang

mencapai rata-rata 315.000 Ha/tahun menyebabkan banyak lahan pertanian

banyak yang beralih fungsi ke lahan perkebunan nilam karena keuntungan yang

didapat lebih besar dan nilai ekonomi yang tinggi (Pahan, 2008).

Menurut Isa (2006), faktor-faktor yang mendorong peralihan pertanian

adalah : a) pertumbuhan penduduk, b) kebutuhan lahan untuk kegiatan non

pertanian, c) nilai land rent yang lebih tinggi pada aktivitas pertanian non pangan,

d) sosial budaya, e) degradasi lingkungan, f) otonomi daerah yang mengutamakan

pembangunan pada sektor yang lebih menguntungkan untuk peningkatan

Pendapatan Asli Daerah, dan g) lemahnya sistem perundang-undangan dan

penegakan hukum dari peraturan yang ada. Namun pada tanaman Kakao terjadi

sebaliknya dalam kurun waktu lima tahun terahir terjadi penurunan luas lahan dan

produksi Kakao rakyat di Kabupaten Muna Barat hal ini disebabkan para petani

Kakao telah mengkonversikan lahannya menjadi tanaman nilam. Perkembangan

luas lahan dan produksi tanaman Kakao rakyat di Kabupaten Muna Barat seperti

pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Kakao


No. Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton/Tahun)
1 2013 1427,16 3.823,24
2 2014 1224,91 2.429,69
3 2015 1125,24 1.534,27
4 2016 989,11 1.490,14
5 2017 755,23 1.200,24
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muna Barat, 2013
5

Menurunnya produksi Kakao ini disebabkan adanya serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Dari berbagai hasil pengamatan, serangan hama

Penggerek Buah Kakao (PBK) dapat menurunkan produksi hingga 60 % - 80 %

dan menurunkan kualitas biji Kakao yang dihasilkan sehingga mempengaruhi

pendapatan petani (World Bank, 2005). Tindakan pengendalian PBK secara

terpadu telah dilakukan dengan kultur teknis, sanitasi, mekanis, eradikasi

(pemangkasan) dan merumpis (seluruh buah dipetik kemudian dibenamkan ke

dalam tanah) bahkan dengan melakukan kondomisasi yaitu menyelubungi buah-

buah Kakao muda yang panjangnya sudah lebih dari 12 cm dengan kantong

plastik transparan untuk mengatasi serangan PBK ini, namun hasilnya belum

memuaskan dibanding dengan biaya dan tenaga kerja yang

dikeluarkan( Dishutbun, 2013).

Menurut Sempurnajaya (2012), penurunan ekspor biji Kakao ke luar

negeri ini disebabkan banyak negara mengalihkan permintaan ke produsen lain

seperti Pantai Gading dan Ghana serta karena adanya penerapan pajak ekspor

secara progresif sehingga mengakibatkan penurunan harga biji Kakao yang

diterima petani dalam negeri sehingga pendapatan petani juga menurun.

Lebih lanjut Sempurnajaya (2012), mengatakan beberapa penyebab

konversi lahan Kakao ke nilam adalah penurunan kualitas dan kuantitas produksi

kakao dikarenakan penuaan pohon, serangan hama dan penyakit yang telah

mengurangi pendapatan para petani kakao. Keinginan petani untuk meningkatkan

pendapatannya ini menyebabkan sebagian petani mengalih-fungsikan lahan

kakaonya menjadi nilam yang dianggap lebih menguntungkan.


6

Nilam telah berkembang pada setiap Kabupaten atau Kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Salah satu wilayah pengelolaan usahatani nilam yaitu Desa

Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat. Desa Kembar

Maminasa merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan

usahatani nilam karena tanaman nilam sudah banyak dibudidayakan oleh

masyarakat Kembar Maminasa dengan luas lahan 750 ha. Sedangkan luas lahan

tanaman kakao 755 ha. Produksi kakao pada tahun 2016 sebesar 1.490 ton dan

pada tahun 2017 sebesar 1.200 ton pertahun sedangkan Produksi nilam pada

Tahun 2016 sebesar 3.237 ton sedangkan Tahun 2017 sebesar 3.875 ton ini berarti

bahwa produksi nilam di Desa Kembar Maminasa mengalami Peningkatan

sebesar 638 ton (Kantor Desa Kembar Maminasa, 2016). Jumlah petani kakao

tahun 2013 yang semula sebanyak 337 kk, akibat adanya yang beralih usahatani

ke tanaman nilam sebanyak 237 kk sehingga jumlah petani kakao tinggal 100 kk.

Dari 100 kk sebagian petani tidak menebang habis tanaman kakao tapi petani

melakukan sistim tumpangsari.

Masyarakat di Desa Kembar Maminasa sebagian besar berprofesi sebagai

petani nilam yaitu sekitar 75 %, dalam mengusahakan usahatani nilam, seperti

diketahui tingkat pendapatan petani erat kaitannya dengan tingkat produksi,

sedangkan tingkat produksi ditentukan oleh keahlian seorang petani dalam

mengelola usahataninya. Kondisi ini tidak berdampak langsung terhadap tingkat

pendapatan petani nilam, dimana pendapatan yang diterima masih relatif besar

dan biaya dibutuhkan setiap saat tercukupi, sedangkan dari sisi lain tidak semua

petani terutama petani kecil yang mempunyai lahan sempit dapat menyediakan
7

biaya secara tepat waktu dan tepat jumlahnya. Masalah ini sering dihadapi oleh

petani, apabila biaya pembelian faktor produksi tidak dapat dipenuhi secara tepat

waktu, maka jumlah produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh petani

(Daniel, 2004).

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk manganalisis “Dinamika

yang mempengaruhi petani beralih usahatani dari tanaman kakao ke

tanaman nilam di Desa Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten

Muna Barat”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana dinamika peralihan usahatani dari tanaman kakao ke tanaman

nilam di Desa Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peralihan usahatani di Desa

Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dinamika peralihan usahatani dari tanaman kakao ke

tanaman nilam di Desa Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten

Muna Barat.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peralihan usahatani di

Desa Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat.

D. Manfaat Penelitian
8

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagi petani, sebagai sumber informasi sehingga petani mengetahui seberapa

besar dinamika dalam peralihan tanaman kakao ke tanaman nilam.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya terutama dalam

ruang lingkup yang sama.

II. TINJAUAN PUSTAKA


9

A. Deskripsi Teori

A.1 Konsep Petani.

Secara umum, petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja di sector

pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Dalam

batasan statistik, orang yang bekerja di sektor pertanian minimal satu jam

seminggu, dapat disebut sebagai petani. Selain itu, orang yang tinggal di pedesaan

dan secara psikologis menjadi petani, sering pula disebut sebagai petani.

Akibatnya jumlah petani menjadi sangat banyak. Hal ini merupakan salah satu

penyebab rendahnya produktivitas di sektor pertanian, karena jumlah petani

merupakan faktor pembagi dalam pengukuran produktivitas.

Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses

pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit

dinamakan pertanian rakyat sedangkan pertanian dalam arti luas meliputi

pertanian dalam arti sempit, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Semua itu

merupakan hal penting. Secara garis besar, pengertian pertanian dapat diringkas

menjadi 1) proses produksi; 2) petani dan pengusaha; 3) tanah tempat usaha; 4)

usaha pertanian ( farm business) (Soetriono, 2006).

Menurut Wahyudi (2006), ada tiga macam kebiasaan mental petani yang

penting bagi perkembangan pembangunan pertanian yaitu :

1. Kebiasaan mengukur, yaitu berpikir dalam mengukur penggunaan sarana

produksi yang akan dipergunakan termasuk jumlah benda-benda. Dengan

kebiasaan itu jangan puas dengan menyatakan panen baik atau hasil cukup,

tetapi seharusnya dalam jumlah ton atau kilogram perhektar.


10

2. Kebiasaan bertanya, biasanya dilakukan dengan pertanyaan, “mengapa

tanaman ini lebih baik dari tanaman itu?” kenapa hasil di sini lebih buruk dari

hasil yang disana?

3. Kebiasaan melihat atau mencari alternatif. Melihat dan mencari alternatif dari

cara yang sudah dikenal dan dilakukan terhadap cara baru yang lebih baik.

Adapun ciri-ciri kehidupan petani, yaitu sebagai berikut :

1. Masih ada hubungan saling mengenal dan bergaul antar warga.

2. Secara umum hidup dari hasil pertanian.

3. Berusaha mempertahankan tradisi yang sudah ada, sehingga orangtua pada

umumnya memegang pedoman yang sangat penting.

4. Tidak dijumpai adanya pembagian kerja berdasarkan keahlian, akan tetapi

berdasarkan usia dan jenis kelamin.

5. Kehidupan penduduk pedesaan sangat terikat oleh tanah, maka kepentingan

pokoknya juga sama sehingga akan terjalin hubungan kerja sama (gotong-

royong).

Sektor pertanian dan pedesaan mempunyai empat fungsi yang sangat

fundamental bagi pembangunan suatu bangsa, yaitu:

1. Penyedia lapangan kerja dan berusaha

2. Penyedia bahan baku industri

3. Sebagai penghasil devisa Negara

4. Mencukupi pangan dalam negeri

Indonesia kebanyakan petani merupakan petani kecil yang sebagian besar

hasil pertaniannya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau subsisten,


11

sehingga lebih sesuai disebut dengan “peasant” mereka mengedepankan

semboyan “safetyfirst” atau dahulukan selamat. Kemiskinan identik dengan petani

kecil, ciri-ciri petani kecil antara lain: memiliki lahan kurang dari 0,5 ha,

berpendidikan rendah, bermodal lemah, dan kurang responsif terhadap inovasi

baru.

Menurut Rodjak (2006) petani adalah orang yang melakukan kegiatan

bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk

memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola

usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan didalam

memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga.

Menurut Anwas (1992), petani adalah orang yang melakukan cocok

tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk

memperoleh kehidupan dari kegiatan itu, sedangkan pengertian pertanian adalah

kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil

tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.

Hernanto (1989), memberikan pengertian tentang petani yang mengatakan

bahwa : “Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi

sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya dibidang pertanian dalam arti luas

yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan

ikan), dan mengutamakan hasil laut.

Persoalan lain petani di Indonesia harus mengusahakan usaha tani di

lingkungan tropika yang penuh resiko misalnya, banyak hama, tidak menentunya

curah hujan, para petani harus lebih berhati-hati dalam menerima inovasi karena
12

kegagalan berarti penderitaan bagi seluruh keluarga. Hal tersebut menjadikan

petani dalam posisi yang dilematis dimana untuk dapat survive petani harus berani

mengambil resiko dalam berinovasi, namun jika inovasi ini gagal mereka harus

siap menanggung sendiri akibatnya. Keunggulan pertanian sebagai sektor vital

dalam pembangunan ekonomi diantaranya ditunjukan dalam krisis yang

merundung perekonomian Indonesia beberapa waktu lalu, sektor pertanian yang

menjadi peredam gejolak ekonomi dengan memberi sumbangan pada neraca

perdagangan luar negeri (Dillon, 1999).

Petani menurut Slamet (2000), disebut petani ‘asli’ apabila memiliki tanah

sendiri, bukan sekedar penggarap maupun penyewa. Berdasarkan hal tersebut,

secara konsep, tanah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan seorang petani. Sementara Eric R. Wolf (1985), mengemukakan bahwa

petani sebagai orang desa yang bercocok tanam, artinya mereka bercocok tanam

di daerah pedesaan, tidak dalam ruangan tertutup di tengah kota. Petani tidak

melakukan usaha tani dalam arti ekonomi, ia mengelolah sebuah rumah tangga,

bukan sebuah perusahaan bisnis, namun demikian dikatakan pula bahwa petani

merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas dan besar. 

Menurut Anwas (1992), Petani adalah orang yang melakukan cocok

tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk

memperoleh kehidupan dari kegiatan itu, sedangkan Pengertian Pertanian adalah

kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil

tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.


13

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa petani

adalah masyarakat dalam artian luas atau orang dalam artian sempit yang

melakukan kegiatan cocok tanam atau memelihara ternak dengan tujaun

memperoleh hasil.

Ada beberapa jenis petani yang ada di Indonesia:

1. Petani Gurem Adalah petani kecil yang memiliki luas lahan 0,25 ha.Petani ini

merupakankelompok petani miskin yang memiliki sumber daya terbatas.

2. Petani Modern Merupakan kelompok petani yang menggunakan teknologi dan

memilikiorientasi keuntungan melalui pemanfaatan teknologi tersebut. Apabila

petanimemiliki lahan 0,25 ha tapi pemanfaatan teknologinya baik dapat juga

dikatakan petani modern.

3. Petani Primitif Adalah petani-petani dahulu yang bergantung pada sumber daya

dan kehidupanmereka berpindah-pindah.Menurut Wahyudin (2005) Golongan

petani di bagi menjadi tiga yaitu:

1. Petani Kaya : yakni petani yang memiliki luas lahan pertanian 2,5 ha lebih.

2. Petani Sedang : petani yang memiliki luas lahan pertanian 1 sampai 2,5 ha.

3. Petani Miskin : petani yang memiliki luas lahan pertanian kurang dari 1 ha.

Mengingat negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya

sebagai petani maka memiliki beberapa bentuk pertanian diantaranya:

1. Sawah: sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah

dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah

hujanmaupun sawah pasang surut.
14

2. Tegalan: Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung

pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan

terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit

untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata.

3. Ladang Berpindah: Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang

dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah

beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu

pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap

4. Tanaman Keras:Tanaman keras adalah suatu jenis varietas pertanian yang

jenis pertanianya adalah tanaman-tanaman keras seperti karet, kelapa sawit

dan coklat.

Menurut Mosher (1997), setiap petani memegang tiga peranan yaitu:

1. Petani Sebagai Juru Tani (Cultivator).Yaitu seseorang yang mempunyai

peranan memelihara tanaman dan hewan guna mendapatkan hasil-

hasilnya yang berfaedah.

2. Petani Sebagai Pengelola (Manager). Yakni segala kegiatan yang mencakup

pikiran dan didorong oleh kemauan terutama pengambilan keputusan atau

penetapan pemilihan dari alternatif-alternatif yang ada.

3. Petani sebagai manusia Selain sebagai juru tani dan pengelola.Petani adalah

seorang manusia biasa. Petani adalah manusia yang menjadi anggota dalam

kelompok masyarakat, jadi kehidupan petani tidak terlepas dari

masyarakat sekitarnya.
15

A.2 Teori Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak

dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi (Salusu, 1996). Proses ini untuk

menemukan dan menyeleseikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan

bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan, memerlukan

beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah tersebut terdapat dalam pikiran

seseorang yang sekaligus mengajaknya berfikir sistematis. Dalam dunia

manajemen proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak dalam kegiatan

diskusi. Kehidupan sehari-hari seorang eksekutif, manajer, kepala, ketua, direktur,

rektor, bupati, gubernur, menteri, panglima, presiden, atau pejabat apapun,

sesungguhnya adalah kehidupan yang selalu bergumul dengan keputusan. Sering

kali ia merasa hampa apabila dalam satu hari tidak mengmbil suatu keputusan.

Tidak menjadi soal apakah keputusan itu benar atau mengandung kelemahan.

Oleh sebab itu banyak manajer yang berpendapat bahwa lebih baik membuat

enam kesalahan dari sepuluh keputusan yang ia buat daripada sama sekali tidak

membuat keputusan. Bagi pejabat tersebut yang paling penting timbul rasa

kepuasan karena dapat mengmbil keputusan hari itu. Ilustrasi itu menggambarkan

bahwa pengambilan keputusan adalah aspek yang paling penting dalam aspek

manajemen. Keputusan merupakan kegiatan sentral dari manajemen, merupakan

kunci kepemimpinan, atau inti kepemimpinan (Siagian, 1988), sebagai suatu

karakteristik yang fundamental, sebagai jantung kegiatan administrasi (Mitchell,

1978), suatu saat kritis bagi tindakan administrasi (Robins, 1978). Bahkan

Higgins (1979) melanjutkan bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang


16

paling penting dari semua kegiatan karena di dalamnya manajer terlibat. Pada

akhirnya, Robin Hughes dalam prakatanya pada Decision Making berkesimpulan

bahwa karena pengambilan keputusan terjadi di semua bidang dan tingkat

kegiatan serta pemikiran manusia, maka tidaklah mengherankan apabila begitu

banyak disiplin yang berusaha menganalisis dan membuat sistematika dari seluruh

proses keputusan. Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju

mundurnya suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak

ditentukan oleh pengambilan keputusan sekarang. Pentinya pengambilan

keputusan dilihat dari segi kekuasaan untuk membuat keputusan, yaitu mengikuti

pola desentralisasi atau pola sentralisasi. Berbeda dengan hal tersebut, beberapa

ahli memberi perhatian pada 1 pengambilan keputusan dari sudut kehadirannya,

yaitu adanya teori pengambilan keputusan administrasi, kita dapat meramalkan

tindakan-tindakan manajemen sehingga kita dapat menyempurnakan efektifitas

manajemen.

Menurut Terry (Syamsi, 1995) pengambilan keputusan adalah pemilihan

alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih, tindakan untuk memecahkan

masalah yang dihadapi melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang

memungkinkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Siagian (dalam Syamsi, 1995)

bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu

masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari

alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan

merupakan tindakan yang paling tepat. Shull, Delbecq & Cummings (dalam

Taylor, 1994) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu kesadaran


17

dalam proses manusia, menyangkut individu dan fenomena sosial, berdasarkan

hal-hal yang fakta dan aktual yang menghasilkan pilihan dari satu aktivitas

perilaku yang berasal dari satu atau lebih pilihan. Definisi di atas senada dengan

pernyataan Morgan (1986) bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu

jalan dari penyelesaian masalah dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan

yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005) pengambilan keputusan

merupakan tindakan menggabungkan dan mengintegrasikan informasi yang ada

untuk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan. Dari pengertian-

pengertian tentang pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengambilan keputusan adalah tindakan yang diambil dengan sengaja, tidak

secara kebetulan, dengan memilih berbagai alternatif yang tersedia dengan

penentuan yang matang dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan. Janis

(1987) mengemukakan lima tahapan dalam mengambil keputusan, yaitu:

1. Appraising the Challenge

Ketika individu dihadapkan pada suatu informasi atau kejadian yang

menyita perhatian tentang sebuah keyataan bahwa ia akan kehilangan, individu

cenderung tetap menggunakan suatu sikap yang tidak memperdulikan serangkaian

kegiatan yang diikuti untuk mendapatkan kepuasan dalam dirinya sendiri.

Informasi yang menantang menghasilkan krisis sementara, jika individu memulai

untuk menimbang kebijakan untuk melanjutkan masalah. Pada tahap individu

mulai merasa tidak nyaman berada dalam kondisi tertentu dan ia menyadari

adanya kesempatan dan tantangan untuk berubah. Individu mulai memahami

tantangan serta apa manfaat tantangan tersebur bagi dirinya. Pemahaman yang
18

baik akan tantangan yang dihadapi penting, agar pengambil keputusan terhindar

dari asumsi-asumsi yang salah atau sikap terlalu memandang remeh masalah yang

kompleks.

2. Surveying Alternatives

Ketika individu telah percaya diri (yakin) dalam menentukan kebijakan

yang dipilih, maka individu akan mulai memfokuskan perhatian pada satu atau

lebih pilihan. Menerima permasalahan, individu mulai mencari pilihan-pilihan

tindakan yang akan dilakukan di dalam memorinya, mencari saran dan informasi

dari orang lain mengenai bagaimana cara untuk mengatasi ancaman tersebut.

Individu biasanya mencari saran dari apa yang diketahui orang yang ia kenal baik

dan menjadi lebih perhatian pada informasi yang berkaitan pada media massa.

Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran-saran untuk

menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan

keyakinannya sekarang ini.

3. Weighing Alternatives

Individu yang mengambil keputusan pada tahap ini melakukan proses

pencarian dan evaluasi dengan teliti, berfokus pada mendukung atau tidaknya

pillihan-pilihan yang ada untuk menghasilkan tindakan terbaik. Dengan waspada

individu membicarakan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan

hingga individu tersebut merasakan percaya diri dan yakin dalam memilih satu

yang dinilai objektif. Individu berusaha memilih alternatif yang terbaik di antara

pilihan alternatif yang tersedia baginya. Ia mempertimbangkan keuntungan,

kerugian serta kepraktisan dari tiap-tiap alternatif hingga ia merasa cukup yakin
19

untuk memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam upayanya

mencapai tujuan tertentu. Adakalanya saat ia mempertimbangkan alternatif-

alternatif secara bergantian, ia merasa tidak puas dengan semua alternatif yang

ada. Ia menjadi stress dan dapat kembali ke tahap dua.

4. Deliberating About Commitment

Setelah memutuskan, individu akan mengambil sebuah perencanaan

tindakan tertentu untuk dilaksanakan, pengambil keputusan mulai memikirkan

cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan keinginannya tersebut

kepada orang lain. Disamping itu, ia juga mempersiapkan argumen-argumen yang

mendukung pilihannya tersebut khususnya bila ia berhadapan dengan orang-orang

yang menentang keputusannya tersebut, dikarenakan pengambil keputusan

menyadari bahwa cepat atau lambat orang-orang pada jaringan sosialnya yang

tidak secara langsung terkena dampak seperti; keluarga, teman, akan mengetahui

tentang keputusan tersebut.

5. Adhering Despite Negative Feedback

Banyak keputusan memasuki periode ”Honeymoon”, dimana pengambil

keputusan sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya

tanpa rasa cemas. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama,

dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak

diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan

potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda

dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh

atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus
20

pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya

tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan

keputusan sebelumnya.

Pengambilan keputusan melibatkan pertimbangan-pertimbangan. Menurut Janis &

Mann (1987) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan

dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

1. Pertimbangan-pertimbangan Utilitarian

Merupakan  pertimbangan  yang  berhubungan  dengan  manfaat  dari

suatu  keputusan.

Pertimbangan ini terdiri dari :

 Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, didalamnya

mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi

pengambilan keputusan.

 Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal

yang diantisipasikan akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant

others.

2. Pertimbangan-pertimbangan Nonutilitarian Pertimbangan ini terdiri dari :

 Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri. Emosi/perasaan dan harga diri

termasuk di dalamnya.

 Penerimaan dan penolakan dari orang lain.


21

Kritik atau penghargaan yang akan diberikan oleh orang lain sehubungan dengan

alternatif yang dipilih. Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas mempengaruhi

proses pengambilan keputusan yan dilakukan serta aternatif yang akan dipilih oleh

pengambil keputusan. Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, terdapat faktor-

faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu :

1.  Lingkungan luar (External circumstances)

Pada pengambilan keputusan yang bersifat pribadi, proses pengambilan keputusan

tidak hanya menuntut kerja dari aspek kognitif semata, namun berkaitan juga

dengan lingkungan dan konteks saat keputusan itu dibuat.

2. Pentingnya keputusan yang dibuat

Ada keputusan-keputusan yang dianggap kurang penting yang hanya

membutuhkan sedikit pemikiran, sebaliknya ada keputusan-keputusan yang

dianggap penting yang membutuhkan pemikiran yang aktif untuk mencapai hasil

yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Suatu keputusan dianggap penting

karena berbagai alasan, diantaranya adanya biaya tinggi atau konsekuensi dari

keputusan tersebut berdampak jangka panjang. Selain itu, keputusan juga

dianggap penting jika keputusan tersebut berhubungan dengan opini tertentu atau

nilai-nilai emosional tertentu dari pengambil keputusan. Penting tidaknya suatu

keputusan berpengaruh terhadap keterlibatan (involvement), hal ini berkaitan erat

dengan motivasi yang dimiliki seseorang yang juga mempengaruhi usaha kognitif

yang dilakukan seseorang untuk memecahkan permasalahan serta strategi yang

digunakan dalam pengambilan keputusan.


22

A.3. Konsep Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri (Utomo, dkk, 1992). Pasandaran (2006) menjelaskan bahwa paling tidak

ada tiga faktor, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang merupakan

determinan alih fungsi lahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengalihkan

tanaman kakao ke tanaman nilam meliputi luas lahan yang dimiliki petani di

daerah penlitian, perbedaan penerimaan usahatani kakao dengan nilam,

kecenderungan perkembangan harga kakao dan nilam (Matondang, 2011). Upaya

pengendalian alih fungsi lahan sawah diperlukan agar kawasan pertanian

produktif tersebut dapat dipertahankan eksistensinya dalam jangka panjang. Ada

tiga faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah yaitu faktor eksternal

disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun

ekonomi, faktor internal disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga

pertanian pengguna lahan, dan faktor kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian

(Lestari, 2005).

Alih fungsi lahan juga biasa disebut dengan konversi lahan. Alih fungsi

lahan atau konversi lahan merupakan kegiatan yang berkaitan tentang kegiatan di

dalam sektor pertanian. Alih fungsi lahan adalah dirubahnya fungsi lahan yang

telah di rencanakan baik itu sebagian maupun seluruh kawasan lahan dari fungsi
23

semula menjadi fungsi yang lain dan biasanya di alih fungsikan ke sektor

pembangunan. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai berubahnya guna

lahan awal yang telah dialih fungsikan ke guna lahan lain yang telah di

rencanakan oleh pihak-pihak tertentu yang bersangkutan dengan pengalih

fungsian lahan tersebut.Alih fungsi lahan cenderung menjadi masalah (bersifat

negatif) di dalam sektor pertanian, akan tetapi masih banyak lahan pertanian yang

di alih fungsikan karena tekanan ekonomi pada masa-masa krisis ekonomi atau

rendahnya hasil jual di bidang pertanian menyebabkan banyak petani yang

menjual aset lahannya yang berupa perkebunan atau persawahan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya alih

fungsi lahan pertanian dan makin meningkatkan penguasaan -penguasaan lahan

pada pihak- pihak yang memiliki modal tinggi.

A.4 UU Data Alih Fungsi Lahan

Cepatnya alih fungsi tanah pertanian menjadi non-pertanian dapat

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain:

1. menurunnya produksi pangan yang menyebabkan terancamnya ketahanan

pangan,

2. hilangnya mata pencaharian petani dan dapat menimbulkan pengangguran, 

dan

3. hilangnya investasi infrastruktur pertanian (irigasi) yang menelan biaya sangat

tinggi. 

Kita mengharapkan dengan adanya perangkat peraturan yang

komprehensif terkait perlindungan lahan dan upaya pemberian insentif kepada


24

petani  maka diharapkan tanah tersedia bagi petani bukan hanya untuk menjamin

ketersediaan produksi pangan, namun lebih jauh menjamin akses petani atas lahan

untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Upaya revitalisasi dan perlindungan lahan dilakukan dengan melindungi

dan menjamin ketersediaan lahan dengan menindaklanjuti  UU 41/2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Pemerintah

pendukungnya. Sekarang sudah terbit PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan alih

fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, PP No 12/2012 tentang Insentif

Perlindngan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 25/2012 tentang

Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No. 30/2012

tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan

Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman

Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian

Pangan Berkelanjutan. Selanjutnya Kementerian Pertanian ikut secara aktif dalam

pelaksanaan Rencana Tata Ruang dan Wilayah baik Nasional, Propinsi maupun

Kabupaten/Kota.

A.5 Usahatani

Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan

tanahnya denga maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa

mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk

memperoleh hasil selanjutnya. Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan

modal yang ditujukan kepada produksi di sektor pertanian (Salikin, 2003).

Usahatani dilaksanakan agar petani memperoleh keuntungan secara terus


25

menerus dan bersifat komersial (Dewi, 2012). Kegiatan usahatani biasanya

berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang apa, kapan, dimana, dan berapa

besar usahatani itu di jalankan. Gambaran atau potret usahatani sebagai

berikut (Soeharjo dan Patong, 1999) :

1. Adanya lahan,tanah usahatani,yang diatasnya tumbuh tanaman,

2. Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gedung, kandang, lantai jemur

dan sebagainya,

3. Adanya alat -alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, spayer,

traktor, pompa air dan sebagainya,

4. Adanya pencurahan kerja untuk mengelolah tanah, tanaman, memelihara

dan sebagainya,

5. Adanya kegiatan petani yang menerapka usahatani dan menikmati hasil

usahatani. Dalam usahatani terdapat konsep dasar yang biasa disebut sebagai

Tri Tunggal Usahatani.

Tri Tunggal Usahatani adalah suatu konsep yang didalamnya terdapat

tiga fondasi atau modal dasar dari kegiatan usahatani. Tigamodal dasar tersebut

adalah petani,lahan dan tanaman atau ternak. Petani memiliki suatu kedudukan

yang memegang kendali dalam menggerakkan kegiatan usahatani (Soeharjo

dan Patong,1999).Petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada

lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat

tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus

juga menggarap lahan, dan buruh tani. Lahan diperlukan sebagai tempat

untuk menjalankan usahatani. Tanaman merupakan komoditas yang


26

dibudidayakan dalam kegiatan usahatani. Sebagian besar petani di Indonesia

selain bercocok tanam mereka juga memiliki ternak atau ikan yang dipelihara

dalam menunjang kegiatanusahataninya (Tambunan, 2003). Jadi, Usaha tani

adalah adalah kegiatan usaha petani dalam memaksimalkan lahan dengan modal

atau alat untuk mendapatkan hasil usaha tani yang maksimal.

B. Tanaman Kakao

Kakao merupakan tanaman yang berasal dari daerah hutan hujan tropis di

Amerika Selatan yang berukuran kecil dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang

besar (Widya, 2008). Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu

memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas

kakao menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang

devisa negara (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007). Menurut Evans (1998), biji

kakao diproduksi di Amerika Selatan, Amerika Tengah, India Barat, Afrika Barat,

Sri Lanka dan Indonesia. Biji kakao mengandung 35-50% minyak/lemak, 15%

pati, 15% protein, 1-4% theobromin, 0,07-0,36% kafein, dan 0,05-0,36% senyawa

kafein dan lemak kakao yang berasal dari nib kakao sebanyak 43-53%. Kernel

kakao mengandung 0,19-0,30% theobromin dan kulit arinya mengandung sekitar

0,19-2,98 senyawa alkaloid (Sudibyo, 2012).

Coklat merupakan sebutan untuk makanan ataupun minuman dari olahan

biji kakao yang pertama kali dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno.

Coklat merupakan produk pangan olahan yang bahan komposisinya terdiri dari

pasta coklat, gula, lemak kakao dan beberapa jenis tambahan citarasa (Kelishadi,

2005). Terdapat beberapa jenis produk coklat. Yang pertama coklat hitam (dark
27

chocolate) yang terbuat dari pasta kakao dengan penambahan sedikit gula, yang

kedua coklat susu (milk chocolate) yang terbuat dari pasta kakao, lemak kakao,

gula dan susu bubuk, dan yang ketiga coklat putih (white chocolate) yang terbuat

dari lemak kakao, gula dan susu bubuk (Rizza et. al., 2000).

Coklat memiliki kandungan gizi yang beraneka ragam antara lain energi,

protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1,

vitamin B12, vitamin C, dan vitamin E (Biscuit Cake Chocolate and

Confectionery Association, 2005). Menurut Habiba (2013), manfaat coklat bagi

tubuh antara lain: 1. Coklat terdiri dari antibakteri yang dapat mencegah

kerusakan gigi. 2. Coklat memiliki erotonin yang bertindak sebagai anti-depresan.

Hal ini dapat menimbulkan perasaan senang dan kewaspadaan serta dapat

membantu mengurangi rasa sakit yang dialami. 3. Mengkonsumsi coklat hitam

(dark chocolate) dapat membuat tekanan darah yang normal. 4. Coklat dapat

meringankan sembelit karena mengandung kafein, perangsang pusat saraf pusat,

dan teobromin, serta perangsang otot polos. Otot polos termasuk pembuluh darah,

rahim, kandung kemih, dan saluran pencernaan. Ketika saluran pencernaan

dirangsang akan menyebabkan usus berkontraksi dan berpotensi memaksa untuk

buang air besar. 5. Dapat mengurangi berat badan karena dark chocolate memiliki

kandungan kakao tinggi dan akan membuat pengonsumsinya mengurangi

keinginan untuk memakan makanan yang manis dan berlemak. 6. Mengkonsumsi

coklat secara rutin dapat mengurangi resiko stroke sebesar 22%. 7. Mengurangi

resiko kanker karena meningkatkan kadar flavonoid di dalam tubuh yang

berfungsi melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.
28

C. Tanaman Nilam

Tanaman nilam merupakan tumbuhan tropik yang termasuk dalam famili

labiatae, dan merupakan tumbuhan semak dengan ketinggian sekitar 0.3-1.3 m.

Tanaman ini tumbuh di alam bebas secara tidak teratur dan cenderung mengarah

ke datangnya sinar matahari, namun di kebun tanaman nilam tumbuhnya tegak ke

atas atau merumpun pendek bila diberi penegak bambu (B. S. Hieronymus 1990).

Tanaman nilam terdiri beberapa jenis dan setiap jenis nilam memiliki

kadar dan mutu minyak yang berbeda-beda. Jenis nilam tersebut antara lain

Pogostemon cablin Benth, Pagostemon heyneatus, Benth, dan Pogostemon

hortensis, Backer (B. S. Hieronymus 1990). a) Pogostemon cablin Benth (Nilam

Aceh) Nilam ini memiliki ciri daunnya agak membulat seperti jantung, dibagian

bawah daun terdapat bulu-bulu rambut sehingga warnanya tampak pucat, dan

tidak atau jarang berbunga. Kadar minyaknya antara 2,5-5 persen dan komposisi

minyaknya bagus. Menurut para ahli, minyak jenis ini terdapat di Filipina,

Brazilia, Malaysia, Paraguay, Madagaskar, dan Indonesia. b) Pagostemon

heyneatus Benth (Nilam Jawa) Nilam jenis ini sering tumbuh secara liar di

pekarangan rumah atau ditempat yang jarang dijamah oleh manusia, oleh karena

itu nilam ini sering disebut nilam hutan.

Daunnya lebih tipis dibandingkan daun nilam jenis Pogostemon cablin dan

ujung daunnya agak runcing. Spesifikasi nilam ini adalah berbunga. Kadar

minyaknya rendah sekitar 0.5-1.5 persen dari berat daun kering. Komposisi

minyaknya jelek. c) Pogostemon hortensis Backer (Nilam Sabun) Nilam jenis ini

disebut nilam sabun, karena digunakan sebagai pengganti sabun. Bentuknya


29

hampir sama dengan Pagostemon heyneatus. Daunnya tipis, ujung daun agak

runcing dan tidak berbunga. Kadar minyaknya rendah 0.5-1,5 persen dan

komposisi minyaknya pun jelek. Berdasarkan ketiga jenis tanaman nilam tersebut,

yang layak untuk dikembangkan dan dibudidayakan untuk dijadikan bahan baku

penyulingan minyak nilam adalah pogostemon cablin sebab kadar dan komposisi

minyaknya paling bagus diantara jenis lainnya (B S Hieronymus 1990).

Menurut Balitro (2009) Indonesia memiliki varietas tanaman nilam

unggulan yang dinamakan berdasarkan nama daerah asalnya yaitu Tapak Tuan,

Lhoksemawe dan Sidikalang. Menurut B S Hieronymus (1990) Minyak nilam

diperoleh dengan cara penyulingan uap dan air terhadap herba kering tanaman

nilam Pogostemon cablin.

Kandungan utama dari minyak nilam adalah Patchuli alcohol. Senyawa

inilah yang menyebabkan minyak nilam memiliki bau yang harum. Minyak nilam

dapat digunakan secara langsung tanpa diproses lebih lanjut. Namun patculi dapat

diubah menjadi ester, patchouli asetat. Senyawa ester mempunyai bau yang harum

dan dapat digunakan sebagai bahan pewangi. Patculi alcohol dapat direaksikan

dengan asam fosfat mengalami hidrasi dan diperoleh patculena. Minyak nilam

merupakan bahan baku parfum yang terpenting dan sebagai bahan fiksatif yang

paling baik pada parfum berkualitas baik. Minyak ini digunakan juga dalam

pembuatan sabun dan kosmetik, karena dapat diblending secara baik dengan

minyak atsiri lainnya seperti minyak cengkeh, geranium, akar wangi dan minyak

cassia. Aroma minyak nilam sangat kaya, terkesan rasa manis, hangat dan

menyengat (Dhalimin et al. 1998).


30

D. Faktor Yang Mempengaruhi Usahatani

Kegiatan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor

yang mempengaruhi adalah faktor sosial ekonomi petani meliputi umur,

tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, jumah tanggungan keluarga dan

kepemilikan lahan (Tambunan, 2003). Umur mempengaruhi perilaku petani

terhadap pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani. Umur petani

merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kemampuan kerja petani

dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Petaniyang bekerja dalamusia

produktifakan lebih baik dan maksimal dibandingkan usia non produktif. Selain

itu, umur juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat aktivas petani dalam

bekerja (Hasyim,2006). Tingkat pendidikan petaniakan berpengaruh pada

penerapan inovasi baru, sikap mental dan perilaku tenagakerjadalamusahatani.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggiakan lebih mudah dalam menerap

kaninovasi. Pendidikan petani tidak hanya berorientasi terhadap peningkatan

produksi tetapi mengenai kehidupan sosial masyarakat tani (Soeharjo dan

Patong, 1999). Petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka akan

relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi dan inovasi. Petani

yang memiliki pendidikan rendah biasanya sulit melaksanakan adopsi inovasi

dengan cepat. Tingkat pendidikan yang dimiliki petani menunjukan tingkat

pengetahuan serta wawasan petanidalammenerapkan teknologimaupun

inovasiuntuk peningkatan kegiatanusahatani (Lubis,2000).

Pengalaman usahatani sangat mempengaruhi petani dalam

menjalankan kegiatan usahatani yang dapat dilihat darihasil produksi. Petani


31

yang sudah lama berusahatani memiliki tingkat pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan yang tinggi dalam menjalankan usahatani. Pengalaman usahatani

dibagi menjadi tiga kategori yaitu kurang berpengalaman (<5 tahun), cukup

berpengalaman (5-10 tahun) dan berpengalaman (>10 tahun). Petani memiliki

pengalaman usahatani atau lama usahataniyang berbeda beda (Soeharjo dan

Patong,1999). Jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan peningkatan

pendapatan keluarga.Petani yangmemiliki jumlah anggota banyak sebaiknya

meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan skala usahatani. Jumlah

tanggungan keluarga yang besar seharusnya dapat mendorong petani dalam

kegiatan usahatani yang lebih intensif dan menerapkan tekonologi baru

sehingga pendapatan petani meningkat (Soekartawi,2003).

Usahatani mencakup pengertian yang lebih luas yaitu mulai dari bentuk

yang paling bersahaja sampai kepada bentuk yang modern. Usahatani menurut

bentuk didasarkan atas pengusahaan dan pengelolaan faktor produksi, dapat

dibagi atas: (1) usahatani perorangan (individual farm) yaitu usahatani yang

faktor-faktor produksi dan pengelolaannya dilakukan oleh seseorang, (2)

usahatani kolektif (collective farm) adalah suatu bentuk usahatani yang semua

unsur-unsur produksinya dimiliki secara kolektif (organisasi), (3) usahatani

dalamkoperatif (cooperatif farm) merupakan peralihan usahatani perorangan

dengan usahatani kolektif (Tuwo, 2011).

Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga

kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya

mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi
32

faktor yang harus diperhatikan, katakanlah luasnya, topografinya, kesuburannya,

keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan

mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan

dengan baik (Daniel, 2002). Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak

diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal, sudah pasti usaha tidak bisa

dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga

kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran

dalam penggunaan masukan (Daniel, 2002). Tenaga kerja merupakan faktor

penting dalam usahtani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan

para anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga,

faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa

faktor produksi sekaligus.

Kesimpulannya faktor yang mempengaruhi usaha tani secara umum

meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, jumah tanggungan

keluarga dan kepemilikan lahan, dan factor yang mempengaruhi produksi usaha

tani secara khusus mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Kegagalan Usahatani

Selain mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi usaha tani dalam

penelitian ini penulis juga ingin mengankat faktor yang menyebabkan kegagalan

dalam usaha tani. Dan Salah satu penyebab kegagalan petani dalam melaksanakan

usahatani berupa rendahnya produktivitas sebagai akibat kurangnya efisiensi

dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Wahyunindyawati etal (2003)


33

menyatakan, bahwa belum optimalnya produktivitas dan kurang efisiennya

usahatani skala kecil disebabkan karena petani sebagai manajer utamanya belum

menerapkan teknologi spesifik lokasi akibat dari : (1) tingkat pendidikan petani

rendah, (2) modal dan informasi teknologi baru masih kurang, serta (3) usahatani

yang belum berorientasi pasar. Kurang efisiennya usahatani ini juga disebabkan

oleh : (1) pengadaan sarana produksi dilakukan secara sendiri-sendiri, sehingga

harganya relatif mahal dan penggunaan per satuan luas relatif lebih banyak, (2)

kurang efisiennya penggunaan tenaga kerja karena sempitnya lahan yang dikelola,

dan (3) pemasaran yang dilakukan secara perseorangan sehingga tidak

mempunyai kekuatan daya tawar.

Kesimpulannya faktor yang menyebabkan kegagalan usaha tani tingkat

pendidikan petani rendah, (2) modal dan informasi teknologi baru masih kurang,

serta (3) usahatani yang belum berorientasi pasar.

F. Penelitian Terdahulu

Yusriadi (2010), dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Konversi Lahan Tanaman Kakao Menjadi Kelapa Sawit Di

Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya” Perkebunan kelapa sawit

menghasilkan keuntungan dan relatif tahan terhadap krisis sehingga banyak hutan

dan perkebunan tanaman lain dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Konversi lahan tanaman kakao menjadi tanaman kelapa sawit yang terjadi di

kecamatan kuala mempunyai faktor alasan tersendiri sehingga petani melakukan

konversi lahannya menjadi kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui tingkat konversi lahan dari setiap faktor yang menjadi alasan petani
34

kakao mengkonversi lahannya menjadi kebun kelapa sawit dan mengetahui faktor

alasan yang mendasar penyebab petani kakao mengkonversikan lahannya menjadi

kebun kelapa sawit. Metode penelitian yang digunakan adalah motode pendekatan

study kasus. data dalam penelitian ini mengunakan data sekunder dan data primer,

data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, pencatatan

dan wawancara langsung terhadap petani yang telah mengkonversikan lahan

kakao menjadi kelapa sawit. Berdasarkan Hasil penelitian Terdapat 4 faktor

alasan yang menyebabkan petani melakukan konversi lahan mereka dari tanaman

kakao menjadi kelapa sawit yaitu faktor pendapatan, faktor serangan hama dan

penyakit, faktor teknis perawantan dan faktor kompleksitas penanganan pasca

panen, Dari ke 4 faktor tersebut terdapat 2 faktor alasan penyebab yang paling

dominan yaitu Faktor serangan hama dan penyakit serta faktor pendapatan

sehingga petani melalukana konvesi lahan kakao menjadi kelapa sawit.

Penelitian yang dilakuakan oleh Astuti, Wibawa dan Ishak dengan judul

“Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit di

Bengkulu” (2011), menyatakan bahwa Aset penting petani di pedesaan adalah

lahan pertanian tempat mereka berusahatani. Pilihan komoditas yang

dibudidayakan oleh petani didasarkan pada pilihan rasional dengan berbagai

pertimbangan. Oleh karena itu, tidak jarang petani melakukan alih fungsi dari satu

jenis tanaman ke jenis tanaman lainnya pada lahan pertaniannya. Masalah yang

diajukan yaitu alih fungsi tersebut menghilangkan lokasi-lokasi pertanian tanaman

pangan seperti padi dan jagung yang dapat mengancam ketahanan pangan baik

secara lokal, regional, maupun nasional. Saat ini di Bengkulu cukup luas alih
35

fungsi lahan pangan ke perkebunan khususnya kelapa sawit. Faktor-faktor apa

saja yang mendorong petani melakukan alih fungsi lahan perlu diketahui agar

sumber permasalahan dapat diketahui. Tulisan ini membahas keragaan dan faktor

yang mendorong petani beralih penggunaan lahan jagung dan padi menjadi

tanaman kelapa sawit. Data primer diambil dari petani yang pada tahun 1990-an

dahulu menanam jagung dan padi namun sekarang telah beralih ke tanaman

kelapa sawit di Desa Kungkai Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma.

Analisis data menggunakan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process) melalui

Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani

memutuskan untuk melakukan alih fungsi lahan dari komoditas tanaman pangan

menjadi kelapa sawit dengan nilai AHP 85,1%. Faktor yang mempengaruhi petani

adalah pertimbangan ekonomis (58,4%), lingkungan (22,2%), dan teknis (19,4%).

Penelitian Matakena (2013), dengan judul “ Faktor yang Mempengaruhi

Peralihan Usahatani Padi Ke Usahatani Jeruk Manis” bertujuan untuk Mengetahui

faktor yang mempengaruhi peralihan usahatani padi ke usahatani jeruk manis dan

Mengetahui perbedaan pendapatan antara usahatani padi dengan usahatani jeruk

manis di Kampung Wadio Distrik Nabire Barat. Penelitian ini merupakan studi

kasus yang dilakukan pada komunitas petani jeruk manis yang mana sebelumnya

merupakan petani padi. Penelitian ini didesain berdasarkan tujuan yang ingin

dicapai melalui pendekatan analisis deskriptif yakni menggambarkan secara

deskriptif peralihan usahatani padi ke usahatani jeruk manis dan pendapatan

petani dari usahatani padi dan jeruk manis, maka metode penelitian yang dipakai

adalah survei, dengan jumlah sampel sampel sebanyak 22 responden petani jeruk
36

dan 19 responden petani padi. Diambil secara acak sederhana. Data yang

dihimpun ditabulasikan dan diolah serta dianalisis untuk melihat pendapatan dan

kelayakan usahatani dari kedua jenis komoditi usahatani kemudian dibandingkan.

Selanjutnya untuk menguraikan dan mendiskripsikan faktor yang mempengaruhi

peralihan usahatani dilakukan FGD (focus discussion group) maupun melalui

informasi-informasi yang ditemui pada saat penelitian dilaksanakan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Faktor pendidikan, pengalaman berusahatani,

jumlah anggota keluarga, pendapatan dan sosial budaya berpengaruh terhadap

peralihan usahatani padi ke usahatani jeruk manis, serta pendapatan usahatani

jeruk manis jauh lebih menguntungkan dari pendapatan usahatani padi dalam

setahun dan luasan satu hektar.

G. Kerangka pikir

Petani akan selalu berusaha dalam mendapatkan manfaat yang lebih besar

dari kegiatan usahataninya, salah satu usaha yang dilakukan dengan mengganti

komoditas yang baru apabila usahatani yang lama tidak lagi memberikan manfaat

ekonomi bagi keluarganya. Salah satunya yang terjadi di Desa Kembar Maminasa

Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat, bahwa beralihnya petani kakao

ketanaman nilam diduga karna ada faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:

(a) Umur Petani, (b) Tingkat Pendidikan, (c) Pengalaman Usahatani, (d) Jumlah

Tanggungan Keluarga, (e) Kepemilikan Lahan. Dan faktor penyebabnya antara

lain: (a) Tingkat pendidikan petani rendah, (b) Modal dan informasi teknologi

baru masih kurang, (c) Usaha tani yang belum berorientasi pasar.
37

Dilihat dari faktor tersebut diduga memiliki pengaruh yang erat dengan

alih fungsi tanaman kakao menjadi tanaman nilam, di Desa Kembar Maminasa

Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat. Sebagaimana yang digambarkan alur

penelitian sebagai berikut

KEPUTUSAN PETANI

Peralihan Usahatani

Tanaman Kakao Tanaman Nilam

Faktor Yang Mempengaruhi Usaha Faktor Penyebab kegagalan usaha


Tani Meliputi: tani:
1. Umur, 1. Tingkat pendidikan petani
rendah,
2. Tingkat Pendidikan,
2. Modal dan informasi
3. Pengalaman Usahatani,
teknologi baru masih kurang
4. Jumlah Tanggungan 3. Usahatani yang belum
berorientasi pasar
Keluarga Dan

5. Kepemilikan Lahan

Gambar 1. Kerangka Pikir


38

III.METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pengambilan data untuk keperluan penelitian yang dipilih adalah

Desa Kembar Maminasa Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat . Lokasi ini

dipilih karena daerah tersebut dengan pertimbangan Desa Kembar Maminasa ini

mempunyai potensi yang besar dalam sektor pertanian baik dalam sektor

pemanfaatannya maupun untuk dikembangkan sehingga memberikan kontribusi

yang tinggi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Serta adanya

fenomena peralihan usaha tani dari tanaman kakao ke tanaman nilam. Sedangkan

waktu dilaksanakannya penelitian ini adalah mulai bulan Januari sampai Maret

2018.

B. Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian kualitatif

tidak digunakan istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti

adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Teknik ini digunakan karena

pemilihan informan berdasarkan tujuan dari penelitian. Informan dengan sengaja


39

dipilih yang dianggap banyak mengetahui mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi peralihan usaha tani dari tanaman kakao ke tanaman nilam. Dalam

penelitian ini informan penelitian terbagi dalam dua kategori, yaitu informan

kunci dan informan pendukung. Informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5

orang dengan pertimbangan bahwa informan tersebut orang-orang yang sangat

memahami permasalahan yang diteliti terkait dengan penyebab petani kakao yang

beralih ke usatani nilam sebagai informan kunci, dan selain itu informan lain

diambil 1 orang sebagai penyuluh dan 4 orang informan pendukung adalah

masyarakat yang memang tinggal dan mengetahui tentang keadaan penelitian.

Dengan demikian, informasi yang mereka berikan dapat dipertanggung

jawabkan.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung

dengan menggunakan daftar pertanyaan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan dan

pengumpulan data yang tersedia dan ada kaitannya dengan penelitian ini

baik yang diperoleh melalui kantor kelurahan maupun instansi terkait

lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan dua macam teknik, yakni

wawancara dan observasi. Teknik oberservasi yaitu cara pengumpulan data

dengan jalan pengamatan langsung secara cermat dan sistematik baik secara
40

partisipatif maupun non partisipatif. Teknik wawancara yaitu cara pengumpulan

data dengan bertanya langsung atau berdialog dengan responden. Proses

wawancara dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa daftar

pertanyaan (kuesioner) terstruktur, hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

yang terarah dan sesuai (Soeratno dan Arsyad, 1999 dalam Sianipar dkk, 2012).

E. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2011) analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

lengkap. Analisis data berisi cara-cara menganalisis, bagaimana memanfaatkan

data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian,

data yang terkumpul harus dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing

kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian.


41

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, Anwas. 1992. Ilmu Usaha Tani: Cetakan II. Bandung Alumni.

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi. Revisi.


Jakarta: Rineka Cipta.

Cakrawati dan Mustika NH, Dewi. 2012. Bahan Pangan, Gizi, dan
Kesehatan.Bandung: Alfabeta.

Lubis, A.U. 2000. Kelapa Sawit. Teknik Budidaya Tanaman Perkebunan. Sinar.


Medan.

Habibah. T. 2013. Identifikasi Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin Dan Faktor.
Perilaku Penjual Di Pasar Tradisional Kota Semarang.

Hieronymus, B. S.1990. Salak Pondoh. Yogyakarta: Kanisius

Mosher, A, T. 1997. Menggerakkan Dan Membangun Pertanian. Yasaguna,


Jakarta.
 
Rizza, RA; Liang, V., Mc. Mohan, M. and Harrison, G. 2000. Encyclopedia of
Foods: A Guide to Healthy Nutrition. Academic Press. London: 403 –
406.

Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk OrganisasiPublik


an Organisasi non Profit. Jakarta : PT Grasindo
Salikin, K.A, 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta. 

Slamet, 2000, Agrikultur, LPN-IPB-Bogor.

Suryani, D dan Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao: Potret Dan Peluang.


Pembiayaan

Soekartawi, 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.


42

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta.

Tuwo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya.

Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia,


Beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.Tambunan,

Wolf, Erick. R, 1985 Petani Suatu Tinjauan Antropologis, Jakarta: CV. Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai