Anda di halaman 1dari 13

RESUME

EMOTIONALLY HEALTHY SPIRITUALITY


-Vania Elita Krisnandika-

Bagian I: Permasalahan dari spiritualitas yang tidak sehat secara emosi


BAB I – Mengenali spiritualitas “puncak gunung es”
Seringkali kita mendapatkan pengalaman rohani yang nyata dan membantu dalam wilayah
tertentu dalam hidup kita, namun itu hanya menghasilkan kepercayaan yang salah bahwa kita
sudah melakukan hal yang benar. Kehidupan relasional dan batin seringkali berantakan, tak
tersentuh. Hanya 10% dari gunung es yang terlihat oleh mata. Sepuluh persen ini
menggambarkan semua perubahan terlihat yang kita buat dan orang lain bisa melihatnya. Ada
banyak bagian yang tidak terjamah oleh Yesus sampai adanya keterlibatan serius yang disebut
sebagai “spiritualitas yang sehat secara emosi”.
Allah mengundang kita ke dalam kehidupan Kristen dengan tawaran kuk yang enak dan beban
yang ringan. Tetapi, seringkali yang kita rasakan justru rasa tidak bahagia, frustasi, jenuh, dan
tersiksa. Allah menciptakan kita sebagai manusia yang utuh, termasuk dalam dimensi fisik,
rohani, emosi, intelektual, dan sosial. Mengabaikan salah satu aspek pasti menghasilkan
konsekuensi yang merusak, baik dalam hubungan dengan Allah, orang lain, dan diri kita sendiri.

BAB II – Sepuluh tanda utama dari spiritualitas yang tidak sehat secara emosi
Tanda-tanda yang menunjukkan apakah seseorang sedang menderita suatu kasus parah dari
spiritualitas yang tidak sehat secara emosi:
1. Menggunakan Allah untuk lari dari Allah
Misalnya, melakukan hal-hal untuk Tuhan yang tidak Tuhan minta, melakukan pekerjaan
Allah untuk memuaskan diri, dan menampilkan semua perilaku Kristen agar orang
memandang diri kita baik

2. Mengabaikan emosi kemarahan, kesedihan, dan ketakutan


Kebenarannya adalah bisa merasakan perasaan merupakan sesuatu yang manusiawi.
Semua perasaan kita juga merupakan komponen dari apa artinya menjadi gambar dan
rupa Allah. Membuangnya dari spiritualitas kita sama dengan membuang sebagian dari
kemanusiaan kita.

3. Sekarat karena hal-hal yang salah


Kita perlu mati terhadap bagian-bagian diri kita yang berdosa. Namun, kita tidak
dipanggil untuk mati bagi bagian-bagian yang “baik” dari diri kita, keinginan dan
hasrat hidup yang sehat (persahabatan, seni, musik, keindahan).

4. Menolak dampak masa lalu terhadap masa kini


Sering kita berpikir bahwa kehidupan masa lalu kita tidak akan terus memiliki pengaruh
terhadap kita dalam cara-cara yang berbeda. Namun, pengudusan yang Yesus lakukan
justru menuntut kita untuk melihat ke masa lalu agar bisa terbebas dari pola merusak
dan tidak sehat yang menghalangi kita untuk mengasihi diri kita dan orang lain seperti
yang Allah rancangkan.

5. Membagi hidup kita ke dalam sekat “sekuler” dan “sakral”


Di banyak wilayah, orang Kristen tidak hidup berbeda dari mereka yang bukan Kristen.
Hal ini akan berdampak pada kesaksian kita akan Yesus Kristus.

6. Kehidupan yang sibuk bagi Allah tanpa kebersamaan dengan Allah


Bekerja bagi Allah yang tidak dipupuk dengan kehidupan batin bersama Allah akan
mencemari kita dengan ego, kuasa, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, dan
percaya pada pemikiran yang salah akan keberhasilan dan percaya bahwa kita tidak
bisa gagal. Harga diri dan pengesahan kebenaran kita bergeser dari kasih Allah yang
tanpa syarat bagi kita dalam Kristus kepada pekerjaan dan kinerja. Sukacita dari Kristus
pelahan-lahan hilang.

7. Merohanikan konflik
Orang Kristen yang sehat tidak menghindar dari konflik. Yesus merusak kedamaian
palsu di sekeliling-Nya dengan didorong dengan hasrat untuk membawa kedamaian
sejati.

8. Menutupi kehancuran, kelemahan, dan kegagalan


Alkitab tidak menutupi kelemahan para pahlawannya. Musa seorang pembunuh, istri
Hosea seorang pelacur, Petrus menyangkal Tuhan, Nuh mabuk, Yunus seorang rasis,
Yakub seorang pembohong. Kita semua lemah dan rusak, tidak ada yang terkecuali.

9. Hidup tanpa Batasan


Kita bukan Allah. Kita tidak bisa melayani semua orang yang butuh bantuan. Kekuatan
yang diterima oleh Paulus dari Kristus bukanlah kekuatan untuk berubah, menolak, atau
mengabaikan keadaannya, namun kekuatan untuk puas di tengah semua keadaan,
berserah pada Allah yang penuh kasih bagi durinya. Kita dipanggil untuk memberi hidup
bagi orang lain, tetapi untuk dapat melakukannya, kita perlu menyerahkan diri kita
sepenuhnya dulu.

10. Menghakimi perjalanan rohani orang lain


Kita sering kali mengubah perbedaan tingkatan rohani kita menjadi superioritas dalam
hal moral dan kebajikan. Kita menghakimi orang lain karena musik mereka, pakaian
mereka, film yang mereka tonton. Kita sering mengelompokkan manusia. Sebelum kita
mengambil balok dari mata kita sendiri, sebelum kita mengakui kelemahan kita, maka
kita menjadi orang yang berbahaya.

BAB III – Penangkal yang radikal: kesehatan emosi dan kerohanian kontemplatif
Paulus melihat binatang yang tak terjinakan dalam dirinya, kekuatan yang mengacau, yang
sepertinya tidak terkontrol, dari natur berdosanya. Banyak dari kita yang tidak berani melihat ke
dalam dirinya sendiri. Ketika kesehatan emosi dan kerohanian kontemplatif saling terkait dalam
kehidupan individu, kelompok kecil, gereja, persekutuan kampus, atau komunitas, maka
kehidupan orang bisa diubahkan secara dramatis. Kedua hal ini bekerja sebagai penangkal untuk
menyembuhkan tanda-tanda spritualitas yang tidak sehat secara emosi. Selain itu, kedua hal ini
memberi sarana untuk secara tuntas mengalahkan si binatang di dalam kita dan budaya di luar
kita.
Kesehatan emosi terkait dengan kemampuan menyadari, mengenali, dan mengatur perasaan
sendiri, menempatkan diri dan memiliki belas kasihan aktif, menjaga hubungan yang dekat dan
bermakna, melepaskan diri dari pola yang merusak diri, peka terhadap dampak masa lalu,
menyatakan perasaan dan pikiran secara jelas, menghormati dan mengasihi orang lain,
menyelesaikan konflik secara dewasa, mengekspresikan secara tepat seksualitas dan sensualitas,
serta berduka dengan benar.
Kerohanian kontemplatif antara lain sadar dan berserah pada kasih Allah, mengatur diri untuk
bisa mengenal Allah, berkomuni dengan Allah, mempraktikkan kehidupan yang tenang dan
teduh, bersandar pada hadirat Allah, menemukan esensi sejati kita di dalam Allah,
mengembangkan ritme kehidupan yang seimbang dan harmonis, menerapkan praktik-praktik
kerohanian, hidup penuh komitmen dalam komunitas yang berhasrat kuat untuk mengasihi
Yesus.
Relasi kita dengan Allah adalah dua sisi dari koin yang sama. Jika kontemplasi kita atau
“kesatuan kasih kita dengan Allah” tidak menghasilkan kesatuan kasih dengan orang lain maka
kontemplasi kita itu tidak benar. Kontemplasi terkait dengan melihat Allah di seluruh wilayah
kehidupan. Sebaliknya, kesehatan emosi terkait dengan mengasihi sesama. Kesehatan emosi dan
kerohanian kontemplatif menawarkan tiga anugerah utama, yaitu:
● Anugerah untuk ​melambatkan diri agar dapat berefleksi supaya kita bisa mendengar
Allah dan diri kita.
Alasan mengapa kita perlu berhenti dan berada bersama Allah adalah agar kita bisa
menciptakan suatu kontinualitas dan kedekatan yang nyaman dari kehadiran Allah di
segala situasi. Tujuan kita adalah agar kita bisa mengasihi Allah dengan seluruh
keberadaan kita, secara konsisten sadar akan kehadiran Allah di sepanjang kehidupan
keseharian kita. Tekad untuk merenungkan dan bertumbuh dalam kesehatan emosi
membantu kita memahami tujuan dari kehidupan Kristen adalah untuk mengasihi dengan
benar.
● Anugerah untuk ​berfokus pada kasih Allah
Kesehatan emosi secara unik memposisikan kita untuk memahami “betapa lebarnya dan
panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu,
sekalipun ia melampaui segala pengetahuan”. Oleh karena itu, kita bisa memiliki
pemahaman diri yang alkitabiah:
1. Saya menilai diri saya tinggi
2. Saya layak menegaskan kuasa yang Allah berikan pada saya
3. Saya berhak untuk ada
4. Keberadaan saya itu baik adanya
5. Saya memiliki identitas sendiri dari Allah
6. Saya layak dihargai dan diperhatikan
7. Saya berhak untuk mendapat sukacita dan kesenangan
8. Saya berhak membuat kesalahan dan tidak sempurna.
Allah tidak menolak atau menghukum kita karena bersikap jujur dan terbuka tentang
keseluruhan diri kita, tetapi Allah menerima dan mengasihi kita sebagaimana kita adanya.
Pemuridan yang menghasilka kesehatan emosi menegaskan bahwa saya bukanlah sebuah
mesin yang hanya “melakukan apa yang Allah suruh” tetapi manusia yang layak
diperhatikan dan mendapat istirahat.
Praktik kerohanian kontemplatif memampukan kita untuk menyelaraskan diri agar peka
terhadap kasih Allah yang berlimpah pada kita. Salah satu buah yang luar biasa dari
memfokuskan diri kita dalam kasih Allah yang berlimpah adalah Allah bisa memulihkan
gambaran kita tentang Dia yang sebenarnya. Pemulihan gambaran kita tentang Allah
memulihkan gambaran kita tentang diri kita sendiri.

● Anugerah untuk ​terbebas dari semua ilusi


Dunia dipenuhi dengan ilusi dan kepura-puraan. Kita jatuh ke dalam ilusi bahwa jika kita
bisa mendapat sedikit lagi kata-kata pujian dari beberapa orang penting lain, maka itu
bisa memuaskan.
Panggilan untuk mendapatkan spiritualitas yang sehat secara emosi adalah sebuah
panggilan kepada hidup yang radikal dan berbeda dari budaya yang ada.
Dalam kesehatan emosi:
1. Saya berhenti berpura-pura terhadap diri sendiri
2. Saya dibebaskan dengan memilih hidup yang unik
3. Saya dibebaskan dengan mengakui kehancuran dan kerapuhan saya
4. Saya dibebaskan dari kebutuhan untuk mengaitkan diri saya dengan pencapaian,
barang, atau persetujuan manusia agar saya bisa merasa diri saya baik adanya
5. Saya dibebaskan dari pola turun-menurun dalam keluarga
6. Saya dibebaskan dari ilusi bahwa ada sesuatu yang lebih kaya indah, daripada bisa
dikasihi dan mengasihi
Dalam kerohanian kontemplatif:
1. Saya autentik dalam Kristus
2. Saya menyadari bahwa segala sesuatu tidak seperti yang kita lihat
3. Keseimbangan antara kesementaraan hidup saya di dunia dan realitas kekal akan saya
dapatkan
4. Saya dibebaskan dari hasrat egois

BAB IV – Mengenal diri sendiri untuk mengenal Allah


“Tidak ada seorang pun yang bisa mengenal Allah tanpa terlebih dahulu mengenal dirinya
sendiri.”
Daniel Goleman mendefinisikan emosi sebagai suatu perasaan dan pemikiran yang khas,
keadaan psikologis dan biologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Allah
menciptakan manusia untuk merasakan serangkaian besar emosi. Alkitab menyatakan Allah
sebagai keberadaan memiliki emosi, yang bisa merasakan-sebuah Pribadi. Masalahnya, kita
tidak bisa merespon dan merenungkan secara mendalam perasaan-perasaan kit ajika kita tidak
tahu apa yang kita rasakan. Allah telah merancang tubuh kita untuk merespon secara fisik
terhadap semua perasaan yang ada dalam lingkungan sekitar kita. Seringkali tubuh kita
mengetahui lebih dahulu tentang perasaan kita daripada pikiran kita. Di saat Allah sedang
berteriak kepada kita melalui tubuh kita, kita justru mencari dan lebih memilih tanda yang lebih
“rohani”. Ketika kita mengabaikan emosi-emosi kita yang paling kuat, kita bersikap palsu
terhadap diri sendiri dan menutup pintu yang melaluinya kita sebenarnya bisa mengenal Allah.
Bukan berarti kita secara buta mengikuti semua perasaan kita, tetapi mengakuinya sebagai
bagian dari cara Allah berkomunikasi kepada kita. Salah satu halangan kita mengenal Allah
adalah kurangnya pengenalan akan diri sendiri sehingga kita berakhir dengan mengenakan
topeng.
Hidup dan tinggal dalam aliran kasih Allah yang mendalam bagi kita dalam Kristus merupakan
inti dari kerohanian sejati. Berada di dalam kasih ini memampukan kita untuk berserah kepada
kehendak Allah, terutama ketika itu bertentangan dengan apa yang bisa kita lihat, rasakan, dan
mengerti tentang diri sendiri.
Ada 3 godaan yang mengancam kita.
1. Aku adalah apa yang aku lakukan (prestasi)
Keberhasilan dunia menggoda kita untuk menempatkan nilai dan harga diri kita di luar
kasih Allah yang berlimpah dan cuma-cuma di dalam Kristus.
2. Aku adalah apa yang aku miliki (harta)
Yesus menunjukkan teladan dalam menyerahkan kehendak kepada Allah Bapa sebagai
dasar sejati dari siapa saya yang sebenarnya
3. Aku adalah apa yang orang lain pikir (popularitas)
Kebebasan sejati muncul ketika tidak lagi perlu menjadi seseorang yang special di mata
orang lain karena kita tahu kita dikasihi dan sudah puas dengan itu
Terkadang, kepalsuan diri kita sudah menjadi bagian dari diri kita sehingga kita sendiri tidak
menyadarinya. Konsekuensi berupa ketakutan, selalu melindungi diri, posesif, manipulasi,
kecenderungan merusak diri, mempromosikan diri, memanjakan diri, dan kebutuhan untuk
membedakan diri dari orang lain sangat sulit disembunyikan. Mengenali kepribadian,
temperamen, kesukaan dan ketidaksukaan, pikiran dan perasaan kita bisa bersumbangsih pada
penemuan diri sendiri.
Salah satu cara yang bisa membantu menjelaskan proses pertumbuhan kepada kesetiaan pada diri
kita yang sebenarnya dalam cara yang baru adalah melalui diferensiasi atau menentukan tujuan
dan nilai hidup sendiri meski ada tekanan dari orang-orang sekitar. Kunci penekanan dari
diferensiasi adalah kemampuan untuk berpikir secara jelas dan seksama sebagai sarana lain,
selain perasaan kita untuk bisa mengenal diri sendiri. Diferensiasi melibatkan kemampuan untuk
berpegang pada siapa diri kita sebenarnya, sejauh mana kita bisa menegaskan nilai dan tujuan
khas kita terpisah dari semua tekanan di sekitar sambil tetap dekat dengan orang-orang yang
penting bagi kita.
Roh Kudus diberikan untuk memampukan kita agar kita bisa membebaskan diri kita yang
sebenarnya dalam Kristus. Empat kebenaran praktis untuk mulai membuat transisi radikan dari
hidup dengan setia bagi diri kita sebenarnya dalam Kristus:
1. Mendengarkan batin dalam keheningan dan kesunyian
2. Temukan sahabat yang bisa dipercaya
3. Keluar dari zona aman
4. Berdoa minta keberanian

BAB V – Melihat masa lalu untuk melangkah maju ke masa depan


Dua kebenaran yang penting:
1. Berkat dan dosa dari keluarga kita dalam dua atau tiga generasi yang lalu memiliki
dampak yang menentukan terhadap siapa kita sekarang ini
2. Pemuridan membutuhkan usaha untuk meninggalkan pola-pola dosa dari keluarga asal
kita dan mempelajari kembali cara hidup yang Allah inginkan dalam sebuah keluarga
Allah
Apapun budaya, asal negara, pendidikan, kelas sosial atau umur kita, pesan awal yang kita ambil
dalam sejarah hidup kita memiliki kekuatan pengaruh yang sangat besar bagi relasi, perilaku, dan
harga kita diri kita di masa sekarang.
Kabar baik kekristenan adalah keluarga asal secara biologis tidak menentukan masa depan.
Allah-lah yang menentukan. Apa yang terjadi pada kita sebelumnya bukanlah tujuan akhir kita.
Dalam pemuridan, kita menanggalkan pola-pola dan kebiasaan dari keluarga biologis kita dan
diubah untuk menjalani hidup sebagai sesama anggota keluarga Kristus. Allah ingin agar kita
bertumbuh menjadi pria dan wanita yang dewasa dan diubah oleh kehadiran Kristus yang
berdiam dalam kita. Kita menghormati orangtua, budaya, dan sejarah kita tetap menaati Tuhan.
Maka, setiap murid harus melihat pada kehancuran dan dosa dari keluarga dan budaya.
Beban emosi yang seringkali menghambat kita antara lain:
1. Kelebihan fungsi
2. Melakukan secara berlebihan
3. Memiliki tuntutan budaya yang tidak alkitabiah terkait pernikahan dan keluarga
4. Tidak baik dalam menyelesaikan konflik
5. Tidak mengizinkan diri saya merasakan
Model sistem berang-berang adalah model yang sudah dikenal bisa membantu melihat dan
memahami keluarga kita.
Tingkat lima: keluarga yang menderita
Tingkat empat: keluarga yang tidak stabil
Tingkat tiga: keluarga yang terikat aturan
Tingkat dua: keluarga yang memadai dan keluarga yang optimal
Tingkat satu: sama seperti tingkat dua namun benar-benar senang berada bersama
Cara Yusuf melihat ke masa lalu untuk melangkah maju ke depan antara lain:
1. Memiliki kepekaan yang kuat akan kebesaran Allah
2. Secara jujur mengakui rasa kehilangan dan sedih terhadap keluarga
3. Menulis kembali naskah hidupnya menurut kitab suci
4. Bekerja sama dengan Allah untuk menjadi berkat

BAB VI – Perjalanan menembus tembok


Spiritualitas yang sehat secara emosi mengharuskan kita menembus “tembok penderitaan” atau
yang juga sering disebut sebagai “malam gelap bagi jiwa”. Pertumbuhan ke arah kedewasaan
dalam Kristus mengharuskan kita berjalan menembus tembok itu. Ada beberapa tahapan yang
menggambarkan perjalanan kekristenan kita:
Tahap 1: Kesadaran akan Allah yang mengubah hidup
Tahap 2: Pemuridan
Tahap 3: Hidup yang aktif
Tahap 4: Tembok dan perjalanan batin
Tahap 5: Perjalanan lahiriah
Tahap 6: Diubahkan ke dalam kasih
Bagi sebagian besar kita muncul dari sebuah krisis yang membuat dunia kita jungkir balik.
Namun tanpa memahami adanya tembok dalam perjalanan hidup ini maka para pengikut Kristus
yang tulus bisa mengalami stagnansi dan tidak lagi maju dalam menjalani tujuan Allah bagi
hidup mereka. Tembok adalah cara Tuhan membentuk ulang dan “memurnikan afeksi dan hasrat
kita”. Dia berkarya untuk membebaskan kita dari keterikatan yang tidak sehat dan penyembahan
berhala akan dunia ini. Adapun kekurangan rohani yang mematikan yang harus dimurnikan
antara lain: kesombongan, ketamakan, kemewahan, kemarahan, kerakusan rohani, iri hati rohani,
dan kemalasan. Godaan terbesar bagi kita adalah berhenti atau mundur, tetapi jika kita mau
berdiam, mendengarkan suara-Nya, maka Allah akan memberi diri-Nya ke dalam karakter kita
yang akan menandai seluruh perjalanan kita bersama Dia.
Tuhan tahu seberapa besar batin kita harus dimurnikan, dan seberapa besar Dia tahu seberapa
besar Dia ingin mencetak diri-Nya di dalam kita bagi tujuan-Nya yang lebih besar dan jangka
panjang. Tembok atau malam gelap ini terbagi menjadi 2 tingkatan. Tingkat pertama adalah
tingkatan yang kita semua pernah jumpai ketika kita berjalan bersama Kristus. Tingkat kedua
menggambarkan tingkatan yang “keras dan sulit”. Bagaimana dan kapan Allah membuat kita
melewatinya tergantung sepenuhnya pada Allah sendiri. Kita perlu mengambil keputusan untuk
percaya kepada Allah, menantikan Allah, menaati Allah, tetap bersama Allah, tetap setia ketika
segala sesuatu di dalam kita ingin berhenti dan lari.
Cara kita tahu bahwa kita sedang mengalami perkembangan atau sudah berada di balik tembok
antara lain:
1. Tingkat kehancuran hati yang lebih besar
2. Penghargaan yang lebih besar terhadap misteri kudus
3. Kemampuan yang lebih dalam untuk menantikan Allah
4. Keterpisahan yang lebih besar dari dunia

BAB VII – Melapangkan jiwa Anda melalui penderitaan dan kehilangan


Kehilangan memberikan tanda tempat di mana pengenalan diri dan perubahan besar terjadi jika
kita memiliki keberanian untuk berpartisipasi penuh dalam prosesnya. Ayub pernah dicobai,
namun ia tidak pernah berdosa atau menyalahkan Allah. Dia merespon dengan indah. Dia
menyembah Allah.
Menghadapi rasa sakit dan penderitaan kita bukanlah hal alami. Namun, inti kekristenan adalah
jalan menuju kehidupan itu harus melalui kematian, jalan kepada kebangkitan melalui
penyaliban. Secara tidak sadar, kita banyak membawa teknik pertahanan ke dalam masa dewasa
kita untuk melindungi diri dari rasa sakit. Beberapa bentuk pertahanan diri yang umum:
penyangkalan, sikap mengecilkan, menyalahkan orang lain, menyalahkan diri sendiri,
mencari-cari alasan, memberi penjelasan pintar, mengalihkan perhatian, dan sikap bermusuhan.
Ayub memberi teladan luar biasa dalam menyatakan perasaan berduka.
1. Memberi perhatian
2. Menunggu dalam waktu penantian
3. Menerima keterbatasan sebagai berkat
4. Mendaki tangga kerendahatian
Langkah 1 : takut akan Allah dan peka akan kehadiran Dia
Langkah 2 : melakukan kehendak Allah
Langkah 3 : Mau menundukkan diri pada arahan orang lain
Langkah 4 : Sabar menerima kesulitan dari orang lain
Langkah 5 :Kejujuran radikal pada sesame mengenai kelemahan/kesalahan kita
Langkah 6: Sadar penuh akan keberadaan diri “yang paling berdosa dari semua”
Langkah 7: Sedikit berbicara
Langkah 8: Diubahkan dalam kasih Allah

BAB VIII – Menemukan ritme ibadah harian dan sabat


Secara rohani, banyak dari kita sudah kehilangan arah dalam badai di sekeliling kita. Badai ini
dimulai ketika kita mengatakan iya terhadap begitu banyak hal. Banyak dari kita sudah kelebihan
kerja, tegang, kecanduan kerja, terburu-buru, jenuh, dan kekurangan waktu. Ini seperti
kecanduan. Kita butuh tali yang bisa mengarahkan kita ke rumah. Allah sedang menawarkan kita
tali untuk menjaga kita agar tidak tersesat. Tali ini terus-menerus membawa kita kembali kepada
Dia, tempat yang tenang dan teduh. Tali ini ditemukan dalam bentuk dua disiplin, ibadah harian
dan sabat.
Inti dari dosa asal adalah menolak ritme yang Allah berikan bagi kita. Otak, tubuh, roh, dan
emosi kita sebagai manusia telah disusun oleh Allah untuk melakukan ritme bekerja dan
beristirahat di dalam Dia.
Ibadah harian
Inti dari ibadah harian bukanlah menghadap Tuhan untuk mendapatkan sesuatu tetapi untuk
berada bersama Seseorang. Ibadah harian jika dipraktikkan secara konsisten bisa menghilangkan
setiap pembatasan antara sakral dan sekuler dalam kehidupan kita. Kita yang menentukan
lamanya waktu melakukan ibadah harian ini. Kuncinya adalah regularitas dalam mengingat
Allah, bukan panjang waktunya. Empat unsur yang harus ada dalam ibadah harian:
1. Berhenti sejenak
2. Berfokus
3. Berdiam
4. Alkitab.
Sabat
Sabat berarti tindakan tidak berbuat apapun terkait dngan pekerjaan dalam periode waktu dua
puluh empat jam setiap minggu. Sabat memanggil kita untuk memasukkan kegiatan tidak
melakukan apa-apa ke dalam jadwal kita setiap minggu. Melakukan sesuatu yang tidak bisa
diukur. Kegagalan untuk melihat nilai dari kegiatan untuk sekadar berada bersama Allah dan
“tidak melakukan apa-apa” sama dengan kehilangan inti dari kekristenan. Sabat bukan terutama
mengenai kita atau bagaimana kita atau bagaimana itu bisa menguntungkan kita. Sabat itu
mengenai Allah dan bagaimana Allah membentuk kita. Kita bebas memilih hari untuk sabat.
Kunci utamanya adalah memilih suatu periode waktu dan menjaganya. Empat unsur dari sabat
antara lain:
1. Berhenti
2. Istirahat
3. Bersuka
4. Kontemplasi
Sabat yang lebih lama merupakan bagian dari tali yang Allah berikan pada kita. Pertama, setiap
kita mengambil liburan setiap tahun selama satu, dua, tiga minggu atau lebih dari itu,
Pertimbangkan untuk melihat seluruh atau sebagian hari itu sebagai sabat. Kedua, selama
beberapa hari ikut serta dalam sebuah spiritual retreat dengan sebuah kelompok atau mengikuti
konferensi pelatihan. Ketiga, jika Anda aktif melayani di gereja, ambil waktu cuti setelah enam
atau tujuh tahun. Ambil waktu sebagai sabat bagi Tuhan, bukan libur dari gereja. Keempat, jika
Anda seorang pendeta, ambil sabat setiap tujuh atau delapan tahun.

BAB IX – Bertumbuh menjadi orang yang dewasa secara emosi

Mengasihi dengan benar merupakan inti kehidupan Kristen. Kehidupan doa kontemplatif Yesus
yang mendalam bersama Bapa menghasilkan kebersamaan yang sungguh dengan orang lain.
Kemampuan untuk benar-benar mendengarkan dan memberi perhatian kepada orang merupakan
inti dari pelayanan-Nya.
Kita diciptakan dalam gambar Allah, demikian juga dengan semua orang lain di muka bumi.
Setiap orang layak dihormati. Agustinus mendefinisikan dosa sebagai tahap hidup “terkurung
dalam diri sendiri”. Memiliki hubungan yang benar dengan sesame menunjukkan kedewasaan
emosi. Di dalamnya, ada penyelesaian konflik yang sehat. Sebagaian besar orang Kristen sangat
buruk dalam menyelesaikan konflik. Ada 2 alasan yang menyebabkannya, yaitu kepercayaan
yang salah tentang tindakan pendamaian dan kurangnya pelatihan dan diperlengkapi dalam
bidang ini. Ketika kita menghindari konflik dan menyenangkan orang karena rasa takut maka
kita telah menjadi pembawa damai yang palsu. Kedamaian sejati tidak pernah dihasilkan melalui
cara seolah-olah melihat kesalahan sebagai kebenaran. Yesus menghancurkan kedamaian palsu
di sekelilingnya. Kita perlu belajar keahlian untuk menjadi pembawa damai sejati.
1. Berbicara dan mendengarkan
Komunikasi adalah inti dari semua relasi.
2. Menghormati hak asasi orang lain
3. Memeriksa asumsi untuk mencegah kesalahpahaman
4. Bersikap realistis terhadap harapan-harapan
Harapan-harapan hanya akan valid ketika mendapat persetujuan bersama.
5. Peka terhadap alergi emosi
Alergi emosi adalah reaksi kuat terhadap sesuatu yang pada saat itu juga mengingatkan
kita, secara sadar atau tidak, akan sebuah peristiwa pada masa lalu kita.
BAB X – Menuju langkah selanjutnya untuk mengembangkan sebuah “aturan hidup”
Kita dipanggil untuk mengatur kehidupan kita diseputar praktik dan disiplin rohani (aturan
hidup). Ini merupakan panggilan untuk mengatur hidup kita sebegitu rupa sehingga kasih Kristus
menjadi terutama dibanding segala sesuatu lainnya. Aturan hidup merupakan terali yang
membantu kita tinggal dalam Kristus dan menjadi lebih berbuah secara rohani. Aturan hidup
memberi struktur dan arahan bagi kita untuk secara sengaja memberi perhatian dan mengingat
Allah dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Awal dan dasar dari setiap aturan ini adalah hasrat
untuk bisa bersama Allah dan mengasihi Dia. Memelihara sebuah kerohanian yang bertumbuh
secara mendalam di budaya kita masa kini memerlukan rencana yang dipikirkan, disadari, dan
disengaja bagi kehidupan rohani kita.
Ada 12 unsur untuk dipertimbangkan untuk mempertimbangkan “aturan hidup”, yaitu:
DOA
1. Kitab suci
Lectio divina, s​ ebuah praktik pembacaan kontemplatif mingguan, dimulai dari
pembacaan perikop singkat Alkitab kemudian merenungkannya. Baca secara perlahan,
proses kata-katanya dengan tenang.
2. Berdiam diri dan menyendiri
3. Ibadah harian (doa)
Berdoa, bermazmur, membaca buku renungan, berdoa di alam
4. Belajar
Orang Kristen yang bertumbuh dewasa adalah orang-orang yang selalu menjelajah,
membaca, dan belajar. Belajar bisa termasuk menyelidiki Alkitab, membaca buku,
mengikuti lokakarya, kuliah, atau seminar.
ISTIRAHAT
5. Sabat
Mengembangkan ritme meluangkan waktu sehari penuh setiap minggunya. Lakukan
aktivitas lain selain “kerja”. Menikmati waktu yang ada dan tidak melihat jam. Percaya
bahwa Allah bisa mengatur semesta tanpa kita harus bekerja.
6. Kesederhanaan
Menyingkirkan semua distraksi dan tetap bisa bebas dari semua keterikatan.
Persepuluhan juga menjadi komponen penting dari kesederhanaan. Persepuluhan
mengajarkan kita untuk tidak mengeluarkan apa yang tidak harus dan terus bergantung
pada Allah sebagai sumber dan keamanan kita. Hal ini membantu kita terlepas dari
cengkeraman uang. Itu juga memaksa kita menangani keuangan kita secara hati-hati.
Meningkatkan pesembahan setiap tahun, keluar dari semua hutang yang tidak sehat, dan
ikut seminar manajemen keuangan.
7. Bermain dan rekreasi
Terlibat dalam berbagai aktivitas yang murni, sehat, dan menyegarkan.
BEKERJA/AKTIVITAS
8. Pelayanan dan misi
Melakukan sesuatu bagi orang lain di luar zona nyaman kita.
9. Merawat tubuh jasmani
Sakit pada tubuh bisa menjadi panggilan Allah kepada Anda untuk memperlambat tempo
hidup atau mengubah arah. Mendengarkan tubuh bisa menjadi cara penting untuk
mendengar Allah. Ketika kita memperhatikan tubuh, kita mengakui kekudusan seluruh
hidup dan menghormati fakta bahwa Allah berdiam di dalam kita.
RELASI
10. Kesehatan emosi
Memperhatikan perasaan dan menulis perasaan kepada Tuhan beberapa kali dalam
seminggu. Kemudian, bertanya kepada Allah apa yang ingin Dia katakan melalui semua
perasaan tersebut.
11. Keluarga
Membuat rencana untuk berelasi dengan keluarga.
12. Komunitas
Mendengarkan orang yang lebih berpengalaman, terbuka, berelasi dalam kelompok kecil.
Tiga penerapan yang lebih luas dari sebuah “aturan hidup”
1. Gereja lokal
Mengidentifikasi dan menegaskan aturan hidup gereja secara khas.
2. Kelompok kecil atau kelompok tugas
Kesepakatan kelompok tertentu dalam melakukan aturan hidup.
3. Keluarga
Menerapkan aturan hidup di dalam keluarga,

Anda mungkin juga menyukai