Monitoring (Kelompok Lviii D)
Monitoring (Kelompok Lviii D)
Pembimbing:
Djoni Kusumah Pohan dr., Sp.An., M.Kes
Oleh:
Kelompok LVIII-C
Doppler Ultrasound
Prinsipnya adalah pulsasi dari dinding arteri atau pergerakan darah yang
melalui suatu transduser memancarkan satu gelombang ultrasonik. Mula-mula
kuff dipompa sampai melewati titik sistolik, kemudian perlahan-lahan
dikempeskan setelah melalui level sistolik dinding arteri berpulsasi yang
diteruskan melalui transduser. Penempatan probe harus tepat diatas arteri. Pada
metode Doppler, tekanan yang dapat di ukur hanya tekanan sistolik saja.
Metode “flush”
Biasanya dilakukan pada bayi dan anak-anak. Lengan atas ditinggikan agar
darah turun, kemudian manset dipompakan sampai nadi tidak teraba. Perlahan-
lahan nadi dikempeskan lagisamapai lengan berwarna merah. Saat perubahan ini
menunjukan angka tekanan sistolik.
2.2.2.2 Cara Langsung
Indikasi pemantauan tekanan darah dengan menggunakan kateterisasi arteri
adalah tindakan anestesi dengan hipotensi buatan, antisipasi pembedahan dengan
perubahan tekanan darah yang cepat, tindakan pembedahan yang memerlukan
pemantauan tekanan darah dengan tepat secara cepat dan pemantauan analisis gas
darah secara berkala selama tindakan pembedahan. Tindakan kateterisasi arteri ini
kontraindikasi pada pembuluh darah yang tidak terdapat kolateral. Arteri yang
dapat dilakukan kateterisasi antara lain arteri radialis, arteri ulnaris, arteri
brakhialis, arteri femoralis, dan arteri aksilaris.
Hipertensi bisa disebabkan karena overload cairan atau anestesi yang kurang
dalam, sedangkan hipotensi terjadi bila perdarahan atau anestesi yang kurang
dalam. Ephedrin yang diencerkan dalam 5-10 ml persen salin dan diberikan dalam
bolus kecil (5-10 mg) hingga 30 mgIV, obat ini bisa diberikan untuk mengatasi
efek hipotensi terutama setelah anestesi spinal atau epidural.
Selain memperhatikan sistolik dan diastolik perlu juga diperhatikan Mean
Arterial Pressure (MAP). MAP dapat dihitung dengan rumus:
2.2.3 Respirasi
A. Tanpa Alat
Inspeksi dapat melihat gerakan dada-perut, lihat pergerakan napas dengan
inspeksi naik turunnya dada, kemudian hitung frekuensi selama 60 detik. Untuk
oksigenisasai warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari dan darah pada luka
bedah apakah kebiruan, pucat atau merah muda.
B. Dengan Alat
Respirasi dapat di monitoring dengan menggunakan stetoskop, kapnometri
dam pulse oxymetri. Suara pernapasan pada dada kanan dan kiri pasien dengan
menggunakan stetoskop. Kapnometri adalah alat non invasif untuk mengukur
kadar CO2 pada satu siklus respirasi di dalam sirkuit napas. Alat ini
menggambarkan kadar CO2 pada fase inspirasi dan eksiparasi serta menunjukkan
kadar CO2 pada akhir ekspirasi.
2.2.4 Monitoring Ginjal
Produksi urine menggambarkan fungsi sistem urogenital dan secara tidak
langsung menunjukkan keadaan curah jantung, volume intravaskular dan aliran
darah ke ginjal. Indikasi untuk dilakukan pemasangan kateter urine adalah pada
pasien jantung kongestif, gagal ginjal, atau pasien syok. Selain itu kateterisasi
urine merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pembedahan jantung, bedah
aorta atau pembuluh darah ginjal, kraniotomi, pembedahan dengan waktu lama
dan pembedahan yang kemungkinan memerlukan cairan yang banyak serta
pemberian obat diuretika selama pembedahan. Produksi dipengaruhi oleh obat
anestesi, tekanan arah, volume darah, hidrasi pasien dan faal ginjal. Jumlah urin
normal kira-kira 0,5-1 ml/KgBB/jam. Bila urin ditampung dengan kateter perlu
dijaga strerilitasnya agar tidak terinfeksi, karena kateter sering dipasang selama
beberapa hari.
2.2.5 Perdarahan Selama Pembedahan
Selama anestesi dan pembedahan kita harus mengawasi warna perdarahan,
apakah merah tua atau merah muda. Selain itu jumlah perdarahan harus dihitung
baik botol penghisap maupun dari kasa operasi yang mengandung darah.
Perhitungan perdarahan dari kasa yang di timbang, diperkirakan 1 gr darah
dianggap sama dengan 1 ml darah, dengan kesalahan 25%. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan metode kalorimeter :
• Kadar hemoglobin harus diketahui
• Kasa yang mengandung darah dilarutkan ke dalam jumlah pelarut
Jumlah perdarah (ml)= Kalorimeter terbaca x Volume pelarut ( ml ).
Perdarahan akut dapat diatasi dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander,
atau darah. Selain jumlah perdarahan, perlu diawasi juga warna perdarahan merah
tua atau merah muda.
2.2.6 Suhu
Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu. Obat anestesi mendepresi pusat
pengatur suhu (susunan saraf pusat), sehingga mudah turun naik dengan suhu
lingkungan dan teknik anestesi yang diberikan. Monitoring suhu jarang dilakukan
selama pembedahan, kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan teknik
anestesi dengan hipotermi buatan.
Pengukuran suhu sangat penting bagi anak terutama bayi, karena mudah
sekali kehilangan panas secara radiasi, konveksi, evaporasi, dan konduksi, dengan
konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, dan asidosis. Pengukuran suhu tubuh
dilakukan melalui:
1. Esofagus dengan sensornya setinggi atrium
2. Rektum lebih mudah, namun tidak begitu tepat karena letak lebih jauh dari
jantung dan otak. Selain itu, sisa sisa kotoran dalam rektum akan menggangu nilai
pengukuran.
3. Membran tympani. Suhu di tempat ini hampir sama denga suhu otak, dan tidak
banyak berbeda dari suhu esofagus.
4. Ketiak (aksila) lebih mudah. Tidak menggambarkan suhu yang tepat karena
terlalu banyak dipengaruhi oleh suhu sekitarnya.
2.2.7 Blokade Neuromuskular
Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.
2.2.8 Sistem Saraf
Pada pasien sehat dan sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi
terhadap personal, waktu, dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan sadar,
monitoring terhadap sistem saraf pusat dikerjakan dengan memeriksa respon pupil
terhadap cahaya, respons terhadap trauma, pembedahan, respons terhadap otot
apakah relaksasi cukup atau tidak.
2.2.9 Elektrokardiografi (EKG)
Selama tindakan anestesi EKG dipakai untuk pemantauan kejadian disritmia
kordis, iskemia miokard, perubahan elektrolit, henti jantung dan aktivitas alat
pacu jantung. Pada EKG, potensial listrik yang diukur adalah kecil, sehingga
artefak merupakan masalah yang sering timbul. Pergerakan dari pasien atau kabel
lead, penggunaan elektrokauter, 60-cycle interference dan elektroda yang
kualitasnya tidak baik akan dapat memberikan gambaran seperti disritmia.