PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan
marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-
perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di
sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar
rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering
tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah
anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah
tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien
seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen
perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu
ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku
kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan
ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al,
1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
yang diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan
dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat
dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
D. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
E. Perilaku
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian
orang lain.
d. Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan
1. Memperlihatkan permusuhan
BAB III
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-
kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat
dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat,
tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
b. Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.
c. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada
efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
B. Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
C. Intervensi keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tindakan keperawatan :
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk
intervensi selanjutnya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong
pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang
konstruktif pula.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
i) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
l) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
- Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
- Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
- Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
s) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
t) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku
klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang
dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
y) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol,
Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
z) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain.
Tujuan khusus :
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
4) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
D. Implementasi
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
d. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
g. Berikan pujian.
h. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
l. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon
koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
o. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri
rendah.
E. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk
menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari
perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku
kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di
suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.Tindakan kekerasan atau amuk yang
ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku
kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi
keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah
dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam
kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC