Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan
marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-
perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di
sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar
rumah, mobil dan sepeda montor.

Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering
tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah
anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah
tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien
seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen
perilaku kekerasan).

Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu
ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku
kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan
ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori resiko perilaku kekerasan?

2. Bagaimana Konsep keperawatan resiko perilaku kekerasan?

C. Tujuan

            1.      Tujuan Umum

Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan.

             2.      Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan

b. Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan

c. Mengetahui rentang respon

d. Mengetahui tanda  dan gejala dari perilaku kekerasan

e. Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan

f. Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan

g. Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan

h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekera


C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori Kecemasan?

2. Bagaimana Konsep keperawatan Kecemasan?

BAB II
Pembahasan

A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al,
1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

            B. Etiologi

a.       Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:

1)      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.

2)      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering


mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.

3)      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
yang diterima (permissive).
4)      Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

b.      Faktor Prespitasi

Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan
dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.

      C.     Rentang respon

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:

a.       Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.

b.      Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat
dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.

c.       Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

d.      Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.

e.       Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

           D.      Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:

a.       Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.

b.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.

c.       Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam


sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.

d.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan


melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.

e.       Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek


yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

           E.      Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

a.        Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

b.        Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.

c.       Memberontak (acting out).

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian
orang lain.

d.      Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan

           F. Tanda dan gejala


Adapun Tanda dan gejala kekerasan yaitu

1. Memperlihatkan permusuhan

2. Mendekati orang lain dengan ancaman

3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

5. Mempunyai rencana untuk melukai

BAB III

  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A.     Pengkajian

a. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

1)      Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

2)      Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. 

3)      Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.

4)      Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-
kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

5)      Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat
dilukiskan sebagai berikut :

Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat,
tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

b. Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.

c. Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada
efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

  B. Diagnosa keperawatan

Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

  C.      Intervensi keperawatan

a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan

Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.


Tujuan khusus :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


6) Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.

7) Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

8) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

9) Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Tindakan keperawatan :

a)       Bina hubungan saling percaya.

Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk
intervensi selanjutnya.

b)       Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.

c)       Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong
pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.

d)      Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang
konstruktif pula.

e)       Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.

f)        Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

g)      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.


h)      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.

i)        Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.

j)        Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

k)      Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.

l)        Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.

m)    Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.

n)      Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

-          Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.

-          Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

-          Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.

-          Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.

Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.

o) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.

p) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.

Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.


q) Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.

r) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

s) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.

Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

t) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.

Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.

u) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku
klien.

v) Jelaskan cara-cara merawat klien.

Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang
dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.

Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.

w) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.

x) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.

y) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol,
Artame.

Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.

z) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.


b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain.

Tujuan khusus :

1)      Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2)      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.

3)      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

4)      Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

5)      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

6)      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

D.      Implementasi

a.       Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.

Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.

b.       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.

c.       Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.

Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.

d.      Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

e.       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.

f.        Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.


Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.

g.       Berikan pujian.

Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.

h.       Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.

Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.

i.         Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.

j.         Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.

k.       Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.

Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.

l.         Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.

Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon
koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.

m.     Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

n.       Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

o.       Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.

Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.

p.       Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.

Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri
rendah.

q.       Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.


Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

E.    Evaluasi

Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk
menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari
perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku
kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di
suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.Tindakan kekerasan atau amuk yang
ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

B.     Saran

Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku
kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.

Kemampuan perawat dalam menangani  klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi
keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah
dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam
kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

    

Anda mungkin juga menyukai