Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

FAKTOR RISIKO JATUH PADA LANSIA

Disusun Oleh :
Nathaniel Farrel Tan
1765050100

Pembimbing :
dr. Hildebrand Hanoch Victor, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
Tinjauan Pustaka

Faktor Risiko Jatuh Pada Lansia

Dr. Hildebrand Hanoch Victor, Nathaniel Farrel Tan, Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

1.1. Pendahuluan
Cedera terkait kejatuhan pada orang dewasa yang lebih tua telah diakui sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama. Dalam sebuah penelitian di antara orang dewasa yang lebih tua (50
tahun dan lebih tua) di enam negara berpenghasilan menengah, prevalensi kejatuhan terkait
tahun lalu tahun lalu cedera adalah 4,0%, mulai dari 6,6% di India dan 3,1% di Cina hingga 1,0%
di Afrika Selatan.1,2
Pada orang dewasa yang lebih tua (60 tahun dan lebih tua) di Singapura, tingkat
prevalensi satu tahun terakhir turun adalah 17,2%, di mana sepertiganya mengalami penurunan
berulang, dan di antara komunitas yang tinggal dengan orang dewasa yang lebih tua (60 tahun ke
atas) di Thailand, 18,7% melaporkan mengalami satu atau lebih penurunan dalam enam bulan
terakhir. Dalam sebuah studi berbasis komunitas lokal di antara orang dewasa yang lebih tua di
Malaysia, prevalensi jatuh tahun lalu adalah 4,1%. Dalam ulasan tentang jatuh di antara orang
dewasa yang lebih tua di Asia Tenggara, Romli et al. menemukan bahwa diperlukan lebih
banyak penelitian dari semua negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk bersiap-siap
untuk mengelola semua dosa dari masyarakat yang menua.
Setiap tahun diperkirakan 646.000 orang meninggal akibat jatuh secara global, di mana
lebih dari 80% di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Orang dewasa yang berusia lebih
dari 65 tahun menderita jumlah jatuh paling fatal.Jatuh adalah penyebab utama kedua kematian
karena kecelakaan atau tidak sengaja di seluruh dunia. "Sebagian besar penurunan angka jatuh
ini terkait dengan satu atau lebih faktor risiko yang dapat diidentifikasi (misalnya, kelemahan,
gaya berjalan tidak stabil, kebingungan, dan obat-obatan tertentu), dan penelitian telah
menunjukkan bahwa perhatian terhadap faktor-faktor risiko ini dapat secara signifikan
mengurangi tingkat penurunan".1,2
Berbagai faktor risiko untuk cedera jatuh pada orang dewasa yang lebih tua telah
diidentifikasi, termasuk variabel sosiodemografi, status kesehatan dan perilaku kesehatan. Faktor
risiko sosiodemografi termasuk bertambahnya usia, perempuan, status sosial ekonomi yang lebih
rendah, dan bertempat tinggal di daerah pedesaan. Faktor risiko status kesehatan untuk cedera
akibat jatuh di antara orang dewasa yang lebih tua mungkin termasuk risiko gizi, multimorbiditas
(termasuk kondisi kronis tertentu seperti hipertensi, stroke, dan diabetes, kekuatan genggaman
tangan yang rendah dan fungsi kognitif yang buruk.
Faktor risiko kesehatan lainnya termasuk cacat fungsional,2 Penelitian Gerontologi dan
Geriatri Saat Iniseperti keterbatasan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (ADL) dan Kegiatan
Instrumental Kehidupan Sehari-hari (IADL), masalah gaya berjalan, keseimbangan berdiri yang
tidak memadai, kesulitan penglihatan, memiliki katarak, masalah pendengaran, inkontinensia
urin, dan depresi. Variabel perilaku risiko kesehatan yang terkait dengan peningkatan risiko
cedera jatuh dapat meliputi aktivitas fisik, penggunaan alkohol, merokok, obesitas, dan masalah
tidur.1,5
Pemerintah di negara-negara Asia Tenggara, seperti di Indonesia, membutuhkan data
epidemiologi tentang cedera yang terkait dengan jatuh agar berhasil memasukkan program
perawatan kesehatan pencegahan jatu. Untuk melengkapi perbedaan ini, penelitian ini bertujuan
untuk menilai prevalensi dan korelasi kesehatan dari cedera yang berkaitan dengan kecelakaan di
sebuah komunitas nasional yang berdomisili di Indonesia yang menggunakan sampel orang
Indonesia yang lebih tua yang berpartisipasi dalam Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS-
5) pada 2014-15.1,2
Merujuk pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 diperoleh data
bahwa jumlah Lansia di Indonesia sebanyak 24 juta jiwa dari total penduduk tahun 2018 yang
sebesar 265 juta jiwa (sekitar 9,05 persen).
Oleh karena itu diperlukakan strategi pencegahan yang harus menekankan pendidikan,
pelatihan, menciptakan lingkungan yang lebih aman, memprioritaskan penelitian terkait musim
gugur dan menetapkan kebijakan yang efektif untuk mengurangi risiko.
2.1. Definisi Lansia dan Jatuh
Pengertian Lansia Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pembagian berdasarkan WHO:
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.2,5
Menurut Depkes RI, 2009:
a. Kelompok pertengahan umur.
Kelompok usia dalammasa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampilkan
keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun).
b. Kelompok Usia lanjut dini.
Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut
(60-65).
c. Kelompok usia lanjut.
Kelompok dalam masa senium (65 tahun keatas).
d. Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi.
Kelompok yang berusia lebih dari 7-0 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

Menurut WHO, jatuh didefinisikan sebagai peristiwa yang mengakibatkan seseorang


datang untuk beristirahat secara tidak sengaja di tanah atau lantai atau tingkat lebih rendah
lainnya. Cidera yang terkait dengan jatuh bisa berakibat fatal atau tidak fatal terhadap pasien.
Sedangkan menurut Sanatini et al, jatuh adalah kejadian yang tidak disadari
dimanaseseorang terjatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempatyang lebih rendah yang bisa
disebabkan oleh hilangnyakesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebihan.2,3,5

2.2. Epidemiologi
Dalam sebuah penelitian di antara orang dewasa yang lebih tua (50 tahun dan lebih tua)
di enam negara berpenghasilan menengah, prevalensi kejatuhan terkait tahun lalu tahun lalu
cedera adalah 4,0%, mulai dari 6,6% di India dan 3,1% di Cina hingga 1,0% di Afrika Selatan.
Pada orang dewasa yang lebih tua (60 tahun dan lebih tua) di Singapura, tingkat prevalensi satu
tahun terakhir turun adalah 17,2%, di mana sepertiganya mengalami penurunan berulang, dan di
antara komunitas yang tinggal dengan orang dewasa yang lebih tua (60 tahun ke atas) di
Thailand, 18,7% melaporkan mengalami satu atau lebih penurunan dalam enam bulan terakhir.1
Dalam sebuah studi berbasis komunitas lokal di antara orang dewasa yang lebih tua di
Malaysia, prevalensi jatuh tahun lalu adalah 4,1%. Dalam ulasan tentang jatuh di antara orang
dewasa yang lebih tua di Asia Tenggara, Romli et al. menemukan bahwa diperlukan lebih
banyak penelitian dari semua negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk bersiap-siap
untuk mengelola semua dosa dari masyarakat yang menua.
Jatuh adalah penyebab utama kedua kematian karena kecelakaan atau tidak sengaja di
seluruh dunia. Setiap tahun diperkirakan 646.000 orang meninggal akibat jatuh secara global, di
mana lebih dari 80% di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Orang dewasa yang
berusia lebih dari 65 tahun menderita jumlah jatuh paling fatal.1,2,5

Gambar. 1. Perbandingan populasi global antara tahun 2005 dan 2025


Berdasarkan survei masyarakat di Jepang, didapatkan sekitar 30% usia lanjut yang
berumur >75 tahun, setiap tahunnya mengalami jatuh. Separuh dari angka tersebut mengalami
jatuh berulang.16
Rubenztein et al, dalam penelitiannya melaporkan bahwa 93,1% dari usia lanjut yang
mengalami kelemahan, sebesar 68,7% di antaranya memiliki pola Activity of Daily Living (ADL)
yang buruk dan meningkatkan risiko jatuh.
Merujuk pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 diperoleh data
bahwa jumlah Lansia di Indonesia sebanyak 24 juta jiwa dari total penduduk tahun 2018 yang
sebesar 265 juta jiwa (sekitar 9,05 persen).2

2.3. Faktor Risiko


Jatuh terjadi sebagai akibat dari interaksi yang kompleks faktor risiko.Faktor risiko utama
mencerminkan banyaknya faktor penentu kesehatan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kesejahteraan. Mereka dikategorikan menjadi empat dimensi: biologis, perilaku,
lingkungan dan faktor sosial ekonomi.1,3,5,11

a. Faktor biologis
Faktor biologis mencakup karakteristik individu yang berkaitan dengan tubuh manusia.
Misalnya, usia, jenis kelamin dan ras adalah faktor biologis yang tidak dapat dimodifikasi. Ini
juga terkait dengan perubahan yang jatuh tempo untuk penuaan seperti penurunan fisik, kapasitas
kognitif, afektif, dan komorbiditas yang terkait dengan penyakit kronis.
Interaksi faktor biologis dengan risiko perilaku dan lingkungan meningkatkan risiko
jatuh.Sebagai contoh, hilangnya kekuatan otot menyebabkan hilangnya fungsi dan ke tingkat
kelemahan yang lebih tinggi, yang mengintensifkan risiko jatuh karena beberapa bahaya.4,5
Usia tua akan mengalami penurunan dalam kemampuan melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari, sehingga fleksibilitas yang dimiliki akan semakin menurun dan menyebabkan risiko
jatuh yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gupta et al terhadap 265
pasien usia lanjut yang menyatakan bahwa 23,4% dari semua pasien mengalami penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, 70% diantaranya berusia 60-69 tahun, dan usia >80
tahun memiliki penurunan kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari yang lebih
signifikan.15
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas
badanditentukan atau dibentuk oleh:
-Sistem Sensorik:
Yang berperan didalamnya adalah: Visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler,
dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan
penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat
proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan menganggu fungsi
proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia
mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.4
Hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh dimana didapatkan disfungsi vestibular secara
Gambar.2.Faktor risiko jatuh pada lansia
signifikan lebih umum pada faller dewasa yang lebih tua dibandingkan non-faller. Individu yang
dirujuk klinik jatuh lebih tua, lebih banyak gangguan dan melaporkan lebih banyak jatuh
daripada yang dirujuk ke departemen neuro-otologi.4,5

-Sistem saraf pusat (SSP):


SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP
seperti stroke, parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan
menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.4,14
-Kognitif:
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya faktor risiko
jatuh.
-Muskuloskeletal:
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni
milik lansia dan berperanbesar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini nberhubungan dengan proses menua yang
fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
-Kekakuan jaringan penghubung.
-Berkurangnya massa otot.
-Perlambatan konduksi saraf.
-Penurunan visus / lapang pandang.5,14
-Kerusakan proprioseptif.
Yang kesemuanya menyebabkan:
-Penurunan Range of motion (ROM) sendi.
-Penurunan kekuatanotot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah.
-Perpanjangan waktu reaksi.
-Kerusakan persepsi dalam.
-Peningkatan postural sway (goyangan badan).
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambatan gerak, langkah pendek,
penurunanirama, dan pelebaran bantuanbasal, Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih
cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah/ terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga
memudahkan jatuh.5

-Jenis Kelamin
Temuan utama dari penelitian oleh Sharif, et al adalah bahwa perempuan lebih cenderung
mengalami jatuh daripada laki-laki, dan dengan bertambahnya usia, prevalensi jatuh meningkat.
Ini konsisten dengan pengamatan sebelumnya bahwa wanita dan usia lanjut (usia di atas 75
tahun) dikaitkan dengan prevalensi jatuh yang lebih besar.6
Prevalensi jatuh yang lebih tinggi pada wanita mungkin merupakan konsekuensi dari
penurunan massa tulang mereka yang terjadi lebih cepat daripada laki-laki terutama setelah
menopause. Di antara faktor-faktor risiko lain, sarcopenia didefinisikan sebagai hilangnya massa
otot rangka yang terjadi karena penuaan juga telah dikaitkan dengan insiden jatuh yang lebih
tinggi pada wanita.18,19

b. Faktor perilaku
Faktor risiko perilaku termasuk mereka tentang tindakan manusia, emosi atau pilihan
harian serta kegiatan sehari-hari. Mereka berpotensi dimodifikasi. Misalnya, perilaku berisiko
seperti asupan banyak obat, berlebih penggunaan alkohol, dan perilaku menetap bias
dimodifikasi melalui intervensi strategis untuk perubahan perilaku.
Aktivitas sehari-hari merupakan salah satu parameter untuk melihat status fungsional
seseorang, khususnya usia lanjut dapat diamati dari kemampuannya atau kemandiriannya dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan atau kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
memiliki manfaat yaitu dalam keseimbangan, meningkatkan kelenturan, dan kekuatan otot, serta
self efficacy atau keberdayagunaan mandiri.
Usia lanjut dalam kategori mandiri dapat diartikan usia lanjut yang mampu melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri tanpa tergantung dengan orang lain.
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Deniro Agustin, et al dimana terdapat hubungan
signifikan yang rendah antara usia dengan risiko jatuh serta terdapat hubungan signifikan yang
sedang antara aktivitas sehari-hari dengan risiko jatuh.

c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan merangkum saling mempengaruhi kondisi fisik individu dan
lingkungan sekitarnya, termasuk bahaya rumah dan fitur berbahaya di lingkungan publik.Faktor-
faktor ini bukan dengan sendirinya penyebab jatuh - lebih tepatnya, interaksi antara faktor-faktor
lain dan paparan mereka terhadap lingkungan.Bahaya rumah termasuk langkah-langkah sempit,
licin permukaan tangga, karpet lebih longgar dan pencahayaan tidak cukup. Bangunan yang
buruk desain, lantai licin, retak atau tidak rata trotoar, dan penerangan yang buruk di depan
umum tempat-tempat seperti bahaya jatuh yang merugikan.5,9,12

d.Faktor sosioekonomi
Faktor-faktor risiko sosial ekonomi adalah mereka terkait dengan pengaruh kondisi sosial
dan status ekonomi individu serta kapasitas masyarakat untuk menantang mereka. Faktor-faktor
ini termasuk: berpenghasilan rendah, pendidikan rendah, perumahan tidak memadai, kurangnya
pendidikaninteraksi sosial, akses terbatas ke kesehatan dan kepedulian sosial terutama di daerah
terpencil, dan kurangnya sumber daya masyarakat.
2.4. Etiologi Jatuh
Menurut Darmojo, 2009 faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin dan basah, tempat
berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan alat-alat atau perlengkapan rumah
tangga yang tidak stabil dan tergeletak di bawah. Menurut Friedman, 1998 kondisi interior
rumah meliputi bagaimana ruangan ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot, kelayakan perabot,
penerangan yang tidak memadai dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam
keadaan buruk, tempat obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke rumah
tidak terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari rumah, kabel listrik
telanjang di lantai, kolam renang yang tidak dipagari secara memadai.1,6
Faktor risiko jatuh yang telah diidentifikasi termasuk riwayat jatuh, penggunaan alat
bantu, bahaya lingkungan seperti penerangan yang buruk, dan berbagai kondisi kesehatan
termasuk kelemahan otot, vertigo, kiprah dan gangguan keseimbangan, gangguan pendengaran
dan pendengaran, gangguan kognitif dan sensorik, hipotensi ortostatik, diabetes mellitus dan
osteoporosis. Beberapa penelitian juga mengaitkan obat-obatan tertentu dengan peningkatan
risiko jatuh di antara orang dewasa yang lebih tua. Obat yang paling umum yang meningkatkan
risiko jatuh adalah berbagai jenis obat psikotropika, seperti hipnotik, obat penenang, antipsikotik,
dan antidepresan yang dapat menyebabkan sedasi, gangguan keseimbangan, dan koordinasi.6
Selanjutnya, obat kardiovaskular seperti diuretik dan beta-blocker dapat menyebabkan
atau memperburuk hipotensi ortostatik dan jatuh. Antihistamin dan obat antikolinergik dapat
memengaruhi keterampilan kognitif pasien usia lanjut dan menyebabkan penglihatan kabur,
sehingga meningkatkan risiko jatuh. Juga ditekankan oleh penulis yang sama bahwa polifarmasi
dan penggunaan obat-obatan psikotropika, terutama bila dikombinasikan dengan obat
kardiovaskular meningkatkan risiko jatuh pada lansia.5,6

2.5. Komplikasi Jatuh


Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis
fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan
pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak
terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi
termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia
atau fobia jatuh. Menurut Kane, 1996 yang dikutip oleh Darmojo, 2009 komplikasi-komplikasi
jatuh adalah:
a. Cedera.
Cedera mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek
atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya
fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.
b. Disabilitas.
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan
fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan
pembatasan gerak.
c. Risiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan.
d. Kematian.1,5

2.6. Pencegahan
Jatuh bukan merupakan konsekuensi dari lanjutnya usia, oleh karena itu dapat dilakuka
pencegahan. Berdasarkan guideline dari American Geriatric Society, British Geriatric Society
dan American Academy of Orthopedic Surgeon Panel in Fall Prevention merekomendasikan
bahwa pasien lanjut usia harus dilakukan skrening jatuh setiap tahun dengan evaluasi yang
mendalam pada yang pernah mengalami kejadian jatuh baik selalu atau berulang.
Pada pasien lansia yang baru pertama kali jatuh harus dilakukan pemeriksaan gaya
berjalan dan fungsi keseimbangan dan kemudia dilakukan evaluasi. Pada lansia yang jatuh
berulang dilakukan asesmen tentang obat-obatan yang digunakan, fungsi penglihatan,
pemeriksaan haya berjalan dan keseimbangan, fungsi ekstremitas bawah, fungsi neuorolgi dan
kardiovaskuler. Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sidah
terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.5
Menurut Tinetti yang dikutip dari Darmojo, ada 3 usaha pokok untuk pencegahan jatuh:
a. Identifikasi faktor resiko.
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal
dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang
berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.Penerangan rumah harus cukup tetapi
tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah
dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya
diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan
pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)


Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan
gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko
jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga
harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah,
apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah penderita
cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat
kelainan/penurunan.5
Dalam pola jalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin terjadi, diantaranya sebagai
berikut:
- Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota gerak atas lebih dari anggota
gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabila tubuh bergerak.
- Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan berkurang, seperti hilangnya
ayunan tangan saat berjalan.
- Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi sehingga kerja otot meningkat.
- Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot, khususnya otot penggerak sendi panggul.
- Langkah lebih pendek agar merasa lebih aman.
- Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase menumpu.
- Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi.
- Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun.
- Penurunan sudut antara tumit dan lantai.
- Penurunan irama jalan.
- Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul.
- Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai.

c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.


Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia dapat dicegah
dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik. Faktor situasional bahaya
lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang
berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas
tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan
kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat
melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
2.7. Diagnosis
Direkomendasikan untukmelakukan asesmen pada semua lansia sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin yang meliputi:
1. Semua lansia yang control nrutin di puskesmas atau dokter atau tenaga kesehatan lain
wajib untuk ditanya tentanf jatuh minimal satu tahun sekali.
2. Semua lansia yang pernah dilaporkan jatuh satu kali wajib diobservasi dengan meminta
untuk melakukan the get up and go test. Apabila pasien dapaat melakukantanpa kesulitan
tidak memerlukan asesmen lanjutan.
3. Pasien yang menalami kesulitan untuk melakukan tes itu memerlukan kajian yang lebih
tinggi.

American Geriatrics Society dan British Geriatrics Society (AGS / BGS) telah
menerbitkan pedoman praktik klinis tentang penyaringan, penilaian, dan manajemen risiko jatuh.
13 Pedoman AGS / BGS13 merekomendasikan penyaringan semua orang dewasa berusia 65
tahun ke atas untuk risiko jatuh setiap tahun.
Skrining ini terdiri dari menanyakan pasien apakah mereka telah jatuh 2 kali atau lebih
dalam setahun terakhir atau mencari perawatan medis untuk jatuh, atau, jika mereka belum jatuh,
apakah mereka merasa tidak stabil ketika berjalan.
Pasien yang menjawab positif semua pertanyaan ini berisiko lebih tinggi untuk jatuh dan
harus menerima penilaian lebih lanjut. Orang yang jatuh sekali tanpa cedera harus dievaluasi
keseimbangan dan kiprahnya; mereka yang memiliki kelainan gaya berjalan atau keseimbangan
harus menerima penilaian tambahan.
Asesmen jatuh merupakan bagian dari asesmen geriatric. Contoh STEADI:7

Algoritma ini adalah bagian dari alat kit yang disebut STEADI (Stopping Elderly
Accidents, Deaths, and Injuries).7 Berdasarkan pedoman AGS / BGS13 dengan masukan dari
dokter praktik, STEADI dirancang untuk membantu penyedia layanan kesehatan
mengintegrasikan penilaian jatuh dan manajemen ke dalam praktek. Algoritma menyoroti bahwa
bahkan individu yang berisiko rendah (tidak ada riwayat jatuh, tidak ada masalah dengan gaya
berjalan atau keseimbangan) dapat mengambil manfaat dari pendekatan pencegahan primer,
yaitu pendidikan tentang faktor risiko jatuh, latihan kekuatan dan keseimbangan, dan
suplementasi vitamin D. Direkomendasikan dosis vitamin D untuk pencegahan jatuh adalah 1000
IU cholecalciferol setiap hari7
Penilaian risiko terdiri dari riwayat jatuh, tinjauan pengobatan, pemeriksaan fisik, dan
penilaian fungsional dan lingkungan.
-Riwayat Penyakit (Jatuh).
Sejarah jatuh harus mencakup menentukan jumlah jatuh pada tahun lalu serta
keadaannya, termasuk gejala pertanda, lokasi, aktivitas, alas kaki, penggunaan alat bantu (jika
ditentukan), penggunaan kacamata (jika biasanya digunakan), kemampuan untuk bangun setelah
jatuh, waktu, cedera yang diderita, dan perawatan medis yang diterima. Bukti oleh saksi dapat
membantu dalam kasus jatuh yang berulang dan tidak dapat dijelaskan, karena jatuh tersebut
dapat disebabkan oleh sinkop yang tidak dikenal.Mendokumentasikan sejarah jatuh adalah salah
satu indikator kualitas untuk pencegahan dan pengelolaan jatuh.
Rubenztein, et al dalam penelitiannya melaporkan bahwa 93,1% dari usia lanjut yang
mengalami kelemahan, sebesar 68,7% di antaranya memiliki pola Activity of Daily Living (ADL)
yang buruk dan meningkatkan risiko jatuh.
Berdasarkan survei masyarakat di Jepang, didapatkan sekitar 30% usia lanjut yang
berumur >75 tahun, setiap tahunnya mengalami jatuh. Separuh dari angka tersebut mengalami
jatuh berulang.8,9
-Tinjauan Pengobatan.
Bagian penting dari penilaian risiko adalah tinjauan pengobatan.Beberapa kelas obat
meningkatkan risiko jatuh.Obat-obatan psikoaktif khususnya adalah prediktor independen dari
jatuh. Obat-obat ini cenderung bersifat menenangkan, mengubah sensorium, dan merusak
keseimbangan dan gaya berjalan. Obat-obatan lain (misalnya, antihipertensi, obat antiinflamasi
nonsteroid, diuretik) lebih lemah terkait dengan jatuh.Strategi utama adalah mengurangi dosis
obat-obatan yang diindikasikan berkontribusi terhadap risiko jatuh dan mengurangi dan
menghentikan obat-obatan yang tidak lagi diindikasikan. Pendekatan non-farmakologis
(misalnya, tindakan kebersihan tidur untuk insomnia) seringkali merupakan alternatif yang
bermanfaat.15
Didapatkan hubungan yang signifikan (p <0,001) antara minum obat tertentu dan
kejadian jatuh. Peserta yang menggunakan beta-blocker terdiri dari 144 (38,9%) dan 89 (61,8%)
dari mereka jatuh dalam dua tahun terakhir. Kondisi kesehatan yang paling umum dilaporkan
oleh responden adalah hipertensi dan sekitar 88 (55,3%) dari mereka mengalami penurunan.
Namun demikian, ada hubungan yang signifikan antara kondisi kesehatan komorbid lainnya dan
peningkatan risiko jatuh; misalnya, dari mereka (112; 30,3%) yang menyatakan bahwa mereka
menderita osteoporosis, hampir 64,3% mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.6
-Hipotensi postural.
Hipotensi postural didefinisikan sebagai pengurangan tekanan darah sistolik minimal 20
mm Hg atau tekanan darah diastolik minimal 10 mm Hg dalam 3 menit berdiri. Hipotensi
postural mempengaruhi sekitar 30% orang dewasa yang tinggal di komunitas23 dan merupakan
faktor risiko jatuh.Pasien mungkin mengalami sakit kepala ringan, penglihatan kabur, sakit
kepala, kelelahan, kelemahan, atau sinkop dalam 1 hingga beberapa menit setelah berdiri, atau
mereka mungkin tanpa gejala.Sebaliknya, pasien mungkin mengalami postural lightheadedness
tanpa pengurangan tekanan darah yang terukur; ini harus dianggap setara dengan hipotensi
postural untuk risiko jatuh.Hipotensi postural sering dapat dikurangi dengan mengurangi dosis
obat penurun tekanan darah dan / atau menghentikan obat yang memiliki hipotensi ortostatik
sebagai efek samping.Penggunaan selang penyangga di atas lutut dan tidur dengan kepala di
tempat tidur yang ditinggikan juga dapat mengurangi penurunan tekanan darah postural.
-Pemeriksaan fisik yang berfokus pada kejatuhan.
Unsur-unsur yang direkomendasikan dari pemeriksaan fisik terfokus jatuh ditunjukkan
pada :Three quick gait, strength, balance tests: Timed Up-and-Go (TUG), the 30-Second Chair
Stand test dan 4-Stage Balance test.
TUG, tes mobilitas fungsional, melibatkan penentuan waktu seseorang berdiri dari
kursidengan sandaran tangan (menggunakan alat bantu mereka jika biasanya menggunakan satu),
berjalan 3 m (10 kaki) dilangkah mereka yang biasa, berbalik, kembali ke kursi, dan duduk.
Waktu TUG lebih besar dariatau sama dengan 12 detik menunjukkan risiko jatuh tinggi
Uji Dudukan Kursi 30 Detik menilai kekuatan dan keseimbangan ekstremitas
bawah.Tidak bisauntuk berdiri dari kursi setinggi lutut tanpa menggunakan satu tangan
menunjukkan peningkatan jatuhrisiko.
4-Stage Balance test menilai keseimbangan statis dengan membuat pasien berdiri di 4
posisi,masing-masing semakin menantang. Posisi termasuk paralel, semi-tandem, tandem,dan
dudukan satu kaki. Ketidakmampuan untuk melakukan dudukan tandem (yaitu tumit dari satu
jari kaki yang menyentuh sepatu)dari yang lain) selama 10 detik memprediksi jatuh, dan
ketidakmampuan untuk berdiri dengan 1 kaki tanpa bantuan untuk 5 kakidetik memprediksi jatuh
yang merugikan.
Pengujian kognitif juga merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik yang terkait
dengan jatuh dan mungkinterdiri dari layar kognitif singkat seperti Mini-Cog. Orang dengan
sedang hingga beratgangguan kognitif beresiko tinggi jatuh.10,15

2.8. Penatalaksanaan
Tujuan untuk manajemen risiko jatuh meliputi:
(1) Mengurangi kemungkinan jatuh.
(2) Mengurangi risiko cedera.
(3) Mempertahankan tingkat mobilitas setinggi mungkin.
(4) Memastikan tindak lanjut yang berkelanjutan.10,15
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus karena perbedaan
faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.Bila penyebab merupakan penyakit akut
penanganannya menjadi lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan
penyebab jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan
alat bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional
terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki
fungsionalnya.Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu
penderita mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus-menerus sampai terjadi
peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.10
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait dan
pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis.Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler
yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta-
bloker, diuretic dan antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki
lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di pencegahan jatuh.5,13
2.9. Kesimpulan
Jatuh merupakan salah satu gangguan geriatric yang sering terjadi pada usia lanjut,
penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif,
system saraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat rumah
tangga yang tua/tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata dan lain-lain).
Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar dan
keseleo sampai dengan patah tulang bahkan bisa menyebabkan kematian, oleh karena itu harus
dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian
keseimbanhan dan gaya berjalan, sertta menatur/mengatasi faktor situasional.
Pada intinya mencegah terjadinya jatuh pada lansia sangat penting dan lebih utama
daripada mengobati akibatnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pengpid S, Peltzer K. Prevalence and Risk Factors Associated with Injurious


Fallsamong community-Dwelling Older Adults in Indonesia. Current Gerontology and
Geriatrics Research. 2018;1-8
2. Global Burden of Disease Study 2013, “Global,regional, and national incidence,
prevalence, and years livedwith disability for 301 acute and chronic diseases and
injuriesin 188 countries, 1990-2013: a systematic analysis for the GlobalBurden of
Disease Study 2013,” Lancet, 2015 (386); 743–800.
3. Deniro AJ, Sulistiawati NN. The Relationship between Age and Activity of Daily Living
with the Fall Risk of Patients in Geriatric Outpatient Installation. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2017;4(4): 199-203.
4. Liston M, et al. Peripheral vestibular dysfunction is prevalent inolder adults
experiencing multiple non-syncopal falls versus age-matched non-fallers: a pilot
study.Age and Ageing 2013; 0: 1–6. doi: 10.1093/ageing/aft129.
5. Darmojo B. Buku Ajar Geriatri. Badan Penerbit FKUI. 2015(5);178-95.
6. Sharif SI, Al-Harbi AB, Al-Shihabi AM, Al-Daour DS, Sharif RS. Falls in the elderly:
assessment of prevalence and risk factors. Pharmacy Practice 2018 Jul-Sep;16(3):1206
7. Stevens JA, Phelan EA. Development of STEADI: a fall prevention resource for health
care providers. Health Promot Pract. 2013;14:706–714.
8. Yasumura S, Hasegawa M. Incidence of falls among the elderly and preventive efforts in
Japan. Japan Med Assoc J. 2009;52(4):231-6.
9. Sabatini S, Kusuma H, Tambunan L. Faktor eksternal risiko jatuh lansia: studi empiris.
Temu Ilmiah IPLBI, Manado 30-31 Oct 2015.p.1-5.
10. A.Phelan E, Mahoney JE. Assessment and Management of Fall Risk in Primary Care
Settings.Med Clin North Am. 2015 March ; 99(2): 281–293.
doi:10.1016/j.mcna.2014.11.004.
11. Dhargave P. Prevalence of risk factors for falls among elderly people living in long-term
care homes. DataJournal of Clinical Gerontology and Geriatrics.2016;99-103
12. Rudy A, Setyanto RB. Analysis of Factors Affecting Risk Falls on Elderly. Analysis of
Factors Affecting Risk Falls on Elderly. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan. 2019;162-6 DOI:
10.33485/jiik-wk.v5i2.119
13. Ungar A, Rafanelli M, et al. Fall prevention in the elderly. Clin Cases Miner Bone
Metab. 2013;10(2):91-95.
14. Ferreira J, Chaves S, Santana R, Domingos A, Pereira J, Rezende L.Postural balance in
the elderly with mild cognitive impairment:relationship to accidental falls. J Ther Rehab.
2016;4(1):67-75.
15. Gupta S, Yadav R, Malhotra A. Assessment of physical disabilityusing Barthel index
among elderly of rural areas of district Jhansi(U.P), India J Family Med Prim Care.
2016;5(4):853-7.
16. Yasumura S, Hasegawa M. Incidence of falls among the elderly and preventive efforts in
Japan. Japan Med Assoc J. 2009;52(4):231-6.
17. Bozo O, Guaranicca C. Activities of daily living, social support, and future health of
older Americans. J Psychol. 2010;144(1):1-14.
18. Landi F, Liperoti R, Russo A, Giovannini S, Tosato M, Capoluongo E, Bernabei R,
Onder G. Sarcopenia as a risk factor for falls in elderly individuals: results from the
Ilsirinte study. Clin Nutr. 2012;31(5):652-658. doi: 10.1016/j.clnu.2012.02.007
19. Leonetti GE, Lee JK. Awareness of medication-related fall risk: a survey of community-
dwelling older adults. Healthy Aging Res. 2014;3:10. doi: 10.12715/har.2014.3.10

Anda mungkin juga menyukai