Contoh : Adanya lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penampung aspirasi
masyarakat, sesuai dengan DPRD disebutkan dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 3:
"Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum" yang
dimaksudkan pemilihan umum anggota DRPD ini mewakili pendapat masyarakat untuk
memilih pejabat perwakilan daerah. Jadi, pemerintah sebagai negara hukum memfasilitasi
rakyatnya untuk menyalurkan pendapatnya dan mengayomi rakyatnya atas dasar pendapat
rakyatnya tersebut.
- Adaptif yaitu mampu menyesuaikan dinamika perkembangan jaman sehingga tidak pernah
usang
Contoh : Saat internet pertama kali muncul di Indonesia, tidak ada hukum dan undang-
undang yang mengatur penggunaan internet. Seiring perjalanan waktu, internet pun mulai
menyebar luas di seluruh wilayah Indonesia, akhirnya Pemerintah Indonesia menyadari
perlunya membentuk undang-undang yang mengatur penggunaan dan etika dalam
pemakaian internet.
Contoh : Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto adalah salah satu contoh, yaitu saat mengadili
kasasi Muchtar Pakpahan di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Oleh pengadilan di
bawah, Pakpahan dijatuhi pidana atas tuduhan berbuat makar, yaitu kejahatan terhadap
Negara. Dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung mengatakan, Pakpahan tidak melakukan
perbuatan makar. Menurut Mahmakah Agung, para hakim di bawah telah melakukan
penerapan hukum yang salah dengan menggunakan yurisprudensi yang sudah ada sejak
zaman kolonial. Itu secara sosiologis tidak benar karena Indonesia sudah menjadi Negara
merdeka dan sudah mulai menjalankan demokrasi dan memperhatikan hak asasi manusia.
Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto boleh dimasukkan kategori hakim yang "meletakkan
telinganya ke jantung masyarakat". Putusan itu juga bisa disebut progresif, bila mengingat
Indonesia saat itu masih dalam pemerintahan Soeharto yang kita ketahui dengan jelas
wataknya keras dalam mengelola pemerintahan tetapi adanya keputusan Hakim Agung Adi
Andojo Soetjipto menentang keras hukuman tersebut karena tidak sesuai dengan hukum
negara Indonesia yang berbeda dengan hukum yang ada pada zaman kolonial.
2. Indonesia adalah negara hukum, namun mengapa korupsi terus marak di Indonesia,
hukuman apa yang paling baik agar korupsi tidak ada lagi di Indonesia, berikan jawaban
dengan pendekatan dan analisa negara hukum dan hak asasi manusia beserta alasannya.
3. Setujukah anda apabila koruptor diberikan hukuman mati, namun hukuman tersebut
berbenturan dengan kepentingan hak asasi manusia koruptor? Jelaskan pendapat anda.
Kelompok kami menyetujui adanya hukuman mati atas tindakan korupsi. Hukuman
pidana pada dasarnya akan membatasi hak asasi manusia (khususnya koruptor) karena
bentuk hukuman ini adalah usaha agar pelaku kriminal jera dan menyadari kesalahan yang
ia buat.
Korupsi merupakan tindakan kriminal skala besar yang tak hanya merugikan diri
sendiri atau nama keluarga, akan tetapi juga merusak cita diri bangsa dan negara. Terlebih
lagi akibat dari korupsi merembet ke segala aspek yang berhubungan erat dengan
kemajuan negara.
Dasar persetujuan kami atas diadakannya hukuman mati pada pelaku korupsi adalah
karena korupsi tidak bisa sembarangan dilakukan, membutuhkan 'pemikiran cermat' dan
perencanaan atas resiko-resiko yang orang itu akan hadapi. Dengan demikian, koruptor
berarti mengetahui betul bahwa tindakannya SALAH, akan tetapi tetap melakukannya demi
keuntungannya sendiri/kelompok. Dari ilustrasi ini dapat dilihat bahwa faktor yang
mendukung terjadinya korupsi bersumber pada pribadi orang tersebut dalam menjalankan
prinsip pada hidupnya. Sehingga hukuman mati dirasa setimpal terhadap pilihan seseorang
itu karena ikut berperan memperburuk kondisi negara. Hukuman penjara tidak akan
memberhentikan arus korupsi yang ada, apalagi memberikan efek jera. Seseorang yang
melakukan korupsi memang harus merefleksikan kesalahannya, akan tetapi seharusnya
orang-orang ini sudah memahami bahwa korupsi adalah sesuatu yang salah.
Dengan adanya hukuman mati, seseorang akan memikirkan baik2 terhadap
pilihannya untuk korupsi. Bukti negara: Singapore, China, Korea Utara, Vietnam