Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Transportasi adalah perpindahan orang atau barang dengan menggunakan alat atau
kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara geografis (Steenbrink, 1974).
Secara umum, manfaat transportasi dapat dibagi menjadi empat. Beberapa manfaat
transportasi di antaranya yaitu manfaat ekonomi, manfaat social, manfaat untuk wilayah,
dan manfaat politis. Transportasi juga di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu transportasi
darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Alat transportasi memiliki beberapa fungsi
utama bagi manusia. Adapun beberapa fungsi transportasi yaitu, sebagai alat untuk
memudahkan kegiatan manusia sehari-hari, sebagai alat untuk melancarkan proses
perpindahan manusia dan atau barang keperluan manusia, sebagai media yang dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah tertentu, sebagai
media yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional melalui
bisnis jasa transportasi.
Pembangunan transportasi Indonesia saat ini terfokus pada pembangunan di darat.
Hal itu wajar karena kondisi jalan di darat pun tergolong cukup memprihatinkan. Indonesia
mempunyai panjang jalan 300.000 km tetapi kondisi jalan yang layak hanya 60% saja,
sedangkan yang lain dalam kondisi rusak ringan dan berat (Susantono, 2004). Masalah
tersebut bukan menjadi suatu alasan bagi pemerintah untuk memfokuskan pembangunan
transportasi di darat saja karena wilayah Indoensia sebagian besar adalah wilayah lautan.
Berbagai kasus kecelakaan dalam berbagai moda transportasi terjadi di Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan masih rendahnya tanggunh jawab, teknologi yang belum maju, dan
sistem transportasi yang sangat buruk. Kasus kecelakaan transportasi publik telah
menewaskan beriu-ribu orang dan mencerminkan kurang tegasnya hukum yang berlaku di
Indonesia. Banyaknya kecelakaan yang terjadi di Indonesia pada dua tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa masalah transportasi adalah suatu masalah yang serius. Transportasi
berhubungan erat dengan manusia dan masyarakat sebagai pengguna jasa dan konsumen.
Merupakan suatu hal yang sangat ironis ketika alat transportasi yang layak telah menjadi
suatu kebutuhan primer bagi penggunanya akan tetapi, pada kenyataannya alat transportasi
yang layak tidak tersedia di masyarakat.
Pada kawasan kota Balikpapan khususnya pada kelurahan Baru Ilir, kelurahan Baru
Ilir ini termasuk pada kawasan perkotaan. Selain itu bila dilihat dari penggunaan lahan,
kelurahan Baru Ilir ini merupakan kelurahan yang padat pemukiman. Keluraha Baru Ilir ini
terdiri dari 63 RT yang setiap wilayahnya dibatasi oleh gang. Rumah-rumah berdekatan
dalam satu Rt hanya dipisahkan oleh gang sempit yang hanya dapat dilalui oleh sepeda
motor. Meskipun begitu seluruh jalan di Kelurahan ini sudah mengalami penyemenan atau
pengaspalan. Terlihat sepanjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat pasti
ditemukan warung-warung, toko atau kios kecil. Pagi hari hingga malam sekitar pukul 09.00
terdapat banyak orang yang berlalu lalang, baik hanya dengan berjalan kaki atau
menggunakan sepeda motor. Namun ketika siang hari banyak rumah yang relatif sepi
karena penghuni rumah pergi bekerja, ada yang bekerja dipasar untuk berjualan atau
bekerja jadi karyawan. Akibat dari banyaknya kegiatan yang terjadi di dalam kelurahan Baru
Ilir tersebut, mengakibatkan tingginya mobilitas yang terjadi di dalam jalan kolektor
kelurahan tersebut. Maka dari itu perlu adanya sebuah identifikasi dan evaluasi terhadap
system transportasi dan ruas jaringan jalan di kelurahan Baru Ilir.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di angkat dalam penyusunan laporan ini adalah:
1. Bagaimana komposisi jalan arus lalu lintas pada kelurahan Baru Ilir ?
2. Berapa kapasitas arus lalu lintas pada kelurahan Baru Ilir?
3. Berapa tingkat derajat jenuh yang terjadi di jalan arus lalu lintas pada kelurahan
Baru Ilir?

I.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penyusunan laporan ini adalah:
1. Mengetahui komposisi jalan arus lalu lintas pada kelurahan Baru Ilir.
2. Mengetahui berapa kapasitas yang ideal arus lalu lintas pada kelurahan Baru Ilir.
3. Mengetahui berapa tingkat titik derajat jenuh yang terjadi pada jalan arus lalu
lintas kelurahan Baru Ilir.

I.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penggunaan Lahan
Lahan adalah objek yang sangat penting karena merupakan input sekaligus produk
dari proses perencanaan (Kaiser et al, 1995:196). Disebut input karena lahan merupakan
modal dasar pembentukan ruang. Lahan merupakan wadah dari aktivitas yang memiliki nilai
ekonomi yang penting dalam pembentukan permukiman yang dengan aktivitas yang
kompleks. Sementara itu, lahan disebut sebagai produk karena kegiatan perencanaan
menghasilkan suatu set sistem tata ruang dan pengelolaannya dimana lahan yang tertata
adalah bagian di dalamnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU Nomor 41 tahun 2007, klasifikasi penggunaan
lahan menjadi dua kelompok besar, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kawasan lindung, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Kawasan lindung memiliki beberapa klasifikasi sebagaimana diuraikan
dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2. 1 Klasifikasi Kawasan Lindung
Klasifikasi Kawasan Lindung Sub - Klasifikasi
Hutan lindung
Kawasan yang memberi perlindungan
Kawasan bergambut
bagi kawasan di bawahnya.
Kawasan resapan air
Kawasan cagar alam / cagar bahari
Kawasan suaka margasatwa / suaka
Kawasan suaka alam perikanan
Kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya
Taman nasional / taman laut nasional
Taman hutan raya
Kawasan pelestarian alam Taman wisata alam / wisata laut
Kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan
Kawasan rawan bencana gempa bumi
Kawasan rawan bencana gunung
berapi
Kawasan rawan bencana
Kawasan rawan bencana gerakan
tanah
Kawasan rawan banjir
Sempadan pantai
Sempadan sungai
Kawasan perlindungan setempat
Kawasan sekitar waduk dan situ
Kawasan sekitar mata air
Kawasan perlindungan lainnya Taman buru
Daerah perlindungan laut lokal
Kawasan perlindungan plasma nutfah
eks-situ
Klasifikasi Kawasan Lindung Sub - Klasifikasi
Kawasan pengungsian satwa
Sumber : Permen PU No. 41 Tahun 2007
2. Kawasan budidaya, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Klasifikasi kawasan budidaya dapat diuraikan
dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. 2 Klasifikasi Kawasan Budidaya
Klasifikasi Kawasan Lindung Sub - Klasifikasi
Kawasan hutan produksi terbatas
Kawasan hutan produksi tetap
Kawasan hutan produksi
Kawasan hutan produksi konversi
Kawasan hutan rakyat
Kawasan tanaman pangan lahan basah
Kawasan tanaman pangan lahan kering
Kawasan tanaman tahunan /
Kawasan pertanian perkebunan
Kawasan peternakan
Kawasan perikanan darat
Kawasan perikanan payau dan laut
Kawasan pertambangan Kawasan pertambangan
Kawasan perindustrian
Kawasan pariwisata
Kawasan budidaya lainnya Kawasan permukiman
Kawasan perdagangan dan jasa
Kawasan pemerintahan
Sumber : Permen PU No. 41 Tahun 2007
II.2 Moda Transportasi
Menurut Nasution (2008) moda transportasi adalah sebagai alat pemindahan barang
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Istilah ini digunakan untuk berpindah tempat
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkut berupa kendaraan.
Moda yang biasanya digunakan dalam transportasi dapat dikelompokkan atas moda yang
berjalan di darat, berlayar di perairan laut dan pedalaman, serta moda yang terbang di
udara. Moda yang di darat juga dikelompokkan atas moda jalan, moda kereta api dan moda
pipa.
Menurut Miro (2008) secara umum, ada dua kelompok besar moda transportasi yaitu :
1. Kendaraan Pribadi (Private Transportation), yaitu : Moda transportasi yang
dikhususkan buat pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya ke mana
saja, di mana saja dan kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak me-
Manajemen transportasi dalam kajian dan teori 8 makainya sama sekali (mobilnya
disimpan di garasi).
2. Kendaraan Umum (Public Transportation), yaitu : Moda transportasi yang
diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima
pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan
peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para
pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih.
Dari semua kegunaan transportasi di atas tentu sangat dibutuhkan suatu pengaturan,
pengawasan dan pengorganisasian yang apik dari suatu institusi agar manfaat dari moda
transportasi tersebut bisa tetap dipertahankan dan berfungsi sesuai dengan kebutuhan
pengguna, maka dari itu perlu adanya manajemen transportasi di suatu wilayah yang pasti
memiliki mobilitas ekonomi yang beragam. Kegiatan transportasi bukan, suatu tujuan
melainkan mekanisme untuk mencapai tujuan. Menurut Setijowarno dan Frazila (2001),
pergerakan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya mengikuti 3 (tiga) kondisi
yaitu :
1. Pelengkap, relatif menarik antara dua atau lebih tujuan
2. Keinginan untuk mengatasi jarak, dimana sebagai perpindahan yang diukur dalam
kerangka waktu dan uang yang dibutuhkan untuk mengatasi jarak dan teknologi
terbaik untuk mencapainya
3. Kesempatan intervensi berkompetisi di antara beberapa lokasi untuk memenuhi
kebutuhan dan penyediaan. Untuk mencapai pergerakan yang cepat, aman, nyaman
dan sesuai dengan kebutuhan akan kapasitas angkut maka diperlukan suatu fasilitas
atau prasarana yang mendukung pergerakan tersebut. Penyediaan fasilitas untuk
mendukung dari pergerakan tersebut menyesuaikan dengan jenis moda yang
digunakan.
Pemilihan moda transportasi tergantung dan ditentukan dari beberapa faktor yang ada
antara lain:
1. Segi pelayanan
2. Keandalan
3. Keandalan dalam bergerak
4. Keperluan
5. Keselamatan dalam perjalanan
6. Fleksibilitas
7. Biaya
8. Tingkat Polusi
9. Jarak Tempuh
10. Penggunaan bahan bakar
11. Kecepatan gerak
Masing-masing moda transportasi menurut Setijowarno dan Frazila (2001), memiliki
ciri-ciri operasional yang berlainan yaitu dalam hal :
1. Kecepatan, menunjukkan beberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bergerak
antara dua lokasi
2. Tersedianya pelayanan (availability of services), menyangkut kemampuan
Manajemen transportasi dalam kajian dan teori 12 untuk menyelenggarakan
hubungan antara dua lokasi
3. Pengoperasian yang diandalkan (dependability of operations), menunjukkan
perbedaan-perbedaan yang terjadi antara kenyataan dan jadwal yang ditentukan
4. Kemampuan (capability), merupakan kemampuan untuk dapat menangani segala
bentuk dan keperluan akan angkutan
5. Frekuensi adalah banyaknya gerakan atau hubungan yang dijadwalkan
II.3 Jaringan Jalan
Dalam RTRW Kota Balikpapan nomor 12 tahun 2012 Bab I pasal 1 ayat 30
menjelaskan bahwa sistem jaringan jalan merupakan sistem ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah lain dalam
pengaruh pelayannya dalam satu hubungan yang hierarkis. Sistem Jaringan Jalan terbagi
menjadi jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer merupakan
jaringan jalan utama, sedangkan jaringan jalan sekunder merupakan jaringan jalan
penunjuang. Jaringan jalan terbagi menjadi hirarki jalan, status jalan, struktur jalan,
klasifikasi jalan, dimensi jalan, jenis perkerasan jalan, pelengkap jalan, tipe jalan perkotaan,
ekivalensi mobil penumpang (EMP), serta akses pemadam kebakaran.Dalam Pasal 5 ayat 2
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa
jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup,
politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sehingga akan mendorong pengembangan semua sarana
wilayah, pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang
semakin merata.
2.2.1 Struktur Jalan
Struktur jalan yang baik bagi masyarakat yang dilalui merupakan salah satu hal yang
terpenting dalam menjalani berbagai aktivitas untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
Struktur jalan terbagi menjadi ruwasja, rumaja, dan rumija. Selain itu, ketersediaannya
prasarana pendukung jalan, seperti perlengkapan dan perlengkapan jalan.
a. Rumaja (Ruang Manfaat Jalan)
Rumaja adalah ruas sepanjang jalan yang termasuk perkerasan jalan, pemisahan
jalur, bahu jalan, drainase, trotoar dan median. (Peraturan Pemerintah Republik No.
26 Tahun 1985)
b. Rumija (Ruang Milik Jalan)
Rumija adalah ruas sepanjang jalan sebagai peruntukkan daerah manfaat jalan dan
perlebaran jalan, serta kebutuhan atau cadangan ruangan untuk menambkan jalur lalu
lintas. (Peraturan Pemerintah Republik No. 26 Tahun 1985)
c. Ruwasja (Ruang Pengawasan Jalan)
Ruwasja adalah ruas sepanjang jalan diluar dari bagian rumaja dan rumija yang
ditentukkan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang ditetapkan oleh Pembina Jalan.
(Peraturan Pemerintah Republik No. 26 Tahun 1985)
Berikut disajikan gambar struktur jalan.

Gambar 2. 1 Struktur Jalan


Sumber: SNI 03-1733-2004
2.2.2 Hirarki Jalan
Menurut Peraturan RTRW Kota Balikpapan nomor 12 tahun 2012 Bab IV Pasal 16
ayat 1, jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan arteri sekunder,
jaringan jalan kolektor sekunder, jaringan jalan lokal, dan rencana pengembangan jalan.
Peran dari pentingnya sarana jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa
pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga
menjangkau daerah terpencil. Berdasarkan isi pasal tersebut menjelaskan bahwa
pembangunan jalan diarahkan serta dimaksudkan untuk membebaskan daerah tertentu dari
keterisoliran, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pergerakan manusia, barang
dan jasa semakin tinggi intensitasnya. Berikut hirarki jalan menurut Peraturan RTRW Kota
Balikpapan nomor 12 tahun 2012 Bab 1 Pasal 1 ayat 33-39 dan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 26 tahun 1985.
a. Jalan Arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi sehingga lalu lintas cepat
pada jalan arteri tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat dan jumlah jalan masuk
dibatasi dengan efisien. Jalan arteri terbagi menjadi jalan arteri primer dan jalan arteri
sekunder. Jalan arteri primer merupakan jalan umum untuk melayani kendaraan
angkutan barang berat dan menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah (pusat kota dengan pusat kota atau pusat kota dengan kecamatan).
Jalan arteri sekunder merupakan jalan umum untuk melayani kendaraan angkutan
barang ringan dan mengubungkan kecamatan dengan kecamatan atau kecamatan
dengan kelurahan.
b. Jalan Kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan umum yang dapat berfungsi untuk melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalan jarak sedang, kecepatan rata-rata
dengan dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan kolektor terbagi menjadi jalan kolektor
primer dan jalan kolektor sekunder. Jalan kolektor primer merupakan jalan yang
secara efisien menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan
antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal (kecamatan dengan
kecamatan atau kecamatan dengan kelurahan). Jalan kolektor sekunder merupakan
jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder kedua, menghubungan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga, dan seterusnya.
c. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang memiliki fungsi untuk melayani angkutan
setempat, serta memiliki ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal terdiri dari jalan lokal primer dan jalan lokal
sekunder. Jalan lokal primer merupakan jalan yang secara efisien menghubungkan
pusat kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah dengan persil atau
pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat
kegiatan dibawahnya, pusat kegiatan lokal dengan persil, atau pusat dibawahnya
sampai persil. Sedangkan, jalan lokal sekunder merupakan jalan yang
menghubungkan jalan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan
kawasan sekunder dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.
d. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan yang memiliki fungsi untuk melayani angkutan
lingkungan dengan memiliki ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah.
Berikut disajikan tabel mengenai hirarki jalan sesuai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 26 tahun 1985.
Tabel 2. 3 Hirarki Jalan dan Ketentuannya

Persyaratan
Tinggi
Hirarki
Kecepatan Lebar Jalan Ruang Kedalaman Batas Luar
Bebas
Jalan arteri Dari as +20
60 km/ jam +8m +5m ±1½m
primer m
Jalan
Dari as +15
kolektor 40 km/ jam +7m +5m ±1½m
m
primer
Jalan lokal Dari as +10
20 km/ jam +6m
primer m
Jalan arteri Dari as + 20
30 km/ jam +8m
sekunder m
Jalan
Dari as + 7
kolektor 20 km/ jam +7m
m
sekunder
Roda tiga atau lebih
Jalan lokal Dari as + 4
10 km/ jam +5m Tidak kurang 3 ½ m
sekunder m
(ambulan/ lainnya)
Sumber: SNI 03-1733-2004
2.2.3 Jenis Perkerasan Jalan
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dalam menjalani berbagai aktivitas.
Transportasi darat yang didukung oleh jaringan jalan, berfungsi sebagai fasilitas fisik
infrastruktur bagi kepentingan masyarakatnya. Perkerasan jalan adalah campuran dari
agregat dan bahan ikat yang dapat digunakan untuk melayani beban lalu. Agregat dapat
diapaki dalam perkerasan jalan, yaitu batu pecah, batu belah, hasil samping peleburan baja,
dan batu kali, sedangkan bahan ikat dapat digunakan untuk semen, aspal dan tanah liat.
Jenis perkerasan jalan, diantaranya aspal hotmix, aspal, macadam, tanah berpasir, plester,
dapat beton, dan paving.

Gambar 2. 2 Struktur Lapisan Perkerasan Jalan


Sumber: Departemen PU dan Japan International Cooperation Agency, 2005

Menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 1980 tentang jalan, menjelaskan bahwa


jaringan jalan dibedakan berdasarkan kualitas permukaan yaitu:
a. Beton
Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang sifat kekuatan tekannya yang
cenderung untuk tidak seragam. Jalan rabat beton merupakan jalan yang
permukaannya telah mengalami perkerasan secara fisik dengan cara dibeton.
Biasanya jalan yang dibeton ini adalah jalan jalan jalan kolektor yang pembinaan
jalannya dilakukan oleh kabupaten/kota.
b. Jalan Berpasir
Jalan berpasir adalah jalan yang permukaannya mengalami perkerasan tetapi tidak
permanen hanya dilapisi kerikil atau pasir yang dicampur batu. Biasanya jalan kerikil
ini merupakan jalan lokal atau jalan desa yang pembinaan jalannya dilakukan oleh
pemerintah desa.
c. Jalan Tanah
Jalan tanah adalah jalan yang permukaannya belum mengalami perkerasa atau masih
berupa tanah, baik tanah lempung atau tanah biasa. Jalan ini biasanya terdapat di
daerah pedesaan.
d. Aspal
Aspal sebagai bahan pengikat yang berfungsi untuk dijadikan perkerasan lentur.
Lapisan aspal memiliki sifat memikul yang menyebabkan beban lalu lintas ke tanah
dasar yang telah dipadatkan.
2.2.4 Klasifikasi Jalan
Dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004, klasifikasi jalan umum menurut peran
dan fungsinya. Uraian klasifikasi jalan yang ditinjau dari peranan jalan serta persyaratan
yang harus dipenuhi sebagai berikut.
a. Jalan Arteri
1) Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 60 km
per jam, lebar badan jalan lebih dari 8 meter, kapasitas jalan lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata, tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, serta jalan primer tidak
terputus walaupun memasuki kota.
2) Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 30
km per jam, lebar jalan lebih dari 8 meter, kapasitas jalan lebih besar atau sama atau
sama dari volume lalu lintas rata-rata, serta tidak boleh diganggu oleh lalu lintas yang
memiliki kecepatan lambat.
b. Jalan Kolektor
1) Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 40
km per jam, lebar badan jalan lebih dari 7 meter, kapasitas jalan lebih besar dengan
volume lalu lintas rata-rata, serta tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas
lokal.
2) Jalan Kolektor Sekunder
Jalan kolektor sekunder memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 20
km per jam, dan lebar jalan lebih dari 7 meter.
c. Jalan Lokal
1) Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 20 km
per jam dan lebar badan jalan lebih dari 6 meter.
2) Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder memiliki persyaratan dengan kecepatan rencana lebih dari 10 km
per jam dan lebar jalan lebih dari 5 meter.
d. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan memiliki kecepatan rata-rata rendah dengan perjalanan jarak dekat.
Berikut disajikan tabel mengenai klasifikasi jalan beserta ketentuannya.
Tabel 2. 4 Tabel Klasifikasi Jalan

Kecepatan
Perkerasan Badan Jalan Minimum
Fungsi Jalan Ruwasja (m)
Jalan (m) (m) Kendaraan
(km/ jam)
Arteri primer >20 7 8 >60
Kolektor primer >15 6 7 >40
Lokal primer >10 5 5 >30
Arteri sekunder >15 7,5 8 >30
Kolektor
>7 7 7 >20
sekunder
Lokal sekunder >4 4 5 >15
Jalan setapak >4 1,5 1,5 >10
Sumber: UU No. 38 Tahun 2004
2.2.5 Dimensi Jalan
Dimensi jalan merupakan penampang jalan yang melintang tegak lurus sumbu jalan
dengan memperlihatkan bagian-bagian jalan dari rumija, rumaja, dan ruwasja yang
disesuaikan pada klasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan. Berikut
disajikan tabel dimensi elemen-elemen jalan dan dimensi daerah jalan.
Tabel 2. 5 Dimensi Jalan

Hirarki Dimensi Elemen-elemen jalan


jalan Perkerasan Bahu
Perumahan Pedestrian (m) Trotoar (m)
(m) Jalan (m)
1.5-2.0 1.5 (pejalan
Lokal 3.0-7.0
(darurat kaki,vegetasi,penyandang 0.5
Sekunder I (mobil,motor)
parkir) cacat roda)
1.0-1.5 1.5 (pejalan
Lokal 3.0-6.0
(darurat kaki,vegetasi,penyandang 0.5
Sekunder II (mobil,motor)
parkir) cacat roda)
0.5 1.2 (pejalan
Lokal 3.0
(darurat kaki,vegetasi,penyandang 0.5
Sekunder III (mobil,motor)
parkir) cacat roda)
1.5-2.0
Lingkungan (pejalan kaki,
0.5 - 0.5
I penjual
dorong)
1.2
Lingkungan (pejalan kaki,
0.5 - 0.5
II penjual
dorong)
Sumber: SNI 03-1733-2007
2.2.6 Perlengkapan Jalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993
Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan berikut adalah ketuntuan perlengkapan jalan yaitu:
a. Rambu lalu lintas
Rambu-rambu jalan dibagi menjadi 4 yaitu:
 Rambu peringatan digunakan untuk memberikan peringatan akan bahaya
 Rambu larangan digunakan untuk melarang melakukan suatu perbuatan bagi
pemakai jalan
 Rambu perintah untuk memberikan perintah kepada pengguna jalan
 Rambu petunjuk memberikan petunjuk dan arah di jalan
b. Lampu lalu lintas
Alat pemberi isyarat lalu lintas seperti lampu tiga warna, lampu dua warna, dan
lampu satu warna. Lampu tiga warna berfungsi untuk mengatur kendaraan. Lampu
dua warna untuk mengatur kendaraan serta pejalan kaki, dan lampu satu warna
sebagai peringatan bahaya. Selain itu, lampu lalu lintas terdapat cahaya merah
berwarna merah, kuning, dan hijau. Cahaya berwarna merah berfungsi untuk
menyatakan kendaraan berhenti, cahaya berwarna hijau berfungsi untuk menyatakan
kendaraan harus berjalan, serta cahaya berwarna kuning berfungsi pada saat lampu
manyala sesudah cahaya berwarna hijau menyatakan kendaraan bersiap untuk
berhenti bagi yang belum sampai pada marka melintang dengan garis utuh.
c. Pengaman pemakai jalan
Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan. Alat pengendali seperti pembatas
kecepatan dan alat pengaman seperti pagar pengaman, cermin tikungan, delinator,
pita penggaduh, dan pulau-pulau lalu lintas.
d. Trotoar, halte, parkir, dan lampu penerangan jalan
Pada pasal 39, menyatakan bahwa fasilitas pendukung prasarana perlengkapan jalan
diantaranya trotoar, halte, parkir pada badan jalan, tempat istirahat, dan lampu
penerangan jalan. Trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
Fasilitas parkir bagi pengguna jalan umum yang berada di luar jalan dapat berupa
gedung parkir, atau gedung parkir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penetapan
lokasi dan pembangunan lokasi fasilitas parkir meliputi rencana umum tata ruang
daerah, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan, serta
kemudahan bagi pengguna jasa. Dalam pasal 68 ayat 1, parkir kendaraan di jalan
dapat membentuk secara sejajar atau membentuk sudurt menurut arah lalu lintas.
e. Zebra cross
Dalam pasal 39 ayat 2, menyatakan bahwa fasilitas pejalan kaki meliputi trotoar,
tempat penyebrangan yang dihimbau dengan marka jalan atau rambu-rambu lalu
lintas, serta jembatan penyeberangan jalan.
Pada pasal 91 ayat 1, peraturan pejalan kaki harus berjalan pada bagi pengguna
pejalan kaki di bagian jalan sebelah paling kiri atau terdapat bagian jalan yang
diperuntukkan bagi pejalan kaki, serta dipergunakan untuk mendorong kereta dorong.
Selain itu, pasal 92 menjelaskan bagi penderita cacad tuna netra sebagai pejalan kaki,
wajib mempergunakan tanda-tanda khusus yang mudah dikenali oleh pemakai jalan
lain.
II.4 Titik Pergantian Moda
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi Studi
Pengambilan data traffic counting dilakukan pada Jalan Letjen Suprapto, Kelurahan
Baru Ilir Kecamatan Balikpapan Barat. Jalan Letjen Suprapto merupakan tipe jalan empat
lajur terbagi (4/2D) dan merupakan jalan kolektor. Berikut peta orientasi lokasi studi:

Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kelurahan Baru Ilir


(Sumber: Bappeda Kota Balikappan, 2016)
III.2 Jenis Data
Jenis data yang di butuhkan guna mendukung penelitian menggunakan dua jenis data
yaitu data primer dan data sekunder.
III.2.1 Data Primer
Data Primer dapat diperoleh melalui survei primer yaitu dengan melakukan
pengamatan langsung di lapangan. Berikut jenis data primer yang digunakan:
1. Data arus dan komposisi lalu lintas kendaraan yang melintasi Jalan Letjen Suprapto
2. Dara hambatan samping yang melintasi Jalan Letjen Suprapto
3. Data penggunaan lahan di sepanjang sisi Jalan Letjen Suprapto
4. Data kondisi geometrik Jalan Letjen Suprapto, meliputi
a) Tipe jalan
b) Lebar lajur
c) Lebar jalur
d) Lebar bahu jalan
e) Lebar trotoar
f) Panjang ruas jalan
III.2.2 Data Sekunder
Data sekunder dapat diperoleh melalui survei sekunder yaitu dengan melakukan
pengumpulan data yang berasal dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA).
1. Data shapefile peta Kota Balikpapan yang diperoleh dari Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
2. Jumlah penduduk Kota Balikpapan yang diperoleh dari Badam Pusat Statistik (BPS)
III.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data terdiri dari:
1. Penentuan Waktu Pengambilan Data
Guna memperoleh data sesuai dengan kebutuhan maka akan dilakukan
pengamatan langsung yang dilakukan dalam dua hari. Pada hari kerja (normal
day) dan hari libur (week day). Dalam satu hari survei akan dilakukan pengamatan
dalam tiga waktu yaitu:
Pagi hari (morning peak-hour) : 07.00 – 09.00
Siang hari (non peak-hour) : 11.00 – 13.00
Sore hari (afternoon peak-hour) : 16.00 – 18.00
2. Counting
Perhitungan akan dilakukan dengan melakukan pengamatan arus lalu lintas dan
komposisi lalu lintas serta hambatan samping dengan 7 orang surveyor pada titik
pengamatan dengan durasi 120 menit dengan interval 15 menit
III.4 Teknik Analisa Data
Dalam melakukan analisis data terdapat beberapa tahapan yang harus dipenuhi.
Berikut tahapan yang harus dipenuhi
III.4.1 Data Arus dan Komposisi
Arus lalu lintas timbul karena adanya proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat
lain dalam rangka proses pemenuhan kebutuhan. Dalam melakukan perpindahan tersebut
diperlukan sarana dan prasarana transportasi serta lingkungan dimana prasarana tersebut
berada. Terdapat tiga komponen pembentuk arus lalu lintas yaitu pengemudi, sarana
(kendaraan) dan jalan (prasarana) serta lingkungan jalan.
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997, fungsi utama dari
suatu jalan adalah memberikan pelayanan transportasi sehingga pemakai jalan dapat
berkendaraan dengan aman dan nyaman. Parameter arus lalu lintas yang merupakan faktor
penting dalam perencanaan lalu lintas adalah volume, kecepatan, dan kerapatan lalu lintas.
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama periode
waktu tertentu. Nilai volume lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan
menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp) yang dikonversikan dengan
mengalikan nilai ekivalensi mobil penumpang (emp). Untuk mobil penumpang dan
kendaraan ringan (LV), emp = 1,0. Volume kendaraan dihitung berdasarkan persamaan :
N
Q=
T
Keterangan :
Q = volume (kendaraan/jam)
N = jumlah kendaraan
T = waktu pengamatan (jam)

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997, penggolongan


tipe kendaraan untuk jalan luar kota diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kendaraan ringan (LV) yaitu kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 roda dan
dengan jarak as 2,0- 3,0 m (meliputi mobil penumpang, mini bus, pick-up, oplet dan
truk kecil).
2. Kendaraan berat (MHV) yaitu kendaraan dengan lebih dari 4 roda (meliputi bus kecil,
truk 2 as dengan enam roda).
3. Truk besar (LT) yaitu kendaraan truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak
gandar < 3,5 m.
4. Bus besar (LB) yaitu kendaraan berupa bis dengan dua atau tiga gandar dengan
jarak 5,0-6,0 m.
5. Sepeda Motor (MC) yaitu kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi
sepeda motor dan kendaraan roda 3).
6. Kendaraan tak bermotor (UM) dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor
penyesuaian hambatan samping.
Berbagai jenis kendaraan diekivalensikan ke satuan mobil penumpang dengan
menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). EMP adalah faktor konversi yang
menunjukkan berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau
kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalulintas (untuk
mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1.0). Berikut adalah tabel ekivalensi
mobil penumpang :
Tabel 2. 6 EMP Jalan Perkotaan Tidak Terbagi
Emp
Tipe jalan : Arus lalu-lintas
MC
Jalan tak total dua arah
HV Lebar jalur lalu-lintas Wc (m)
terbagi (kend/jam)
≤6 >6
Dua-lajur tak- 0 1,3 0,5 0,40
terbagi (2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat-lajur tak- 0 1,3 0,40
terbagi (4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tabel 2. 7 EMP untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe jalan : Jalan Emp
Arus lalu-lintas per
satu arah dan jalan
lajur (kend/jam) HV MC
terbagi
Dua-lajur satu-arah
0 1,3 0,40
(2/1) dan Empat-
≥ 1050 1,2 0,25
lajur terbagi (4/2D)
Tiga-lajur satu-arah
0 1,3 0,40
(3/1) dan Enam-lajur
≥ 1100 1,2 0,25
terbagi (6/2D)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5 Kapasitas
Pengertian dari kapasitas dalam lalu lintas yaitu kemampuan ruas jalan untuk
menampung volume lalu lintas ideal per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam
atau satuan mobil penumpang (smp)/jam. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas
ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak
lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas di tentukan per lajur. Terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi kapasitas jalan diantaranya yaitu kondisi geometri, kondisi lalu-lintas, kondisi
lingkungan. Kondisi geometri yang dimaksud adalah lebar efektif lapisan perkerasan yang
digunakan, lebar efektif bahu jalan, lebar efektif median jalan. Kondisi lalu-lintas mengenai
arah, lajur, dan hambatan samping. Untuk kondisi lingkungan mengenai ukuran kota yang
dinyatakan dalam jumlah penduduk. Berikut adalah persamaan dasar untuk menentukan
kapasitas :
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCcs (smp/jam)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam).
CO = Kapasitas dasar (smp/jam).
FCW = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas.
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah.
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan.
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
III.5.1 Kapasistas Dasar
Kapasitas dasar (CO) merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk kondisi
tertentu (geometri, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan), dinyatakan dalam smp/jam.
Adapun nilai kapasitas dasar menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 8 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan
Tipe jalan Kapasitas dasar Catatan
(smp/jam)
Empat-lajur terbagi atau
1650 Per lajur
Jalan satu-arah
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5.2 Faktor penysuaian kapasitas (FCw) untuk lebar jalur lalu lintas
Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (FC W) adalah faktor penyesuaian
untuk kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. Penentuan
faktor penyesuaian kapasitas (FCw) untuk lebar jalur lalu lintas berdasarkan lebar jalur lalu
lintas efektif adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 9 Faktor penyesuaian kapasitas (FCW) untuk lebar jalur lalu lintas
Lebar jalur lalu-lintas
Tipe jalan FCw
efektif (Wc) (m)
Per lajur
3,00 0,92
Empat-lajur terbagi atau 3,25 0,96
Jalan satu-arah 3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
Empat-lajur tak-terbagi
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
Dua-lajur tak-terbagi
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5.3 Faktor penyesuaian kapasitas (FCSP) untuk pemisah arah
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP) adalah faktor penyesuaian
untuk kapasitas dasar akibat pemisah arah lalu lintas. Penentuan faktor penyesuaian
kapasitas (FCSP) untuk untuk pemisah arah dapat diperoleh sebagai berikut :
Tabel 2.X Faktor penyesuaian kapasitas (FCSP) untuk pemisah arah
Pemisahan arah SP
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
%-%
Dua-lajur
1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
2/2
FCSP
Empat-
1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
lajur 4/2
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5.4 Faktor penyesuaian kapasitas (FCSF) untuk hambatan samping
Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) merupakan faktor
penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu
atau jarak kereb-penghalang. Adapun hambatan samping diantaranya yaitu pejalan kaki;
angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti; kendaraan lambat (misalnya becak,
kereta kuda); kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.Terdapat kelas
hambatan samping untuk jalan perkotaan. Berikut adalah tabel kelas hambatan samping
untuk jalan perkotaan :
Tabel 2. 10 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan
Jumlah berbobot
Kelas Hambatan
Kode kejadian per 200 m per Kondisi khusus
Samping (SFC)
jam (dua sisi)
Daerah permukiman;
Sangat rendah VL < 100
jalan samping tersedia
Daerah permukiman;
Rendah L 100 – 299 beberapa angkutan
umum dsb
Daerah industri;
Sedang M 300 – 499
beberapa toko sisi jalan
Daerah komersial;
Tinggi H 500 – 899
aktivitas sisi jalan tinggi
Daerah komersial;
Sangat tinggi VH > 900
aktivitas pasar sisi jalan
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Adapun penentuan faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dibedakan
menjadi dua yaitu jalan dengan bahu dan jalan dengan kereb. Berikut adalah penjelasan
dari faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping :
1. Jalan dengan bahu
Untuk menentukan faktor penyesuaian kapasitas (FCSF) untuk hambatan samping
jalan dengan bahu diantaranya adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 11 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dengan bahu
Tipe Jalan Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Hambatan lebar bahu
Lebar bahu Ws (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥2
Samping
Sangat
(SFC) 0,96 0,98 1,01 1,03
Empat-lajur rendah
0,94 0,97 1,00 1,02
Rendah
terbagi 0,92 0,95 0,98 1,00
Sedang
0,88 0,92 0,95 0,98
(4/2D) Tinggi
0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat tinggi
Sangat
Empat-lajur 0,96 0,99 1,01 1,03
rendah
tak 0,94 0,97 1,00 1,02
Rendah
terbagi 0,92 0,95 0,98 1,00
Sedang
0,87 0,91 0,94 0,98
(4/2UD) Tinggi
0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi
Dua-lajur tak Sangat 0,94 0,96 0,99 1,01
terbagi rendah 0,92 0,94 0,97 1,00
(2/2UD) Rendah 0,89 0,92 0,95 0,98
atau jalan Sedang 0,82 0,86 0,90 0,95
satu Tinggi
arah Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
2. Jalan dengan kereb
Pengertian kereb adalah batas yang ditinggikan berupa bahan kaku antara tepi
jalur lalu-lintas dan trotoar. Untuk menentukan faktor penyesuaian kapasitas (FC SF)
untuk hambatan samping dengan kereb adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 12 Faktor penyesuaian kapasitas (FCSF) untuk hambatan samping dengan
kereb
Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Hambatan jarak kereb-penghalang
Tipe Jalan Jarak: kereb - penghalang WK (m)
Samping
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥2
(SFC)
Sangat
0,95 0,97 0,99 1,01
Empat-lajur rendah
0,94 0,96 0,98 1,00
Rendah
terbagi 0,91 0,93 0,95 0,98
Sedang
0,86 0,89 0,92 0,95
(4/2D) Tinggi
0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat tinggi
Sangat
Empat-lajur 0,95 0,97 0,99 1,01
rendah
tak 0,93 0,95 0,97 1,00
Rendah
terbagi 0,90 0,92 0,95 0,97
Sedang
0,84 0,87 0,90 0,93
(4/2UD) Tinggi
0,77 0,81 0,88 0,90
Sangat tinggi
Dua-lajur Sangat 0,93 0,96 0,97 1,01
tak rendah 0,90 0,92 0,95 1,00
terbagi Rendah 0,86 0,88 0,91 0,97
(2/2UD) Sedang 0,78 0,81 0,84 0,93
atau jalan Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,90
satu- Sangat tinggi
arah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5.5 Faktor penyesuaian kapasitas (FCCS) untuk ukuran kota
Untuk menentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. 13 Faktor penyesuaian kapasitas (FCCS) untuk ukuran kota pada jalan perkotaan
Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
III.5.6 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas, yang
digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen
jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas
atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan adalah sebagai berikut:
Q
DS =
S
Keterangan :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)

III.5.7 Proyeksi
Perhitungan proyeksi arus lalu lintas dapat menggunakan perhitungan menggunakan
rumus geometrik berikut:
Pn=Po (1+r) n
Keterangan:
P1 = jumlah kendaraan tahun ke n
r = angka pertumbuhan lalu lintas (%)
Po = jumlah kendaraan awal
n = tahun yang akan dilihat
Selanjutnya untuk mencari nilai r dapat dilakukan dengan perhitungan berikut:
1
P
r= n
P0 ( ) n

Keterangan:
r = angka pertumbuhan lalu lintas (%)
n = selisih tahun
Pn = angka ramalan jumlah kendaraan akhir
Po = angka jumlah kendaraan awal

III.6 Definisi Operasional


Defini oprasional merupakan jabaran dari tiap-tiap variabel penelitian yang digunakan
No Kata Kunci Definisi
1 Jaringan Jalan Suatu jalur dimana terjadi perpindahan atau
pergerakan manusia maupun barang dari satu tempat
ke tempat lainnya
2 Jalan Kolektor Primer Menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lokal, atau antara pusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan
pusat kegiatan lokal
2 Geometrik Jalan Karakteristik jalan yang mempengaruhi kapasitas dan
kinerja jalan
3 Trotoar dan Kerb Trotoar adalah bagian jalan yang disediakan untuk
pejalan kaki
Kerb adalah batas yang ditinggikan di antara tepi jalur
lalu lintas dan trotoar
4 Bahu Jalan Jalur yang berdampingan dengan jalur lalu lintas
5 Jalur dan Lajur Jalur lalu lintas adalah seluruh bagian perkerasan
jalan yang diperuntukan untuk lalu lintas kendaraan.
Lajur lalu lintas yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang
khusus diperuntukan untuk dilewati oleh satu
rangkaian kendaraan dalam satu arah
6 Median Jalan Jalur yang berada pada bagian tengah jalan untuk
membagi jalan
(Sumber: Analisis Penulis, 2019)
BAB IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
IV.1 Gambaran Umum Lokasi Studi
IV.2 Guna Lahan dan Pusat Aktivitas
IV.3 Moda Transportasi
IV.4 Sarana dan Prasarana Jalan
IV.5 Titik Pergantian Moda
IV.6 Data Arus Kendaraan
Melalui proses traffic counting di sepanjang Jalan Ledjen Suprapto Kelurahaan Marga
Sari, Kecamatan Balikpapan Barat yang dilakukan dalam dua hari yaitu normal day (hari
biasa) dan week day (hari libur). Dimana telah dipilih hari Selasa sebagai normal day dan
hari Sabtu sebagai week day. Berikut data arus kendaraan.
IV.6.1 Data Arus Kendaraan Pada Hari Libur (Week Day)
Berikut hasil pengumpulan data arus kendaraan yang dihitung selama 2 jam di Jalan
Letjen Suprapto pada hari Sabtu, 6 April 2019.
Kendaraan/15 menit Total Waktu Kendaraan/jam Total
Waktu
LV HV MC LV HV MC
Sesi 1
07.00 – 07.15 108 3 1026 1137
07.15 – 07.30 129 1 1550 1680
07.30 – 07.45 136 4 570 710
07.45 – 08.00 150 1 615 766 07.00 – 08.00 523 9 3761 4293
08.00 – 08.15 152 2 608 762 07.15 – 08.15 567 8 3343 3918
08.15 – 08.30 190 5 820 1015 07.30 – 08.30 628 12 2613 3253
08.30 – 08.45 191 9 576 776 07.45 – 08.45 683 17 2619 3319
08.45 – 09.00 198 10 563 771 08.00 – 09.00 731 26 2567 3324

IV.6.2 Data Arus Kendaraan Pada Hari Biasa (Normal Day)

Anda mungkin juga menyukai