Anda di halaman 1dari 9

TINDAK TUTUR (SPEECH ACT)

Makalah Ini diajukan untuk Memenuhi Syarat

Mata Kuliah Pragmatik

Oleh: Kelompok I

Ferlina Fitrah Y 1920722004

Adilla Okta Malina 1920722011

Program Studi Linguistik


Program Pascasarjana
Universitas Andalas
Padang

0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN 2

BAB II PEMBAHASAN 3

BAB III PENUTUP 7

DAFTAR PUSTAKA 8

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan media yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Tanpa
bahasa, manusia tidak dapat melakukan aktivitasnya secara normal. Menurut hasil
pengamatan, bahasa itu selalu muncul dalam bentuk tindakan atau tingkah tutur
individual. Karena itu tiap telaah struktur bahasa harus dimulai dari pengkajian tindak
tutur. Tindak tutur merupakan perwujudan konkret fungsi-fungsi bahasa, yang
merupakan pijakan analisis pragmatik (Rahardi, 2005).
Pemakaian bahasa pada dasarnya memperlihatkan bahwa seorang penutur
menghasilkan tuturan dalam konteks tertentu dan sesaat kemudian ditafsirkan oleh
mitra tutur. Berdasarkan hal tersebut penulis bertujuan menjelaskan definisi tindak
tutur, tindakan berkaitan dengan ujaran, dan tindak tutur ilokusi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tindak Tutur

Austin (1962) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan
sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori
tindak tutur. Yule (1996) mendefinisikan tindak tutur sebagai tindakan yang dilakukan
melalui ujaran. Dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang
mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan fungsional dalam komunikasi yang
mempertimbangkan aspek situasi tutur.

Menurut Austin ada dua jenis tuturan, yaitu tuturan konstatif dan performatif.

a. Tuturan konstantif

Tuturan konstatif merupakan jenis tuturan yang melukiskan suatu keadaan faktual,
yang isinya boleh jadi merujuk ke suatu fakta atau kejadian historis yang benar-benar terjadi
pada masa lalu. Tuturan konstantif memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar atau salah
berdasarkan hubungan faktual antara penutur dan fakta sesungguhnya. Jadi, dimensi pada
tuturan konstatif adalah benar-salah. Misalnya, “Soekarno merupakan presiden pertama di
Indonesia”

b. Tuturan performatif

Tuturan performatif merupakan tuturan yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan


telah diselesaikan oleh penutur dan bahwa dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu
diselesaikan pada saat itu juga oleh mitra tutur. Misalnya, “Terima kasih atas bantuannya”.

3
2. Tindakan Berkaitan dengan Ujaran

Austin (1962) dalam How to do Things with Words membedakan tiga jenis tindakan
yang berkaitan dengan ujaran, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a. Lokusi
Austin (1962:108) menyatakan bahwa dalam mengatakan sesuatu atau melakukan
suatu tindakan setara dengan makna dalam pengertian tradisional. Tuturan lokusi patuh pada
kondisi kebenaran dan membutuhkan akal atau rasa dan referensi agar dapat dimengerti.
Referensi tergantung pada pengetahuan pembicara pada saat penuturan (Austin, 1962, p.
143). Pada intinya dapat dikatakan bahwa 'mengatakan sesuatu' adalah melakukan tindak
lokusi.
Misalnya, seseorang mengatakan, “Hari ini udara panas ya”. Tuturan tersebut merujuk
pada makna yang sebenarnya yaitu udara atau hawa yang panas, tanpa dimaksudkan untuk
meminta kipas angin dinyalakan atau membuka jendela.

b. Ilokusi

Menurut Austin (1962), apabila penutur berniat mengutarakan sesuatu secara


langsung kepada mitra tutur dengan menggunakan suatu ciri yang khas, hingga membuat
penutur bertindak sesuai dengan apa yang dituturkannya. Austin membagi tindak ilokusi
menjadi lima sub jenis:
1. Verdiktiv yaitu tindak tutur yang ditandai adanya keputusan yang bertalian dengan
benar-salah, contoh: Dia dituduh karena mengambil uang.
2. Eksersitif yaitu tindak tutur merupakan akibat adanya hak, atau pengaruh, contoh:
“Jokowi menyuruh anak buahnya untuk mengamankan pulau Natuna.
3. Komisif yaitu tindak tutur yang ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan
yang menyebabkan penutur melakukan sesuatu, contoh: Denpasar dan Banyuwangi
kerjasama datangkan lebih banyak wisatawan.
4. Behavitif yaitu tindak tutur yang mencerminkan kepedulian social atau rasa
simpati. contoh: tim medis bahu-membahu evakuasi korban virus Corona di Wuhan.

5. Ekspositif yaitu tindak tutur yang digunakan dalam menyederhanakan pengertian


atau definisi, contoh: hibah itu memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa pamrih atau
sukarela.

4
c. Perlukosi

Austin (1962) menyatakan bahwa tindak perlukosi menghasilkan efek atau hasil yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada mitra tutur, apabila penutur memiliki tujuan
menimbulkan respon atau efek terhadap mitra tutur.. Tanggapan tersebut tidak hanya
berbentuk kata-kata tetapi juga tindakan. Contoh: “saya haus” yang dituturkan oleh penutur
menimbulkan efek terhadap mitra tutur dengan reaksi mitra tutur akan mengambilkan air
minum atau menawarkan air minum.
Teori tindak tutur Austin lebih berfokus pada penutur, yaitu bagaimana penutur
mewujudkan intensi dalam berbicara. Lain halnya dengan Searle, beliau melihat tindak tutur
berdasarkan pendengar merespon ujaran yang akan disampaikan oleh penutur. Maka dari itu,
pada bagian ini dijelaskan secara rinci tindak tutur ilokusi menurut Searle.

3. Tindak Tutur Ilokusi

Menurut Searle (1969), ilokusi merupakan tindakan dalam melakukan sesuatu.


Diucapkan oleh penutur yang berarti tidak hanya semata-mata mengucapkan tetapi juga dapat
meminta seseorang untuk melakukan sesuatu. Contoh pernyataan, permintaan, sebagainya.

Searle mengkategorikan ilokusi ke dalam lima tipe yaitu:


a. Asertif

Tindak tutur asertif merujuk pada komitmen penutur terhadap kebenaran yang
diungkapkan seperti menginformasikan, mengklaim sesuatu, menyimpulkan, melaporkan,
sebagainya. Dengan kata lain, assertif merupakan tindakan yang diyakini oleh penutur.

Misalnya seorang penutur mengatakan “Berkendara dalam keadaan mabuk


merupakan tindakan ilegal.” Kalimat tersebut termasuk ke dalam tindak tutur asertif, karena
penutur yakin bahwa tindakan itu ilegal dan sangat berbahaya jika dilakukan.

b. Direktif

Tindak tutur direktif merujuk kepada keinginan penutur. Dengan kata lain, penutur
membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan. Menurut Searle (1969), yang

5
termasuk ke dalam direktif ini antara lain, memerintah, menasihati, memesan, memohon dan
menyetujui. Misalnya seorang dosen mengatakan, “Tolong ambilkan Ibu segelas air” kepada
salah satu mahasiswa. Dengan kata lain, tuturan itu mengisyaratkan agar mahasiswa
melakukan tindakan yaitu mengambilkan segelas air untuk dosen.

c. Komisif

Tindak tutur komisif merupakan sebuah tindakan bahwa penutur berkomitmen atas
tindakannya di masa depan. Tindak tutur komisif meliputi perjanjian, ancaman, penolakan.

Misalnya seorang penutur mengatakan “Saya berjanji akan kembali lagi besok”.
Dapat diartikan bahwa penutur membuat janji kepada mitra tutur bahwa ia akan kembali lagi
besok.

d. Ekspresif

Tindak tutur ekspesif berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap


psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tindak tutur ekspresif meliputi berterimakasih,
meminta maaf, mengapresiasi seseorang, memberikan selamat, memuji, memarahi dan
mengeluh. Misalnya seorang penutur mengucapkan selamat kepada temannya di acara
wisuda, ‘Selamat ya atas kelulusanmu”.

e. Deklaratif

Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang dilakukan dan digunakan untuk
memberikan situasi eksternal baru terhadap sesuatu. Tindak tutur ini dapat dilihat pada acara
penamaan, pembaptisan, ijab kabul dalam perkawinan, dan pengunduran diri (Revita. 2013:
24). Misalnya dalam perkawinan seorang wali mengatakan “Saya nikahkan engkau dengan
lelaki pilihanmu dengan seperangkat alat shalat dibayar tunai.”

6
BAB III

KESIMPULAN

Austin (1962) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan
sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori
tindak tutur. Terdapat dua jenis tuturan yaitu tuturan konstantif dan tuturan performatif.
Tuturan konstantif memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar atau salah. Sedangkan
tuturan performatif tidak dapat dikatakan sebuah tuturan itu benar atau salah. Dalam bukunya
How to do Things with Words, Austin membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan
ujaran, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ditinjau dari tindak ilokusi, Austin membagi
tindak ilokusi menjadi lima yaitu: Verdiktif, Eksersitif, Komisif, Behavitif, dan Ekspositif.
Tindak ilokusi versi Searle yaitu: Asertif, Direktif, Komisif, Ekspresif dan Deklaratif.

7
DAFTAR PUSTAKA

Austin J.L. (1969). How to Things with Words. Oxford: Oxford University Press.

Brown, George and Yule. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University
Press.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia


(UI-Press).

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga.

Revita, Ike. 2013. Pragmatik: Kajian Tindak Tutur Permintaan Lintas Bahasa. Padang:
Fakultas Ilmu Budaya

Searle J.R. (1969). Speech Act, an Essay in the Philosophy of Language. Cambridge:
Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai