Askep Pak Jus
Askep Pak Jus
Disusun oleh
Kelompok 3
Nama anggota :
1. Silvia chandra murniasi
2. Sifah fauziah
3. Melliana
4. Gesti mediana
Jus juansyah
Guru pembimbing
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000:
346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
5. Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
8. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
i. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
ii. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
iii. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
iv. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
i. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
ii. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh
dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Katholik
Pendidikan : SD
Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
3. Keluhan Utama
4. Riwayat Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah
kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan.
Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan
tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh
pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak
diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS
Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien
mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian
pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang
pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai
kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak
bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra
Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan
terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum
pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi.
Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar
GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP
(Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan.
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita
suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan
maupun makanan.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi
keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan
lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur
(bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis.
Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan
opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan
teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½
porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan
pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC
(SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu
RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat
pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada
lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan
tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih,
kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00
WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur
siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi
pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur
malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul
12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien
hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang
malam.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk
makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga
karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Keterangan :
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera
diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah
tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan
pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang
sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur
49 tahun dan beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.
Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan
istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu
sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya
sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
7. Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama.
d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
3)Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur
kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.
c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan,
suara tympani.
4) Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB
dan BAK dengan pispot.
5) Ekstremitas : 5 5
2 5
Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka
pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-
jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang
tibia).
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering
dan warna merah.
6) Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
1. Pemeriksaan penunjang
21. Kreatinin
4 % 2-8
22. GDS
23. Uric acid 6,6 gr/dl 6-8
24. Cholesterol acid
25. Trigliserid 3,6 gr/dl 3,5-5,5
26. HBSAg
3 gr/dl 1,3-3,3
27. Golongan darah : O
14 U/L < 37
17 U/L < 42
47 mg/dl 10-50
173 £ 220
290 £ 150
Negatif Negatif
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29
April 2008
3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).
1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :
Asam mefenamat 3×1 tablet
Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
Ciprofloxacin 2×1 tablet
Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008
1. Analisa Data
DO :
N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
DO :
1-05-08 DS :Pasien mengatakan ini hari Risiko Luka insisi bedah, Jurith
kedua post operasi infeksi prosedur invasif, a
08.00
kehancuran jaringan
WIB DO :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.
Intervensi
1 Mei ‘08 2 Setelah dilakukan (Range Of Motion) pasif dan Posisi elevasi menguran
tindakan keperawatan aktif. edema.
08.00 WIB
selama 3×24 jam Meningkatkan kekuatan
Bantu dan dorong pasien
diharapkan masalah otot.
untuk melakukan aktivitas
hambatan mobilitas
perawatan secara bertahap. Meningkatkan kekuatan
fisik dapat teratasi
Beri bantuan dalam otot.
dengan kriteria hasil:
menggunakan alat gerak.
Mobilisasi menurunkan
Kemampuan Kolaborasi dengan ahli
komplikasi.
mobilitas pasien fisioterapi untuk melatih pasien.
Melatih otot dan sendi-
meningkat. Meminimalkan
sendi agar tidak mengalami
Pasien menjadi nyeri dan mencegah salah
kontraktur dan komplikasi.
tidak takut untuk posisi.
bergerak.
Pasien mampu
beraktivitas secara
bertahap.
Pasien mampu
menggunakan alat
bantu gerak.
Pertahankan
tirah baring dan melatih
tangan serta ekstremitas
sakit dengan lembut.
Atur posisi
elevasi tungkai.
Latih dan bantu
ROM
Implementasi
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
posisi terlentang, kaki
kanan khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Pasien tampak
rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
kiri, kanan, setengah
duduk.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak
dibantu perawat dalam
bergerak ROM aktif dan
pasif.
Tampak jari-jari
kanan pasien digerakkan
dengan hati-hati.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul lagi
jika untuk bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S : 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
14.30 WIB 1,2 Mengatur posisi yang aman Subyektif:Pasien Ari,AmKAri,AmK
dan nyaman pada pasien mengatakan nyaman
15.30 WIB 1 Ari,AmK
dengan elevasi dengan posisi tidur
tungkaiMengkaji tingkat seperti ini.
16.00 WIB 4 Ari,AmK
nyeri
Obyektif:
17.00 WIB 1,3,4 Ari,AmK
Memantau tanda-tanda
Pasien tampak tertidur.
19.30 WIB 4 infeksi yaitu rubor, kalor,
dolor, tumor dan
Subyektif:
fungsiolesa serta
mengobservasi keadaan Pasien mengatakan
luka terhadap pembentukan nyeri pada pangkal
bulla, krepitasi dan tungkai kaki sebelah
drainase. kanan kadang masih
terasa jika untuk
Memberikan injeksi sesuai
bergerak dan berkurang
dengan advise dokter yaitu:
dengan nafas dalam,
skala nyeri: 6.
injeksi Cefotaxime 2×1
gram per IV infus
Obyektif:
Pasien mengatakan
balutan luka post
operasi belum diganti
sejak kemarin, skala
nyeri : 5
Obyektif:
Balutan tidak
merembes
Disekitar luka
tidak merembes
S : 36 0C
Tampak bengkak
pada luka
Kekuatan otot
5 5
2 5
Subyektif:
Cefotaxime dan
Ketorolac masuk semua
lewat selang infus tanpa
tumpah.
Injeksi Actrapid
masuk tanpa tumpah
pada lengan sebelah kiri
Subyektif:
Pasien bersedia
diinspeksi dan dikaji.
Pasien
mengatakan tidak terjadi
peningkatan nyeri.
Pasien
mengatakan nyeri terus
menerus dan berhenti
jika posisi nyaman.
Obyektif:
Pasien tampak
tenang dan santai.
Terkadang
kening tampak
mengkerut menahan
nyeri.
21.30 WIB 4 Mengkaji reflek tendon dan Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
tonus ototMembantu dan mengatakan mau untuk K
06.00 WIB 2
mendorong pasien untuk diperiksa.
melakukan aktivitas
05.00 WIB 1,3,4 Obyektif: Heru,AmK
perawatan diri secara
bertahap.
Kekuatan otot
5 5
Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
2 5
obat-obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 2×1 gram per 2. Pada ekstremitas
IV infus dan injeksi bawah sebelah kanan
Ketorolac 3×1 ampul per IV tampak ada gerakan
infus. pada sendi tetapi tidak
dapat melawan
gravitasi.
Subyektif:
Obyektif:
Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.
Subyektif:
Pasien bersedia
di suntik
Pasien
mengatakan tidak sakit
waktu disuntik.
Obyektif :
Infus telah
dilepas dan obat
diberikan.
Pasien tampak
mendengarkan
penjelasan dari perawat
bahwa obat diminum
setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kondisinya baik.
Obyektif:
TD : 110/ 70
mmHg
RR : 20 x/ menit
N : 80 x/ menit
S : 362 oC
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi sudah
berkurang.
Obyektif:
P : masih
sedikit nyeri jika
digunakan untuk
bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk sedikit
berkurang
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala
nyeri 5
T : nyeri ± 10
menit kemudian
berhenti jika posisi
nyaman dan nyeri
timbul lagi jika untuk
bergerak.
Pasien tampak
sedikit santai dan rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Obyektif:
Subyektif :
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Subyektif:
Pasien
mengatakan akan
mencoba latihan duduk
Pasien
mengatakan “ya”
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan, pasien
mengatakan “iya”.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
22.15 WIB 1,2 Mengatur posisi yang Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
nyaman dan aman pada mengatakan nyaman K
05.00 WIB 2
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
Heru,AmK
tungkai.Membantu dan seperti ini.
06.00 WIB 1,3,4
mendorong pasien untuk
Heru,AmK
Obyektif:
06.30 WIB 1 melakukan aktivitas
perawatan diri secara Heru,AmK
Pasien tampak tertidur
06.45 WIB 3
bertahap.
pulas.
Mengingatkan kepada
Subyektif:
pasien untuk minum obat
Pasien mengatakan akan
Mengingatkan untuk nafas
belajar mengambil
dalam jika nyeri timbul,
makan sendiri tanpa
mempertahankan
harus minta bantuan istri
imobilisasi pada kaki kanan
dan mengatur posisi tidur Obyektif:
terlentang dengan kaki
Pasien tampak
kanan diganjal dengan
melakukan aktivitasnya
bantal
secara mandiri.
Mengubah posisi pasien
Subyektif:
setiap 30 menit
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu melakukan nafas
dalam jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
dalam posisi terlentang,
kaki kanan khususnya
pada tungkai atas dan
lutut diganjal dengan
bantal.
Subyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Obyektif:
Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang, skala:
4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadang-
kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.
Obyektif:
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu berhati-hati dalam
makan sehingga gula
darahnya tidak
meningkat.
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada perawat,
pasien mengangguk.
22.00 WIB 1,2 Mengatur posisi yang Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
nyaman dan aman pada mengatakan nyaman K
05.00 WIB
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
1,4 Heru,AmK
tungkai.Mengobservasi KU seperti ini.
06.00 WIB
pasien dan mengkaji tingkat
3
Obyektif:
nyeri pasien dengan
PQRST.
Pasien tampak tertidur
pulas.
Melakukan ubah posisi
pasien dengan sering ke
Subyektif:
kanan dan ke kiri.
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
sedikit berkurang, skala
nyeri: 4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyeri kadang-
kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
ke kiri, kanan dan
setengah duduk.
Evaluasi Formatif
4
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai Jurith
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut. a
P : Lanjutkan intevensi:
1. Kaji tingkat nyeri.
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intevensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
Jum’at 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari Jurith
ketiga sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk a
2 Mei ‘08 2
bergerak
Jurith
14.00 WIB 3 Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang a
P : Lanjutkan intervensi:
Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Pertahankan intervensi:
Tanggal/Ja No.Dx Evaluasi Sumatif TTD
m
Sabtu 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah Jurith
berkurang jika untuk bergerak, skala nyeri: 4O : P: Nyeri jika a
3 Mei ‘08 2
untuk bergerak karena tidak hati-hati
Jurith
14.00 WIB 3
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk a
4
R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3 Jurith
proksimal a
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak
ada tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S :
365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan platting.
P : Lanjutkan intervensi:
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay
Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC,
Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI,
Jakarta.
6. Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk
Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
7. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
8. Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika,
Yogyakarta.
9. Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
10. Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.