Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)


ISSBN : 978-602-71928-1-2
ASUPAN NATRIUM DAN LEMAK BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH POASIA KOTA KENDARI

Asnia Zainuddin1, Irma Yunawati2


12
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu Oleo
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari–Sulawesi Tenggara
E-mail: asniaz67@gmail.com

ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematia n di dunia dan sering menyerang
lansia karena pada usia ini terjadi kemunduran fungsi berbagai organ tubuh. Faktor penyebab hipertensi yaitu
genetik, usia, jenis kelamin, ras, stres, gaya hidup, obesitas, sedentary life dan konsumsi makanan terutama natriu m
dan lemak . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian
hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah Poasia Kota Kendari. Jenis penelitian ini adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh lansia berusia 45 -60 tahun di
Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia dengan jumlah sampel sebanyak 69 orang dan pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan natri um dan lemak
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari.

Kata Kunci: natrium, lemak, hipertensi, lansia

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Hipertensi merupakan faktor risiko utama
penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia (Vintro, 2004). Sebagai faktor
risiko penyakit kardiovaskuler, hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebanyak 5 kali dan stroke
10 kali (Kodim, 2005). Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena
stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (WHO,
2005).
Menurut data WHO, sekitar 972 juta (26,4%) orang di seluruh dunia mengidap hipertensi dan kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi , 333 juta berada di negara maju dan 639
juta berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (Anggara & Prayitno, 2013). Hipertensi masih
merupakan tantangan besar di Indonesia karena sering ditemukan pada pelayana n kesehatan tingkat primer
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Berdasarkan data riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia tinggi yaitu sebesar 25,8%. Kecenderungan prevalensi hipertensi diagnosis oleh tenaga kesehatan
berdasarkan wawancara tahun 2013 (9,5%) lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 (7,6%) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang lazim ditemukan pada usia lanjut (lanjut usia-lansia). Semakin
bertambahnya umur maka kemampuan fungsi organ pun akan menurun (Anjani & Kartini, 2013). Semakin
bertambah tua, proporsi lansia yang mengalami keluhan kesehatan semakin besar, termasuk hipertensi
(Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017). Penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013
adalah hipertensi dengan prevalensi 35,6% pada usia 45-54 tahun, 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia
65,74% dan 63,8% pada usia ≥75 tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Faktor risiko hipertensi ada dua yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor
risiko yang tidak dapat dikontrol meliputi genetik dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan ras
(Susalit et al., 1991; Irza, 2009) sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol meliputi obesitas, stres dan perilaku
atau gaya hidup seperti kurang aktifitas dan konsumsi makanan (asupan natrium dan lemak) (Susalit et al., 1991;
Kadir, 2016). Banyak ahli yang telah melakukan penelitian mengenai mekanisme terjadinya hipertensi dan
kaitannya dengan asupan zat gizi. Meningkatnya asupan lemak dapat meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatetik
yang akhirnya akan menyebabkan hipertensi. Asupan natrium yang tinggi pula dapat menyebabkan hipertensi,
terutama bila ginjal mengalami gangguan seperti lansia karena fungsi ginjal mulai tidak normal sehingga tidak
dapatmengekskresikan natrium dalam jumlah normal, akibatnya natrium di dalam tubuh dan volume intravascular
meningkat sehingga terjadilah hipertensi (Khomsan, 2010).

SNT2BKL-KH-13 581
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa kasus penyakit degeneratif
tertinggi pada tahun 2017 adalah hipertensi, dan penyakit ini dominan diderita oleh lansia yang berusia ≥45 tahun
(Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2017). Menurut Badan Pusat Statistik Kota Kendari pada tahun 2017 bahwa
jumlah penduduk di Kecamatan Poasia sebanyak 31.933 orang dengan jumlah lansia sebanyak 4.776 orang dan
jumlah penduduk terbanyak berada di Kelurahan Rahandouna sebanyak 12.807 orang (Badan Pusat Statistik, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”apakah ada hubungan asupan natrium dan lemak dengan
kejadiannhipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah Poasia Kota Kendari?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di
wilayah Poasia Kota Kendari.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk menganalisis hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah
Poasia Kota Kendari.
b) Untuk menganalisis hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia (lansia) di wilayah
Poasia Kota Kendari.

1.4 Tinjauan Pustaka


1.4.1 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau
tenang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Hipertensi adalah gejala dari sebuah sindroma, kemudian akan memicu pengerasan pembuluh darah sampai
terjadi kerusakan target organ terkait. Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik
sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multifaktor. Faktor risiko yang berberperan untuk
kejadian komplikasi penyakitkardiovaskular, ialah faktor risiko mayor seperti hipertensi, dan kerusakan organ
sasaran seperti jantung, otak, penyakit ginjal kronik, penyakit arteri perifer (Anggun et al., 2016).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Penyakit hipertensi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi. Hipertensi mencetuskan timbulnya plak aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol, yang dapat
menyebabkan oklusi arteri, cedera iskemik dan stroke sebagai komplikasi jangka panjang (Yonata, 2016).
Hipertensi merupakan penyakit yang kerap dijumpai di masyarakat dengan jumlah penderita yang terus
meningkat setiap tahunnya. Baik disertai gejala atau tidak, ancaman terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh
hipertensi terus berlangsung (Situmorang, 2015). Faktor risiko hipertensi meliputi: umur, kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, kebiasaan konsumsi
minum-minuman beralkohol, obesitas, stres, (faktor risiko yang dapat diubah) (Michael et al., 2014).
Hipertensi seringkali disebut sebagai the silent killer kerena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul gejala tersebut seringkali
dianggap gangguan biasa sehingga korbannya terlambat menya dari akan datangnya penyakit (Situmorang, 2015).
Gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan penyakit lainnya. Secara
umum, gejala hipertensi meliputi: sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil,
terutama dimalam hari, telinga berdenging (tinnitus), dunia terasa berp utar (vertigo) (Michael et al., 2014).

1.4.2 Asupan Natrium dan Lemak


a) Asupan natrium
Natrium merupakan satu-satunya elemen yang biasa dikonsumsi dalam bentuk garam dapur. Bila asupan
natrium meningkat maka ginjal akan merespons agar eks kresi garam keluar bersama urin ini juga akan meningkat.
Tetapi bila upaya mengekskresi natrium melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan merete nsi oksigen
sehingga volume intra vaskular meningkat. Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat (MSG),
kecap, dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah
mengandung paling sedikit natrium (Michael et al., 2014).
Konsumsi garam (natrium) memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Masyarakat yang mengkonsumsi
garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring

SNT2BKL-KH-13 582
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami
peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia (Michael et al., 2014).
Patofisiologi garam sehingga menyebabkan hipertensi dimulai melalui konsumsi ma kan. Makan dapat
mengumpulkan lebih banyak garam dan air dari pada ginjal kita dapat menangani. Beberapa orang memiliki gen
yang mengontrol saluran selular, enzim dan hormon di berbagai tempat di ginjal, misalnya untukadaptasi di wilayah
padang rumput dan gurun. Dalam rangka untuk tetap aktif, orang harus mengontrol suhu tubuh. Jika kandungan air
dan garam sedikit, ginjal akan menghemat garam untuk mempertahankan cairan yang digunakan denagn melapisi
tubuh melalui keringat selama aktivitas. Hal ini menyebabkan keringat menguap dari kulit, sehingga kulit akan
dingin dan menjaga suhu tubuh tetap normal. Tanpa keringat tubuh akan cepat panas selama kegiatan (Michael, et
al., 2014)
Diet rendah garam dapat mempengaruhi tekanan darah pada penderita hipertensi. Garam dapur mengandung
natrium yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungi tubuh. Natrium berfungsi mengatur volume darah, tekanan
darah, kadar air dan fungsi sel. Tetapi sebaiknya asupan garam tidak berlebihan. Asupan garam yang berlebihan
terus-menerus dapat memicu tekanan darah tinggi. Ginjal akan mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin.
Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan natrium tidak dapat dibuang dan menumpuk di dalam darah. Volume
cairan tubuh akan meningkat dan membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah
dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akan meningkat, inilah yang terjadi pada hipertensi.
Selama konsumsi garam tidak berlebihan dan sesuai kebutuhan, kondisi pembuluh darah akan baik, ginjal pun akan
berfungsi baik, serta proses kimiawi dan faal tubuh tetap berjalan normal tidak ada gangguan (Michael et al., 2014).
b) Asupan lemak
Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan
ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing -masing mempunyai
fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Asupan lemak berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan
kebutuhan asupan lemak yang di butuhkan tetapi asupan lemak akan menjadi masalah ketika asupan lemak yang
masuk berlebih dari asupan lemak yang dibutuhkan (Michael et al., 2014).
Konsumsi pangan sumber lemak yang tinggi terutama lemak jenuh membuat kolesterol low density lipoprotein
(LDL) meningkat yang lama-kelamaan akan tertimbun dalam tubuh dan dapat membentuk plak di pembuluh darah.
Plak tersebut akan menyumbat pembuluh darah sehingga mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Membatasi
konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari endapan kolesterol
apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan
memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah tekanan darah (Michael et al., 2014).
Meningkatnya asupan lemak dapat meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatetik yang akhirnya akan menyebabkan
hipertensi (Khomsan, 2010).

1.4.3 Lanjut usia (Lansia)


WHO menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) >90 tahun. Lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, berdasarkan Undang -Undang No. 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017).
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok
orang pada waktu tertentu. Sedangkan ada yang mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi
yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Sehingga dapat diartikan pola makan adalah
pengaturan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta frekuensi mengo nsumsi makanan sehat. Lansia dalam
penyajian makananannya yaitu 7-8 kali pemberian makanan, terbagi menjadi 3 kali makan utama dan 4-5 kali
selingan. Waktu makan utama bagi lansia seperti pagi, siang dan malam (Nancy, 2016).

SNT2BKL-KH-13 583
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Perubahan menua pada lansia dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pad a tubuh dan berbagai
organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut, perubahan secara logis ini dapat mempengaruhi status gizi
pada usia tua. Semakin bertambahnya umur maka kemampuan fungsi organ pun akan menurun (Anjani & Kartini,
2013), misalnya fungsi ginjal lansia yang sudah mengalami tidak normal dan mengalami gangguan fungsi sehingga
mengakibatkan mudahnya terkena hipertensi (Khomsan, 2010).

1.5 Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross -sectional. Populasi
penelitian adalah seluruh lansia berusia 45-60 tahun di Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia, Kota Kendari
tahun 2018 yaitu sebanyak 1.317orang. Jumlah sampel sebanyak 69 orang dan pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling.

2. PEMBAHASAN
2.1 Hasil penelitian
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (53,6%) dan sebagian besar berusia 45-50 tahun (56,5%).
Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah ibu rumah tangga (IRT) (49,3%). (Tabel 1). Asupan natrium
dan lemak adalah jumlah rata-rata asupan natrium dan lemak yang dikonsumsi responden per hari dan diukur
menggunakan metode food recall. Sebagian besar responden memiliki asupan natrium yang cukup (68,1%)
sedangkan asupan lemak dalam kategori tinggi (52,2%). Sebagian besar responden mengalami hipertensi (60,9%)
yang mana tekanan sistolik darah >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg. (Tabel 2). Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara asupan natrium (p value=0,000) dan asupan lemak (pvalue=0,000)
dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari. (Tabel 3).

Tabel 1. Karakteristik dasar responden


Karakteristik dasar responden n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 46, 4
Perempuan 37 53,6
Umur
45-50 39 56,5
51-60 30 43,5
Pekerjaan
PNS 9 13,0
Wiraswasta 22 13,9
Petani 4 5,8
IRT 34 49,3

Tabel 2. Distribusi frekuensi variabel yang diteliti


Variabel yang diteliti n %
Asupan natrium
Tinggi 22 31,9
Cukup 47 68,1
Asupan lemak
Tinggi 36 52,2
Cukup 33 47,8
Kejadian hipertensi
Hipertensi 42 60,9
Tidak hipertensi 27 39,1

SNT2BKL-KH-13 584
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Tabel 3. Hubungan asupan natrium dan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia
Kota Kendari

Kejadian hipertensi
Variabel Hipertensi Tidak hipertensi pvalue
n % n %
Asupan natrium
Tinggi 21 95,5 1 4,5 0,000
Cukup 21 44,7 26 55,3
Asupan lemak
Tinggi 35 97,2 1 2,8 0,000
Cukup 7 21,2 26 78,8

2.2. PEMBAHASAN
2.2.1. Hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari
Natrium merupakan satu-satunya elemen yang biasa dikonsumsi dalam bentuk garam dapur. Bila asupan natrium
meningkat maka ginjal akan merespon agar ekskresi garam keluar bersama urin ini juga akan meningkat. Tetapi bila
upaya mengekskresi natrium melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi oksigen sehingga
volume intravaskular meningkat.
Natrium berfungsi untuk memelihara keseimbangan kimiawi tubuh, mengatur volume cairan dan membuat
membran sel menjadi kuat dan lentur. Selain itu, natrium memegang peranan penting dalam menyalurkan pulsa
saraf dan membantu kontraksi pada jaringan otot termasuk otot jantung.
Saat natrium dikonsumsi maka natrium tersebut akan mengikat air sehingga air akan diserap ke dalam
intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, maka
mengakibatkan tekanan darah juga meningkat. Selain itu, natrium merupakan salah satu komponen zat terlarut
dalam darah. Dengan mengonsumsi natrium, konsentrasi zat terlarut akan tinggi sehingga penyerapan air masuk dan
selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (Abdurrachim, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di wilayah
Poasia Kota Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Mamoto et al., (2012)
hasilnya menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi. Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mahmudah (2016) yang menyatakan bahwa konsumsi natrium yang
berlebih akan meningkatkan ekstraseluler dan cara untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat dan akibat dari meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertens i.
Mekanisme terjadinya hipertensi akibat kadar natrium yang berlebih, yaitu pengaturan keseimbangan natrium
dalam darah diatur oleh ginjal. Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal.
Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya mengikat banyak air, maka makin
tinggi natrium membuat volume darah meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah
tetap, maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin me ningkat sehingga, asupan natrium
yang tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi (Bertalina & Suryani, 2017).
Mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium yang masuk ke dalam
tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat.
Natrium mempunyai sifat menahan air, sehingga menyebabkan volume darah menjadi naik. Mengkonsumsi natrium
secara terus -menerus dapat menyebabkan hipertensi. Asupan natrium yang dikonsumsi oleh responden berasal dari
bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Adapun jenis makanan yang tinggi akan kandungan natrium yang
dikonsumsi oleh lansia adalah ikan asin, susu, nasi gooreng, go rengan, serta bumbu masakan seperti kecap, terasi,
garam dapur, Mono Sodium Glutamat (MSG), dan makanan yang diawetkan dengan menggunakan garam dapur,
serta makanan jajanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Salam, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati et al., (2009) menemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi
makanan asin, mengandung sodium glutamat (vetsin, kecap dan saus) dengan kejadian hipertensi. Konsumsi
makanan sumber natrium ini sejalan dengan penelitian Widyaningrum (2012) yang menyatakan bahwa responden
yang mengonsumsi makanan seperti susu, keripik, serta ikan asin. Konsumsi makanan ini terjadi karena bahan
makanan tersebut terdapat dalam menu sehari-hari tanpa disadari oleh responden bahwa bahan makanan tersebut
tergolong bahan makanan tinggi natrium.

SNT2BKL-KH-13 585
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Responden yang memiliki tekanan darah tinggi diharapkan mampu membatasi makanan tinggi natrium yang
dikomsumsi sehari-hari seperti mengurangi jumlah garam yang digunakan dalam mengolah makanan serta bahan
makanan lainnya seperti roti, kue, makanan yang dikalengkan maupun yang diawetkan, serta bumbu dapur seperti
terasi dan kecap.
Responden yang memiliki asupan natrium cukup masih ada yang terkenana hipertensi, dimana status hipertensi
tidak hanya disebabkan oleh asupan natrium tetapi disebabkan dengan banyak faktor. Pene litian ini sejalan dengan
teori bahwa penyebab hipertensi mempunyai beberapa faktor risiko. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
meliputi genetik dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan ras (Susalit et al., 1991; Irza, 2009)
sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol meliputi obesitas, stres dan perilaku atau gaya hidup seperti kurang
aktifitas dan konsumsi makanan (asupan natrium dan lemak) (Susalit et al., 1991; Kadir, 2016).

2.2.2 Hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari
Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan
ribuan fungsi fisiologis tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing -masing mempunyai
fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Asupan lemak berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan
kebutuhan asupan lemak yang di butuhkan tetapi asupa lemak akan menjadi maslah ketika asupan lemak yang
masuk berlebih dari asupan lemak yang dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
asupan lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Sangadji & Nurhayati (2014) menunjukkan bahwa proporsi kejadian
hipertensi lebih tinggi pada responden yang sering mengkonsumsi lemak lebih besar dibandingkan responden yang
jarang mengkonsumsi lemak. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Ramayulis (2010) yang mengatakan
pola makan yang salah dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan
berlemak terutama pada asupan lemak jenuh dan kolesterol.
Penelitian Sugiharto (2007) di Karanganyar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi
lemak dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi dibuktikan dengan nilai p=0,024. Begitu juga penelitian
yang dilakukan oleh Fathina (2007) di Klinik Rawat Jalan di RSU Kodia bahwa terdapat hubungan yang signifikan
(p=0,00) antara asupan lemak dengan hipertensi, asupan lemak dapat meningkatkan kadar tekan darah diastolik dan
sislotik. Hal ini disebabkan, kebiasaan mengkonsumsi lemak terutama lemak jenuh sangat erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang dapat berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga dapat meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitannya dengan tekanan darah (Shep, 2001).
Asupan tinggi lemak jenuh dapat menyebabkan dislipidemia yang merupakan salah satu faktor utama risiko
aterosklerosis yang dapat meningkatkan resistensi dinding pembuluh darah dan memicu terjadinya peningkatan
denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat meningkatkan volume aliran darah yang berefek terhadap
peningkatan tekanan darah. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh meningkat, terutama
kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan y ang
lebih besar. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi asam lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan yang lain yang bersumber dapat menurunkan tekanan darah (Hull, 1996).
Dari hasil dilapangan diketahui bahwa responden dengan asupan lemak berlebih sering mengkonsumsi makanan
sumber lemak seperti minyak kelapa memiliki kandungan lemak 98 gram, minyak ikan memiliki kandungan lemak
100 gram, dan margarine memiliki kandungan lemak 81 gram. Makanan lain yang dikonsumsi lansia yaitu susu
yang mengandung lemak dan gorengan yang banyak mengandung minyak. Makin tinggi lemak mengakibatkan
kadar kolesterol dalam darah meningkat yang akan mengendap dan menjadi plak yang menempel pada dinding
arteri, plak tersebut menyebabkan penyempitan arteri sehingga memaksa jantung bekerja lebih berat dan tekanan
darah menjadi lebih tinggi. Tinggi lemak dapat menyebabkan obesitas yang dapat memicu timbulnya hipertensi.
Penelitian ini menunjukan bahwa responden yang memiliki asupan lemak baik masih ada yang terkena
hipertensi. Hipertensi yang terjadi pada seseorang tidak hanya disebabkan oleh asupan lemak tetapi dapat
diakibatkan oleh faktor lain. Seperti yang di kemukakan oleh (Mahmudah, 2017) semakin meningkatnya alat
teknologi produksi makanan dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan masyarakat modern saat ini cenderung
memilih makanan yang cepat disajikan, murah, dan mengenyangkan. Hal tersebut menggeser pola makan
masyarakat yang tradisional ke pola makan barat sehingga masyarakat lebih cenderung memilih makanan yang
tinggi natrium, lemak dan rendah vitamin, mineral, serat.
Faktor lain yang menunjang terjadinya hipertensi yaitu aktifitas fisik. Dimana dari hasil distribusi responden
berdasarkan pekerjaan pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari paling banyak responden adalah ibu rumah
tangga. Ibu rumah tangga memiliki aktifitas fisik sangat rendah karna dengan adanya alat –alat

SNT2BKL-KH-13 586
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
teknologi dapat memudahkan melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya keseimbangan
energi positif, apabila keadaan ini terjadi terus –menerus maka dapat berdampak terjadinya obesitas . Obesitas
menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi karena menyebabkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh yang
mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Lestari & Lelyana, 2010).
Beberapa fakta dalam studi epidemiologi menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingginya
asupan lemak jenuh dengan tekanan darah, dan pada beberapa populasi dengan darah dibawah rata -rata
mengkonsumsi lemak total dan asam lemak jenuh rendah. Selain itu, konsumsi lemak jenuh meningkatkan
resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko hipertensi. Asupan lemak jenuh yang kemudian
menyebabkan hipertensi. Keberadaan lemak jenuh yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan
penumpukan dan pembentuk plat di pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi semakin sempit dan
elastisnya berkurang.

3. KESIMP ULAN
Kesimpulan penelitian ini adalah asupan natrium dan lemak berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia
di wilayah Poasia Kota Kendari.

PUSTAKA

Abdurrachim, R., Hariyawati, I., & Suryani, N. 2016. Hubungan Asupan Natrium, Frekuensi dan Durasi Aktifitas
Fisik Terhadap Tekanan Darah Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera dan Bina Laras Budi
Luhur Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Gizi Indonesia. 39 (1): 37-48.

Anggara, F.H.D., & Prayitno N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga
Murni Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5:1

Anggun, et al., 2016. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu
Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Pharmaconjurnal Ilmiah Farmasi. 5(1): 1-8.

Anjani & Kartini. 2013. Perbedaan Pengetahuan Gizi, Sikap, Dan Asupan Zat Gizi Pada Dewasa Awal (Mahasiswi
LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang . Semarang: Universitas
Diponegoro.

Badan Pusat Statistik. 2018. Kecamatan Poasia dalam angka 2018 .Kendari: Badan Pusat Statistik.

Bertalina & Suryani, A.N. 2017. Hubugan Asupan Natrium, Gaya Hidup Dan Faktor Genetik Dengan Tekanan
Darah Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Kesehatan. VIII (2): 240-249.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017. Kendari:
Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara.

Fathina, UA. 2007. Hubungan Asupan Sumber Lemak dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tekanan Darah
Penderita Hipertensi. Semarang: UNDIP.

Hull, A. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Indrawati, L., Werdhasari, A., Yudi, A., 2009. Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi Makanan Masyarakat Miskin
Dengan Kejadian Hipertensi Di Indonesia. Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan . vol. XIX no.4.

Irza, S. 2009. Analisis Faktor Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat . Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Kadir, A. (2016). Kebiasaan Makan Dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya Terhadap Status Gizi Remaja.
Jurnal Publikasi Pendidikan, 6 (1): 1-7.

SNT2BKL-KH-13 587
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 . Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Khomsan, A. 2010. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kodim, N. 2005. Analisis Kontekstual: Hubungan Lingkungan Sosio -Demografi Dengan Hipertensi Yang Tidak
Terkendali. Majalah Kedokteran Indonesia, 55 (2): 52-60.

Lestari, D dan Lelyana, R. 2010. Hubungan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium dan Natrium, IMT Serta Aktifitas
Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 30 -40 Tahun. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mahmudah, S., et al. 2016. Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok tahun 2015. Biomedika 8(2): 1-9.

Mamoto, F., Kandou, G.C., Pijoh, V.D., 2012. Hubungan antara asupan natrium dan obesitas dengan kejadian
hipertensi pada pasien poliklinik umum di puskesmas Tumaratas kecamatan Langowan Kabupaten
Minahasa, hlm.1-6

Michael et al., 2014. Tata Laksana Terkini Pada Hipertensi. Jurnal Kedokteran Meditek . 20 (52): 1-6.

Nancy, M.Y., 2016. Gambaran Pola Konsumsi Makanan Sehat Pada Lansia Di Dusun Papringan Kecamatan Semin
Kabupaten Gunungkidul.

Ramayulis, R 2010. Menu dan resep untuk penderita hipertensi, Jakarta: Penebar Plus.

Salam, M. A., & M. A. Salam (2010). Risiko Faktor Hereditas, Obesitas dan Asupan Natrium Terhadap Kejadian
Hipertensi Pada Remaja Awal. Program Studi Ilmu Gizi.

Sangadji, NW & Nurhayati. 2014. Hipertensi Ada Ramusaji Bus Transjakarta Di PT. Bianglala Metropolitan Tahun
2013. BIMKMI. 2 (2): 1-10.

Sheps. S.G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta.

Situmorang, P.R., 2015. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada Penderita Rawat Inap
di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan tahun 2014. Jurnal Ilmiah Keperawatan 1(1): 1-6.

Sugiharto, A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten
Karananyar). Semarang: Universitas Diponegoro

Susalit, E., et al. 1991. Hipertensi (Pendidikan Uji Diri). Jakarta: IDI.

Vintro, I.B. 2004. Control And Prevention Of Cardiovascular Disease Around The World. Rev Esp Cardiol, 57:
487-94.

Widyaningrum, S. 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia . Jember:
Universitas Jember.

WHO. 2005. Surveillance of major non-communicable disease in Southeast Asia Region (Report of an inter-country
consultation), Geneva: WHO.

Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke. Majority. Vol. 5 No. 3.

Zaenurrohmah & Rachmayanti. 2017. Hubungan pengetahuan dan riwayat hipertensi dengan tindakan pengendalian
tekanan darah pada lansia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 5 (2): 174-184.

SNT2BKL-KH-13 588

Anda mungkin juga menyukai