Anda di halaman 1dari 30

MASA KHULAFAURRASYIDIN

Disusun Oleh :

Aliya NurHasanah :19521055


Nila Alvi Rahmawati :19521084
Luftansha Febia Nanda :19521097

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN...................................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................5
1. Pengertian khulafaurrasyidin.....................................................................................................5
2. Masa Kekhalifan Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M).................................................5
1.2 Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama...........................................................................6
2.2 Kebijaksanaan Kenegaraan......................................................................................................7
3.2 Penyebaran dan Kekuasaan islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq....................................7
4.2 Peradaban Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq........................................................................8
3. Masa Kekhalifan Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M).....................................................9
3.1 Pemerintahan dan Peradaban islam pada Masa Khalifah Umar bin Khatthab.........................9
3.2 Perkembangan Politik............................................................................................................10
3.3 Perkembangan pengetahuan.................................................................................................11
3.4 Perkembangan Sosial.............................................................................................................12
3.5 Perkembangan Agama...........................................................................................................12
4. Masa Kekhalifahan Utsman Bin Affan (33-45H / 644 – 656 M)................................................13
4.1 Proses Pengangkatan Utsman Bin Affan Sebagai Khalifah.....................................................13
4.2 Prestasi Yang Dicapai Khalifah Utsman Bin Affan...................................................................15
4.3 Nepotisme dan Pemberontakan masa Khalifah Ustman Affan..............................................15
5. Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib(35-40 H / 656- 661M)....................................................17
5.1 Situasi Politik menjelang pengangkatan Ali bin Abi Thalib.....................................................19
5.2 Prinsip Politik Ali bin Abi Thalib..............................................................................................20
5.3 Kebijakan Politik Ali bin Abi Thalib.........................................................................................20
5.4 Perang jamal..........................................................................................................................20
5.5 Perang shiffin dan Arbitrase...................................................................................................21
A. Pecahnya Perang Shiffin......................................................................................................22
B. Dimulainya Perundingan ( Arbitrase ).................................................................................23
C. Perundingan yang Merugikan..............................................................................................24
BAB III. PEMBAHASAN.........................................................................................................................26

2
BAB IV. KESIMPULAN...........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................30

3
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada umumnya setiap penulisan ulang mengenai Sejarah Peradaban Islam pada masa-masa
Khulafaur Rasyidin ataupun sejarah-sejarah lain adalah terbuka dan milik semua orang.
Asalkan bisa memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan inofatif. Tema
besar penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah
Peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin. Karena nilai-nilai positif Sejarah Peradaban
Khulafaur Rasyidin tidak lagi dijadikan teladan oleh orang-orang Islam. Fenomena yang
sangat menyedihkan, mayoritas orang-orang Islam saat ini lebih banyak mengadopsi
budaya/peradaban orang-orang non muslim. semua itu merupakan cerminan bagi potret
perkembangan di masing-masing kawasan Dunia Islam yang terus menerus menunjukkan
dinamikanya.

B. RUMUSAN MASALAH
Hal yang akan dibahas dalam materi “Masa Khulafaurrasyidin” ini yaitu mengenai :

1. Apa itu Khulafaur Rasyidin?


2. Islam dimasa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Islam dimasa khalifah Umar bin Khattab
4. Islam dimasa khalifah Usman bin Affan
5. Islam dimasa khalifah Ali bin Abi Thaalib

C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan materi mengenai “Masa Pra dan Masa Kenabian” ini memiliki dua tujuan, yaitu umum dan
khusus. Tujuan umumnya adalah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Pemikiran dan Peradaban dalam Islam. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui
kondisi Islam dan ummat muslim dimasa khulafaur rasyidin serta menambah wawasan kita
tentang kepemimpinan para khulafaur rasyidin. 

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian khulafaurrasyidin
Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa’
merupakan jamak dari kata Khalifah yang berarti pengganti. Sedangkan Ar-Rasyidin artinya
mendapat petunjuk. Arti bebasnya adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin
atau pemimpin yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Para Khulafaur Rasyidin
merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu :
Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Umar bin Khattab.
Usman bin Affan.
Ali bin Abi Thalib.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin agama maupun Negara menyisakan
persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon
pilihan dari kelompoknya. Dan diperolehlah 3 calon penerus nabi dari kelompok yang
berbeda, yaitu :
1. Ali bin Abi Thaalib dari kelompok Ahul Bait.
2. Saad bin Ubadah dari kelompok Anshar.
3. Abu Bakar Ash-Shiddiq dari kelompok Muhajirin.
Namun perselisihan ini mengakibatkan tertundanya pemakaman Rasulullah SAW. Dan
akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq lah yang terpilih dan di baiat sebagai penerus Nabi
Muhammad SAW. Dan Abu Bakar di baiat sebagai Khalifah atau penerus Nabi di balai
pertemuan bani Saidah.
Islam pada masa modern terjadi pada 1800 M – sekarang. Pada masa ini terjadi
perkembangan di berbagai aspek seperti agama, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan seni budaya.

2.  Masa Kekhalifan Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)


Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-tamimi. Di zaman pra Islam
bermana Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah
seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang
paling awal) memeluk islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera
membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj. Seringkali
menggantikan Rasulullah disaat-saat penting atau jika Rasulullah berhalangan, Rasulullah
mempercayainyasebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas  keagamaan dan atau
mengurusi persoalan-persoalan actual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini sangatlah
tepat.

5
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar
ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkaf isi pidatonya sebagai
berikut :
“Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku
bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik
maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu
pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang
orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak
kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya,
tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku.
Ucapan yang pertama sekali yang diucapkan oleh Abu Bakar ketika di bai’at, ini
menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Di
dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketataan rakyat, mewujudkan
keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu bakar melanjutkan kepemimpinan
sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, di
antara kebijaksanaannya ialah sebagai berikut :

1.2 Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama

Ada beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang menyangkut terhadap Agama
antara lain :
1.                   Memerangi Nabi palsu, orang-orang yang murtad (Riddah) dan
tidak mengeluarkan zakat
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat
Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara pertentangan tersebut ialah
timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah), orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, seperti Musailamah Al
Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman
dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa
kabilah
Untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
membentuk sebelas pasukan dengan pemimpinnya masing-masing. Setiap pemimpin pasukan
mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan.  Abu
Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak
melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita atau
orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan. Di antara
wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah; “Jika kalian melewati suatu kaum
yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka
sembah.”
2. Pengumpulan Al-Qur’an
Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena
orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah
lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah.

6
Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia
memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus
Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk
salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.
3. Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi
materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari
pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut
Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab
merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan
Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan
pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga
pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat. Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid
dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan
Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.

2.2 Kebijaksanaan Kenegaraan

Ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan,[ yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.
Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan
Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin
Khathab sebagai hakim Agung.
.           2. Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid,
Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa
pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan.
Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
4.  Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat
dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut
digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan
yang ada.

3.2 Penyebaran dan Kekuasaan islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus
dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu
dengan dakwah dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah

7
Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan
Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik
secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah
sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi,
karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan
menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan
Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan
pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia.
Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada
di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini
segera bergerak menuju wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia,
segera duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam
disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan
membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima
dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan
panglimanya itu adalah sebagai berikut :
1.      Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
2.      Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu
berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
3.      Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
4.      Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah
Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi
baru tuntas pada masa ke khalifaan Umar bin khathab.

4.2 Peradaban Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar
yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu
Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an
dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan
sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang
penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya
penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.     
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada
beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak,

8
dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari
rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan
baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhaq
menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada
beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor
utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di
Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak
merujuk seorang untuk menggantikannya.
3. Masa Kekhalifan Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan
Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar
dilahirkan di Mekkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw. Ia adalah seorang yang
berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya,dan
berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy untuk berunding
dan mewakilinya jika da persoalan dengan suku-suku lain. Umar masuk islam pada tahun
kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi saw serta dijadikan
sebagai tempat rujukan oleh nabi mengenai hal-hal yang berhak menganti Rasulullah dalam
memimpin umat setelah wafatnya Rasulullah saw. Dengan memilih dan membai’at Abu
Bakar sebagai khalifah RAsulullha sehinggaia mendapat penghormatan yang tinggi dan
dimintai nasihatnyanserta menjadi tangan kanan khalifah yang baru itu. Sebelum meninggal
dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khaththab menjadi penerusnya. Rupanya masa
dua tahun belumlah cukup mwnjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perselisihan dikalangan umat Islam. Ketika Umar
telah menjadi khalifah, ia berkata kepada umatnya:
“Orang-orang Arab seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan  ini akan
bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui, dengan nama Allah, begitulah
aku akan menunjukkan kepada kamu ke jalan yang harus engkau lalui.

3.1 Pemerintahan dan Peradaban islam pada Masa Khalifah Umar bin Khatthab

Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi.

9
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan
Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di
Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun
ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan
bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab,
yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.

3.2 Perkembangan Politik

Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil,
usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah
terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan penyiaran
Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar,
kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu tidak sedikit tantangan yang
dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia
dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia
dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab
mulai dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai
sejak masa Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan
administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana
kekuasaan seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif).
Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik
dan mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan sebagai
Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai
Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang
disebut lembaga penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya
sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi
daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar
berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Lalu umar mencanangkan administrasi / tata negara,
yaitu :
Susunan kekuasaan

10
1.      Khalifah (Amiril Mukminin), Berkedudukan di ibu kota Madinah yang mempunyai
wewenang kekuasaan.
2.      Wali (Gubernur), Berkedudukan di ibu kota Propensi yang mempunyi kekuasaan atas
seluruh wiyalayah Propensi.
3.      Tugas pokok pejabat, Tugas pokok pejabat, mulai dari kholifah, wali beserta bawahannya
bertanggung jawab atas maju mundurnya Agama islam dan Negara. Disamping itu mereka
juga sebagai imam shalat lima waktu di masjid
4.      Membentuk dewan-dewan Negara, Guna menertipkan jalannya administrasi pemerintahan,
Kholifah Umar membentuk dewan-dewan Negara yang bertugas mengatur dan menyimpan
uang serta mengatur pemasukan dan pengeluaran uang negara, termasuk juga mencetak mata
uang Negara.
5.      Dewan tentara, Bertugas mengatur ketertiban tentara, termsuk memberi gaji,
seragam/atribut, mengusahakan senjata dan membentuk pasukan penjaga tapal batas wilayah
negara.
6.      Dewan pembentuk Undang-undang, Bertugas membuat Undang-undang dan peraturan yang
mengatur toko-toko, pasar, mengawasi timbangan, takaran, dan mengatur pos informasi dan
komonikasi.
7.      Dewan kehakiman, Bertukas dan menjaga dan menegakkan keadilan, agar tidak ada orang
yang berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Hakim yang termashur adalah Ali bin
Abi Thalib.
8.      Perkembangan Ekonomi, Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan setelah
Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga
yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan
kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-
Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi para
Mu’allaf.

3.3 Perkembangan pengetahuan

Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang
terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah,
ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan
adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan
itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka
berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan  Masjid sebagai tempat ibadah
dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan
seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga
menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk

11
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-
Qur'an dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah adalah
Abdurahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah.
Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir.
Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk dihalaman mesjid sedangkan murid
melingkarinya.

Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena
mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-
sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut
ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah
menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan
disiplin keagamaan.
masa khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis
al-Qur'an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa
Umar bin Khatab ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan
untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari
daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal diatas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan dimasa
khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam
keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat
pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan
materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu
lainnya.

3.4 Perkembangan Sosial

Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk
agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari
pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta
perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara
Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan
anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari umar ibn Khathab.

3.5 Perkembangan Agama

Di zNaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)


pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah
tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah

12
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn
Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota
dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai.
Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman Umar semakin ber kembang.

4. Masa Kekhalifahan Utsman Bin Affan (33-45H / 644 – 656 M)


Nama lengkap Utsman bin Affan bin al- Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf
bin Qushay al-Amawi Al- Quraisy dilahirkan pada tahun 573 M dari kelahiran Rasulullah
SAW. Ibunya bernama al-Baida binti Abdul al- Muthalib, bibi Rasulullah SAW, yakni
saudari kembar Abdullah ayah Rasulullah SAW.
Berdasarkan silsilah ini, Utsman bin Affan masih memiliki jalinan keluarga dengan
Rasulullah, yakni silsilah keturunan yang bertemu pada Abdul al-Manaf bin Qushay al-
Amawi al-Quraisy. Bahkan jalinan kekerabatan ini diperkuat lagi dengan tali pernikahan
yang menempatkan Dia sebagai menantu Rasulullah. Karena itu, hubungannya dengan
Rasulullah bukan hanya dalam hal keagamaan,tetapi juga Dia dihadapan Rasulullah adalah
seorang keluarga, menantu dan saudara seagama. Utsma bin Affan masuk Islam melalui Abu
Bakar dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam.
Rasulullah sangat mengaguminya karena keserderhanaan, kesalehan, kedermawaan dan
kepandaiannya menjaga kehormatan diri (Iffah), serta dikenal sebagai dahabat yang terbaik
dalam bacaan al-Qur’an menurut kaca mata Rasulullah SAW, sehingga Rasulullah
memberikan dua putrinya untuk dinikahi secara olehnya berurutan. Setelah istrinya yang
pertama dan ke dua meninggal dunia, Rasulullah berkata, “Seandainya beliau mempunyai
putri yang lain, pasti Dia telah menikahkannya dengan Utsman bin Affan.
Kesetiaan dan pengorbanan Utsman bin Affan terhadap pengembangan Islam tidak dapat
diragukan, demikian pula kepada Rasulullah cintanya amat mendalam. Dia melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik bagi tujuan Islam.
Ia menderita penganiyaan bersama Nabi di tangan orang-orang Quraisy, dan Dia menyertai
emigran ke Abesinia bersama istrinya, Utsman adalah orang yang sangat kaya, dan dia
menyerahkan kekayaan itu kepada Rasulullah untuk melayani Islam, di antaranya mendanai
pembangunan mesjid, sumur di Madinah dan memberikan bantuan keuangan yang paling
besar dalam peperangan Islam setelah Abu Bakar, sehingga Dia memproleh kedudukan yang
terhormat di antara para sahabat Rasulullah. Selama kedudukan Abu Bakar dan Umar bin
Khattab, Utsman merupakan salah seorang dari penasehat dan pembantu utama di dalam
urusan negara.
Pengorbanan Utsman bin Affan terhadap Islam dan kaum muslimin tidak hanya dalam bentuk
harta, melainkan lebih dari itu, jiwa dan pikirannya dicurahkan demi pengembangan syiar

13
Islam dan keselamatan kaum muslimin sehingga beliau beberapa kali ikut perang bersama
Rasulullah SAW kecuali perang Badar. Karena sedang sibuk melayani dan merawat isterinya
yang sakit keras sampai ia wafat dan dimakamkan pada hari kemenangan kaum muslimin dan
perang tersebut.
Rasulullah pernah menunjuk Utsman sebagai duta Rasululah pada saat perundingan antara
pemimpin Islam dan pemuka-pemuka Quraisy pada tahun 6 H ketika kaum mislimin hendak
memasuki kota Mekkah untuk melaksanakan umrah dan tersiar kabar bahwa Utsman bin
Affan dibunuh atau setidaknya telah ditahan oleh orang-orang kafir Quraisy, sebab Dia tidak
kembali sampai pada malam hari, maka kaum muslimin mengadakan sumpah setia untuk
membela Utsman bin Affan yang terkanal dengan “Bait’at al-Ridwan”.
4.1 Proses Pengangkatan Utsman Bin Affan Sebagai Khalifah
Ketika Umar sedang sakit akibat dari tikaman seorang budak Persia yang bernama Fairuz
yang lebih dikenal dengan nama Abu Lu’lu’ah, sekelompok sahabat datang menjenguknya
dan sekaligus menanyakan dan mendiskusikan penggantinya Dia sebagai khalifah,
pertanyaan dari para sahabat ini tidak mendapatkan jawaban pasti dari.Umar bin Khattab,
sesudah itu, sahabat beranjak meninggalkan Khalifah Umar bin Khattab.
Para sahabat Rasulullah merasa takut andai Umar wafat tanpa meninggalkan pesan tentang
penggantinya. Oleh karena itu, mereka mendatangunya lagi untuk mendesak Umar bin
Khattab menentukan penggantinya.
Di tempat tidurnya, Umar mengambil keputusan dengan menunjuk badan musyawarah yang
terdiri dari orang-orang yang diridhoi dan dijanjikan oleh Rasulullah sebagai orang-orang
yang masuk surga tanpa hisab. Mereka itu adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Saad
bin Waqah, Adurahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah bin Umar.
Untuk memeilih seorang khalifah diantara mereka.[9] Namun khusus untuk Abdullah bin
Umar tidak dicalonkan apalagi dipilih berdasarkn wasiat khalifah Umar. Adapun kriteria
pemilihan telah ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab yaitu :
Khalifah yang di pilih adalah dari anggota Syura kecuali Abdullah bin Umar yang tidak
punya hak pilih dan bertindak sebagai penasihat. Bilamana suara dari anggota tim sama
hendaknya keputusan diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota tim tersebut.
Jika keputusan Abdullah bin Umar tidak disetujui oleh anggota mengikuti keputusan yang
diambil oleh Abdurrahman bin Auf.
Bila ada anggoat tim yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan maka anggota
tersebut harus dipenggal kepalanya. Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama maka
calon yang didukung oleh Abdurrahman bin Auf yang dianggap menang. Apabila seorang
telah terpilih dan minoritas (satu atau dua) tidak mau mengikutinya maka kepala mereka
harus dipenggal. Jadwal pelaksanaan musyawarah selama tiga hari ke empat sudah ada
pemimpin.
Tatkala Umar wafat, berkumpullah orang-orang yang dipilihnya menjadi formatur dikepalai
oleh Abdurrahman bin Auf di dalam salah satu rumah kepunyaan mereka. Tiga hari lamanya
musyawarah yang amat penting itu, dan sudah tiga hari rupanya belum juga dapat diputuskan
karena sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot, maka Abdurrahman bin Auf berusaha
memperlancar dengan himbauan agar sebaiknya mereka dengan sukarela mengundurkan diri

14
dan menyerah kepada orang yang lebih pantas (memenuhi syarat) untuk dipilih sebagai
khalifah.
himbauan ini tidak berhasil, tidak ada satupun yang mau mengundurkan diri, kemudian
Abdurrahman bin Auf sendiri menyatakan mengundurkan diri tetapi tidak ada seorang pun
dari empat sahabat Nabi yang mengikutinya.
Dalam kondisi macet itu, Abdurrahman bin Auf berinisiatif melakukan musyawarah dengan
sahabat dan tokoh-tokoh masyarakat selain yang termasuk dalam anggota badan
musyawarah, dan suara terbelah menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali dan pendukung
Utsman.
Pada pertemuan berikutnya, Abdurrahman bin Auf menempuh cara dengan menanyakan
masing-masing angggota formatur dan di dapatlah skor suara tiga banding satu, dimana
Zubair, dan Ali mendukung Utsman, sedangkan Utsman mendukung Ali.
Meskipun suara terbanyak dari anggota formatur jatuh pada Utsman, namun Abdurrahman
tidakserta merta membai’at Utsman. Tetapi pada subuh hari sesudah semalaman ia
berkaliling memantau pendapat masyarakat, ia berdiri setelah kaum Muslimin memenuhi
mesjid dan menyampaikan pengantar tentang pelaksanaan pemilihan khalifah. Di sini terlihat
kembali persaingan dua kubu yaitu kubu Ali dan kubu Utsman.
Pada saat itu Abdurrahman menunjukkan keahliannya menghadapi masalah yang sulit ini.
Dia memanggil Ali dan Utsman secara terpisah untuk dimintai kesanggupannya bertindak
berdasarkan al- Qur’an dan sunnah Rasul-Nya serta berdasarkan langkah-langkah yang
diambil oleh dua khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib bertindak sesuai dengan
pengetahuan dengan kekuatan yang ada pada dirinya, sedangkan Utsman bin Affan
menyanggupinya, sehingga Abdurrahman mengucapkan bai’atnya dan diikuti oleh orang
banyak menyatakan bai’at, termasuk juga Ali pada akhirnya juga menyatakan bai;atnya
kepada Utsman bin Affan.
Orang keenam tim formatur, Thalha bin Ubaidillah tiba di Madinah setelah pemilihan itu
berakhir. Dia juga menyatakan sumpah setia kepada Utsman bin Affan.
Mencermati proses pemilihan tersebut, nampak dengan jelas upaya pemilihan khalifah
dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan suara dari berbagai pihak, dan hal ini
pula yang membedakan antar proses pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin Khattab
dan Utsman bin Affan.
Karena itu Utsman bin Affan ditetapkan menjadi khalifah, pada hari Senin, akhir bulan
Dzulhijjah tahun 23 H. dan resmi menjadi khalifah yang ketiga dari Khulafa al-rasyidin pada
tanggal 1 Muharram tahun 24 H.
4.2 Prestasi Yang Dicapai Khalifah Utsman Bin Affan
Pada saat amirul Mu’minim Umar bin Khattab wafat dan digantikan oleh Khalifah Utsman
bin Affan. Banyak daerah melakukan pembangkangan, untuk meredam pembangkangan,
Khalifah Utsman bin Affan membentuk pasukan dalam rangka mengamankan wilayah dan
sekaligus memperluas wilayah kekuasaan Islam sebagai penyempurnaan penaklukan di masa
pemerintahan Umar bin Khattab, baik itu melalui jalur darat maupun jalur laut.

15
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan umat Islam mempunyai angkatan laut. Wilayah-
wilayah yang dikuasai pada masa pemerintahannya adalah Barqah, Tripoli Barat, bagian
Selatan negeri Nubah, Armenia, dan beberapa wilayah di Thabaristan, kemudian negeri-
negeri Balkh Harah, Ghaznah di Turkistan, Kabul, wilayah-wilayah sungai Hindustan dan
Jurjan.
Salah satu peristiwa pertempuran besar di laut pada masa pemerintahan Utsman adalah
peperangan Dzatis Safari (Pertempuran tiang kapal). Peristiwa ini terjadi pada tahun 34 H
di laut Tengah di kota Iskandariah antara tentara Romawi yang berada di bawah pimpinan
Kaisar Constantine dan tentara Islam di bawah pimpinan Abdullah Ibnu Abi Sarah (Gubernur
Mesir), yang melibatkan 1.000 kapal perang, dan 200 di antaranya kepunyaan kaum
Muslimin yang berhasil memenangkan pertempuran ini. Demikian bangsa Arab
menancapkan keunggulan mereka dilaut.

4.3 Nepotisme dan Pemberontakan masa Khalifah Ustman Affan


Pada masa awal pemerintahan Utsman bin Affan menuai berbagai keberhasilan dan kejayaan,
yang ditandai dengan perluasan wilayah kekuasaan Islam, pengukuhan angkatan laut pertama
tentara Islam, penyeragaman penulisan al-Qur’an, namun pada masa-masa akhir
pemeritahannya timbul kritikan dan protes rakyat, terutama di daerah Kuffah, Basrah dan
Mesir. Mereka menilai bahwa Utsman bin Affan telah melakukan “Nepotisme” dan
“favoritisme”.
Mereka berkata bahwa Dia menguntungkan sanak familinya Bani Umayyah, dengan jabatan-
jabatan tertinggi dan harta kekayaan. Mereka menuduh gubernur-gubernur Umayyah tidak
efisien, suka menindas dan menyalahgunakan Harta Baitul Mal. Khalifah Utsman juga
mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris utamanya, mengangkat Walid bin Aqba
sebagai gubernur Kuffah, Mu’awiyah sebagai gubernur Syiria, Abdullan bin Abu Sarah
(saudara sepupunya) sebagai gubernur Mesir dan masih banyak lagi yang lain diturunkan dari
jabatannya.
Khalifah Utsman juga dituduh terlalu boros mengeluarkan belanja dari Baitil Mal dan
kebanyakan diberikan kepada sanak familinya, sehinnga hampir semuanya menjadi oramg
yang kaya raya.[22] Padahal Khalifah Utsman sebelum dan sesudah masuk Islam merupakan
salah seorang yang terkaya, dan bahkan Dia sama sekali tidak menganbil uang yang menjadi
haknya dari Baitul Mal.
Sebenarnya kebijakan-kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan lebih banyak dikendalikan
oleh Marwan bin Hakam, sehingga Utsman dituduh menganut politik nepotisme dan pilih
kasih, sehingga hal ini dibesar-besarkan oleh tukang fitnah yang rakus akan kekuasaan dan
kedudukan serta keinginan untuk memecah belah kesatuan umat Muslimin, Abdullah bin
Saba yang berkeliling di berbagai kota untuk menaburkan keraguan aqidah, mengecam
Khalifah Utsman dan gubenurnya, serta mengajak semua orang untuk menurungkan Utsman
dan menggatikannya dengan Ali bin Abi Thalib sebagai usaha menaburkan bibit fitnah dan
perpecahan.
Rasa tidak puas terhadap Khalifah Utsman menjalar dan seketika segala kritik terhambur
kepada  Utsman dengan kedatang orang-orang dari Mesir dibantu oleh orang-orang dari

16
Kuffah dan Basrah dengan tujuan yang sama memaksa khalifah untuk melepaskan
jabatannya.
Mereka masing-masing mendatangi Ali, Thalhah dan Zubair dan ketiganya menolak
menurungkan khalifah, dan sepikiran hendak memprbaiki perbuatan-perbuatan Utsman yang
dianggap keliru, dan Ali bin Abi Thalib sebagai moderator khalifah menyampaikan kepada
mereka bahwa tuntutannya yaitu mencopot para gubernur dan Marwan bin Hakam dari
jabatannya diterima oleh Khalifah, dan mereka diminta untuk kembali kedaerahnya masing-
masing.
Tidak lama kemudian mereka kembali dari perjalanannya setelah ditengah perjalanan mereka
mencegat seseorang pembatu khusus Khalifah yang membawa surat berstempel khalifah yang
berisi perintah terhadap gubernur Mesir agar membunuh mereka sesampainya mereka di
Mesir.[26] Mereka kembali dengan tekad membunuh Khalifah Utsman karena menurut
prsangka mereka, Khalifah Utsman telahmempermainkan mereka. Setibanya di Madinah,
mereka menuntut pertanggung jawabannya atas surat tersebut di atas.
Para pemberontakan melakukan pengepungan atas rumah Khalifah Utsman bin Affan dan
menuntut satu di antara dua hal :
Marwan bin Hakam dihukum qisas
Khalifah Utsman melepaskan jabatannya sebagai khalifah.
Kedua tuntutan di atas ditolak oleh Khalifah Utsman dengan alasan :
Marwah bin Hakam baru berencana membunuh, dan belum benar-benar membunuh.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada mereka, ”Bahwasanya engkau Utsman akan
mengenakan baju kebesaran. Apabila engkau telah mengenakan baju itu, janganlah engkau
lepaskan”.
Sikap Utsman di dalam peristiwa-peristiwa yang dihadapi termasuk pengepungan
pemberontak tidak bergeming sedikitpun untuk menyerahkan otoritas kepemimpinan, namum
juga tidak berinisiatif untuk melakukan tindakan refressif sebab itu bukan watak Dia. Bisa
saja Dia mempertahankan dan menyelamatkan dirinya sendiri, namumn Dia menginginkan
persatuan umat tetap terjaga tanpa pertumpahan darah antara sesame kaum muslimin meski
nyawa Dia sendiri menjadi taruhannya.
Sikap seperti di atas, Dia meminta para sahabat yang bersamanya agar tidak memerangi
kaum pemberontak. Sehingga kepungan dan desakan semakin hebat, apalagi setelah
mendengar berita bahwa ribuan pasukan bantuan akan segera tiba di Madinah untuk
melepaskan Utsman dari pengepungan. Hal ini membuat keadaan semakin tak terkendali dan
pasukan pemberontak kian menguasai keadaan akhirnya tragedi berdarah yang sangat
memilukan dalam sejarah Islam pun tidak dapat dielakan.
Dia dibunuh oleh Muhammad bin Abu Bakar selaku kepala pemberontak dan al-Ghifari
ketika sedang membaca al-Qur’an pada waktu subuh tepatnya terjadi pada tanggal 17 Juni
651 M / 35 H dalam usia 84 tahun.
Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan bukanlah tujuan utama dari rentetan-rentetan
pengepungan para pemberontak. Oleh sebab pembunuhan itu merupakan tujuan utamanya,
tentu fitnah akan berhenti dan stabilitas negara akan pulih kembali dengan terbunuhnya
17
Utsman dan setelah pengganti Utsman ke tahta khalifah. Para penyebar fitnah itu debetulnya
mempunyai tujuan yang lebih berbahaya ketimbang hal-hal di atas, yaitu meruntuhkan
fondasi Islam agar umat Islam berpaling dari ajaran-ajarannya serta menebarkan perselisihan
dan perpecahan tengah-tengah umat Islam.
Demikian khalifah Utsman bin Affan yang dikenal jujur, pemalu, sederhana, dermawan,
lemah lembut, usianya yang sudah lanjut, dan perhatiannya terhadap rakyat dimanfaatkan
oleh musuh maupun kerabatnya demi kepentingan pribadi maupun golongan.

5. Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib(35-40 H / 656- 661M)


`Ali bin Abi Thalib lahir (Mekah, 603-Kufah, 17 Ramadhan 40/24 Januari 661). Khalifah
keempat terakhir dari al-Khulafa ar-Rasyidin (empat khalifah besar); orang pertama yang
masuk Islam dari kalangan anak-anak, sepupu Nabi saw. yang kemudian menjadi
menantunya. Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasim bin Abdul Manaf, adalah
kakak kandung ayah Nabi saw. Abdullah bin Abdul Mutholib. Ibunya bernama Fatimah binti
As’at bin Hasyim bin Abdul Manaf. Sewaktu lahir dia di beri nama Haidarah oleh ibunya.
Namun kemudian di ganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia enam tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi saw. sebagaimana Nabi
saw. pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul, Ali
baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah
Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi saw. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah saw, taat
kepadanya dan banyak menyaksikan Rasulullah saw, menerima wahyu. Ia anak asuh
Rasulullah saw, ia banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala
persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis.
Sewaktu Rasulullah hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar al-Siddiq, Ali diperintahkan
untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah saw. dan tidur di tempat tidurnya. ini dimaksudkan
untuk memperdaya kaum Quraisy, supaya mereka menyangka bahwa Nabi masih berada di
rumahnya. Ketika itu kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi saw. Ali juga
ditugaskan untuk mengembalikan sejumblah barang titipan kepada pemilik masing-masing.
Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa
sedikitpun merasa takut. Melalui cara itu Rasulullah saw. dan Abu Bakar selamat
meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui oleh kaum Quraisy.
Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya menggetarkan hati
lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi saw.) bernama “Zulfikar”.
Ia turut serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi saw. dan selalu
menjadi andalan pada barisan depan.
Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam
sebagaimana tergambar dari sabda Nabi saw. “aku adalah kotanya ilmu pengetahuan sedang
Ali sebagai pintu gerbangnya”. Karena itu, nasehat dan fatwanya selalu di dengar para
Khalifah sebelumnya. Ia selalu di tempatkan pada jabatan kadi atau Mufti.
Ali diberi juga julukan (gelar) Abutturab (arti letterliknya “pak tanah”) dijuluki demikian,
karena pada suatu saat ia tidur di Masjid, pakainya terlepas dari badan, hingga ia tidur di atas

18
tanah tanpa alas. Kemudian ia dibangunkan oleh Nabi, sambil berkata, “bangunlah, hai
Abutturab” dan gelar itulah tampaknya amat di sukainya.
Dialah seorang anak kecil yang mula pertama membenarkan tindak tanduk Nabi saw. dan
masuk Islam sedang umurnya baru menginjak delapan tahun. Berarti ia memiliki jiwa yang
tidak dikotori oleh keadaan-keadaan jahiliah dan satu kalipun tidak pernah ikut menyembah
berhala, karena itu kepadanya disebutkan: “Karramallahu Wajahahu” yang artinya: semoga
Allah memuliakan Wajahnya, sementara kepada para sahabat lainnya hanya disebutkan
“Radliallahu ‘Anhu” yang artinya, semoga Allah Meridhoinya.
Ali terkenal sebagai seorang yang tidak mencintai dunia meskipun bila ia mau, peluang untuk
itu sangatlah mudah. Ia ahli dalam berpidato, memiliki sastra dan juga bahasa yang indah
dengan lidah yang fasih. Ia juga hafal Al-Qur’an serta mengumpulkannya dan
membetulkannya di hadapan Nabi.
adalah orang pertama dari golongan Bani Hashim yang menjadi khalifah, seorang yang mula-
mula meletakkan dasar ilmu Nahwu atau Gramatika Bahasa Arab. Dia juga yang diserahi
untuk melakukan perang tanding pada permulaan dan pendahuluan perang Sabil yang
pertama, yaitu perang Badar. Pantaslah kalau ia termasuk kelompok sepuluh yang disebutkan
oleh Nabi yang dijamin masuk surga.
Ali bin Abi Thalib juga seorang yang mendapat kehormatan dan kepercayaan Nabi saw.
dengan mengutusnya ke Negeri Yaman, ketika usianya masi sangat muda belia, tapi ia di
do’akan oleh Nabi : “Ya Tuhan, pimpinlah hatinya dan tetapkanlah lidahnya” sehingga
seluruh sahabat mengakui bahwa Ali-lah orang yang dipandang lebih mengetahui tentang
Hukum dan Peradilan.
Ali juga pernah mendapat kehormatan untuk menjabat sebagai wakil Nabi yaitu menjadi Wali
Kota Madinah ketika Nabi pergi bersama Jaisu Usrah diperang Tabuk. Ketika Ali berkata
kepada Nabi, “Ya Rasulullah, mengapa tuan tinggalkan saya bersama orang-orang
perempuan dan anak-anak”? lalu dijawab oleh Nabi,

َّ ِ‫ أَ ْنتَ ِمنِّى بِ َم ْن ِزلَ ِة هَارُوْ نَ ِم ْن ُّموْ َسى اِاَّل اَّنَهُ اَل نَب‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل لِ َعلٍّى‬
‫ي بَ ْع ِدى‬ َّ ِ‫اِ َّن النَّب‬
َ ‫ى‬
Terjemahan :“Bahwasanya Nabi saw berkata kepada Ali: “Engkau bagiku seperti Nabi Harun
menempati posisi Nabi Musa”, kecuali sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku.” (H.R.
Ahmad dan Bazzar).
Jadi ia mengikuti semua perang sabil yang di lakukan oleh Nabi kecuali perang tabuk ia
bertugas di Madinah. Sebagai seorang sahabat Nabi, ia juga memiliki kemauan dan
kelebihan. Ia adalah seorang yang pemurah, dermawan rendah hati, ramah tamah, jujur,
amanah (dapat dipercaya) qana’ah (mencakup dengan apa yang ada dengan tidak berlebih-
lebihan), adil disiplin dan banyak lagi.
5.1 Situasi Politik menjelang pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Situasi politik menjelang pengangkatan Ali bin Abi Thalib cukup rawan mengingat Usman
terbunuh di tangan pemberontak. Pada kesempatan tersebut, Ibn Harb memegang kendali
keamanan kota Madinah sampai terpilihnya seorang Khalifah yang baru.

19
Segera setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat
menjadi Khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut
menduduki kursi Khalifah setelah Usman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali
berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang teramat penting, urusan
tokoh-tokoh Ahl asy-Syura” bersama para pejuang Perang Badar
Pengangkatan Syaidina Ali menjadi Khalifah tidaklah sebagaimana yang dilakukan terhadap
Abu Bakar dan Umar, sebab hanya orang-orang yang Pro terhadap Ali yang melakukan Baiat
(penobatan) itu. Ali memegang jabatan pada hari Jum’at 13 Zulhijjah 35 Hijriah, dan orang
yang pertama kali melakukan baiat terhadap Syaidina Ali adalah Thalhah yang akhirnya
justru memihak Mu’awiyah.
Setelah pembaiatan, Ali mengucapkan pidato yang isinya antara lain: “Wahai manusia, kamu
telah membaiat saya sebagaimana yang telah dilakukan kepada Khalifah-khalifah yang
dahulu dari padaku. Saya hanya menolak sebelum jatuh pilihan, apabila pilihan telah jatuh,
menolak tidak boleh lagi. Imam harus teguh dan rakyat harus patuh. Baiat terhadap diriku ini
adalah yang rata, yang umum. Barang siapa yang mungkir dari padanya terpisahlah ia dari
agama Islam.
Banyaknya peperangan yang terjadi pada masa pemerintahan Ali dan yang terpenting adalah
dua hal, yaitu peperangan jamal (unta) dan peperangan Siffin.
5.2 Prinsip Politik Ali bin Abi Thalib
Prinsip Politik Ali tergambar bahwa ia seorang yang berani, yang memiliki kepribadian yang
mulia bahkan sebagai seorang anak asuh Rasulullah ia banyak menerima ilmu mengenai
rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis.
Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, ia mengikuti Rasulullah sejak kecil baik dalam suka
dan duka, dan tentunya hal tersebut mempengaruhi dalam melaksanakan pemerintahannya.
Meskipun di belakang hari ia tidak mampu untuk mengembalikan pemerintahan sebagaimana
Rasulullah karena situasinya yang cukup berbeda. Hal yang menonjol prinsip Ali adalah
kompromi politik, hal tersebut tergambar pada saat pemberontakan Thalhah dan sekutu-
sekutunya.
5.3 Kebijakan Politik Ali bin Abi Thalib
Tindakan dan kebijaksanaan Ali setelah resmi memegang jabatan Khalifah adalah
memberhentikan semua gubernur yang diangkat oleh Usman, termasuk Mu’awiyah, dengan
mengangkat pejabat-pejabat baru. Tanah-tanah yang dibagikan di zaman Usman kepada
keluarganya ditarik kembali. Khalifah Ali juga menerapkan pengawasan yang sangat ketat
agar tidak terjadi penyelewengan oleh para pejabat pemerintah. Ternyata para pejabat baru
yang diangkat oleh Ali menimbulkan Pro dan Kontra di kalangan rakyat daerah. Ada yang
menerima dan ada pula yang menolak, serta ada yang bersikap netral seperti Mesir dan
Basrah. Penggantian para pejabat baru ini dilakukan oleh Ali pada awal tahun 36 Hijriyah.
Pemerintahan Ali juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan setelah pemberontakan di
Kabul dan Sistan ditumpas, ia juga mendirikan pemukiman-pemukiman meliter perbatasan
Syria dan membangun benteng-benteng yang kuat di utara perbatasan Parsi.

20
Dalam pengelolaan uang negara Khalifah Ali mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh
khalifah Umar, harta rakyat dikembalikan kepada rakyat. sikap jujur dan adil yang diterapkan
oleh Ali ini, menimbulkan amarah di antara sejumblah pendukungnya sendiri dan kemudian
berpihak kepada Mu’awiyah. Khalifah Ali juga menberi contoh mengenai persamaan di
depan hukum dan peradilan, hal ini menunjukkan bahwa prinsip persamaan semua lapisan
sosial dan etnik di depan hukum, dan peradilan bebas diteruskan oleh Ali sebagaimana pada
masa-masa sebelum sejak masa Rasulullah.
5.4 Perang jamal

adalah perang yang dipimpin oleh Aisyah (istri Nabi


saw), Thalhah dan Zubairmelawan Imam Ali as khalifah kaum Muslimin waktu itu. Perang
ini meletus pada tahun 36 H/656 di sekitar Bashrah. Aisyah dan pasukannya menyulut api
perang dengan alasan balas dendam atas pembunuh Utsman bin Affan, khalifah Ketiga.
Aisyah hadir dalam perang ini dan naik unta berambut merah. Penamaan perang ini dengan
nama Perang Jamal (unta betina) adalah karena hal ini. Perang ini adalah perang pertama kali
yang terjadi di antara kaum Muslimin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, terjadi
suatu peristiwa yang menghebohkan kaum muslimin, yaitu terbunuhnya Khalifah Usman bin
Affan. Beliau terbunuh dalam keadaan membaca Al-Quran, hingga darah bercucuran dalam
mushaf yang beliau baca.Umat muslim dibuat heboh dengan kabar ini. Khalifah Ali bin Abi
Tholib, sebagai penganti kekhalifahan berikutnya, dituntut untuk mengusut tuntas kasus
pembunuhan Khalifah Ustman bin Affan.Proses pengusutan kasus ini tidaklah mudah
sehingga membutuhkan waktu yang begitu lama. Para sahabat yang resah kemudian mengadu
kepada Aisyah RA. Aisyah kemudian mengirim pasukan agar datang ke Sayyidina Ali.
Tujuannya adalah mengajak kerjasama penyelesaian kasus terbunuhnya Sayyidina Ustman
RA.Ketika pasukan tersebut sampai ke kediaman Sayyidina Ali RA. Beliau mengira akan ada
penyerangan dikarenakan jumlah pasukan yang begitu banyak. Kesalahfahaman tersebut
membuat beliau menyiapkan pasukan dan mengirim utusan untuk menanyakan tujuan
pasukan yang datang tersebut. Pasukan Sayyidatina Aisyah menjelaskan bahwa kedatangan
mereka untuk mengajak kerjasama pengusutan kasus pembunuhan Khalifah Ustman
RA.Setelah mendengar penjelasan tersebut, Sayyidina Ali dan pasukannya merasa senang
dan menyambutnya dengan baik. Pada malam harinya, mereka tidur dengan tenang dan
damai, di bawah tenda-tenda di padang pasir kota madinah.Dalam kegelapan malam itu, ada
sekelompok orang yang menyelendup, baik pasukan Ali maupun Aisyah RA. Kelompok ini
adalah pengikut dari pembunuh Khalifah Ustman RA. Mereka ingin mengadu domba kedua
belah pihak dengan menyusup pada masing-masing kelompok agar keberadaan mereka tidak
dapat diketahui. Pasukan penyusup ini dibagi menjadi dua kelompok, satu menyerang
pasukan Ali, satu lagi menyerang pasukan Aisyah.Dalam kegelapan malam yang gelap gulita,
yang terdengar hanyalah suara pertempuran dan hantaman pedang. Pasukan Sayyidina Ali
mengira bahwa terjadi penyerangan oleh pasukan Sayyidatina Aisyah, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu, pasukan Sayyidina Ali dan Sayyidatina Aisyah saling menyerang dan terjadi
pertempuran dahsyat di kegelapan malam itu. Pertempuran ini disebut sebagai perang Jamal.
Ribuan korban syahid berjatuhan. Termasuk di antaranya adalah sahabat dekat nabi, yaitu
Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awaam. Dalam peperangan ini dimenangkan oleh
pasukan khalifah Ali bin Abi Thalib, walaupun khalifah ali bin Abi halib mmenangkan nya
tetapi tidak mengurangi raha hormat eliau kepada sayyidah Aisyah sebagai istri dari
Rasulullah maka selepas peperangan Khalifah Ali bin Abi Thalib mengantarkannya pulang
ke Madinah dengan penuh kemuliaan dan kehormatan. Sebab, dahulu Nabi pernah
memerintahkan kepada Ali agar memuliakan dan menghormati Aisyah.

21
Diriwayatkan dari Ali; dia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda kepadanya: “Akan
terjadi suatu masalah antara kau dan Aisyah.” Ali berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu,
tentu aku akan menjadi orang yang paling celaka.” Rasulullah berkata: “Tidak demikian
adanya, tapi jika itu terjadi, maka kembalikanlah dia (Aisyah) ke tempatnya yang
aman.”12 Maka Ali pun melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah
kepadanya.
Sejarah mencatat berbeda mengenai jumlah orang yang terbunuh pada Perang Jamal.
Berdasarkan riwayat yang berasal dari Abu Khatsamah dari Wahab bin Jarir jumlah pasukan
Bashrah yang terbunuh sebanyak 2500 orang. Dalam riwayat yang lain jumlah orang-orang
Jamal antara 2500 hingga 6000 orang.  Demikian juga dilaporkan bahwa jumlah syuhada dari
pasukan Imam Ali as yang gugur sebagai syahid sebanyak 400 hingga 500 orang.
5.5 Perang shiffin dan Arbitrase

Setelah  Perang Jamal dan Ali dibaiat oleh mayoritas kaum Anshar dan Muhajirin, Ali
memindahkan kursi kekhalifahannya dari Madinah ke Kufa. Dari Kufa, ia mengirim
gubernur-gubernur baru yang menerima pemikirannya, untuk mengambil alih fungsi
administraif provinsi-provinsi yang memberontak. Akan tetapi salah satu dari para
gubernur itu menolak berbaiat kepadanya, ia dalah gubernur Syam, Muawiyah ibn Abu
Sofyan.

Muawiyah merupakan politikus yang sangat licin dan mempunyai ambisi besar.
Perangainya yang lemah lembut dan tidak segan-segan mengelurkan hartanya,
membuatnya menjadi politikus yang disegani dan memiliki banyak sekutu.

Ketika Ali mengutus Jarir bin Abdullah untuk menyerahkan surat kepada Muawiyah
untuk berbaiat, Muawiyah tidak serta merta menerimanya. Ia justru mengumpulkan Amr
bin al-Ash dan tokoh-tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah.

Setelah bermusyawarah, mereka memutuskan untuk menolak berbaiat kepada Ali hingga
para pembunuh Utsman ditumpas atau Ali menyerahkan para pembunuh tersebut. Jika ia
tidak memenuhi permintaan ini maka  mereka akan memerangi Ali dan menolak berbaiat
kepadanya hingga mereka berhasil menghabisi seluruh pembunuh Utsman tanpa sisa.

Setelah itu Jarir pulang menemui Ali dan menceritakan keputusan Muawiyah dan
penduduk Syam. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib merespon ancaman Muawiyah
dengan berangkat dari Kufah bertujuan untuk menduduki Syam. Ia mempersiapkan 
pasukan di Nukhailah dan menunjuk Abu mas’ud Uqbah bin Amru sebagai amir
sementara di Kufah.

Sebelum berangkat beberapa orang menganjurkan agar khalifah tetap tinggal di Kufah
dan cukup mengirim pasukan ke sana, namun beberapa orang lainnya menganjurkannya
supaya turut keluar bersama pasukan.

Ketika berita keberangkatan pasukan Ali sampai kepada Muawiyah, ia segera


bermusyawarah dengan Amr bin Ash yang juga menganjurkan Muawiyah untuk keluar
bersama pasukannya. Amr lalu berpidato di hadapan penduduk Syam bahwa
“Sesungguhnya penduduk Kufah dan Bashrah telah musnah pada perang Jamal, tidak
tersisa bersama Ali kecuali segelintir orang saja. Termasuk sekelompook orang yang
membunuh Khalifah Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Allah Allah! Jangan sia-
siakan hak kalian, jangan biarkan darah Utsman tertumpah sia-sia.”

22
Kemudian ia menulis pesan kepada seluruh pasukan di Syam, dalam waktu singkat
mereka sudah berkumpul dan mengangkat panji-panji bagi amir masing-masing. Pasukan
Syam telah bersiap-siap berangkat. Mereka bergerak menuju Eufrat dari arah Shiffin.
Sementara di pihak lain, Ali bersama pasukannya bergerak dari Nukhlailah menuju tanah
Syam.

A. Pecahnya Perang Shiffin

Kedua kubu saling berhadapan pada Juli 657 di tempat bernama Shiffin, di hulu sungai
Eufrat. Sesampainya di Shiffin kedua pasukan sempat saling berebut sumber air, hingga
menimbulkan konfrontasi kecil. Kemudian kedua pihak sepakat berdamai dalam urusan air
ini. Sehingga mereka saling berdesak-desakan di sumber air itu, mereka tidak saling berbicara
dan mengganggu.

Ali berdiam selama dua hari tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Muawiyah dan
Muawiyah pun juga melakukan hal yang sama. Kemudian Ali mengirim seorang utusan
kepada Muawiyah, namun kesepakatan belum juga tercapai. Muawiyah tetap bersikeras
menuntut darah pembunuh Utsman.

Setelah terjadi kebuntuan dalam negosiasi maka pertempuran antara keduanya pun tidak
dapat dihindarkan. Pada awalnya Ali mengajak Muawiyah untuk bertempur satu lawan satu,
supaya konflik di antara mereka segera usai. Sehingga siapa yang hidup ia adalah yang
menang dan menjadi khalifah. Namun, Muawiyah menolak ajakan itu, hanya Amr yang mau.

Ketika Ali dan Amr berhadap-hadapan dan menyentak lembing serta pedang masing-masing,
hampir saja Amr tewas oleh pedang Ali. Pedang Alli telah mengenai pinggangnya, hampir
menembus perutnya mengenai tali celananya dan putus, hingga auratnya terlihat. Ali tidak
mau melanjutkan pertempuran itu dan berbalik menuju tempat lain dan membiarkan Amr
menutupi auratnya.

Setelah itu, perempuran besar baru dimulai. Pada awalnya, Muawiyah mendominasi
pertempuran , tetapi akhirnya pasukan Muawiyah dipaksa mundur karena mendapat serangan
keras dari pasukan Ali. Bahkan, beberapa orang serdadu Ali telah sampai di depan kemah
Muawiyah.

Dalam pertempuran terakhir pada 28 Juli 657 M, pasukan Ali di bawah pimpinan Malik al-
Asytar hampir menang ketika Amr ibn al Ash dengan licik melancarkan siasatnya. Ia
memerintahkan pasukan Muawiyah untuk melekatkan salinan al-Quran di ujung tombak dan
mengangkatnya, sebuah tanda yang diartikan pasukan Ali sebagai seruan untuk mengakhiri
perang dan mengikuti keputusan al-Quran.

Ketika tombak-tombak pasukan Muawiyah diangkat, tentara Ali tidak menyerang lagi,
padahal mereka hampir menang. Ali sendiri menganggap itu hanya tipu daya musuh saja. Ia
berseru, “Wahai hamba Allah, teruskan merebut hakmu, teruskan memerangi musuhmu,
Muawiyah. Amr bin Ash, Ibnu bin Muith, Habib bin Muslimah, Ibnu Abi Sarah, dan Dhihak
ibnu Qais. Mereka itu bukanlah ahli agama, bukanlah ahli al-Quran. Aku lebih mengetahui
keadaan mereka. Aku berteman dengan mereka sejak kecil dan sampai dewasa. Pada waktu
kecil mereka hanyalah anak-anak nakal dan pada waktu besarnya mreka laki-laki yang jahat
semata. Mereka mengangkat al-Quran hanyalah rencana mereka. Mereka mengangkat al-
Quran tidak lain hanyalah tipuan.pecayalah pada apa yang kukatakan.”

23
Orang banyak itu menjawab, “tidak sampai hati kami akan meneruskan peperangan kalau
kami telah diseru  kepada kitab Allah.”
Pada awalnya Ali hendak meneruskan peperangan, tetapi suara pengikutnya pecah. Sebagian
dari mereka sudah tidak mau berperang lagi, sehingga Ali terpaksa menghentikan perang
dengan hati yang amat kesal. Perang pun akhirnya berakhir, dan konflik antar keduanya
dilanjutkan ke jalur perundingan.

B. Dimulainya Perundingan ( Arbitrase )

Setelah perang berhenti, Ali mengutus Asy’ats ibnu Qaist untuk menemui Muawiyah dan
menanyakan tentang tujuan mengangkat al-Quran di atas kepala tombak. Muawiyah
menjawab bahwa maskudnya adalah agar perkara ini dihukumkan saja menurut hukum
Kitabullah. Apa yang diputuskan oleh kedua orang yang diutus itu, maka kelak akan diterima.
Asy’ats tidak melawan usulan Muawiyah, dan kembali untuk menyampaikannya kepada Ali.

Sebelum Ali menyatakan pikirannya dengan tergesa-gesa banyak orang telah menjawab
setuju. Orang Syam yang mendengar itu lalu berkata bahwa utusan mereka adalah Amr bin
Ash. Lalu pengikut Ali (orang Irak) berkata, “Kami memilih Abu Musa al-Asy’ari.”

Ali yang mendengar pendapat kaumnya lalu berkata, “Jika telah kamu bantah perintahku
pada awal perkara ini, sekarang jangalah dibantah pula. Aku tidak suka berwakil pada Abu
Musa.” Abu Musa memang merupakan orang yang dikenal saleh tapi ia tidak begitu loyal
kepada Ali.

Namun, penolakan Ali justru ditekan oleh  mayoritas pengikutnya yang berkehendak untuk
mengutus Abu Musa. Sekali lagi Ali terpaksa menurut. Pada waktu itu, terlihat bahwa
pengaruh Ali mulai hilang terhadap pengikutnya. Di sisi lain, pengaruh Muawiyah semakin
menguat kepada pasukannya.

Kedua juru runding memegang dokumen kesepakatan tertulis yang memberikan otoritas
penuh untuk mengambil keputusan. Keduanya memutuskan untuk menunda perundingan
hingga bulan Ramadhan. Ali dan Muawiyah menyetujui tempat perundingan yaitu di
Daumatul Jandal, Adhruh.

Pada bulan Ramadhan yang telah disepakati atau pada Januari 659 M, kedua kubu bertemu
kembali di Daumatul Jandal, Adhruh, dengan membawa 400 saksi dari masing-masing pihak.

C. Perundingan yang Merugikan

Apa yang tepatnya terjadi dalam perundingan bersejarah ini sulit dipastikan. Berbagai versi
muncul dalam berbagai sumber yang berbeda. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa kedua
pihak sepakat untuk melengserkan kedua pemimpin mereka, sehingga melapangkan jalan
bagi calon baru. Akan  tetapi setelah Abu Musa yang lebih tua berdiri dan menegaskan bahwa
ia memecat Ali dari jabatan kekhalifahannya dan memilih Abdullah bin Umar, Amr
mengkhianatinya dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah.

24
Namun, kajian kritis yang dilakukan sejarawan-sejarawan modern, memperlihatkan bahwa
riwayat itu mencerminkan pandangan kelompok Irak (kebanyakan riwayatnya menjadi
rujukan) yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah, musuh Dinasti Umayyah.

Kemungkinan yang telah terjadi adalah bahwa kedua juru runding memecat kedua pemimpin
mereka, sehingga Ali menjadi pihak yang kalah, karena Muawiyah tidak memiliki jabatan
kekhalifahan yang harus diletakkan. Ia tidak lain hanyalah seorang gubernur sebuah provinsi.

Hasil arbitrase itu telah menempatkan dirinya setara dengan Ali, yang posisinya menjadi
tidak lebih dari pemimpin yang diragukan otoritasnya. Berdasarkan keputusan para arbitor,
Ali dilengserkan dari jabatan kekhalifahan yang sebenarnya, sementara Muawiyah
dilengserkan dari jabatan kekhalifahan fiktif yang ia klaim dan belum berani ia kemukakan di
depan publik.
Terdapat kerugian lain yang diderita Ali karena menerima tawaran arbitrase, yaitu turunnya
simpati sejumlah besar pendukungnya. Pendukung yang membelot itu akhirnya membentuk
sebuah sekte baru, bernama Khawarij. Kelompok ini pada perkembangannya akan memusuhi
Ali dan akhirnya menyebabkan khalifah terbunuh dalam perjalanannya ke Masjid Kufah,
pada 24 Januari 661 M. khalifah Ali dibunuh oleh seorang khawarij bernama Abdurrahman
bin Muljam.

25
BAB III. PEMBAHASAN
Kondisi Islam dan umat muslim pada masa khulafaurrasyidin
Pada masa khulafaur rasyidin, Islam dan umat muslim mengalami berbagai macam
permasalahan, yaitu :

No Khalifah Kondisi

1.      Kondisi Islam menjadi tidak stabil sepeninggal nabi.


2.      Muncul nabi-nabi palsu (Musailamah Al-kadzab).

3.      Muncul kelompok yang murtad.

4.      Fokus pada penstabilan politik masih dalam jangkauan internal.

5.      Setelah kondisi politik stabil, Abu Bakar focus pada ekspansi ke
luar. Yaitu Persia dan Romawi Timur.
1. Abu Bakar ash-shiddiq

1.      Islam mengalami masa yang gemilang.


2.      Politik dalam negeri stabil.

3.      Sehingga ekspansi difokuskan ke luar wilayah.


2. Umar bin Khattab

1.      Masa ini lebih bersifat merebut kembali wilayah yang sudah
ditaklukkan pasukan Islam sebelumnya.
2.      Masa ini menguasai wilayah Tripoli di Barat sampai seluruh Asia
Tengah di Timur, Yaman, Azerbaijan, Turkistan.
3. Usman bin Affan

4. Ali bin Abi Thaalib 1.      Masa ini tidak terjadi ekspansi.
2.      Masa ini terlalu disibukkan oleh perpecahan di kalangan umat islam

26
sejak terbunuhnya Usman.

3.      Terjadinya Waqiah al Jamal dan Tahkim sebagai bukti adanya


kejadian dalam negeri yang harus diselesaikan.

Pada setiap kepemimpinan para khalifah memiliki nilai nilai tersendiri, pada masa
kepemimpinan khalifah Abu Bakar Asshidiq lebih difokuskan kepada pembenaran
pembenaran aqidah pada masyarakatnya karena banyak dari kaum muslimin yang kembali
kepada ajaran nenek moyangnya sepeninggal Rasulullah SAWserta penstabilan politik
internal. walaupun dilakukan ekspansi tetapi tidak sebanyak ekspansi yang dilakukan pada
zaman khalifah Ummar bin Khatab.

Pada masa kepemimpinana khalifah Ummar bin Khatab islam mengalami masa gemilang dan
politik yang stabil maka dari itu pada masa ini banyak melakukan ekspansi.

Pada masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan lebih berfokus kepada penstabilan
ekonomi dan perebutan kembali wilayah wilayah Islam.Dampak dari pemfokusan ekonomi
adalah pengangkatan gubernur pemerintahan yang notaben nya masih keluarga dan kerabat
khalifah Utsman bin Affan karena kemampuan mereka yang terkenal mahir dalam bidang
berbisnis, tetapi ini semua menyebabkan polemik yang di manfaatkan oleh mereka yang
membenci Islam yaitu seorang yaudi yang bernama Abdullah bin Saba atau dikenal lain Ibnu
Sauda, ia memanfaatkan keadaan dengan menghasut masyarakat yang masih lemah aqidah
nya dan tudak begitu mengetahui tentang islam, lalu ia mengkambing hitamkan pemerintahan
Khalifah Utsman dimaa masyarakat, sehingga terjadilah pemberontakan yang menggoyahkan
persatuan Islam. Yang mana dari sini lah berlanjut pada masa masa berikutnya sehingga
dampak nya dapat dirasakan sampai zaman ini.

Pada masa kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib dapat dikatakan tidak melakukan
ekspansi karena khalifah Ali berfokus kepada perbaikan kesatuan umat islam yang kala itu
terpecah belah setelah kepergian khalifah Utsman, pun juga perpecahan ini tidak luput dari
ulah Yahudi yaitu Abdullah bin Saba, yang mana diceritakan bahwa ia menyuruh beberapa
budaknya untuk mengadu dombakan pemerintahan khalifah Ali dengan Sayyidah Aisyah Istri
Rasullullah sehingga terjadi peperangan yag dinamakan perang jamal. Tidak sampai situ
Abdull bin Saba memporakporandakan Islam, ia juga menyulut api kebencian dan mengadu

27
dombakan pemerintahan Khalifah Ali dengan Muawwiyah bin Abi Sufyan serta pengikutnya
shingga terjdilah peperangan yaitu perang shiffin. Dari rentetan kejadin tersebut terbentuk lah
beberapa golongan muslim yang baru yaitu Syiah, Kawarij dan Mutazillah.

BAB IV. KESIMPULAN

No Nama Mulai Berakhir Lama Umur

1. Abu Bakar 11H/632M 13H/634M 2 Th 3 Bln 63 Tahun

2. Umar 13H/634M 23H/644M 10 Th 6 Bln 63 Tahun

3. Usman 23H/644M 35H/656M 12 Th 82 Tahun

4. Ali 35H/656M 40H/661M 4 Th 9 Bln 63    ahun

No   Abu Bakar Umar Usman Ali

Tim formatur
1. Proses pengangkatan Dibaiat Umar Wasiat Abu Bakar Umar Ahlul Madinah

Adanya tindakan Terjadi konflik


pembersihan Nabi-nabi Internal, seperti
Palsu dan Kaum Pembunuhan Tahkim dan perang
2. Peristiwa penting Murtad Penaklukan Persia Khalifah Usman Shifin

Fokus pada
pembenahan Islam dan
Politik Internal serta Afrika, Siprus,
memadamkan Damaskus, Suriah, Armenia, Kabul,
3. Ekspansi pemberontak Mesir dan Irak Farghanah –

28
Penyusunan Al-
Pembenahan Quran yang
Administrasi sekarang disebut
Negara dan Quran mushaf
Penggalan Islam Usmani serta
Mengumpulkan Al- dari awal Hijrah Perluasan Masjid
4. Kontribusi Quran Nabi SAW Nabawi –

Dibunuh dalam
Dibunuh oleh Abu Upaya konspirasi Dibunuh oleh
Lu’luah (budak diantaranya Abdurrahman bin
5. Wafat Sakit Persia) Ghafiqi Muljam

Lembut dan Berani dan bersikap


6. Sifat Pribadi Bijaksana Berani dan Adil Agamis ilmiah

Dari berbagai macam kejadian dimasa Khulafaurrasyidin ini dapat disimpulkan bahwa kita
selaku umat muslim harus lah cermat dalam menilai dan mengikuti sesuatu. Tetap berpegang
teguh pada ajaran agama Islam dan mengikuti syariat Rasulnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Works Cited
admin AsliBumiAyu. (2013). Perang Jamal, Bagaimana Kronologis Peperangan Tersebut, Siapa
Dalang Terjadinya Peperangan? Ternyata Pendiri Syiah Berada Dibalik semua ini.
https://aslibumiayu.net/6112-perang-jamal-bagaimana-kronologis-peperangan-tersebut-
siapa-dalang-terjadinya-peperangan-ternyata-pendiri-syiah-berada-dibalik-semua-ini.html.

Drs. Samsul Munir Amin, M. P. (n.d.). Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: AMZAH.

HAKAMALMUN. (2015). SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN.


https://hakamalmun.wordpress.com/2015/10/25/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-
khulafaurrasyidin/.

Ibnu Katsir. (2004). Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafaurrasyidin. jakarta: Darul Haq.

KNOWLEDGE IS FREE. (2015). Makalah Masa Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan
Umar Bin Khaththab. https://knowledgeisfreee.blogspot.com/.

Tongkrogan Islami. (n.d.). Biografi dan Sejarah Kepemimpinan Khalifah Ali Bin bin Thalib.
https://www.tongkronganislami.net/biografi-dan-sejarah-kepemimpan-ali-bin-abi-thalib/.

30

Anda mungkin juga menyukai