Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo berarti
cinta dan sophia berarti hikmat (kebijakan) atau kebenaran. Jadi,
filsafat berarti cinta kebijakan atau kebenaran.

Agama berasal dar bahasa Sankskrit, a berarti tidak dan gam


berarti pergi. Jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat. Setelah
diketahui pengertian filsafat dan agama, maka definisi filsafat gama
diperoleh dari gabungan keduanya, yaitu sebagai suatu usaha
membahas tentang unsur-unsur pokok agama secara mendalam,
rasional, menyeluruh, sistematis, logis, dan bebas.

Menurut Karl Rahner, filsafat agama adalah sebuah antropologi


metafisik yang bersifat teologi dasar, yaitu manusia sebagai pribadi
bebas yang berhadapan dengan Tuhan yang mungkin mewahyukan
diri1.

Ketika seseorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka


timbullah tandatanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal.
Dalam lubuk hati yang dalam, memanar kecenderungan untuk tahu
berbagai rahasia yang masih merupakan misteri yang terselubung.

Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain, dari mana saya ini,


mengapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan lain-lain
bisikan kalbu. Dari arus pertanyaan yang mengalir dalam bisikan hati
itu, terdapat suatu cetusan yang mempertanyakan tentang penguasa
tertinggi alam raya ini harus terjawab. Ketika pandangan diarahkan
ke lazuardi biru, maka hati pun bergetar, siapa yang menata langit
dan membangungnnya sedemikian kekar dan indah2.
1
https://www.academia.edu/34621919/BUKU_FILSAFAT_AGAMA_Prof
2
Ya’qub, Hamzah. 1991. FILSAFAT AGAMA Titik Temu Akal Dengan Wahyu. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
hlm. 1.
1.2 Rumusan Masalah

2.1 Jelaskan pengertian filsafat dengan ketuhanan!

2.2 Jelaskan filsafat ketuhanan!

2.3 Sebutkan hikmah dari mempelajari filsafat ketuhanan!

2.4 Jelaskan apa itu agama dan filsafat ?

2.5 Jelaskan hubungan agama dengan filsafat!

2.6 Jelaskan perbedaan agama dan filsafat!

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1     Untuk mengetahui pengertian dari filsafat dengan ketuhanan

1.3.2     Untuk mengetahui penafsiran filsafat ketuhanan

1.3.3     Untuk mengetahui hikmah dari mempelajari filsafat ketuhanan

1.3.4     Untuk mengetahui apa itu agama dan filsafat

1.3.5     Untuk mengetahui perbedaan agama dan filsafat


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat dengan Ketuhanan


Sebelum dikaji pengertian “Filsafat Ketuhanan” maka terlebih dahulu perlu
diketahui apa arti “filsafat” dan bagian-bagiannya di mana Filsafat Ketuhanan
merupakan salah satu bagian daripadanya.

Dilihat dari segi bahasa, maka perkataan “filsafat” adalah bentuk kata Arab yang
berasal dari bahasa Yunani “philosophia”, yang merupakan kata majemuk. Philo berarti
suka atau cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan, jadi arti menurut namanya saja :
cinta kepada kebijaksanaan.

Dalam bahasa Belanda didapati perkataan “Wijsbegeerte”. Wijs, berarti cakap,


pandai, atau bijaksana. Begeerte, adalah nama benda atau pekerjaan. Begeren,
mengandung arti “menghendaki sekali” atau “ingin sekali”3.

2.2 Filsafat Ketuhanan

Seperti telah diterangkan di atas, bahwa filsafat ialah kebijaksanaan menggunakan


akal-pemikiran untuk menemukan kebenaran, maka Filsafat Ketuhanan (Teologi
Filsafat) adalah hikmah (kebijaksanaan) menggunakan akal-pemikiran dalam
menyelidiki ada dan Esa-Nya Tuhan.
Istilah ini nampaknya masih baru, namun pada hakekatnya tidaklah baru dalam
materi, justru persoalan mencari dan menyelidiki Tuhan telah ada semenjak manusia
ada di permukaan bumi ini. Sungguhpun istilah baru muncul setelah para ahli fikir
mengemukakan kesimpulannya bahwa faham Ketuhanan bukan hanya suatu dogma
belaka, atau suatu kepercayaan yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya melalui akal-
fikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar (yang
sesuai dengan objeknya) yang dapat diuji melalui logika akademi.

3
Ya’qub, Hamzah. 1991. FILSAFAT AGAMA Titik Temu Akal Dengan Wahyu. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
hlm. 2.
Tegasnya, Ketuhanan adalah suatu kebenaran yang logis yang dapat dibuktikan
melalui kaidah-kaidah logika. Dengan melihat adanya berbagai istilah yang
dipergunakan dalam masalah Ketuhanan ini dapatlah diketahui betapa besar perhatian
dan usaha manusia menyelidiki Ada dan Esa-Nya Tuhan. Demikianlah, maka penulis
W. Durrant mengemukakan: Dalam segala bangsa yang telah mempunyai kecerdasan
akal-fikiran dan kemajuan ilmu pengetahuan dari zaman purba sampai zaman sekarang
ini, tidak jemu, tidak puas dan tidak henti-hentinya orang mencari-cari alasan-alasan
untuk menetapkan keadaan Allah dengan bukti-bukti yang cukup untuk budi dan
fikirannya.

Demikian juga Prof. Jung mengemukakan argumentasinya : Orang yang mengejek-


ejek dengan memberi hypothese bahwa cita-cita Ketuhanan Yang Maha Esa itu ada satu
hal yang “onwetenschappelijke” sudah tentu dengan mudah dijawab dengan jawaban :
Kenapa segenap manusia di bumi ini mempelajari Ketuhanan itu dengan ilmu dan
filsafat di dalam menunjukkan fikirannya di dalam hal ini4.

2.3 Hikmah Mempelajari Filsafat Ketuhanan

Sesuatu ilmu dipelajari karena ada manfaatnya, Kian sadar seorang akan gunanya
kian sabar pula mempelajarinya. Demikianlah halnya dengan Filsafat Ketuhanan
sebagai suatu cabang filsafat mempunyai manfaat tertentu. Manfaat-manfaat itu antara
lain dapat mengetahui bukti-bukti adanya Tuhan menurut akal pikiran, mengetahui
sistim dan metode masing-masing ahli pikir (filosof) yang tunjang-menunjang
membuktikan adanya Tuhan dengan argumentasi logika. Berikut beberapa manfaat
yang didapat ketika kita mempelajari Filsafat Ketuhanan.

1. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Fikiran


Sesuatu nikmat yang ada pada diri manusia ialah akal fikiran yang membuatnya
melebihi yang lain-lain mahkluk yang ada dimuka bumi ini. Dengan akal fikiran itulah
manusia dapat mencapai kemajuan yang bertangga-tangga dan merobah wajah dunia.
Tetapi manusia tidak hanya merasa puas dengan perubahan-perubahan yang dialaminya
dalam bidang kebudayaan, tetapi juga mencari kemajuan dalam nilai-nilai kerohanian
yang dijadikannya sebagai pedoman hidup.
4
Ya’qub, Hamzah. 1991. FILSAFAT AGAMA Titik Temu Akal Dengan Wahyu. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
hlm. 9-10.
2. Mengetahui jalan-jalan Fikiran para Filosof
Dengan mempelajari Filsafat Ketuhanan itu pula dapatlah diketahui sistem dan
metode para ahli fikir (filosof) yang jujur yang mempunyai arah yang sama dalam
mencari Tuhan. Mereka kadang-kadang menempuh jalan yang berbeda, tetapi
akhirnya samapi ke tempat tujuan dengan kesimpulan yang sama: Tuhan Ada dan
Maha Esa.

3. Mengetahui Kebathilan Atheisme


Menolak faham atheisme bukan semata karena dogma, melainkan logika
akademi ikut memberitahukan kebathilan faham atheisme itu di samping keterangan
wahyu. Akal fikiran membuktikan adanya Tuhan, maka akal fikiran pula
membathilkan faham yang tidak percaya adanya Tuhan. Dimana letak kebathilan dan
kelemahan itu? Di sinilah pentingnya mempelajari Filsafat Ketuhanan5.

2.4 Agama dan Filsafat

Dalam perspektif Juhaya S. Praja, baik agama maupun filsafat pada dasarnya
mempunyai kesamaan. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, yakni mencapai
kebenaran yang sejati. Namun di balik kesamaan itu, terdapat pula sejumlah perbedaan
antara keduanya.

Dalam filsafat, untuk mendapatkan kebenaran hakiki, manusia harus mencarinya


sendiri dengan mempergunakan alat yang dimilikinya berupa segala potensi lahir dan
batin. Sedangkan dalam agama, untuk mendapatkan kebenaran hakiki itu manusia tidak
hanya mencarinya sendiri, melainkan ia harus menerima hal-hal yang diwahyukan
Tuhan, dengan kata singkat percaya atau iman.

Walaupun antara kebenaran yang disajikan oleh agama mungkin serupa dengan
kebenaran yang dicapai oleh filsafat, tetapi tetap agama tidak bisa disamakan dengan
filsafat. Perbedaan ini disebabkan cara pandang yang berbeda. Di satu pihak agama
beralatkan kepercayaan, di pihak lain filsafat berdasarkan penelitian yang menggunakan
potensi manusiawi, dan meyakininya sebagai satu-satunya alat ukuran kebenaran, yaitu
akal manusia6.

5
Ya’qub, Hamzah. 1991. FILSAFAT AGAMA Titik Temu Akal Dengan Wahyu. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
hlm. 13-15.
6
Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 16.
Bab ini akan memfokuskan tentang hubungan agama dan filsafat. Ada beberapa
paradigma yang disuguhkan tentang hubungan dan filsafat, di sini mencakup paradigma
parsialistik, subordinatif, dan integralistik. Tulisan ini akan mengambil posisi
paradigma integratif. Dengan alasan tersebut, di akhir bab akan dieksplorasi lebih dalam
mengenai paradigma integratif dari perspektif islam.

2.4.1 Hubungan Agama dengan Filsafat


Ketika memperbincangkan hubungan antara agama dengan filsafat dalam
menggapai kebenaran, paling tidak ada sejumlah pertanyaan yang patut kita
renungkan: apakah agama dan filsafat sama-sama mencari kebenaran yang sama
atau kebenaran yang berbeda? Jika keduanya telah meraih kebenaran bagaimana
keduanya memformulasikan kebenaran yang telah digapainya? Apakah agama dan
filsafat mempunyai metode yang sama atau berbeda dalam memformulasikan
kebenaran yang telah ditangkapnya?, Akhirnya, apakah kebenaran yang
dikonstruksikan keduanya berbentuk sama atau berbeda? Ada beberapa dalam
menjawab problem-problem tersebut7.

2.5 Perbedaan Agama dan Filsafat

Perbedaan agama dan filsafat diterangkan oleh filosuf Ibnu Sina. Ia berpandangan


bahwa, walaupun agama dan filsafat mempunyai definisi yang sama
terhadap term kebaikan dan kebenaran, akan tetapi perhatian masing-masing terhadap
dua term tersebut berbeda. “Dari ajaran-ajaran Tuhan (agama) disadur prinsip-prinsip
praktikal kebijaksanaan serta batasan-batasannya secara sempurna.

Adapun terhadap teoritis kebijaksanaan, agama hanya berperan ‘mengingatkan’ dan


memberikan ruang luas kepada rasio untuk mencapainya untuk digunakan
sebagai hujjah bertindak”. ( Ibnu Sina, Risalah At-Tabiiyat) Apa yang mampu
disimpulkan adalah bahwa perhatian agama terhadap sisi praktikal
kebijaksanaan(hikmah) lebih besar dibanding sisi teori. Namun kita juga mengetahui
sebagian aliran filsafat ada yang serupa dalam hal ini, sehingga perbedaan ini tidak
cukup untuk menjadi pengklasifikasian antara esensi ajakan agama dengan ajaran-ajaran

7
Zaprulkhan. 2013. FILSAFAT UMUM Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
hlm. 43-44
filsafat, secara menyeluruh(muthrodah). Sementara, ilmuwan-ilmuwan barat
berpandangan perbedaan antara agama dan filsafat adalah sebagai berikut:

1. Filsafat dianut manusia kelas elit, yaitu orang-orang yang mempunyai akal atau
kemampuan berpikir cemerlang. Sementara agama dianut oleh kelas rendah(grassroot),
masyarakat kebanyakan. Mereka mengatakan bahwa tidak heran jika pertumbuhan
agama, kehidupan pembawa agama dan kondisi-kondisi ketika buku-buku agama
dituliskan, tidak terlepas dari catatan-catatan suram. Filsafat tidak mengalami ini, malah
kebalikannya.
2. Agama diwarisi oleh manusia dari pendahulunya, sementara filsafat diperoleh dari
kegiatan berpikir dan perenungan, yang terkadang bertentangan dengan keyakinan yang
diwariskan.
3. Falsafah selalu berevolusi, sementara agama cenderung kepada stagnan, tidak
berkembang. Hal ini wajar karena penganut agama tidak akan mau mengubah
keyakinannya setiap hari atau “mempertanyakan” ulang imannya, lebih-lebih penganut
agama yang mempunyai kitab suci yang diyakini sebagai wahyu Tuhan.
4. Agama tidak terlepas dari manifestasi sosial, berupa perayaan-perayaan, sebagai
tanda keterikatan penganutnya. Ide-ide agama juga butuh kepada bentuk ritual tertentu,
atau lambang-lambang tertentu, sebagai jalan bagi penganut
untuk merenew “perjanjian” keberagamaannya, yang selalu berpotensi untuk “terlupa”
karena kesibukan kehidupan duniawi. Sementera, filsafat tidak berhajat kepada ritual
atau perayaan seperti ini. Karena akidah filsafat selalu hadir dalam diri seorang filosuf
di hampir semua waktu dalam hidupnya. Filsafat juga tidak butuh kepada simbol
tertentu, karena akal tidak mewajibkan itu, dan kalau ternyata ditemui ada, maka itu
adalah sebuah penyimpangan dalam berfikir filsafat.

5. Agama hidup dan berkembang dengan naungan kekuatan atau kekuasaan, seperti
negara/kerajaan Filsafat hidup dalam alam bebas (tidak terikat)8.

BAB III PENUTUP


8
https://www.kompasiana.com/deny_goler/55123dd9a333115e56ba81aa/antara-filsafat-dan-agama
3.1 Kesimpulan

Pada hakikatnya filsafat adalah tuntutan untuk menyikapi


kehidupan dengan bijaksana. Segala sesuatu harus dipikirkan secara
mendalam dan menggunakan perspektif yang bermacam-macam.
Salah satunya melalui pandangan agama yang sama-sama menuntut
kebenaran.

Agama adalah jalan menuju kebenaran yang telah menjadi


keyakinan dalam diri manusia sebagai pegangan hidup. Agama
memerlukan filsafat begitu juga sebaliknya, agama membantu
menemukan jawaban yang tidak terjangkau oleh akal manusia, dan
filsafat membantu manusia menemukan jawaban yang tidak
terjangkau oleh ilmu pengetahuan.

Antara agama dan filsafat keduanya tentu memiliki persamaan


dan perbedaan. Terlepas dari itu, kebenaran yang mereka tuju adalah
untuk kepentingan manusia, jika agama secara batin atau rohani dan
filsafat secara rasio atau pemikiran.

B. Saran

Keyakinan itu penting untuk kehidupan bathin manusia, dan itu


kita butuhkan dari agama. Tapi akan lebih baik jika kita mampu
memenuhi keduanya, yaitu pemikiran yang rasional untuk menjawab
tantangan zaman. Itulah filsafat.
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.academia.edu/34621919/BUKU_FILSAFAT_AGAMA_Prof
 Ya’qub, Hamzah. 1991. FILSAFAT AGAMA Titik Temu Akal Dengan Wahyu. Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya, hlm. 1, 2, 9-10, 13-15
 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 16.
 Zaprulkhan. 2013. FILSAFAT UMUM Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, hlm. 43-44.
 https://www.kompasiana.com/deny_goler/55123dd9a333115e56ba81aa/antara-filsafat-
dan-agama

Anda mungkin juga menyukai