Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Peran

Peran berarti laku, bertindak. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran

ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dimasyarakat. (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

2016)

Sedangkan menurut Biddle dan Thomas dalam Sarwono (2013:224),

menyatakan bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-

perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.

Berdasakan pemaparan diatas dapat dijelaskan bahwa peran merupakan

seperangkat perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi

tugas dan tanggung jawabnya serta tindakan tersebut sangat diharapkan oleh

banyak orang.

2.2 Tinjauan tentang Program

Menurut Setiawan (2015), program yaitu rancangan mengenai asas serta

usaha (dalam ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya) yang akan

dijalankan. Di dalam program dibuat beberapa aspek yang mencakup hal-hal,

disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai :

a) Tujuan kegiatan yang akan dicapai

b) Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan


c) Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui

d) Perkiraan anggaran yang dibutuhkan

e) Strategi pelaksanaan

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih

mudah untuk dioperasionalkan.

2.3 Tinjauan tentang Desa Siaga

2.3.1 Pengertian Desa Siaga

Undang-undang Republik Indonesia No 6 tahun 2014 Tentang Desa

menyatakan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, siaga diartikan siap sedia.

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya

dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-

masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.

Desa yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau negeri atau istilah-

istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang


diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan

mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan

masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang

berpotensi menimbulkan KLB, kejadian bencana kecelakaan, dan lain-lain,

dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong.

Masyarakat di Desa Siaga harus melakukan PHBS, yaitu sekumpulan

perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran

yang menjadikan seseorang, keluarga atau masyarakat mampu menolong

dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilan pengembangan

desa siaga adalah penerapan PHBS di rumah tangga, institusi pendidikan,

tempat kerja, tempat umum, sarana kesehatan dan mengupayakan sarana dan

kemudahan untuk melakukannya. (Kemenkes RI, 2010)

Desa Siaga dengan nama lain yang penduduknya dapat mengakses

dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan

kesehatan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana

kesehatan yang ada wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya. Selain itu penduduknya juga

mampu mengembangkan UKBM dan melaksanakan survelans berbasis

masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi,

lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan


bencana, serta penyetahan lingkungan sehingga masyarakat menerapkan

PHBS. (Kemenkes, 2011)

2.3.2 Tujuan Desa Siaga

Tujuan dari dibentuknya desa siaga adalah:

1. Mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa.

2. Mengembangkan UKBM yang dapat melaksanakan surveilans berbasis

masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan

anak, lingkungan dan perilaku).

3. Menyiapsiagakan masyarakat untuk menghadapi masalah-masalah yang

berhubungan dengan kesehatan masyarakat.

4. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga

di desa atau kelurahan.

2.3.3 Sasaran Desa Siaga

Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa

siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu

melaksanakan hidup sehat, serta perduli dan tanggap terhadap

permasalahan kesehatan di wilayah desanya.

2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan

keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan


perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh

perempuan dan pemuda, kader, serta petugas kesehatan.

3. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan,

peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain,

seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur,

dan pemangku kepentingan lainnya.

2.3.4 Kriteria Desa Siaga

Untuk menentukan desa atau kelurahan sudah termasuk desa atau

kelurahan siaga aktif dapat menggunakan 8 indikator berikut: (Kepmenkes,

2010)

1. Forum Masyarakat Desa/Kelurahan

2. Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa/Kelurahan

Siaga Aktif

3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar

yang memberikan pelayanan setiap hari.

4. Posyandu dan UKB lainnya aktif

5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa/Kelurahan yang

bersumber dari Pemerintah,Desa/Kelurahan, masyarakat dan dunia usaha.

6. Peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.

7. Peraturan Kepala Desa atau peraturan  Bupati/Walikota.

8. Pembinaan PHBS di rumah tangga


2.3.5 Tahapan Desa Siaga

Terdapat 4 (Empat) tahapan desa siaga, yaitu:

1. Desa/Kelurahan Siaga Aktif  Pratama :

a) Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan, tetapi belum

berjalan

b) Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/ Kader Kesehatan

Desa/Kelurahan Siaga Aktif minimal 2 orang

c) Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari

d) Sudah memiliki posyandu, tetapi UKBM lainnya tidak aktif

e) Sudah ada dana untuk pengembangan Desa/Kelurahan Siaga aktif

dalam anggaran pembangunan Desa/Kelurahan tetapi belum ada

sumber dana lainnya

f) Ada peran aktif dari masyarakat namun belum ada peran aktif

organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga

Aktif

g) Belum memiliki peraturan di tingkat Desa/Kelurahan yang melandasi

dan mengatur pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif

h) Kurang dari 20 persen rumah tangga di desa/kelurahan mendapat

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

2. Desa/Kelurahan Siaga Aktif Madya


a) Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan yang berjalan,

tetapi belum secara rutin setiap triwulan.

b) Sudah memiliki Kader pemberdayaan Masyarakat / kader kesehatan

Desa/Kelurahan Siaga Aktif antara 3-5 orang.

c) Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan setiap

hari.

d) Sudah memiliki posyandu dan 2 UKBM lainnya yang aktif.

e) Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa/Kelurahan

Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan Desa/Kelurahan Siaga

Aktif dalam anggaran pembangunan Desa/Kelurahan serta satu

sumber dana lainnya baik dari masyarakat ataupun dunia usaha.

f) Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari satu ormas

dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga aktif.

g) Sudah memiliki peraturan di tingkat Desa/Kelurahan yang melandasi

dan mengatur pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif , tetapi

belum direalisasikan.

h) Minimal 20 persen rumah tangga di Desa/Kelurahan mendapat

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

3. Desa/Kelurahan Siaga Aktif Purnama

a) Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan yang berjalan

secara rutin, setiap triwulan.


b) Sudah memiliki kader pemberdayaan masyarakat/kader kesehatan

Desa/Kelurahan siaga aktif antara 6-8 orang.

c) Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.

d) Sudah memiliki posyandu dan 3 UKBM lainnya yang aktif.

e) Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa/Kelurahan

siaga aktif dalam anggaran pembangunan Desa/Kelurahan serta

mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia usaha.

f) Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari dua ormas

dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif.

g) Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat Desa/Kelurahan

yang melandasi dan mengatur pengembangan Desa/Kelurahan siaga

aktif.

h) Minimal 40 persen rumah tangga di Desa/Kelurahan mendapat

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

4. Desa/Kelurahan Siaga Aktif Mandiri :

a) Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan yang berjalan

secara rutin setiap bulan.

b) Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/ kader kesehatan

Desa/Kelurahan Siaga Aktif lebih dari Sembilan orang.

c) Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.


d) Sudah memiki posyandu dan lebih dari 4 (UKBM) lainnya yang aktif

dan berjejaring.

e) Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa/Kelurahan

Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan Desa/Kelurahan serta

mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia usaha.

f) Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari dua ormas

dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif .

g) Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat Desa/Kelurahan

yang melandasi dan mengatur pengembangan Desa/Kelurahan siaga

aktif.

h) Minimal 70 persen rumah tangga di Desa/Kelurahan mendapat

pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Dengan ditetapkannya tingkatan atau kategorisasi tersebut diatas, maka

Desa/Kelurahan Siaga yang saat ini sudah dikembangkan harus dievaluasi

untuk menetapkan apakah masih dalam kategori Desa/Kelurahan Siaga atau

sudah dapat dimasukan ke dalam salah satu dari tingkatan/kategori

Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu kepada

petunjuk teknis yang disusun bersama oleh Kementrian Dalam Negeri dan

Kementrian Kesehatan.

2.3.6 Keberhasilan Program Desa Siaga

Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4

kelompok indikator:
1. Indikator Input

 Jumlah kader desa siaga.

 Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.

 Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.

 Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.

 Tersedianya dana operasional desa siaga.

 Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.

 Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan

yang dijumpai dalam warna yang sesuai.

 Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita

gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).

2. Indikator proses

 Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan

sebagainya).

 Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.

 Berfungsi/tidaknya poskesdes.

 Berfungsi/tidaknya UKBM/posyandu yang ada.

 Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah kesehatan

berbasis masyarakat.

 Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

 Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari masyarakat.

3. Indikator Output
 Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani.

 Jumlah kunjungan neonates (KN2).

 Jumlah BBLR yang dirujuk.

 Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani.

 Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat MP-ASI.

 Jumlah balita yang mendapat imunisasi.

 Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam.

 Jumlah keluarga yang punya jamban.

 Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.

 Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.

 Adanya data kesehatan lingkungan.

 Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu

yang menjadi masalah setempat.

 Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.

4. Indikator outcome

 Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.

 Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.

 Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.

 Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.

2.3.7 Prinsip Desa Siaga

Prinsip pengembangan desa siaga ,yaitu :


1. Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan program

kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan upaya

masyarakat yang terorganisir.

2. Desa siaga mengandung makna kesiapan dan kesiagaan. Kesiapsiagaan

masyarakat dapat didorong dengan memberi informasi yang akurat dan

cepat tentang situasi dan masalah-masalah yang mereka hadapi.

3. Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya suatu

masalah, mereka melalui desa siaga, akan melakukan langkah-langkah

yang perlu dan apabila langkah tersebut tidak cukup, sistem kesehatan

akan memberikan bantuan (termasuk pustu, puskesmas, Dinkes, dan

RSUD).

4. Desa siaga adalah wadah bagi masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan

untuk menyelenggarakan berbagai program kesehatan.

Secara organisasi, koordinasi dan kontrol proses pengembangan desa

siaga dilakukan oleh sebuah organisasi desa siaga. Organisasi desa siaga ini

berada di tingkat Desa/Kelurahan dengan penanggung jawab umum Kepala

Desa atau Lurah. Sedangkan pengelola kegiatan harian desa siaga, bertugas

melaksanakan kegiatan lapangan seperti pemetaan balita untuk penimbangan

dan imunisasi, pemetaan ibu hamil, membantu tugas administrasi di

poskesdes dan lain-lain.

2.3.8 Kegiatan Pokok Desa Siaga

Kegiatan Pokok Desa Siaga terdiri dari:


1. Surveilans dan pemetaan: Setiap ada masalah kesehatan di rumah tangga

akan dicatat dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua informasi

tersebut akan direkapitulasi dalam sebuah peta desa (spasial) dan peta

tersebut dipaparkan di poskesdes.

2. Perencanaan partisipatif: Perencanaan partisipatif dilaksanakan melalui

Survei Mawas Diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD).

Melalui SMD, desa siaga menentukan prioritas masalah. Selanjutnya,

melalui MMD, desa siaga menentukan target dan kegiatan yang akan

dilaksanakan untuk mencapai target tersebut. Selanjutnya melakukan

penyusunan anggaran.

3. Mobilisasi sumber daya masyarakat: Melalui forum desa siaga, masyarakat

dihimbau memberikan kontribusi dana sesuai dengan kemampuannya.

Dana yang terkumpul bisa dipergunakan sebagai tambahan biaya

operasional poskesdes. Desa siaga juga bisa mengembangkan kegiatan

peningkatan pendapatan, misalnya dengan koperasi desa. Mobilisasi

sumber daya masyarakat sangat penting agar desa siaga berkelanjutan

(sustainable).

4. Kegiatan khusus: Desa siaga dapat mengembangkan kegiatan khusus yang

efektif mengatasi masalah kesehatan yang diprioritaskan. Dasar penentuan

kegiatan tersebut adalah pedoman standar yang sudah ada untuk program

tertentu, seperti malaria, TBC dan lain-lain. Dalam mengembangkan

kegiatan khusus ini, pengurus desa siaga dibantu oleh fasilitator dan pihak

puskesmas.
5. Monitoring kinerja : Monitoring menggunakan peta rumah tangga sebagai

bagian dari surveilans rutin. Setiap rumah tangga akan diberi Kartu

Kesehatan Keluarga untuk diisi sesuai dengan keadaan dalam keluarga

tersebut. Kemudian pengurus desa siaga atau kader secara berkala

mengumpulkan data dari Kartu Kesehatan Keluarga untuk dimasukkan

dalam peta desa.

6. Manajemen keuangan: Desa siaga akan mendapat dana hibah (block grant)

setiap tahun dari DHS-2 guna mendukung kegiatannya. Besarnya sesuai

dengan proposal yang diajukan dan proposal tersebut sebelumnya sudah

direview oleh Dewan Kesehatan Desa, Kepala Desa, fasilitator dan

Puskesmas. Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, penggunaan

dana tersebut harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan pedoman yang

ada.

2.3.9 Tahapan Pengembangan Desa Siaga

Pengembangan desa siaga merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan

bersifat siklus. Setiap tahapan meliputi banyak aktivitas.

1. Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi dan Survei Mawas Diri (SMD), dengan

kegiatan antara lain: sosialisasi, pengenalan kondisi desa, membentuk

kelompok masyarakat yang melaksanakan SMD, pertemuan pengurus,

kader dan warga desa untuk merumuskan masalah kesehatan yang

dihadapi dan menentukan masalah prioritas yang akan diatasi.


2. Pada tahap 2 dilakukan pembuatan rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri

dari penentuan prioritas masalah dan perumusan alternatif pemecahan

masalah. Aktivitas tersebut, dilakukan pada saat musyawarah masyarakat

2 (MMD-2). Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan, dilakukan pada

saat musyawarah masyarakat 3 (MMD-3). Sedangkan kegiatan antara lain

memutuskan prioritas masalah, menentukan tujuan, menyusun rencana

kegiatan dan rencana biaya, pemilihan pengurus desa siaga, presentasi

rencana kegiatan kepada masyarakat, serta koreksi dan persetujuan

masyarakat.

3. Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan kegiatan

berupa pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.

4. Tahap 4, yaitu : kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan kegiatan berupa

pertanggung jawaban.

Pada pelaksanaannya, tahapan diatas tidak harus berurutan, namun

disesuaikan dengan kondisi masing-masing desa/kelurahan.

2.4 Tinjauan tentang Peningkatan

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti kata peningkatan adalah

proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb). Jadi peningkatan

adalah lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan, peningkatan

berarti kemajuan, penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih

baik.
Menurut Adi D, dalam kamus bahasanya istilah peningkatan berasal dari kata

tingkat yang berarti berlapis-lapis dari sesuatu yang tersusun sedemikian rupa,

sehingga membentuk susunan yang ideal. Sedangkan peningkatan adalah

kemajuan dari seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi

bisa. Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan untuk menaikkan sesuatu untuk

usaha kegiatan dalam memajukan ke arah yang lebih baik lagi daripada

sebelumnya.

Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau

sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah

peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil

dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas

menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki

tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan

tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses

telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas

pencapaian yang telah diharapkan.

2.5 Tinjauan tentang Kesehatan

2.5.1 Konsep Kesehatan

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia,

karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari. Orang yang mempunyai kekuasaan, hrta

berlimpah menjadi tidak berarti apabila tidak mempunyai kesehatan yang


prima. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa kesehatan adalah

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.

Menurut organisasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang merusi

tentang kesehatan WHO (World Health Organization), kesehatan diartikan

sebagai keadaan baik secara menyeluruh termasuk kondisi fisik, mental dan

sosialnya, tidak sekedar ketiadaan suatu penyakit atau kecacatan. (Rahma

Daulima, 2014)
2.5.2 Upaya Kesehatan

Dalam Undang-undang No. 36 Tentang Kesehatan pasal 1 ayat (11-16)

dijelaskan, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian

kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan

untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam

bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah

setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran

keluarga, kelompok, dan masyarakat (Permenkes RI No 43 Tahun 2019)

2.5.3 Pendekatan Pelayanan Kesehatan

Dalam Undang-undang No. 36 Tentang Kesehatan pasal 1 juga

dijelaskan tentang pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) dan pelayanan kesehatan tradisional. Keseluruhan pelayanan

tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian

kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang

bersifat promosi kesehatan.


2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap

suatu masalah kesehatan atau penyakit.

3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian

kegiatan pengobatan yang ditentukan untuk penyembuhan penyakit,

pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit atau

pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal

mungkin.

4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan atau serangkaian

kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat

sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna

untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuannya.

5. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan

dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan

turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan

diterpkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai