Anda di halaman 1dari 9

I.

STRES DAN ADAPTASI


A. Stres
1. Pengertian Stres

Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa
disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan
yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman, atau ketika harus berusaha
mengatasi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya (sunaryo, 2004).
Menurut Rasmun (2004) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang
memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau
negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh
individu terhadapnya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
stress adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun
eksternal yang dapat membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis (respon) dan
melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut.

2. Klasifikasi Stres
Brunner dan Suddart (2010) mengklasifikasikan tingkat stres menjadi 3, yaitu:
a) Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini
dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
b) Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c) Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung
memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan
lain dan memerlukan banyak pengarahan.

3. Faktor-Faktor Yang Memicu Munculnya Stres


Menurut Rasmun (2004) faktor pemicu stres dapat diklasifikasikan kedalam
beberapa kelompok berikut :
a) Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan,cacat fisik atau
kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik atau
ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil,
kurus, pendek, atau gemuk).
b) Stressor psikologik, seperti : negative thinking atau berburuk sangka, frustrasi
(kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasud (iri hati
atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan
keinginan yang di luar kemampuan.
c) Stressor Sosial
 iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota keluarga yang tidak
harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau
istri meninggal, anak yang nakal (suka melawan kepada orang tua, sering
membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan
menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan orang tua yang
keras, salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan tingkat ekonomi
keluarga yang rendah
 faktor pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan
yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai
dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari
 iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan dan
pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga
masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air
bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau dingin
4. Tahapan- Tahapan Stres
Menurut Ardani (2007) menyebutkan bahwa stres terjadi melalui tahapan :
a) Tahap 1 : stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih
bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas dan
senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi.
b) Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.
c) Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa lesu dan
lemas.
d) Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu menanggapi
situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
e) Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga
dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan yang tingkatan gejalanya
berbeda-beda di setiap tahapan.

5. Reaksi Psikologis Terhadap Stres


Terdapat beberapa reaksi psikologis yang muncul terhadap adanya stres pada
diri seseorang, yaitu (Hasan, 2008) :
a) Kecemasan
Respons yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri
dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi
yang tidak menyenangkan dengan istilah kuatir, tegang, prihatin, takut seperti
jantung berdebar-debar, keluar keringan dingin, mulut kering, tekanan darah
tinggi dan susah tidur.
b) Kemarahan dan agresi
Perasaan jengkel sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stres yang mungkin
dapat menyebabkan agresi.
c) Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang
disertai rasa sedih.
B. Adaptasi
1. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar
organisme dapat bertahan hidup (Sunaryo, 2004). Sedangkan menurut Sarafino
(2005) menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri
sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan (keinginan diri). Sehingga dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan
suatu proses perubahan yang menyertai individu dalam merespon terhadap
perubahan yang ada dilingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik
secara fisiogis maupun psikologis yang akan menghasilkan prilaku adaptif.
2. Jenis-Jenis Adaptasi
a) Adaptasi fisiologis
Menurut Hasan (2008) adaptasi fisiologis merupakan proses
penyesuaian tubuh srcara alamiah atau secara fisiologis untuk
mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang menimbulkan atau
mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbangan.
b) Adaptasi Psikologis
Menurut Hasan (2008) adaptasi psikologis merupakan suatu proses
penyesuaian secara psikologis akibat adanya stresor, dengan cara memberikan
mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat melindungi dan bertahan
dari serangan yang tidak menyenangkan
c) Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dengan menunjukkkan karekteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat menganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan dalam bentuk
yang ekstrem, stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan kritik.

II. MEKANISME PERTAHANAN DIRI


1. Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri
Mekanisme pertahanan dapat didefinisikan sebagai metode yang digunakan
individu untuk menangani perasaan-perasaan takut, kecemasan dan rasa tidak aman.
Mekanisme pertahanan diri mempunyai dua ciri umam, yaitu menyangkal, memalsukan
atau mendistorsi kenyataan dan bekerja secara tidak sadar sehingga individu yang
melakukan mekanisme pertahanan tidak tahu apa yang sedang terjadi (Gazzaniga &
Heatherton, 2003). Sehingga dapat disimpulkan mekanisme pertahanan diri merupakan
sebuah proses yang terjadi secara tidak sadar yang dilakukan oleh subjek, bertujuan
untuk menghilangkan stres yang muncul.

2. Proses Terjadinya Mekanisme Pertahanan Diri


Proses terjadinya mekanisme pertahanan diri tidak terlepas dari dinamika antara
lain (Gerig et al, 2002). :
a) Id
Id adalah struktur kepribadian yang berisi insting-insting. Id yang merupakan
tempat penyimpanan/ gudang energi fisik individu, sumber dari segala dorongan
energi untuk keberfungsian manusia. Id tidak memiliki akal sehat, logika, nilai-
nilai, moral atau etika. Pendeknya, id bersifat menuntut, impulsive, buta, irasional,
asosial, ingin menang sendiri, dan mencintai kenikmatan
b) Superego
Superego adalah struktur kepribadian yang merupakan cabang moral dari
kepribadian. Superego mempertimbangkan betul atau salah, baik atau buruk,
bermoral atau biadab, dan memperhatikan bagaimana menjadi manusia yang baik
dan bermoral, karenanya prinsip kerja dari superego adalah prinsip moralitas.
c) Ego
Ego adalah kepribadian yang berhubungan dengan tuntutan dari kenyataan. Ego
disebut sebagai cabang eksekutif dari kepribadian karena ego melakukan
keputusan-keputusan rasional dan melakukan fungsi mental yang lebih tinggi
seperti penalaran, penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan. Ego berfungsi
untuk mengekspresikan dan memutuskan keinginan-keinginan id agar sejalan
dengan kenyataan dan tuntutan dari superego.

3. Jenis Mekanisme Pertahanan Diri


Terdapat beberapa jenis mekanisme pertahanan diri antara lain (Kartono, 2000) :
a) Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan
frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan dengan menekannya untuk tidak masuk dalam kesadaran.
Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran
walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia
tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga
dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Beberapa bukti adanya
represi, misalnya:
 Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu
yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang
menyenangkan
 Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang
menyesakkan dada
 Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk
 Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif
 Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan
menekankan yang tidak membahagiakan.
b) Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang secara sadar
ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap
terjaga (dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya
secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang
menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-
pikiran yang ditekan (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-
dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
Perlu dibedakan dengan represi, karena pada supresi seseorang secara
sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan
demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadinya
dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya.
c) Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (bisa dengan cara represi
atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang
sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari
kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi
yang tidak menyenangkan.
d) Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi
menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga
membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan
membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya.
Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena
tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung
dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi,
kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
e) Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang
lebih rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi
yang kurang. Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada
dalam situasi frustrasi. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari
keadaan yang tidak menyenangkan, dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya
yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman. Atau individu
menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang
lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari
perhatian.
f) Penyangkalan (Denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan
berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak
menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara melarikan diri dari kenyataan atau
kesibukan dengan hal-hal lain. Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan
normal maupun patologis. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia
menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri.
g) Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat
dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang
dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan
akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali
dipergunakan pula. Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang
dihasilkannya adalah dirasakan dan ditanggapi seakan-akan berasal dari luar diri.
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya,
kesulitannya atau keinginan yang tidak baik.
h) Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak
dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk
lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi.
i) Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya itu
masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat.
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika
individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk
adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.
j) Pengelakan atau salah pinda (Displacement)
Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau “dielakkan”
kepada orang atau obyek lain yang kurang membahayakan. Misalnya seseorang
yang dimarahi oleh atasannya dielakkan atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau
pembantunya. Kritik yang distruktif dan desus-desus (gossip) sebagai pembalas
dendam merupakan cara yang terselubung dalam menyatakan perasaan
permusuhan.
k) Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun.
Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
l) Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu
sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-
peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan
yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak
kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada
kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional
dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasiterlihat menjadi cara
sehat untuk mengatasi stres.
m) Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan
dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata
lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan
dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu
terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan
bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau
permasalah secara obyektif.

DAFTAR PUSTAKA

Ardani. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta : Graha ilmu


Brunner dan Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC
Gazzaniga dan Heatherton. (2003). Psychological Science : Mind, Brain and Behavior. New
York : Norton & Company
Gerig, Richard J dan Zimbardo, Philip G. (2002). Psychologist and Life. Boston : Allyn and
Bacon
Hasan. (2008). Pengantar psikologi kesehatan islam. Jakarta : Grasindo
Kartono Kartini. (2000). Hygiene Mental. Mandar Maju : Bandung.
Rasmun. (2004). Stres, Koping Dan Adaptasi Teori Dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta : Sagung Seto
Sarafino.(2005). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Second Edition.
Singapore : John Wiley and sons
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai