Anda di halaman 1dari 15

HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Perkembangan Tari Ritual Menuju Tari Pseudoritual


di Surakarta
(The Development of Ritual Dance toward Pseudoritual Dance
in Surakarta)

Moh. Hasan Bisri


Staf Pengajar Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Seni tari merupakan cermin dari realitas manusia yang dicoba dikemas lewat
"gerak-musikal". Kekuatan seni tari terletak pada makna di belakang setiap gerakan
yang dipandu dengan alunan iringan musik. Realitas alam fisik maupun non fisik
ditampilkan seni tari dengan gerakan yang mempunyai arti bagi manusia itu
sendiri. Sejak jaman prasejarah telah diketahui bahwa tari lahir didasari oleh
kegunaannya pada masyarakat jamannya. Pada masyarakat primitif sangat
dirasakan tari sebagai sarana atau media untuk mencapai suatu kebutuhan, mereka
sangat percaya dengan menari akhirnya apa yang diinginkan akan tercapai. Tari
upacara sebagai media persembahan dan pemujaan terhadap kekuasaan yang lebih
tinggi dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan, demi keselamatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup masyarakat. Dengan demikian, tari upacara
juga disebut tari ritual. Pada tari upacara (ritual) faktor keindahan adalah
sekunder, yang mengutamakan kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia sendiri ataupun hal-hal di luar diri manusia. Keindahan jiwa manusia itu
sendiri dimanifestasikan menjadi bentuk gerak tari. Tari dilaksanakan untuk
mendapatkan makanan, menghormati orang mati, atau untuk menjamin tertib yang
baik dalam kosmos. Tarian tersebut dilangsungkan pada kesempatan inisiasi,
upacara magis-religius, perkawinan, dan sebagainya.

Kata Kunci : perkembangan, tari ritual, psiuduritual.

A. Pendahuluan mendatangkan keselamatan,


Tari ritual merupakan ketenteraman, kesejahteraan dan
ungkapan jiwa manusia, dijelmakan kebahagiaan. Menurut pandangan
melalui medium gerak, sebagai hidup Jawa, orang jawa percaya
sarana hubungan antara pribadi terhadap hubungan yang selaras
manusia dengan kekuatan-kekuatan serasi dan harmonis antara manusia,
gaib melalui upacara ritus. Orang alam semesta dan Tuhan. Hidup
Jawa kususnya Surakarta, baik manusia akan selamat apabila
secara individu maupun secara perilaku manusia selaras, serasi dan
berkelompok, sejak dahulu hingga menyesuaikan hukum yang berasal
sekarang sebagian masih percaya dari Tuhan (Suseno, 1996:85).
terhadap kekuatan-kekuatan gaib Manusia dalam perikehidupanya,
yang bersifat adikodrati/supranatural. selalu terkait dengan lingkungan alam
Orang Jawa percaya, berhubungan dan masyarakatnya. Mereka
dengan kekuatan gaib akan membentuk kelompok-kelompok,

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

bersatu untuk saling membantudemi yang terjadi dapat disebabkan oleh


mencapai tujuan bersama. faktor intern maupun oleh faktor
Masyarakat Surakarta, ekstern.
merupakan kelompok masyarakat Perubahan suatu masyarkaat
yang menjujung adat istiadat, budaya yang disebabkan oleh faktor dari
warisan leluhur dan Seni dalam disebut endogenous change,
Tradisi/Keraton. Masyarakat yaitu perubahan yang terjadi dalam
Surakarta mengalami perubahan budaya yang disebabkan oleh faktor
yang relativ cepat sejak tiga dasa dari dalam diri masyarakat sendiri
warsa terakhir. Perubahan suatu misalnya dilakukan oleh pelaku-
masyarakat merupakan keadaan pelaku kebudayaan itu sendiri.
yang pasti terjadi, sebagai Perubahan yang berasal dari luar
konsekuensi perkembangan sosio masyarakat pendukungnya disebut
budaya, baik yang muncul dari dalam exogenous changes, yaitu perubahan
maupun yang berasal dari luar. kebudayaan yang disebabkan oleh
Akumulasi dari segenap nilai faktor dari luar masyarakat itu sendiri
dengan berbagai bentuk (Soedjono, 1997:323).
manifestasinya, berupa olah pikir Masyarakat Surakarta
masyarakat, yang diwarisi dari mobilitasnya relatif dinamis, semua
masyarakat sebelumnya, selalu terlibat dalam berbagai kegiatan
dijaga, dilestarikan dan kehidupan masyarakat kota.
dikembangkan selaras dengan Masyarakat dari kabupaten/kota lain
perjalanan waktu. Perubahan yang datang ke Surakarta sebagian
dapat terjadi adakalanya merubah, pegawai pemerintah, dan sebagian
menambah dan adakalanya bekerja di sektor swasta: usaha
mengembangkan untuk produksi, berdagang, buruh
menyesuaikan dengan kebutuhan banguan, buruh pabrik dan menjual
jamannya. Perkembangan yang terjadi jasa, ikut menambah dinamika
adakalanya merupakan suatu tuntutan kehidupan kota Surakarta.
yang harus dilakukan, dan Pembangunan rumah-rumah ibadat,
adakalanya pula dicapai dengan jalan pertokoan, Plasa, Maal, Square, pasar
tranformasi, cenderung merubah tradisi, pasar seni, shelter
sebagian, atau sama sekali merubah perdagangan merupakan salah satu
dari bentuk-bentuk yang dahulu, bentuk perkembangan dalam bidang
disesuaikan dengan bentuk sekarang, fisik. Munculnya berbagai perguruan
meskipun sering masih menggunakan tinggi baik negeri maupun swata
tema yang sama. Menurut Edward seperti UNS. STSI. UNISRI. UTP.
Shils bahwa budaya tradisi tidaklah AUB. UNIBA, dan lembaga
dapat berubah dengan sendirinya, pendidikan lain, besar sekali
terdapat potensi-potensi yang sumbangannya bagi perkembangan
memberikan kesempatan untuk Kota di Surakarta. Solo menjadi
dirubah oleh manusia baik dengan modern tanpa meninggalkan Jatidiri
sengaja ataupun tidak, demikian pula (Solo Berseri, Tabloid Pemkot, ed II,
perubahannya dapat terjadi baik Feb.-Maret 2006).
karena pengaruh yang berasal dari Perkembangan pertumbuhan
dalam, maupun dari luar. Perubahan penduduk relatif cepat akibat dari

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

urbanisasi ke kota Surakarta, hampir berhubungan dengan daur hidup


setiap tahun pertambahan penduduk manusia. Dalam hal ini yang
Surakarta mencapai 5%. Di bidang dipentingkan adalah makna tarinya
Seni budaya, ditetapkannya Surakarta meskipun unsur estetik juga
menjadi Pusat Kesenian Jawa Tengah memperoleh perhatian. Berdasarkan
(PKJT) pada tahun 1970, diperkuat hal tersebut timbulah masalah yaitu,
dengan kebijakan Tri Krida Utama (1) bagaimanakah perkembangan tari
kota Surakarta yang salah satunya ritual di Surakarta?, dan (2)
mencanangkan sebagai kota budaya mengapa tari ritual masih sering
dan pariwisata, menyebabkan disajikan pada peristiwa tertentu
perkembangan seni pertunjukan atau yang berhubungan dengan fase-
tradisi dan populer, seni modern dan fase perjalanan hidup manusia
kontemporer, beserta kesenian yang Landasan ritual keagamaan
lain, berkembang dengan cepat, masyarakat Jawa khususnya
menambah pesatnya kemajuan Surakarta, adalah sesuai dengan
dibidang non fisik. Makin pikiran masyarakat tradisonal yang
bertambahnya penduduk kota, lain bahwa landasan ritual keagamaan
semakin berpengaruh terhadap merupakan penyangkalan terhadap
perkembangan orientasi masyarakat. kecukupan sufficiency aktivitas non
Menurut pengamatan religius. Yang ditolak dari kelahiran
sepintas di Surakarta terdapat adalah penciptaaannya, dan kematian
kelompok otoritas yang berkopenten adalah keberakhirannya. Kedua hal
dalam bidang seni. Pertama otoritas tersebut amat terkait dalam sebuah
Keraton melalui Yayasan Pawiyatan penyangkalan total terhadap kerangka
Keraton, kedua kelompok otoritas waktu dari produksi dan reproduksi
Mangkunegaran melalui sanggar Tari manusia. Sebaliknya melalui drama
Surya Sumirat, ketiga kelompok ritual, diciptakan sebuah tatanan
otoritas lembaga pendidikan seni yang abadi dimana kehidupan
profesi seperti STSI dan SMKI, manusia, kelahiran dan tindakannya
keempat Kelompok otoritas bersifat tidak relevan. Dalam
pengelola ajang kreatifitas budaya keyakinan agama Hindu tradisional,
masyarakat Jawa Tengah yang sebuah imaji diciptakan berdasarkan
berpusat di Taman Budaya Surakarta lingkaran mistik agung, sebuah
dan Masyarakat Seniman yang secara lingkaran yang tidak dapat
individual mendirikan sanggar diperbandingkan dengan lingkaran
sebagai pusat pembinaan . biologis kehidupan manusia.
Hingga sekarang tari untuk Lingkaran ini, tidak seperti sejarah
kepentingan ritual masih banyak manusia, diwujudkan sebagai
dilakukan di Surakarta. Tari di landasan riel dari kosmos. Imaji-
Keraton Kasunanan, dan Pura imaji religius melibatkan upaya
Mangkunegaran selalu dikaitkan mengidentifikasi kehidupan ini
dengan kekuasan penguasa. Tari dengan kematian dan dekomposisi,
ritual merupakan sarana untuk dan dunia lain dengan kemenangan
melegitimasikan kekuasan raja. atas kematian, karena dunia religius
Tari selalu diciptakan dan tidak mengenal waktu dan bersifat
disajikan pada peristiwa tertentu yang tetap dalam rentang waktu

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

kehidupan manusia yang tidak ajarannya. Hingga kini kurang lebih


berarti. Untuk menyampaikan tercatat sekitar 42 macam aliran
pesan ini, ritual mempermainkan yang berdasarkan Islam, dari yang
ide kematian dan kelahiran dengan fanatik hingga yang modern dan
menciptakan imagi kematian yang cenderung agak radikal. Golongan
memberi kehidupan. Dunia yang yang beragama Islam dan taat
diciptakan oleh ritual sangat samar- biasanya disebut Santri/Putihan
samar. Ritual tercipta melalui drama, sedang yang lain disebut Abangan. Di
bukan melalui penafsiran. Sebagai samping agama Islam sebagai
konsekuensinya, ketika ada teologi pendukung utama masyarakat
profesional berusaha mengorganisasi Surakarta, juga terdapat berberapa
dan mensistematisasi keyakinan, ide penganut agama lain yang
mereka tampaknya sangat berbeda pemeluknya relatif sedikit yaitu
dengan kehidupan sehari hari Kristen Protestan, Kaholik, Hindu,
(Geertz 1960). Oleh karena itu Budha, Kong Hu Chu. Terdapat
beberapa ahli antropologi beberapa tempat ibadah yang khusus
membedakan dua tipe agama yaitu bagi setiap pemeluk agama di
agama rakyat folk religion dan Surakarta. Beberapa gereja Kristen
agama teologis resmi offisial Protestan seperti Gereja Kristen
theological religion. Pesan ritual Indonesia di Kelurahan manahan, di
sangat spesifik tentang apa yang Kelurahan Sangkrah, di Margoyudan,
bukan dunia nyata tetapi jauh lebih Gereja katholik di.Gendengan.
samar lagi tentang apa sebenarnya Pengikut agama Kong Hu Chu
dunia itu yang paling penting bagi memiliki tempat ibadah seperti di
semua agama adalah deklarasinya jalan Honggowongso, di Gedung
tentang pembatasan terhadap Gajah Warung Pelem, Jalan Serenan.
tindakan sadar manusia (Ensiklopedi Untuk pengikut agama Hindu, Budha
ilmu-ilmu sosial,1996: 917) terdapat tempat peribadatan antara
Konsep yang demikian lain di lingkungan kampus UNS
ternyata sesuai dengan agama-agama Kentingan.
besar di dunia yang diakui syah oleh
Pemerintah Republik Indonesia. B. Metode
Masyarakat Surakarta pada Penelitian ini menggunakan
hakikatnya seperti masyarakat Jawa metode deskriptif kualitatif dengan
pada umumnya atau sebagian besar pendekatan filosofis, simbolis,
beragama Islam. Agama Islam intertekstual dan kontekstual.
merupakan agama terbesar yang Metode ini merupakan studi
dianut oleh masyarakat Surakarta, yang melukiskan secara verbal objek
namun intensitas pendalaman yang bersifat gejala yaitu tari, yang
agamanya relatif rendah. Terdapat unsur-unsurnya terdiri dari gerak, tata
berbagai tingkatan kedalaman agama risa, tata busana, properti dan iringan
bagi pemeluknya. Hal ini terdapat di tari sebagai pendukung dalam
sebagian masyarakat yang sudah rangkaian kegiatan ritual. Tari dalam
benar-benar mendalami agama Islam hal ini sebagai sarana dan juga bagian
dan ada juga yang sekedar mengaku dari ritual.
Islam akan tetapi kurang mengetahui

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Teknik pengambilan data Tari ritual diciptakan untuk


menggunakan observasi, wawancara, mengiringi dan bagian dari upacara
dan studi pustaka. itu sendiri.
Langkah penelitian yang Dalam lingkungan Gereja,
dilakuykan adalah sebagai hubungan antara persembahan Gereja
pengambilan data, pengolahan data dengan seni terutama musik dan atau
dan analisis data. Analisis data tari merupakan hubungan yang
digunakan dengan model analisis saling melengkapi. (Sumandiyo
interaktif dari Miles dan Huberman Hadi, 2005: 94). Dalam lingkungan
(1984), yang dimulai dari keagamaan yang lain seni juga
pengambilan data, redusi data, sajian memiliki hubungan dengan agama.
data, dan penarikan kesimpulan. Biasanya seni sebagai alat dakwah.
Hampir semua tari istana
yang diciptakan untuk kepentingan
C. Hasil Penelitian dan ritual, berhubungan dengan mistik
Pembahasan dan simbolis. Dalam
perkembanganya setelah Paku
1. Istana sebagai Cikal Bakal Tari Buwana X., seni tari ritual juga
Ritual digunakan untuk kepentingan lain,
Seni tari keraton muncul seni tari ritual relatif berkembang
bersama dengan keberadaan keraton menjadi semacam hiburan yang
yang menjadi sumbernya. Tari disajikan hampir setiap bulan. PB X
tradisi keraton Mataram muncul sendiri memiliki penari Bedhaya lebih
sejak jaman Mataram. Banyak seni dari seratus orang yang terbagai
keraton yang diciptakan baik yang dalam tiga kelompok. Kelompok
berbentuk tari gagah, alus, putrid, pertama yang memiliki tingkat
Tari ritual merupakan tari yang paling tinggi adalah tari Bedhaya
dipergunakan untuk kepentingan Dodotan, kedua Bedhaya Pinjungan
ritual yaitu menjadi bagian dari clan yang paling rendah tari Bedhaya
upacara keagamaan keraton. Sabuk Wala. Hal itu ditandai dengan
Di Surakarta beberapa genre gaji yang diperoleh setiap bulan
tari yang banyak digunakan untuk relatif paling tinggi yaitu tiga kali
kepentingan ritual biasanya genre tari lipat dibanding dengan penghasilan
putri seperti contohnya Bedhaya dan yang diperoleh dari penari Bedhaya
Srimpi, sedang genre tari putra Sabuk Wala dan dua kali lipat
adalah tari gagah seperti Wireng dibanding Bedhaya Pinjungan (Nora,
dan tari alus. Dalam perkembangan 2006).
selanjutnya genre tari putri lebih Tari ritual telah berubah atau
banyak digunakan untuk berkembang ke arah pseudoritual
kepentingan ritual. Terdapat yang dapat diartikan sebagai tari
bermacam macam bentuk tarian yang ritual semu, samar-samar bahkan
biasanya ditarikan oleh pegawai juga tidak nyata ritual. Penghargaan
istana yang mengabdi kepada raja. untuk Bedhaya Dodotan di dalam
Pegawai istana wanita di samping lingkungan keraton paling tinggi jika
mengerjakan perintah raja juga dibandingkan dengan tari bedhaya
membentuk kelengkapan upacara. yang lain, yaitu kurang lebih lima

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

kali lipat jika dibanding dengan ceremoni atau bahkan sebagai


Bedhaya Sabuk Wala dan 2 hingga hiburan.
tiga kali dibanding dengan Bedhaya Beberapa penari bedhaya pada
Pinjungan. Menurut Soedarsono ciri jaman Sunan Pakubuwana X seperti
tari ritual yang masih murni di contohnya Laksmintorukmi yang
antaranya adalah 1) Waktu semula bernama Sumiyatun adalah
pertunjukan diselengggarakan pada salah satu dari sekian banyak penari
saat yang terpilih, 2). Pada saat bedhaya yang berasal dari kalangan
disajikan Sultan atau penguasa rakyat biasa. Penari bedhaya pada
wilayah duduk menghadap ketimur jaman Sunan Pakubuwna X lebih
menghadap matahari sebagai simbol dari seratus orang dan mereka
wisnu, 3). Doa-doa selalu diucapkan adalah pegawai istana. Di samping
pada setiap akhir pertunjukan menjadi pegawai istana, mereka juga
(Soedarsono, 1990: 177). Dalam tari penari yang setiap hari belajar menari
Bedhaya yang masih clan digunakan Bedhaya. Dari beberapa penari
untuk kepentingan ritual memiliki Bedhaya yang dipandang bagus
sifat-sifat di antaranya adalah; 1). diambil isteri raja atau isteri
ditarikan oleh penari yang terpilih, punggawa yang lain. Relatif banyak
2). Waktu pertunjukan pada hari penari Bedhaya yang berasal dari
had tertentu bersamaan dengan luar keraton, bahkan menurut
peristiwa sakral, 3). Selalu Lakmintorukmi sebenarnya penari
dilakukan doa-doa, 4). tersedianya Bedhaya itu dipersiapkan untuk
sesaji untuk menghormat Ratu menjadi pendamping raja di
Kidul. pelaminan. Masyarakat dengan
Setelah PB X.seni tari ritual sukarela dan senang hati jika
berubah oleh karena perubahan cara mendapat kehormatn untuk menjadi
pandang masyarakat keraton pada penari bedhaya, bahkan menjadi
saat itu. Mulai PB X. keturunan raja cita-cita untuk menjadi penari
Surakarta sudah bukan suami Nyai bedhaya, oleh karena itu mereka
Rara Kidul, akan tetapi sudah mengganggap penari Bedhaya itu
menjadi putera atau seorang anak mempunyai derajat yang paling
(Nora, 2006). Tari ritual yang tinggi dan sangat dihormati di tengah
disajikan kemudian tidak lagi besifat masyarakatnya.
ritual murni akan tetapi menjadi ritual Tari ritual keraton Surakrta
semu dan adakalanya berbeda sama hingga kini masih dipandang sebagai
sekali dengan makna tari ritual. 'Tari cikal bakal tari ritual yang lain yang
ritual jenis ini misalnya tari bedhaya hidup di tengah masyarakat
untuk menghibur para tamu pada Surakarta. Tari ritual yang ada
suatu acara pesta yang biasanya dipengaruhi oleh bentuk
diselenggarakan oleh kerabat tari ritual dari keraton. Tari-tarian
keraton. Seni tari ritual yang ritual telah menjadi pseudoritual.
kemudian berkembang diluar keraton Tari tarian pseudoritual banyak
menjadi pseudoritual yang kadang- diciptakan oleh para seniman yang
kadang dapat ditafsirkan sebagai seni berasal dari masyarakat di luar
ritual, kadang-kadang juga untuk keraton yang bekerja pada instansi-
intansi pemerintah atau lembaga

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

pendidikan seperti di SMP negeri, sebelum mereka mengabdi di istana


SMKI dan STSUISI Surakarta. (1991:28 ).
Biasanya tarian pseudoritual Seni tradisi menjadi bagian
diciptakan berkaitan dengan dari upacara kenegaraan yang
peristiwa yang dianggap penting bersifat ritual. Hampir semua
oleh lembaga. Penciptanya biasanya kesenian produk keraton biasanya
juga oleh seniman akademis dan diciptakan untuk kepentingan ritual
atau seniman profesional dibantu sehingga seni keraton bersifat
oleh beberapa orang penari atau mistis. Seni merupakan bagian dari
seniman tari dalam penyajiaannya. upacara religi. Seni tari ritual
keraton lambat laun mengalarni
2. Ragam Bentuk Tari Tradisi perubahan fungsi seiring dengan
Seni Tari adalah seni perubahan keraton sendiri. Dahulu
menggerakan tubuh secara berirama, keraton sebagai pusat
biasanya sejalan dengan musik. pemerintahan dan kebudayaan
Gerakan-gerakan itu dapat sekedar sehingga semua yang berasal dari
untuk dinikmati sendiri, pengucapan keraton selalu diikuti oleh
sesuatu gagasan atau emosi, atau masyarakat pendukungnya. Kondisi
penceritaan suatu kisah, dapat pula keraton kemudian berubah, keraton
digunakan untuk mencapai keadaan bukan lagi menjadi pusat
semacam trance atau tak sadar bagi pemerintahan, menjadi semacam
yang menarikannya. Di Surakarta keluarga besar yang memelihara
terdapat berbagai ragam bentuk Seni budaya tradisi. Keraton telah
Tari yang hidup dan berkembang kehilangan pengaruhnya pada
hingga sekarang. Seni Tari yang masyarakat. Raja tidak lagi
paling banyak diminati masyarakat menjadi Raja Binatara, raja tidak
adalah Seni Tari yang berasal dari lagi menjadi penguasa, raja sekarang
keraton. Seni Tari yang berasal dari relatif sbagai pemangku adat dan
keraton sering disebut seni Tari budaya. Masyarkat meniru seni tari
tradisi, sering juga dikenal tari keraton seolah-olah seperti tari
klasik, seni yang adi luhung. keraton dahulu pada jaman Republik
Disamping seni Tari Tradisi, ada Indonesia belum merdeka yan bersifat
juga seni tari yang berasal rakyat ritual akan tetapi sudah dalam
atau masyarakat pada umumnya, kondisi yang berbeda. Kondisi
seni ini sering dikenal Tari Rakyat. masyarkat lebih maju, rasional dan
Seni ini disajikan ditengah demokratis sehingga bentuk seni
masyarakat, dan keberlangsugan tarinya pun juga berbeda. Fungsi tari
hidupnya tergantung oleh masyarakat sekarang berubah sesuai dengan
pendukung di sekitarnya. Tarian kebutuhan masyarakat
rakyat dan seni tradisi menurut Clara Di Surakarta sendiri tumbuh
Braskel Papenhuyzen tidak terdapat dua konsep budaya yang didukung
pembedaan yang tegas. Banyak oleh dua keluarga besar Keraton yaitu
tarian yang dimainkan di keraton di Kasunanan dan Mangkunegaraan.
Jawa yang berasal dari tari-tari rakyat Dahulu Mangkunegaran merupakan
untuk upacara desa, dan banyak penari sebagian dari wilayah Kasunanan,
keraton pun lahir dan belajar di desa, akan tetapi setelah perjanjian

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Giyanti pengaruh Mangkunegaraan luas dalam komunikasi dengan


mulai terasa. Pecahnya kasunanan kenyataan gaib. Di Surakarta Tari
menjadi Kasunanan di Surakarta Ritual dan pseudoritual masih
clan kasultanan di Yogyakarta sering disajikan pada kegiatan
memacu usaha perpecahan dan penting seperti upacara Wisuda,
munculah Mangkunegaran. Daerah mendapatkan peningkatan status,
Mangkunegaran merupakan daerah pembukaan Gedung baru atau
kadipaten yang otonom dipimpin bangunan penting lainnya. Dapat juga
oleh seorang Adipati yang merdeka Tari Ritual disajikan jika
lepas dari pengaruh Kasunanan dan seseorang/lembaga akan memulai
menyelenggarakan adat dan suatu kegiatan yang besar dan juga
budayanya sendiri. pada acara tertentu yang jika
Patokan Seni tari di Istana dilakukan akan mendatangkan
Mangkunegaran dengan ilustrasi keselamatan, kebahagian dan
gambar pose gerak dari salah seorang kesenangan. Tari Ritual sepanjang
tokoh dicantumkan untuk lebih masih dipercaya memberikan
memperjelas maksud dari pelestari berkah, akan tetap lestari. Tari ritual
seni. Jika dibandingkan dengan dan pseudoritual akan selalu
tari gaya Kasunanan maka seni dipelihara, dikembangkan oleh
tari gaya masyarakat pendukungnya. Ini berarti
Mangkunegaran lebih Tari Ritual bermakna dalam
mendekati pada seni rakyat. Seni tari kehidupan manusia. Dengan kata
gaya Mangkunegaran lebih banyak lain, Tari Ritual clan pseudoritual
menerima masukan dan perubahan akan tetap disajikan pada peringatan
dari lingkungan masyarakat atau upacara yang bersifat
sehingga lebih cepat berkembang. keagamaan jika berfungsi bagi
Seni tari gaya Mangkunegaran pendukungnya. Pendukung Seni ritual
sering disajikan untuk hiburan para dapat berupa lembaga-lembaga clan
tamu clan untuk menarik wisatawan dapat pula berupa individu yang
(Jazuli, 2002) Dalam kegiatan yang memiliki kemampuan untuk
berhubungan dengan upacara ritual mengadaptasi semua seni yang
dan kegiatan lain, seni tari selalu disajikan.
disajikan dan melibatkan banyak Pengertian fungsi lembaga
tamu undangan, sehingga kesan itu sendiri terdapat dua macam
yang diperoleh merupakan hiburan yaitu fungsi manifes clan fungsi
bagi kalangan tertentu sekalipun laten. Fungsi manifes adalah fungsi
kegiatan yang dilakukan adalah yang jelas, diakui dan biasanya
upacara ritual. Seni Tari yang dipuji. Fungsi yang oleh banyak
semula ritual berubah menjadi orang dipandang dan diharapkan
pseudoritual atau juga sering disebut akan dipenuhi oleh lembaga itu
ritual Semu. sendiri ( Horton, 1993: 251). Fungsi
laten adalah konsekuensi lembaga
3. Fungsi dan Makna Tari Ritual yang tidak dikehendaki dan tidak
Tari sering memainkan dapat diramalkan. Adakalanya
peranan penting didalam peristiwa fungsi laten justru menjadi
ritual melalui makna hubungan yang penghambat atau dapat disebut

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

disfungsi laten karena cenderung mementingkan tujuan dari upacara itu


meruntuhkan lembaga atau sendiri. Seni tari ritual merupakan
merintangi terhadap tujuan yang bagian dari upacara itu sendiri,
ingin dicapai dalam fungsi manifes manusia terlibat di dalamnya. Tari
(1993:252). Seni tari ritual sebagai ritual di Surakarta sejak dahulu
karya cipta mempunyai fungsi bagi hingga kini masih dipertahankan
seniman pencipta maupun oleh sebagian masyarakat, meskipun
penghayatnya. Tari ritual sebagai pola berpikir masyarakat sudah
bagian dari seni memiliki banyak maju. Tingkat kehidupan budaya
fungsi disamping fungsi ritual. masyarakat Surakarta telah
Teori tentang fungsi unsur-unsur berkembang. Menurut C.A. Van
kebudayaan dari Malinoswski dalam Peursen terdapat tiga fase
bukunya Koetjaraningrat, perkembangan budaya masyarakat
menyebutkan bahwa segala bentuk yaitu; Pertama tingkat Mitologis,
aktivitas kebudayaan sebenarnya kedua tingkat Ontologis dan ketiga
bermaksud untuk memuaskan suatu tingkat Fungsional (Peursen, 1976:
rangkaian dari sejurnlah kebutuhan l8). Alam berpikir Mitologis,
naluri manusia yang berhubungan sebagian masyarakat masih termasuk
dengan seluruh kehidupannya, berkebudayaan mistis yaitu pecaya
seperti kesenian, terjadi karena kepada kekuatan gaib. Mitos adalah
pada awalnya manusia ingin sebuah ceritera yang memberikan
memuaskan kebutuhan nalurinya akan pedoman dan arah tertentu kepada
keindahan (Koetjaraningrat seklompok orang. Inti ceritera itu
1980:171). Kurath dalam artikelnya adalah lambang-lambang yang
yang berj udul Panorama of Danced mencetuskan pengalaman manusia
Ethnology (Kurath, 1960) secara rinci purba. Lambang-lambang
menyebutkan terdapat 14 fungsi tari kebaikan, kejahatan, hidup dan
dalam kehidupan manusia. Fungsi kematian, dosa dan pensucian,
Tari itu adalah; 1) Untuk inisiasi perkawinan dan kesuburan, firdaus
kedewasaan; 2) percintaan; 3) dan kernatian. Fungsi mitos adalah
persahabatan; 4) perkawinan; 5) pertama menyadarkan manusia
pekerjaan; 6) pertanian; 7) bahwa ada kekuatan kekuatan
perbintangan; 8) perburuan; 9) gaib/ajaib. Mitos tidak memberikan
menirukan binatang; 10) menirukan bahan informasi mengenai kekuatan-
perang; 11) penyembuhan; 12) kekuatan itu, tetapi membantu
kernatian; 13) kerasukan; 14) lawakan manusia agar dapat menghayati daya-
(Soedarsono, 2002:121). Menurut daya itu sebagai sesuatu kekuatan
Soedarsono sendiri fungsi seni tari itu yang mempengaruhi dan menguasai
meliputi; 1) seni sebagai sarana ritual; alam dan kehidupan sukunya. Kedua
2) seni sebagai hiburan pribadi dan ; mitos berkaitan erat dengan jaminan
3) seni sebagai presentasi estetis bagi kehidupan masa kini (Peursen,
(Soedarsono, 2002: 122-123). 1976: 39). Alam berpikir Ontologis
Pada pertunjukan seni ritual sebagian masyarakat lagi sudah
penikmatnya adalah para penguasa mengambil jarak antara dirinya
dunia atas dan dunia bawah, dengan alam sekelilingnya. Alam
sedangkan manusia sendiri lebih berpikir Fungsional, memandang

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

segala bentuk budaya ditafsirkan sistematika atau susunan tahapan; 5)


sesuai dengan fungsinya. Dalam perubahan identitas atau kenyataan
berpikir yang funsionail sebagian diri. Di samping beberapa macam
besar lagi pada tingkat Ontologi itu terdapat varian yang saling
yaitu mereka memiliki pikiran yang mempengaruhi, sehingga terjadi
mengambil jarak antara obyek perubahan. Perubahan juga berasal
dengan subyeknya (Peursen, 1976: dari luar atau exogenous. Perubahan
55). Perkembangan Seni Tari Ritual ini misalnya akibat dari pengaruh
ternyata juga dipengaruhi oleh suatu aliran agama misalnya Islam,
orientasi masyarakat terhadap obyek tekhnologi, pemerintah setempat
yang dihadapinya. Seni tari ritual di melalui dinas pariwisata dan faktor
Surakarta sekarang telah mengalami sejenis lainnya (Soedjono, 1997:
tranformasi, yaitu perubahan yang 324). Menurut Sorokin perubahan
kadang bersifat sebagian, itu terjadi oleh karena pengaruh
adakalanya seluruhnya dan mungkin dari faktor internal yang ada
juga bersifat sebaliknya. Berbagai didalam sistem itu sendiri. Dengan
ragam seni tari ritual keraton yang kata lain berasal dari luar sistem itu
berkembang di luar Istana di sendiri (Koentjaningrat, 1980). Tari
Surakarta, telah mengalami ritual di Surakarta mengalami
penafsiran yang baru. Penafsiran itu perubahan baik kualitas maupun
berjalan sesuai dengan kepercayaan kuantitasnya. Perubahan kualitas
masyarakat terhadap makna tari itu berupa penggarapan gerak yang
bagi pendukungya. Perkembangan tari lebih rumit, multi tafsir dan
ritual di Surakarta hingga sekarang memiliki pesan yang lebih
sudah pasti terjadi. Seni tari ritual mendalam. Perubahan kuantitas
untuk kepentingan seremonial berupa munculnya berbagi
kadang mengurangi kesan ritual. kreatifitas tari ritual yang setiap saat
Perubahan juga dapat terjadi yaitu berubah sesuai dengan tuntutan
semula seni tari ritual menjadi situasi.
pseudoritual, hal itu disebabkan 4. Tari Tradisi Ciptaan Baru
tuntutan terhadap kebutuhan akan Kreatifitas seniman mulai
hayatan manusia. Seni tari ritual berkembang pesat setelah berdirinya
mengalami profanisasi. Perubahan lembaga pendidikan formal di
dapat disebabkan oleh dua faktor Surakarta, yaitu SMKI dan ASKI.
yaitu faktor dari dalam yang juga Surakarta. Pada tari tradisi ciptaan
disebut faktor intern dan faktor yang baru, pengertian baru dalam
berasal dari luar yang disebut faktor penciptaan ini yang dimaksud adalah
ekstern. Faktor yang berasal dari munculnya karya cipta yang
dalam dinamakan faktor endogenous memiliki konsep baru yang relatif
change sedang faktor dari luar berbeda dengan konsep
disebut exogenous change. Faktor sebelumnya. Ujud karya tari ciptaan
perubahan yang berasal dari dalam baru bukan berarti baru sama sekali
antara lain; 1) perubahan makna dalam arti, vokabuler gerak, irama,
tradisi; 2) perubahan tujuan fungsi; iringan dan tata busananya, yang lain
3) perubahan bentuk secara parsial dari sebelumnya. Tari ciptaan baru,
maupun keseluruhan; 4) perubahan vokabuler gerak, masih tetap

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

menggunakan gerak yang lama, tata manusia memberikan sesaji


rias dan tatabusana juga untuknya.
menggunakan pola yang lama. Baru Dewasa ini setelah awal
dalam penciptaan adalah baru dalam abab 21 masyarakat Jawa sudah
arti makna dan konsep, yang melatar relatif maju dan sebagian masih
belakangi penciptaannya. Kehadiran tradisional. Sebagian masih ada
ciptaan baru sangat dibutuhkan demi yang bersifat mistik dan sebagian
pelestarian seni tari sendiri. lain masih percaya pada tahayul. Hal
itu dapat dilihat pada acara
a. Beberapa Tari Psiudoritual selamatan yang banyak dilasanakan
Sebuah tari ritual yang di tengah masyarakat. Acara
diciptakan dapat saja memiliki kesan perkawinan juga biasanya masih
bukan ritual bagi sesuatu kalangan disertai dengan sesaji dan doa-doa,
tertentu, akan tetapi dalam tari ritual mantera gaib. Adakalanya
terdapat perkembangan baru yang masyarakat Jawa meskipun sudah
relatif dapat dikatakan ritual clan menganut agama tertentu akan tetapi
sekaligus non ritual atau ritual semu, perilakunya masih agak berbahu
dalam istilah kusus disebut mistik seperti selamatan dalam
pseudoritual. Kebutuhan masyarakat rangka Maulid dan yang selalu
dalam pergaulan hidup, kebutuhan disuguhkan sesaji pada suatu sudut
akan hayatan dan perbedaan ruangan didalam dan diluar
kepentingan mempunyai pengaruh pendapa atau rumah milik kerabat
yang kuat dalam penciptaan tari ritual keraton. Masyarakat Surakarta
yang baru. Menurut Peursen merupakan singkretisme antara
perkembangan kebudayaan itu pengikut budaya Hindu, Budha
melalui tiga tahap. Tahap pertama dengan Islam, sehingga hingga kini
adalah tahap mitologis, tahap masih banyak perilaku yang
kedua tahap ontologis dan tahap menggabungkan kedua aliran agama
ketiga adalah tahap fungsional itu (Erawati, 1983:113).
(Peursen, 1976: 18). Bagi Pada penciptaan tari yang
masyarakat Jawa kususnya bersifat ritual pengaruh kepercayaan
masyarakat Surakarta, ketiga tahap itu masih terasa. Karya tari yang lahir
perkembangan itu relatif bercampur biasanya diilhami dengan peristiwa
aduk. Jika dahulu sebelum gaib dan berhubungan dengan daur
proklamasi kemerdekaan Republik kehidupan manusia. Di Surakarta
Indonesia masyarakat Surakarta penciptaan tari, dilakukan olch para
lebih banyak memiliki konsep seniman dalam lingkungan
berfikir yang mistik artinya selalu pendidikan formal dan untuk
mendekatkan diri dan berhubungan kepentingan tertentu misalnya untuk
dengan kekuatan gaib, pandangan itu mengiringi dalam rangka hajad
lebih mendekati banyak penganten.
kebenaranya. hal itu didukung oleh
kepercayaan Jawa yang masih dekat b. Tari Karonsih
dengan dahyang yang baurekso pada Tari Karonsih clan
suatu daerah tertentu yang dipercaya diciptakan oleh S. Maridi salah
akan memberikan keselamatan jika seorang anggota masyarakat

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Surakarta yang berprofesi menjadi Tatarias menjadi diperhalus atau


guru pada salah satu sekolah seperti tokoh Bambangan alus, kain
menengah pertama di Surakarta. Tari juga tidak menentu adakalanya
Karonsih dipesan atas keinginan dengan motif parang, tetapi bisa
keluarga besar kerabat juga motif lain.
Mangkunegaran yang bedomisili di Perkembangan tari Karonsih
Kalitan. Tari Karonsih semula akan dapat menyebar ke penjuru wilayah
diberi nama tari Lironsih oleh Jawa Tengah, Jogja dan DKI
penciptanya, akan tetapi oleh (Daerah Khusus Ibukota) serta
pemesanya diberi nama Karonsih. Jawa Timur. Faktor yang
Tari karonsih diciptakan pada tahun mendukung meluasnya tari Karonsih,
1970. Ide garapan Tari Karonsih antara lain :
diangkat dari salah satu ceritera 1) Seringnya dipentaskan pada
panji yaitu Panji Inu Kertapati raja acara-acara resepsi perkawinan.
kediri yang berpasangan dengan 2) Sering ditayangkan lewat televisi,
Galuh Candrakirana. Isi cerita panji baik stasiun Jogjakarta maupun
dituangkan dalam berbagai ragam Surabaya
bentuk gerak yang berisi 3) Diberikan sebagai materi kuliah di
ajaran/tuntunan dalam menghadapi Akademi Seni Karawitan
hidup berkeluarga baru. Tari Indonesia (ASKI)
karonsih ternyata banyak memikat 4) Surakarta tahun 1977-1980, di
para seniman dan anggota masyarakat mana mahasiswa berasal dari
di Surakarta sehingga menjadi berbagai daerah
terkenal. Tari karonsih kemudian 5) terutama pulau Jawa.
diajarkan pada lembanga 6) Digunakan sebagai materi
pendidikan tinggi seni yaitu ASKI. penyajian paket di STSI (Sekolah
Yang kemudian berkembang Tinggi Seni
menjadi STSI dan sekarang menjadi 7) Indonesia) Surakarta sejak tahun
ISI Surakarta. Pada tahun 1975/76 1988 sampai sekarang.
tari Karonsih mendapat sentuhan 8) Beredarnya kaset-kaset iringan
garap dari para seniman dari ASKI tari Karonsih yang dijual di toko-
Surakarta ketika itu. Oleh Wahyu toko kaset
Santosa P, dan kawan-kawan, gerak 9) terutama di kota.
tari Karonsih diperhalus/dibesut Wujud tari Karonsih telah
ditambah dengan uran-uran, mengalami perkembangan baik
geraknya menjadi seperti gerak tari mengenai iringan, vokabuler sekaran
yang dipengaruhi oleh garap tari maupun rias dan busana.
bedhayan, tata rias dan tata
busananya berubah yang semula c. Tari Lambangsih
seperti wayang Gedog, berubah Tari lambangsih, diciptakan
menjadi penutup kepala pada tahun 1973 atas permintaan
menggunakan blangkon mataram atau keluarga besar keraton Surakarta
menggunakan mondolan, diatas yaitu Yosodipuro. Tari Lambangsih
mondolan adakalanya diletakan ditarikan pertamakali untuk
hiasan seperti sisir atau dadap, mengiringi hajad perkawinan salah
menggunakan kalung panjang. seorang abdidalem Panji. Jika tari

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Karonsih diminta keluarga merupakan makna simbolik


Mangkunegaran maka tari kehidupan rumah tangga, dari
Lambangsih diminta oleh kerabat proses manusia muda hingga
Kasunanan. Tari Lambangsih ide memasuki gerbang rumah tangga
garapan berasal dari angan-angan dengan segala permasalahannya.
pencipta yang diilhami oleh cerita Penggarapan koreografi tari
wayang yaitu percintaan Kumajaya Lambangsih, diciptakan atas anjuran
dan Kumaratih. Dalam dunia Yasadipura, ide muncul dari
pewayangan, Kumajaya dan permasalahan dalam rumah tangga.
Kumaratih adalah dewa clan dewi Tari Lambangsih menggambarkan
asmara yang berada di Khayangan beberapa suasana di antaranya:
Suralaya. Tari Lambangsih juga suasana keceriaan yang diwujudkan
pernah mengalami perubahan dalam Sekar Macapat dan
pada tahun 1993. Oleh pencitanya Dhandanggula, rasa cinta kasih
sendiri (S Maridi), perubahan itu diwujudkan pada Ketawang
dibuat untuk menyesuaikan dengan Tumadhah, suasana konflik
kondisi clan demi pelestarian seni diwujudkan pada pathetan Kemuda,
tari itu sendiri agar tetap diminati suasana manembah diwujudkan pada
oleh masyarakat. Perubahan itu gendhing Ketawang Gandamastuti,
terjadi baik pada gerak, tata rias clan suasana keceriaan menuju pada
maupun dalam tata busananya. Tari keharmonisan diwujudkan dalam
lambangsih merupakan bentuk tari gendhing Ketawang Ilir-ilir.
berpasangan yang melambangkan Gendhing Kodok Ngorek adalah
cinta kasih dua orang berlainan jenis. merupakan penggambaran tujuan
Tari Lambangsih sebagai salah satu utama dari perkawinan yaitu untuk
tari untuk kepentingan ritual memperoleh keturunan (anak).
perkawinan. Koreografi yang mencerminkan
Tari berbentuk pasihan, di suasana kehidupan dari sejak masih
antara seorang lelaki dengan seorang muda hingga memasuki bahtera
perempuan yang menggambarkan kehidupan diwujudkan melalui
percintaan. Tari Lambangsih sarat gendhing clan sekaran tari
dengan nasehat, tergambar dalam Lambangsih.
koreografi yang ditata sedemikian
rupa. Kesan yang muncul dalam d. Tari Sesaji
tarian, memberikan nasehat yang Kreativitas seniman STSU/SI
diharapkan dapat diserap sebagai Surakarta relatif maju dan menjadi
petuah yang berisi pendidikan tolok ukur bagi penciptaan seni
kepada penganten disamping ditengah masyarakat. Setiap tahun
sebagai hiburan bagi hadirin. Pesan tercipta beberapa bentuk tari baik
yang diungkapkan dalam tarian yang berupa tari ritual hingga yang
Lambangsih dapat ditangkap oleh pseudoritual. Setiap dies natalis dan
semua orang dengan kedalaman arti wisuda, selalu dicitpakan tari yang
yang berbeda tergantung kecerdasan baru. Dua tahun terakhir yaitu tahun
estetika penikmat seni. 2005 dan 2006, tari sesaji sering
Tari Lambangsih dalam dipentaskan. Pada tahun 2006,
upacara pemikahan adat Jawa dipentaskan tari sesaji dengan

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

beberapa bentuk gerak yang relatif lembaga-lembaga formal


baru. Pada bulan Juli dipentaskan pemerintahan, kelompok masyarakat,
tari sesaji untuk memperingati dies dan dapat pula berupa individu yang
natalis STSI. Surakarta yang ke 62 memiliki kemampuan untuk
dengan busana berbentuk dodotan mengadaptasi semua seni yang disaj
alit. Pada peresmian ISI pada bulan ikan.
September dipentaskan tari sesaji Perkembangan tari ritual
kusus, dengan dodotan dan tata rias dipengaruhi oleh orientasi
dan busana yang menggunakan masyarakat terhadap obyek yang
warna almamater (dominasi warna dihadapi. Di Surakarta tari ritual
ungu/nila). Pada pengukuhan guru telah mengalami transformasi, yaitu
besar Waridi pada bulan Nopember perubahan yang kadang bersifat
2006 dipentaskan tari sesaji yang sebagian, adakalanya seluruhnya, dan
mempunyai nuansa yang lain, dan bahkan bersifat sebaliknya.
juga pada pengukuhan guru besar Sri Perubahan dapat disebabkan oleh
Hastanto bulan Nopember 2006 juga factor intern dan factor ekstem. Tari
disajikan tari sesaji yang diciptakan ritual di Surakarta berlula dari
secara kusus. Menurut Hegel karya Keraton dan kemudian berkembang di
seni adalah penjelmaan dari masyarakat luas luar kraton.
pencitanya Pola perilaku seniman Sebuah tari ritual yang
berubah menurut keadan dan situasi, diciptakan dapat saja memiliki
demikian juga karya seni akan mati kesan bukan ritual bagi sesuatu
sesudah selesai diciptakan. Oleh kalangan tertentu, akan tetapi dalam
karena itu seni tari ritual juga akan tari ritual terdapat perkembangan baru
mati setelah karya itu diciptakan. yang relatif dapat dikatakan ritual
Sekalipun terdapat kemiripan, maka dan sekaligus non ritual atau ritual
karya tari ritual sifatnya selalu baru semu, dalam istilah kusus disebut
dan tercipta terus menerus. pseudoritual. Kebutuhan masyarakat
dalam pergaulan hidup, kebutuhan
D. Simpulan akan hayatan dan perbedaan
Tari Ritual merupakan sebuah kepentingan mempunyai pengaruh
bentuk tarian yang berhubungan yang kuat dalam penciptaan tari
dengan ritus, yaitu tata cara dalam ritual yang baru.
upacara keagamaan. Kepercayaan
terhadap kekuatan gaib/adikodrati, Daftar Pustaka
sering diwujudkan dengan berbagai Ahimsa, Heddy Shri., 2000. Ketika
cara misalnya menggunakan sesaji, Orang Jawa Nyeni.
pengucapan doa-doa, menyajikan Yogyakarta: Galang Press.
lagu-lagu sakraldan dengan tari- Adshead, Janet., (ed.) 1988. Dance
tarian. Pengertian Ritual di sini Analysis. London: Cecil Court.
lebih bersifat suci dan keramat. Amin, Darori., (ed). 2002. Islam dan
Tari Ritual sering disajikan Kebudayaan Jawa.
pada peristiwa peringatan atau Yogyakarta: Gama Media.
upacara yang bersifat keagamaan jika Askari, Hasan., 2003. Lintas Iman:
berfungsi bagi pendukungnya, Dialog Spiritual. Yogyakarta:
pendukung tari ritual dapat berupa Lkis. Bagus,

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007


HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI

Dillistone, F.W.,2002.The Power Of Piliang, Yasraf Amir., 1999. Hiper-


Symbols (terjemahan). Realitas Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius. Yogyakarta: LKiS.
Endraswara, Suwardi., 2003. Mistik Rustopo, (editor), 1991, Gendhon
Kejawen. Jogjakarta: Narasi. Humardani, Pemikiran dan
2003. Metodologi Penelitian Kritiknya. Surakarta: STSI
Kebudayaan. Yogyakarta: Press.
Gajah Mada University Press. Ritser, George., 2003, Teori Sosial
………1996. Ensiklopedi llmu-ilmu Posmodern, (Penerjemah M.
Sosial Taufik), Yogyakarta: Kreasi
Eliade, Mercea., 2002. Mitos Gerak Wacana.
Kembali yang Abadi Schechner, Richard, 1993. The
(terjemahan). Yogyakarta: Future of Ritual: Writing on
lkonTeralitera. Culture and Performance.
Geertz, Clifford [1960] 1989. New York: Routladge.
Abangan Santri Priyayi dalam Supartha, IGN., dkk., 1981.
Masyarakat Jawa. Jakarta: Pengantar Pengetahuan Tari.
Pustaka Jaya Jakarta: Proyek Dikdasmen.
Hadi, Sumandyo, 2005. Sosiologi Soedarsono, RM., 1978. Pengantar
Tari. Yogyakarta: Pustaka Pengetahuan dan Komposisi
Pelajar Tari. (diktat). Yogyakarta:
Hamersma, Harry., 1983. Tokoh- ASTI.
tokoh Filsafat Barat Modern. Sususeno, Magnis F., 1999. Etika
Jakarta: PT Gramedia. Jawa. Jakarta: PT Gramedia
Hidajat, Robby., 2003. Mozaik Pustaka Utama
Koreografi. Malang: Gantar Pals, Daniel L., 2001. Seven Theories
Gumelar. of Religion (terjemahan).
Kaplan, David., 2002. Teori Budaya Yogyakarta: Qalam
(terjemahan). Yogyakarta: Turner,Victor., 1982. From Ritual To
Pustaka Pelajar. Theater. New York: PAJ
Koentjaraningrat, 1975.Manusia dan Publication.
Kebudayaan di Indonesia. 1986. The Antropology Of
Jakarta: Jambatan. Performance. New York: PAJ
………1994. Kebudayaan Jawa. Publication.
Jakarta: Balai Pustaka.
Koesbyanto, J.A., Dhanu., 2003. Nara Sumber:
Memahami Realitas Hidup 1. Nora Konstantina Dewi Maret
Apa Adanya. Jakarta: Obor. 2006. Dosen Tari di STSI
Papenhuyzen, Clara B., 1991 Surakarta, Penata Tari, Penari
Peursen, Van C.A., 1988. Strategi Surakarta
Kebudayaan. Yogyakarta: 2. Wahyu Santoso Prabowo Mei
Kanisius. 2006. Dosen Tari di STSI
Surakarta, Penata Tari, Penari
Surakarta

Komponen-komponen dalam Budaya-Musik

Vol. VIII No. 1 / Januari – April 2007

Anda mungkin juga menyukai