Anda di halaman 1dari 26

A.

Teori Adopsi Innovasi Rogers/ innovation decision process


Yaitu proses kejiwaan yang dialami oleh seorang individu, sejak
menerima informasi/pengetahuan tentang suatu hal yang baru, sampai pada
saat dia menerima atau menolak ide baru tersebut. Proses adopsi melalu 4
tahap yaitu : awalnya individu menerima informasi dan pengetahuan
(knowledge). Kemudian individu mulai tertarik mengenal lebih jauh tentang
topik tersebut, fase tersebut dipergunakan oleh pertugas kesehatan untuk
membujuk atau meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima topik
yang dianjurkan (persuasion). Tergantung pada hasil persuasif petugas dan
pertimbangan pribadi individu, maka dalam tahap decision dibuatlah
keputusan untuk menerima atau justru menolak ide baru tersebut. Namun
baiknya petugas kesehatan tidak cepat merasa puas jika suatu ide cepat
diterima, sebab kini individu memasuki tahap penguatan (confirmation),
dimana individu meminta dukungan dari lingkungannya atas keputuasan
yang telah diambilnya. Bila lingkungan memberikan dukungan positif maka
perilaku yang baru tersebut tetap dipertahankan, sebaliknya jika ada kritik
dari lingkungan , terurtama dari kelompok acuannya maka biasanya adopsi
itu tidak jadi dipertahankan (Nasrullah & Suwandi, 2014).
B. Teori Pertentangan kekuatan Lewins
Dalam diri individu terdapat kekuatan/dorongan yang saling bertentangan.
Dala m proses perubahan perilaku biasanya yang diinginkan agar individu
memilih atau memenangkan driving force atau kekuatan yang mendorong
untuk melakukan tindakan seperti yang dianjurkan. Agar hal tersebut
tercapai, maka Lewin menemukan 3 macam cara, yaitu (Nasrullah &
Suwandi, 2014):
a. Memperkuat driving force
b. Mengurangi restraining force
c. Memperkuat unsur pendorong dan sekaligus mengurangi hambatan
yang ada.

Proses perubahan perilaku menurut Lewin, yaitu:

1. Tahap pencairan atau unfreezing dimana individu mencari berbagai


informasi yang sehubungan dengan perilaku baru tersebut
2. Tahap diagnosa masalah. Individu mulai mengin=dentifikasi semua
kemungkinan yang berkaitan dengan perilaku baru itu.
3. Tahap penentuan tujuan. Individu menentukan tujuan dari perubahan
perilaku tersebut, untuk apa dia berubah dan sampai sejauh mana dia
berubah.
4. Tahap penerimaan perilaku baru. Individu mulai mempraktikkan
perilaku baru tersebut dan mengevaluasi dampaknya.
5. Tahap pembekuan kembali. Jika perilaku itu berdampak positif maka
perilaku tersebut akan diterima sebagai perilaku yang permanen
(Nasrullah & Suwandi, 2014).
C. Teori Lawrence Green
Kesehatan individu/ masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu
faktor perilaku dan faktor-faktor lain diluar perilaku. Faktor perilaku ini
ditentukan oleh 3 hal. Yaitu faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong.
Faktor predisposisi yakni pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi,
norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri dan masyarakat.
Faktor pendukung yakni tersedianya sarana kesehatan dan kemudahan untuk
mencapainya. Faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan
(Nasrullah & Suwandi, 2014).
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk-bentuk perubahan perilaku meliputi:
a) Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena terjadi
perubahan alam (lingkungan) secara alamiah
b) Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena memang
direncanakan oleh yang bersangkutan
c) Kesiapan berubah (Readiness to change): Perubahan perilaku karena
terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana
proses internal ini berbeda pada setiap individu. Hal ini bergantung pada cepat
lambatnya penerimaan inovasi atau perubahan (Notoadmodjo, 2012).

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Strategi Merubah Perilaku


A. Strategi menggunakan kekuatan/ kekuasaan
Strategi ini dilakukan dengan memaksakan perubahan perilaku dengan
suatu aturan sehingga sasaran akan berperilaku seperti yang diharapkan.
Namun cara ini mempunyai kelemahan yaitu perubahan perilaku yang
dihasilkan belum tentu lama karena tidak didasari oleh kesadaran sendiri.
Strategi ini dapat, dilakukan dengan cara membuat peraturan atau
perundang-undangan. Contohnya : Pengendara sepeda motor yang tidak
memakai helm akan diberikan sanksi berupa tilang.

B. Strategi Edukasi (Pengetahuan)


Strategi ini dilakukan dengan cara memberikan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan misalnya cara menggunakan alat pelindung
diri yang benar, posisi kerja yang aman dan sebagainya. Contih nyata
dalam ranah kesehatan misalnya pengetahuan tentang waktu yang tepat
dalam menggosok gigi, yaitu pagi hari sesudah sarapan dan malam hari
sebelum tidur. Tujuan dari pemberian informasi ini adalah dengan
pengetahuan yang bertambah akan menimbulkan kesadaran untuk
berperilaku aman dan sehat. Perubahan perilaku dengan cara pemberian
informasi ini memakan waktu yang lama namun perubahan perilaku
bersifat dapat bertahan lama karena didasari kesadaran berperilaku.
C. Strategi diskusi partisipasi
Diskusi partisipasi yaitu pemberian informasi secara dua arah sehingga
orang yang menjadi sasaran tidak bersifat pasif namun mereka akan
diminta untuk aktif melalui berbagai diskusi. Pengetahuan mereka akan
meningkat dan lebih lanjut mereka akan menjadi contoh bagi orang lain.
Namun, strategi ini akan memakan waktu yang lama namun lebih baik
dari strategi paksaan (Nasrullah & Suwandi, 2014).

Efektivitas strategi tergantung dari beberapa kondisi, seperti (Paramita, 2016):

a. Perasaan atau identitas diri yang kuat oleh suatu individu dengan
berkeyakinan bahwa aktivitas dan kontribusi mereka adalah untuk diri
mereka dan kelompoknya
b. Adanya kesadaran dan kebutuhan untuk melakukan perubahan oleh
tiap individu yang biasanya berupa tekanan dari kelompoknya.

Berikut adalah beberapa contoh strategi untuk dapat merubah perilaku (Hermien,
2018):
a. Mengeluarkan instruksi, aturan, dan ancaman yang sifatnya memaksa
b. Menakut- nakuti bahaya atau dampak yang ditimbulkan akibat melanggar
aturan yang diberlakukan
c. Memberi imbalan atas apa yang terlah dilakukan atau atas ketaatan akan
aturan. Imbalan dapat berupa pujian atau hadiah
d. Membina hubungan baik dengan orang lain
e. Memberi contoh- contoh yang baik pada orang lain
f. Memberikan kemudahan fasilitas dan akses
g. Menanamkan kesadaran dan menumbuhkan motivasi.

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Metode Perubahan Perilaku


Metode promosi kesehatan yang sesuai dengan tujuan pelaksanaannya
(Susilowati, 2016):
a) Untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan : ceramah, kerja
kelompok, mass media, seminar, kampanye
b) Menambah pengetahuan. Menyediakan informasi: One-to-one
teaching(mengajar per-seorangan / private), seminar, media massa,
kampanye, group teaching.
c) Self-empoweringMeningkatkan kemampuan diri, mengambil keputusan
Kerja kelompok, latihan (training), simulasi, metode pemecahan masalah,
peer teaching method.4.Mengubah kebiasaan : :Mengubah gaya hidup
individu Kerja kelompok, latihan keterampilan, training, metode debat.
d) Mengubah lingkungan, Bekerja sama dengan pemerintah untuk membuat
kebijakan berkaitan dengan kesehatan

Jenis-jenis Metode (Susilowati,2016):

1. Metode Individual (Perorangan)


Untuk membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku. Contohnya engan cara penyuluhan dan interview.
2. Metode Kelompok
a) Kelompok Besar. Peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang.
Contohnya dengan cara Ceramah dan Seminar
b) Kelompok Kecil. Peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Contohnya
dengan cara Diskusi Kelompok, Brain Storming, Bermain Peran,
Permainan Simulasi
3. Metode Massa.
Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik.. Contohnya dengan
cara ceramah umum, tulisan-tulisan di majalah atau Koran.

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Motivasi Perilaku Hidup Sehat

Motivasi merupakan komponen esensial untuk perubahan perilaku hidup


sehat. Motivasi bervariasi tiap individu, dan dapat berubah-ubah tiap waktu.
Motivasi dapat berasal dari ekstrapersonal (faktor dari lingkungan sekitar)
maupun intrapersonal (faktor dari dalam diri sendiri) (Sussman, 2007). Terdapat
tiga jenis motivasi meliputi :

- Autonomous motivation
Merupakan jenis motivasi yang menitikberatkan nilai-nilai atau kepentingan
pribadi individu. Jadi motivasi ini berdasar pada nilai atau tingkatan
ketertarikan individu.
- Controlled motivation
Merupakan jenis motivasi yang kurang ditentukan oleh diri sendiri dan lebih
cenderung dilakukan akibat tuntutan tertentu.
- Amotivation
Merupakan kondisi dimana individu tidak termotivasi dan tidak terdorong
untuk melakukan suatu perilaku tertentu (Kerner, 2017).

5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Evaluasi Perubahan Perilaku

Evaluasi program promosi kesehatan adalah kegiatan yang dirancang


untuk mengukur hasil dari program promosi kesehatan, baik pada aspek
pengetahuan, sikap, praktek maupun status kesehatan. Evaluasi bertujuan untuk
mengukur efisiensi dan efikasi dari program promosi kesehatan. Efisiensi diukur
dari kesesuaian sumber daya yang telah dialokasikan dengan tercapainyan
tujuan. Sedangkan efikasi diukur dari perubahan yang terjadi apakah betul-betul
disebabkan oleh program promosi kesehatan yang dijalankan (Susilowati, 2016).
a. Klasifikasi Evaluasi
 Fraenkel mengklasifikasi evaluasi menjadi 3, yaitu (Susilowati, 2016):
1) Diagnostic evaluation, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu penilaian
kebutuhan atau identifikasi masalah;
2) Formative evaluation, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program
promosi kesehatan sedang berlangsung, guna melihat efektivitas dari
program
3) Summative evaluation, yaitu evaluasi yang dilakukan di akhir program,
untuk melihat apakah program masih akan dilanjutkan, dimodifikasi atau
dihentikan.
 Green mengklasifikasi evaluasi program promosi kesehatan menjadi
(Susilowati, 2016):
1) Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang dilakukan selama program promosi
kesehatan sedang berlangsung, karena bertujuan untuk melakukan
monitoring. Evaluasi ini merupakan evaluasi yang paling sering dilakukan,
karena mudah.
2) Evaluasi dampak, yaitu evaluasi yang juga dilakukan selama program
sedang berlangsung dan bertujuan untuk menilai perubahan pengetahuan,
sikap maupun praktek atau ketrampilan sasaran program.
3) Evaluasi hasil, yaitu evaluasi yang dilakukan di akhir program, karena
bertujuan untuk mengukur perubahan status kesehatan, seperti morbiditas,
mortalitas, fertilitas, dan lain-lain serta kualitas hidup sasaran program
promosi kesehatan. Jenis evaluasi ini merupakan evaluasi yang paling
bermanfaat dan sulit untuk menilai apakah perubahan betul-betul akibat
program promosi kesehatan yang dilakukan bukan karena program lain
yang juga dilakukan. Oleh sebab itu, jenis evaluasi ini paling jarang
dilakukan.
2.5.1. Learning Objective 1. Mahasiswa mampu memahami definisi perubahan
perilaku dan motivasi
A. Definisi Perubahan Perilaku Kesehatan
Perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang menyangkut tentang
perilaku hidup sehat ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku merupakan tujuan
utama dari pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang
program kesehatan lainnya (Nugroho, 2008).
B. Definisi Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “MOREVE” yang berarti dorongan atau daya
penggerak. Secara umum, motivasi artinya mendorong untuk berbuat atau beraksi.
Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive, berasal dari
kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif erat
kaitannya dengan gerak, yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia, atau disebut
juga dengan perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan,
dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. (Sobur, 2009).
Motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menujuk pada seluruh proses
gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri
individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau
perbuatan. (Sobur, 2009).Sobur (2009) juga mengatakan bahwa motivasi itu berarti
membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang
atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau
tujuan. Sehingga dapat diartikan bahwa motivasi dalam kesehatan artinya suatu
gerakan atau dorongan yang muncul baik dari dalam diri seseorang ataupun dari
lingkungan mereka untuk dapat meningkatkan taraf kesehatan hidup dirinya sendiri
ataupun orang-orang di sekitarnya.

2.5.2. Learning Objective 2. Mahasiswa mampu memahami mengetahui teori


perubahan perilaku dan motivasi
I. Teori Perubahan Perilaku

a. Teori Adopsi Inovasi (Rogers)

Ahli ilmu sosial Rogers menamakan teorinya sebagai teori innovation decision
process yang diartikan sebagai proses kejiwaan yang dialami oleh seorang individu,
sejak menerima informasi atau pengetahuan tentang suatu hal yang baru, sampai
dengan pada saat dia menerima atau menolak ide baru tersebut. Mula-mula Rogers
dibantu oleh rekannya bernama Shoemaker (1971), menyatakan bahwa proses adopsi
inovasi itu melalui 5 tahapan, yaitu : mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru
(awareness), menaruh perhatian terhadap ide tersebut (interest), memberikan
penilaian (evaluation), mencoba memakainya (trial), dan kalau menyukainya maka
individu tersebut setuju untuk menerima ide/hal baru tersebut (adoption) (Sarwono,
1997).
Dari pengalaman di lapangan serta penelitian mengenai penerapan teori ini
ternyata Rogers dan Shoemaker menyimpulkan bahwa proses adopsi ini tidak berhenti
segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi
sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Oleh karenanya, maka Rogers dan
Shoemaker (1978) mengubah teori mereka dengan membagi proses pembuatan
keputusan tentang inovasi ini menjadi 4 tahap utama, yaitu:

Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan


suatu ide baru (knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan minatnya untuk mengenal
lebih jauh tentang objek/topik tersebut dan fase ini dipergunakan oleh petugas
kesehatan untuk membujuk atau meningkatkan inovasinya guna bersedia menerima
objek/topik yang dianjurkan tersebut (persuasion). Tergantung kepada hasil persuasi
petugas dan pertimbangan pribadi individu, maka dalam tahap decision dibuatlah
keputusan untuk menerima atau justru menolak ide baru tersebut. Namun, sebaiknya
petugas/pendidik kesehatan tidak cepat merasa puas jika suatu ide telah diterima,
sebab kini individu mulai memasuki tahap penguatan (confirmation), dimana dia
meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang telah diambilnya itu. Bila
lingkungan memberikan dukungan positif maka perilaku yang baru itu (adopsi) tetap
dipertahankan, sedangkan bila ada keberatan dan kritik dari lingkungan, terutama dari
kelompok acuannya, maka adopsi itu tidak jadi dipertahankan dan individu kembali
lagi ke perilakunya yang semula. Sebaliknya, suatu penolakan pundapat berubah
menjadi adopsi apabila lingkungannya justru memberikan dukungan agar individu
menerima ide baru tersebut (Sarwono, 1997).

b. Teori S-O-R

Merupakan perubahan perilaku yang didasari oleh: Stimulus – Organisme –


Respon (S-O-R). Perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau
memperbanyak rangsangan (stimulus). Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi
melalui proses pembelajaran (learning process). Materi pembelajaran di sini diartikan
sebagai stimulus. Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R adalah sebagai
berikut:

a. Adanya stimulus (rangsangan) → diterima atau ditolak.


b. Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus.
c. Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya berupa kesediaan untuk
bertindak terhadap stimulus (attitude) dan bertindak (berperilaku) apabila ada
dukungan fasilitas (practice) (Priyono, 2014).

c. Teori “Dissonance” oleh Festinger

Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara sebab
atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance). Apabila terjadi
stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang tersebut akan terjadi ketidak
seimbangan (dissonance). Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif
(menerimanya dan melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil
perubahan), dan akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance) (Priyono,
2014).

Rumus perubahan perilaku menurut Festinger: “Terjadinya perubahan perilaku


karena adanya perbedaan elemen kognitif yang seimbang dengan elemen tidak
seimbang”. Contoh: Seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya terjadi karena
ketidak seimbangan antara keuntungan dan kerugian stimulus (anjuran perikasa
hamil) (Priyono, 2014).

d. Teori Fungsi oleh Katz

Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu stimulus atau
obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek). Prinsip teori fungsi
(Priyono, 2014) :

a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek).


b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila hujan,
panas).
c. Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons terhadap
gejala sosial).
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi (marah,
senang).

e. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)

HBM adalah salah satu model yang pertama kali digunakan untuk memprediksi
dan menjelaskan variasi dalam perilaku kontrasepsi di kalangan perempuan pada
1970-an dan 1980-an (Hall, 2012). HBM digunakan untuk membantu
mengidentifikasi dan memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kontrasepsi modern saat ini (Hall, 2012). Menurut Rosenstock, Cullen, Brodkin, dan
Redlich (2005), HBM menyatakan bahwa individu akan mengambil tindakan untuk
mencegah kerusakan kesehatan mereka, sebagai monitor untuk penyakit atau
kerentanan, atau untuk mengontrol penyakit, jika mereka: (1) menganggap diri
mereka sebagai pribadi rentan terhadap kondisi tertentu, (2) percaya bahwa kondisi
tertentu memiliki konsekuensi yang serius, (3) percaya bahwa tindakan baik akan
mengurangi kerentanan mereka atau mengurangi keparahan kondisi, dan (4) percaya
bahwa kondisi tertentu dapat mengantisipasi hambatan (atau biaya) dengan
mengambil tindakan yang sebanding dengan keuntungan dan (5) kombinasi
kerentanan yang dirasakan dan tingkat keparahan yang dirasakan atau sering disebut
sebagai ancaman.

Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu :

1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu


penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang


kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil
kerentanan terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat
memberikan keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan,
interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan
pengalaman mencoba perilaku yang serupa.

Champion dan Skinner (dalam Glanz, 2008) mengemukakan adanya enam aspek
dari health belief model (HBM), yaitu: 

1. Perceived suspectibility, yaitu mengukur persepsi kerentanan mengacu pada


keyakinan tentang kemungkinan mendapatkan penyakit atau kondisi. Misalnya,
seorang wanita harus percaya ada kemungkinan terkena kanker payudara
sebelum ia akan tertarik untuk memperoleh mammogram.
2. Perceived severity, yaitu mengukur perasaan tentang keseriusan tertular
penyakit atau membiarkannya tidak diobati meliputi evaluasi dari kedua
konsekuensi medis dan klinis (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) dan
konsekuensi sosial yang mungkin (seperti dampak kondisi pada pekerjaan,
kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Kombinasi kerentanan dan
keparahan telah diberi label sebagai ancaman.
3. Perceived benefits, yaitu mengukur keyakinan orang mengenai manfaat yang
dirasakan dari berbagai tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman
penyakit. Persepsi non-kesehatan lainnya, seperti penghematan keuangan yang
berkaitan dengan berhenti merokok atau menyenangkan keluarga anggota
dengan memiliki mammogram, juga dapat mempengaruhi keputusan perilaku.
Dengan demikian, individu menunjukkan keyakinan optimal dalam kerentanan
dan keparahan yang tidak diharapkan untuk menerima tindakan kesehatan yang
dianjurkan dan mereka juga menganggap tindakan yang dilakukan sebagai
sesuatu yang berpotensi menguntungkan dan mengurangi ancaman.
4. Perceived barriers, yaitu mengukur penilaian individu mengenai besar hambatan
yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti
hambatan finansial, fisik, dan psikososial (Rosenstock, 1966).
5. Cues to action, yaitu mengukur peristiwa-peristiwa, orang-orang, atau hal-hal
yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Mendengar cerita
TV atau berita radio tentang penyakit bawaan makanan dan membaca petunjuk
penanganan yang aman untuk paket daging mentah dan unggas merupakan
isyarat untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku yang terkait dengan
perilaku penanganan makanan yang lebih aman (Hanson & Benediktus dalam
Turner dkk, 2008).
6. Self-efficacy, yaitu mengukur keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil
melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan hasil (Bandura,
dalam Glanz, 2008). Bandura membedakan harapan self-efficacy dari harapan
hasil, dimana harapan dari self-efficacy didefinisikan sebagai seseorang yang
memperkirakan bahwa perilaku tertentu akan menyebabkan hasil tertentu.
Harapan hasil yang mirip tapi berbeda dari konsep HBM dirasakan manfaatnya.
Pada tahun 1988, Rosenstock, Strecher, dan Becker (dalam Glanz, 2008)
menyarankan bahwa self efficacy ditambahkan ke HBM sebagai konstruk yang
terpisah, dan sementara kerentanan, keparahan, dan manfaat termasuk dalam
konsep asli HBM

f. Force Field Analysis

Selama proses perubahan pasti akan terdapat dua kekuatan yang saling
bententangan, yaitu kekuatan yang mendukung dan kekuatan yang menolak. Force
Field Analysis adalah teknik manajemen yang dikembangkan oleh Kurt Lewin untuk
mendiagnosa situasi lingkungan/kekuatan-kekuatan yang ada pada saat dijalankannya
perubahan. Kekuatan yang mendukung perubahan (Driving Forces) adalah kekuatan-
kekuatan yang terus menekan dan mempunyai inisiatif untuk melakukan perubahan.
Sedangkan kekuatan yang menolak perubahan (Restraining Forces) adalah kekuatan-
kekuatan yang menolak adanya perubahan dengan menahan atau mengurangi
kekuatan yang mendukung perubahan. Pada saat perubahan terjadi, kekuatan –
kekuatan tersebut saling menekan dan pada akhirnya kekuatan yang mendukung akan
semakin banyak dan kekuatan yang menolak akan semakin sedikit (Irina, 2011)

Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:

a) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan tetap. Hal ini terjadi karena
adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-
perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi sehubungan
dengan perilaku yang bersangkutan.
b) Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi
karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan
tersebut.
c) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan
semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
g. Teori Lippitt
Proses perubahan lain adalah fase perubahan Lippit, yang memfokuskan pada
peran agen pengubah (change agent) dan hal ini dijelaskan oleh Sullivan & Decker
(1992). Strategi pemecahan masalah, berhubungan, dan kemahiran berkomunikasi
digunakan selama proses perubahan dengan anggota system sebagai target utama.
Teori Lewin dikembangkan menjadi tujuh tahapan proses berikut ini:
- Miliki kumpulan data individu yang penting, pemecahan masalah, dan berikan
diagnosis pada masalah.
- Pertimbangkan berbagai hambatan keuangan dan sumber daya manusia yang
ada. Analisis fungsi organisasi dan strukturnya. Perkirakan kapasitas seluruh
perubahan dengan motivasi. Bandingkan solusi dan tentukan prioritas.
- Sumber dan motivasi agen perubahan dapat dijadikan modal. Analisis penilaian
diri dan pertimbangkan kekuatan dasar, tingkat energy, rencana ke depan, dan
komitmen untuk berubah.
- Seleksi sasaran perubahan yang progresif. Tetapkan strategi, rencana tindakan
dan metode evaluasi.
- Seleksi peran agen pengubah: penggembira (cheersleader) fasilitator kelompok,
keahlian, atau konsultan. Buatlah harapan yang jelas dengan mengidentifikasi
peran yang telah dipilih untuk agen pengubah.
- Pertahankan perubahan dengan komunikasi, umpan balik, revisi, dan koordinasi.
- Setelah perubahan diterima dan melembaga, agen pengubah menarik diri.

II. Teori Motivasi

Beberapa teori motivasi yang pada umumnya dikenal dan dikemukakan oleh
para ilmuwan yang menekuni kegiatan pengembangan teori motivasi. Dikutip dalam
buku Donni Juni Priansa (2014:205-212) beberapa teori motivasi tersebut antara lain:

1. Teori Abraham Maslow

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik
Abraham Maslow, ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat
hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan
fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional),
sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan
(faktor penghargaan internal dan ekternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan,
pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan dirisendiri).

Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan, kebutuhan


fisiologis dan rasa aman di deskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan
kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.
Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan
tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara
dominan dipenuhi secara ekternal.

1. Kebutuhan fisiologis ( rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)


2. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi denga orang
lain,diterima, memiliki)
4. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
5. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjajahi,kebutuha estetik: keserasian, keteraturan dan keindahan:kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut
akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-mtif yang lebih tinggi akan
menjadikurang signfikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk
menekni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi
dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam
masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari maka,
perlindungan, dan rasa aman.

Prinsip pikiran Abraham Maslow berangkat dari kebutuhan manusia yang


disusun secara hierarki fisiologis sampai kebutuhan pemenuhan diri. Abraham
Maslow menekankan perilaku manusia disebabkan oleh motivasi tertentu yang
bergerak secara sistematis demi sebuah “grows need” atau pemuasan kebutuhan.

Hirarki kebutuhan Abraham H Maslow ditunjukan dengan bentuk piramida pada


gambar 1.2 yaitu:
2. Teori X Dan Teori Y (Douglas McGregor)

Menurut Hasibuan (2012: 160), Douglas Mc. Gregor adalah seorang psikolog
sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan
tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Mc. Gregor terkenal dengan teori X
dan teori Y-nya, dalam bukunya The Human Side of Enterprise (Segi Manusiawi
Perusahaan). Afin Murty (2012: 68) menyebutkan bahwa menurut Mc. Gregor, dalam
berhubungan dengan karyawannya, manajer memiliki asumsi-asumsi yang
digolongkan dalam teori X sebagai berikut:

1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin


berusaha untuk menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Disamping teori X yang sepertinya hanya memandang seorang karyawan dari


sisi negatifnya saja, ada pula teori Y yang dapat mengimbangi teori X. Teori Y terdiri
atas empat asumsi, yaitu sebagai berikut:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya
istirahat atau bermain.
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai
berbagai tujuan.
3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang di edarkan ke
seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki
posisimanajemen.

3. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Frederick Herzberg (1950) dalam Hasibuan (2012: 157), seorang profesor


ilmu jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua
Faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory. Menurut Frederick Herzberg
(1996) dalam Robbins (2008: 218) ada dua jenis faktor yang mempengarhi motivasi
kerja, yaitu faktor Intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1) Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain:

a. Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang


dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan.
b. Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju
dalam pekerjaannya.
c. Pekerjaan Itu Sendiri (The work itself), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan oleh karuawan dari pekerjaannya.
d. Pencapaian (Achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi.
e. Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
karyawan atas kinerja yang dicapai.

2) Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan


dengan konteks pekerjaan, antara lain:

a. Kebijakan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration),


derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan
yang berlaku dalam organisasi.
b. Kondisi kerja (Working Condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
c. Gaji dan Upah (Wages and Salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima
sebagai imbalan kinerjanya.
d. Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Relation), derajat kesesuaian yang
dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain.
e. Kualitas supervisi (Quality Supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang
dirasakan dan diterima oleh karyawan. (Michael dan Intan, 2010: 25-26)

4. Teori David McClelland

Anwar Prabu (2010:68), mengemukakan enam karakteristik orang yang


mempunyai motif berprestasi tinggi, yaitu:

1. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi


2. Berani mengambil dan memikul resiko Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan rasa
aman dan keamananan Kebutuhan sosial Kebutuhan ego Aktualisasi
3. Memiliki tujuan yang realistik
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuan
5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang
dilakukan
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Teori Motivasi Berprestasi McClelland dalam Anwar Prabu (2011:94)


mengemukakan bahwa motivasi seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental”
yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang
yang mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud
terdiri dari 3 dorongan kemampuan, yaitu:

1. Kebutuhan untuk berprestasi (Need of achievement)


7. Kebutuhan untuk memperluas pergaulan (Need of affiliation)
8. Kebutuhan untuk menguasai sesuatu (Need of power)

Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting dibinanya virus mental


manajer denga cara mengembangkan potensi mereka melalui lingkungan kerja
secara efektif agar terwujudya produktifitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan
tercapainya tujuan utama organisasi.
1. Need For Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan
refleksi dari dorongan akan tanggungjawab untuk pemecahan masalah. Seorang
pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi adalah kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
2. Need For Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak
mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dan
dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.

David McClelland dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2011:103),


mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi,
sebagai berikut:

a. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi

b. Berani mengambil dan memikul resiko

c. Memiliki tujuan yang realistik

d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan

e. Memanfaatka umpan balik yang konkrit dalam semua kegiata yang dilakukan.

f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan recana yang telah diprogramkan

Edi sutrisno (2011:129), menyatakan bahwa tingkah laku individu yang


didorong oleh kebutuhan pergaulan atau persahabatan (N.Aff) akan tampak sebagai
berikut:

a. Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya


daripada tugas-tugas yang ada pada pekerjaan.
b. Melakukan pekerjaan lebih efekktif apabila bekerja sama dengan orang lain
dalam susunan lebih kooperatif
c. Mencari persetujuan atas kesepakatan dari orang lain d. Lebih suka dengan
orang lain.

Edi Sutrisno (2011:130), mengemukakan juga mengenai tingkahlaku yang


didorong oleh kebutuhan berkuasa akan tampak sebagai berikut:

a. Berusaha menolong orang lain walaupn pertolongan itu tidak diminta


b. Sangat aktif menentukan arah kegiatan organisasi tempat berada
c. Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang
dapat mencerminkan prestasi
d. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antara pribadi dari kelompok atau
organisasi.

5. Teori ERG dari Clayton P.Alderfer

Apabila kita mengutarakanya menurut kebutuhan tingkat terendah tingkat


tertinggi, maka kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud adalah:

a. Kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi (Existence=E)


b. Kebutuhan-kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain (Relatedness=R)
c. Kebutuhan-kebutuhan akan pertumbuhan (Growth Needs=G)

6. Teori Dua Faktor Herzberg

Sondang P. Siagian (2011:146) mengatakan baha teori motivasi–Higiene


dikemukakan oleh fredrick Herzberg. Orang menginginkan dua macam faktor
kebutuhan yaitu:

a. Faktor Motivator, adalah hal-hal pendorong berprestasi yang bersifat ekstrinsik,


yang berarti bersumber dari luar diri seseorang. Yang tergolong sebagai faktor
motivator antara lain: prestasi, pengakuan pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab,
kesempatan serta penghargaan.
b. Faktor higiene, adalah faktor-faktor yang sifatnya intrinsik, yaitu
menyenangkan para pekerja, faktor higiene antara lain:upah/gaji, lingkungan
kerja, interpersonal serta kebijakan perusahaan.

7. Teori Motivasi Fisiologis

Teori ini dikembangkan oleh Morgan dengan sebutan Central Motive


State (CMS) atau keadaan motif sentral. Teori ini bertumpu pada proses
fisiologis yang dipandang sebagai dasar dari perilaku manusia atau pusat dari
semua kegiatan manusia. Ciri-ciri CMS adalah bersifat tetap, tahan lama
bahwa motif sentral itu ada secara terus menerus tanpa bisa dipengaruhi oleh
faktor luar maupun dalam diri individu yang bersangkutan.

8. Teori X-Y
Mengatakan bahwa terdapat dua sikap dasar pada manusia. Sikap seseorang
akan mempengaruhi produktivitasnya. Sikap dasar tersebut adalah:
1) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori X
Asumsi dari teori ini bahwa pada hakekatnya manusia kebanyakan lebih suku
diawasi daripada diberi kebebasan, tidak senang menerima tanggung jawab, malas
dan selalu ingin aman saja. Motivasi kerjanya yang utama adalah uang dan
keuntungan finansial. Kelompok ini mau bekerja karena adanya imbalan atau
hadiah.
2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y
Asumsi dari teori ini adalah bahwa hakekatnya kebanyakan manusia suka
bekerja. Bekerja merupakan kegiatan alami seperti halnya bermain dan kontrol
terhadap diri sendiri merupakan suatu hal yang esensial.

9. Teori motivasi Kebutuhan


Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam hidupnya
ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis maupun psikologis. Kebuthan diartikan
sebagai kekurangan fisiologis atau psikologis yang mendorong timbulnya perilaku
(Asmuji,2012). Beberapa teori keburuhan motivasi yang terkenal antara lain yaitu
teori motivasi Maslow, teori kebutuhan McClelland, teori motivasi Herzberg, dan
teori ERG(Asmuji,2012).

10. Teori Penguatan


Thorndike dan Skinner berpendapat bahwa perilaku individu dikendalikan
oleh konsekuensinya. Individu akan mengulangi perilaku yang diikuti oleh
konsekuensi yang mendukung dan menghindari perilaku yang mengakibatkan
konsekuensi yang tidak mendukung. Dalam teori ini sebutkan bahwa penghargaan
juga dapat mempengaruhi motivasi individu (Asmuji,2012).

11. Teori Keadilan


Teori keadilan mengemukakan bahwa individu akan cenderung
membandingkan antara segala sesuatu yang diberikan dan penghargaan yang
didapatkan. Individu jga akan membandingkan penghargaan yang dia terima dengan
yang diterima individu lain dalam pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Individu
akan mempunyai motivasi tinggi jika penghargaan dirasa memenuhi keadilan
(Asmuji,2012).

II.6.3. Learning Objective 3 . Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji


bentuk dan jenis perubahan perilaku dan motivasi
I. Bentuk perubahan perilaku
a. Perubahan alamiah (natural change)
Perubahan perilaku terjadi karena perubahan alam (lingkungan) secara
alamiah. Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat
didalamnya yang akan mengalami perubahan. Contohnya apabila terjadi perubahan
lingkungan fisik seperti halnya perubahan musim kemarau menjadi musim penghujan
yang dampaknya terjadi peningkatan penyakit demam berdarah, maka anggota
masyarakat akan melakukan hal – hal untuk mencegah penyakit tersebut dengan cara
melakukan fogging, gerakan membasmi jentik-jentik nyamuk, dan lain sebagainya
(Notoatmodjo, 2003).
b. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan perilaku karena memang direncanakan oleh yang bersangkutan atau
subyek. Contohnya apabila seseorang merasakan sesuatu hal yang tidak mengenakkan
akibat kebiasaan buruk yang dilakukannya, misalnya merasa sesak akibat kebiasaan
buruk merokok, maka seseorang tersebut akan mengubah perilakunya dan berusaha
untuk berhenti merokok (Notoatmodjo, 2003).
c. Kesiapan berubah (readiness to change)
Perubahan perilaku karena terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang
bersangkutan, dimana proses internal ini berbeda pada setiap individu. Contohnya
apabila terjadi suatu inovasi atau program pembangunan di dalam masyarakat, maka
yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau
perubahantersebut (berubah perilakunya).Tetapi sebagian orang sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003). Misalnya pada saat instansi
kesehatan melakukan rehabilitasi pada perokok dengan berbagai pendekatan supaya
individu perokok tersebut berubah, maka tidak semua individu perokok tersebut
memiliki kecepatan yang sama dalam berubah (Saputra&Sary, 2013).

II. Bentuk motivasi berdasarkan aspeknya

Ada dua aspek yang dikenal yaitu aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis
(Hasibuan, 1996).

1. Aspek aktif/dinamis yaitu motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam
menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia agar secara produktif
berhasil mencapai perubahan perilaku yang diinginkan.
2. Aspek pasif/statis yaitu motivasi tampak sebagai perangsang untuk dapat
mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia itu kearah
perubahan perilaku yang diinginkan.

Keinginan dan kegairahan kerja ini dapat ditingkatkan berdasarkan


pertimbangan tentang adanya dua aspek motivasi yang bersifat statis, yaitu:

a. Aspek motivasi statis tampak sebagai keinginan dan kebutuhan pokok manusia
yang menjadi dasar dan harapan yang akan diperolehnya dengan tercapainya
perubahan perilaku.
b. Aspek motivasi statis adalah berupa alat perangsangan/insentif yang diharapkan
akan dapat memenuhi perubahan perilaku yang diharapkannya tersebut.
c.
III. Jenis motivasi

Menurut Sardiman (2011), jika berbicara tentang macam atau jenis motivasi
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang sehingga motivasi itu sangat bervariasi.

a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya


1. Motif-motif bawaan.
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada
tanpa dipelajari, contohnya : dorongan untuk makan dan minum, dorongan
untuk bekerja, untuk beristirahat, dorongan seksual, dll. Motif-motif ini
seringkali disebut motif-motif yang diisyaratkan secara biologis.
2. Motif-motif yang dipelajari.
Motif-motif yang timbul karena telah dipelajari, contoh : dorongan untuk
belajar suatu cabang ilmu pengetahuan. Motif ini sering disebut motif-motif
yang diisyaratkan secara sosial, sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial
sehingga motivasi itu terbentuk.
b. Motivasi menurut pembagian Woodworth dan Marquis
1. Motif atau kebutuhan organis
Meliputi kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual dan berbuat
2. Motif-motif darurat
Meliputi dorongan untuk menyelematkan diri, dorongan untuk membalas,
untuk berusaha, untuk memburu, dan motif ini timbul karena adanya
rangsangan dari luar.
3. Motif-motif objektif
Menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan
manipulasi, untuk menahan minat. Motif ini muncul karena adanya dorongan
untuk menghadapi dunia luar secara efektif.
4. Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Yang tergolong motivasi jasmaniah adalah refleks, insting otomatis, nafsu.
Sedangkan motivasi rohaniah adalah kemauan. Kemauan itu sendiri terbentuk
dari empat momen yaitu :
a) Momen timbulnya alasan
b) Momen pilih
c) Momen putusan
d) Momen terbentuknya kemauan
c. Motivasi dilihat dari aspek rangsangan
a) Motivasi Intrinsik
Merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu.
Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia akan
secara sadar melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar
dirinya. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dan belajar.
Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif.
Yang termasuk motivasi intrinsik dalam Susilawati (2008) antara lain :
 Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
 Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju.
 Adanya keinginan untuk mencapai prestasi.
 Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu pengetahuan.
b) Motivasi Ekstrinsik
Merupakan kebalikan dari motivasi intrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan
berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi perubahan perilaku dikatakan
ekstrinsik bila individu atau suatu kelompok menempatkan perilakunya di luar faktor-
faktor situasi perubahan perilaku (resides in some factors outside the learning
situation). Baik motivasi ektrinsik positif maupun motivasi ekstrinsik negatif, sama-
sama mempengaruhi sikap dan perubahan perilaku.

II.6.4. Learning Objective 4. Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji


strategi perubahan perilaku

Hal yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
kesehatan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya.
Perubahan yang dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt
behaviour. Di dalam program – program kesehatan, agar diperoleh perubahan
perilaku yang sesuai dengan norma – norma kesehatan diperlukan usaha – usaha yang
konkrit dan positip (Notoatmodjo, S., 2003). Beberapa strategi untuk memperoleh
perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1) Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia
mau melakukan perilaku yang diharapkan. Cara ini menyebabkan perubahan
yang cepat akan tetapi biasanya tidak berlangsung lama karena perubahan
terjadi bukan berdasarkan kesadaran sendiri (keemahan). Sebagai contoh adanya
perubahan di masyarakat untuk menata rumahnya dengan membuat pagar rumah
pada saat akan ada lomba desa tetapi begitu lomba / penilaian selesai banyak
pagar yang kurang terawat.
2) Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, pemeliharaan
kesehatan , cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat. Selanjutnya diharapkan pengetahuan tadi
menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada akhirnya akan menyebabkan
orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan semacam ini
akan memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan bersifat lebih
langgeng.
3) Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara kedua dimana penyampaian
informasi kesehatan bukan hanya searah tetapi dilakukan secara partisipatif. Hal
ini berarti bahwa masyarakat bukan hanya penerima yang pasif tapi juga ikut
aktif berpartisipasi di dalam diskusi tentang informasi yang diterimanya. Cara
ini memakan waktu yang lebih lama dibanding cara kedua ataupun pertama akan
tetapi pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan lebih mantap dan
mendalam sehingga perilaku mereka juga akan lebih mantap.
Apapun cara yang dilakukan harus jelas bahwa perubahan perilaku akan
terjadi ketika ada partisipasi sukarela dari masyarakat, pemaksaan, propaganda politis
yang mengancam akan tidak banyak berguna untuk mewujutkan perubahan yang
langgeng (Notoatmodjo, S., 2003).

1. Hermien, 2018. Buku Ajar Promosi Kesehatan.Yogyakarta: DEEPUBLISH,


hlm 47
2. Kerner C, Victoria A. 2017. The Motivational Impact of Wearable Healthy
Lifestyle Technologies: A Self-determination Perspective on Fitbits With
Adolescents. American Journal Of Health Education 2017;48:288
3. Nasrullah, M dan Suwandi, T. 2014. Hubungan Antara Knowledge, Attitude,
Practice Safe Behavior Pekerja dalam Upaya untuk Menegakkan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Surabaya : The Indonesian Journal of Occupational
Safety and health. Volume 3 Nomor 1. Hlm. 91 dan 92
4. Paramita, Mahditia. 2016. Strategi Membangun Kota. Yogyakarta: HRC
Caritra, hlm 121
5. Soekidjo Notoadmodjo. 2012. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka
Cipta. Jakarta. Hlm 188
6. Steve Sussman, Elahe Nezami, Pallav Pokhrel et. al., 2007. Motivation in
Health Behavior Research and Practice. Nova Science Publishers; 2007:6
7. Susilowati, Dwi. 2016. Promosi Kesehatan. Pusat Pendidikan Sumbet Daya
Manusia Kesehatan. Jakarta. Hal 62
8. Susilowati, Dwi. 2016. Promosi Kesehatan. Jakarta:Pusdik SDM Kesehatan.
Hlm 103-104

Anda mungkin juga menyukai