g04t03 150825091515 Lva1 App6891 PDF
g04t03 150825091515 Lva1 App6891 PDF
Disusun Oleh:
Rendhie Suswanto 03021181320088
Rifki Fajrullah Ramadhan 03021181320064
Epi 03021181320078
Ridho Prawira 03021181320004
Hamdan 03021181320018
Eko Ardiansyah Putra 03021181320054
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di
kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang
jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,
karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler
track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan
sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam
alat mekanis, antara lain:
2
6. Alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran
harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan
harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis
permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat
jembatan yang konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada
konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang
mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian
dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang
dikehendaki.
3
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar,
panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya.
Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang
digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal
dan aman.
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,
menurut Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah
lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut
dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum,
yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan, dengan pengertian bahwa
lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.
4
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)
Dimana :
L min = lebar jalan angkut minimum, m
n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut, m
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca
spion kiri-kanan 5,076 m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda
adalah sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)
= 2 (5,076) + (3) (½ x 5,076)
= 17,77 m ˜ 18 m
5
lurus adalah 0,70 m. Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok
meninggalkan jejak di atas jalan selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m
untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan
membelok adalah sebagai berikut:
1. Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat
angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan
dan belakang.
1. Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan
2. Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok
6
Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam),
super-elevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar
terhindar dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat
dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek
maksimum.
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan
fmak, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%,
8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%.
Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal
(Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax
sesuai kurva.
Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%
Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)
7
Spiral-Lingkaran-Spiral (S-C-S)
3. Superelevasi
Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan
*Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok
8
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat
belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi dicapai secara bertahap dari
kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(superelevasi).
CROSS SLOPE
9
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk
penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti
dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang
lewat dan mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan
horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m’ (lihat rumus 22). Jalan angkut yang
baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40
mm/m.
10
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar
jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui
lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade).
Dengan demikian perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor
kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan
daya dukung tanah dasar.
1. kadar air,
2. kepadatan (compaction),
3. perubahan kadar air selama usia pelayanan,
4. variabilitas tanah dasar,
5. ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang
ada di bawah lapisan tanah dasar.
MATERIAL PERKERASAN
11
yaitu:
(1) material berbutir lepas;
(2) material pengikat;
(3) aspal
(4) beton semen
1. Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin
pemecah batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti
standar baku, baik ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat
menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dalam proses
perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk menambah kestabilan tanpa
menambah kekakuan.
2. Material terikat
Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan
semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan
bahan yang terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar,
sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan
baik dan berumur pakai lama.
3. Aspal
12
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan
dan dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk
lapisan perkerasan. Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat,
viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa
bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan agregat. Adapun kegagalan
perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang sehingga
terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-
retakan.
4. Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara
basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada
perkerasan lentur dan kaku dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja
di atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen
harus memiliki kuat tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan
campuran abubatu (flyash) dan jika tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7
MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai
lapisan atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton
didasarkan atas kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat
lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.
13
1. Susunan lapisan perkerasan
Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas
mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam merespon beban yang
diterimanya. Rancangan konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan
tanah dasar, intensitas lalulintas yang akan melaluinya, faktor lingkungan dan
kondisi cuaca serta air tanah. Adapun fungsi dari masingmasing lapisan dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Lapis permukaan
14
3. mengefisiensikan penggunaan material.
4. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.
5. Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat
menutup lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan
daya dukung tanah dasar akibat selalu menahan roda alat berat.
6. Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
fondasi.
15
1. Lapisan perkerasan kaku
Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat
dari plat beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan
didasarkan pada perkiraan sebagai berikut:
1. Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi
Tanah Dasar (k);
2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;
3. Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;
Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk
menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume
lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang
seragam di bawah dasar beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu
(1) perkerasan beton semen
(2) perkerasan dengan permukaan aspal.
Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai
lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan
permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit.
Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi
(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika
pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat
16
melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak
pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak
pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang
Mendahului (Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 –
4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan
berkisar antara 0,15 – 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti
berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan,
waktu tanggap dan gravitasi.
17
Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru
dua macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan.
Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi
keamanan dan kenyamanan. Lengkung
vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung
Cekung.
18
LAMPU PENERANGAN JALAN
Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan
pada malam hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat
bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada:
Tikungan (belokan),
Perempatan atau pertigaan jalan,
Jembatan,
Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.
19