Anda di halaman 1dari 19

TUGAS 3 TAMBANG TERBUKA

JALAN ANGKUT TAMBANG

Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Tambang Terbuka


Pada Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Disusun Oleh:
Rendhie Suswanto 03021181320088
Rifki Fajrullah Ramadhan 03021181320064
Epi 03021181320078
Ridho Prawira 03021181320004
Hamdan 03021181320018
Eko Ardiansyah Putra 03021181320054

Teknik Pertambangan Indralaya Kelas B

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
PENGANTAR JALAN TAMBANG

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana


infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan
tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi
tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran,
perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.

Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di
kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang
jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,
karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler
track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan
sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam
alat mekanis, antara lain:

1. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan


pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dll;
2. Alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi
batuan yang agak keras;
3. Alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar;
4. Alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan
membuangnya di lokasi penimbunan;
5. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut;

2
6. Alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;

Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran
harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan
harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis
permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat
jembatan yang konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada
konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang
mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian
dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang
dikehendaki.

GEOMETRI JALAN ANGKUT

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang


kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan
berat yang mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan
mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan
kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara
pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang
berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan
alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada
kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan
masuk secara bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya
pada umumnya, yaitu:
(1) lebar jalan angkut,
(2) jari-jari tikungan dan super- elevasi,
(3) kemiringan jalan, dan
(4) cross slope.

3
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar,
panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya.
Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang
digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal
dan aman.

LEBAR JALAN ANGKUT

Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan


lancar dan aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di
lapangan, maka lebar jalan minimum harus diperhitungan dengan cermat.
Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok (tikungan) berbeda, karena
pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak yang lebih
lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar.
Disamping itu, perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah
lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua
arah.

Lebar jalan angkut pada jalan lurus

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,
menurut Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah
lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut
dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum,
yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan, dengan pengertian bahwa
lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.

Lebar Jalan Angkut Minimum

Dari kolom perhitunga dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut


minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang
direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan
lurus dapat dirumuskan sebagai
berikut:

4
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)
Dimana :
L min = lebar jalan angkut minimum, m
n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut, m
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca
spion kiri-kanan 5,076 m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda
adalah sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)
= 2 (5,076) + (3) (½ x 5,076)
= 17,77 m ˜ 18 m

Lebar jalan angkut pada belokan


Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar daripada
lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan
didasarkan atas:
1. Lebar jejak ban;
2. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok;
3. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;
4. Jarak dari kedua tepi jalan.
Dengan menggunakan ilustrasi, dapat dihitung lebar jalan minimum
pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini:
di mana :
Wmin = lebar jalan angkut minimum pada belokan, m
U = lebar jejak roda (center to center tires), m
Fa = lebar juntai (overhang) depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
Z = lebar bagian tepi jalan, m
C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m
Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-
Caterpillar. Lebar sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan

5
lurus adalah 0,70 m. Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok
meninggalkan jejak di atas jalan selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m
untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan
membelok adalah sebagai berikut:

JARI–JARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI

Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan


tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak
stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu
kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e).
Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan
permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi
matematisnya berupa koefisien gesek melintang (f) yang merupakan per-
bandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal.

1. Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat
angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan
dan belakang.
1. Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan
2. Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok

2. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan

6
Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam),
super-elevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar
terhindar dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat
dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek
maksimum.
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan
fmak, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%,
8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%.
Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal
(Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax
sesuai kurva.
Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%
Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)

1. Bentuk busur lengkungan pada tikungan


Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang
lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut
berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan
melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang
lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam
tempo sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat
kelelahan. Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua
jenis rancangan, yaitu:

Lingkaran (Full Circle)


Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan
jalan yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup
dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan ini biasanya dirancang untuk
tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R )
sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.

7
Spiral-Lingkaran-Spiral (S-C-S)

3. Superelevasi
Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan
*Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok

8
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat
belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi dicapai secara bertahap dari
kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(superelevasi).

KEMIRINGAN JALAN ANGKUT


Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut
baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan
umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat
dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar antara 10% – 15% atau sekitar
6° – 8,50°. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman
bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (= 4,50°). Tabel 5 memperlihatkan
kemiringan atau kelandaian maksimum pada kecepatan truck yang bermuatan
penuh di jalan raya mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1)


Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan
(kelandaian) kritis, yaitu suatu jarak maksimum agar pengurangan kecepatan
kendaraan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan pada jarak kritis tidak
lebih dari 1 menit.

CROSS SLOPE

9
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk
penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti
dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang
lewat dan mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan
horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m’ (lihat rumus 22). Jalan angkut yang
baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40
mm/m.

PERKERASAN JALAN ANGKUT


Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah
dasar (sub-grade) yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis
konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada tiga jenis, yaitu:
(1) perkerasan lentur (flexible pavement),
(2) perkerasan kaku (rigid pavement), dan
(3) perkerasan kombinasi lentur-kaku (composite pavement).
Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan
dan muatan yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan
gesekan roda kendaraan, pengaruh air permukaan atau air limpasan (run off water)
dan hujan. Bila perkerasan jalan tidak kuat menahan beban kendaraan, maka jalan
tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran, baik pada bagian perkerasan
jalan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya (sub-grade), sehingga
akan menyebabkan jalan ber-gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak berat.
Bila perkerasan permukaan jalan (road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau
aliran air, maka akan mengalami kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-
lubang kecil, lama kelamaan menjadi besar, dan akhirnya rusak berat.

10
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar
jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui
lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade).
Dengan demikian perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor
kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan
daya dukung tanah dasar.

EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE)


Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam
merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-
grade diarahkan untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung
tanah yang caranya dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika
tanah. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran
kekuatan daya dukung lapisan tanah dasar antara lain:

1. kadar air,
2. kepadatan (compaction),
3. perubahan kadar air selama usia pelayanan,
4. variabilitas tanah dasar,
5. ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang
ada di bawah lapisan tanah dasar.

Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan


dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan
Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). Ketiga pengujian tersebut umumnya
dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan mengikuti prodesur
standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain.

MATERIAL PERKERASAN

Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan


sub-grade. Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan
menjadi empat kategori,

11
yaitu:
(1) material berbutir lepas;
(2) material pengikat;
(3) aspal
(4) beton semen

Daya Dukung Material


Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton
semen karena pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-
pindah dalam tempo yang relatif singkat mengikuti area penambangan. Namun, di
lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan atau perumahan karyawan tetap digunakan
material perkerasan dari aspal atau beton semen. memperlihatkan karakteristik
keempat jenis material perkerasan.

1. Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin
pemecah batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti
standar baku, baik ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat
menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dalam proses
perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk menambah kestabilan tanpa
menambah kekakuan.

2. Material terikat
Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan
semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan
bahan yang terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar,
sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan
baik dan berumur pakai lama.

3. Aspal

12
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan
dan dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk
lapisan perkerasan. Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat,
viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa
bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan agregat. Adapun kegagalan
perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang sehingga
terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-
retakan.

4. Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara
basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada
perkerasan lentur dan kaku dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja
di atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen
harus memiliki kuat tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan
campuran abubatu (flyash) dan jika tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7
MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai
lapisan atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton
didasarkan atas kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat
lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.

LAPISAN PERKERASAN JALAN

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat tiga jenis konstruksi


lapisan perkerasan, yaitu lapisan perkerasan lentur, lapisan per-kerasan kaku dan
lapisan perkerasan kombinasi lentur-kaku. Setiap jenis lapisan perkerasan
umumnya terdiri dari 2 – 3 susunan material di atas lapisan tanah dasar (sub-
grade). Lapis paling atas adalah lapis permukaan (surface course), dibawahnya
adalah lapis fondasi atas (base course) dan diantara base-course dengan sub-
grade adalah lapis fondasi bawah (sub-base course).

13
1. Susunan lapisan perkerasan
Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas
mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam merespon beban yang
diterimanya. Rancangan konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan
tanah dasar, intensitas lalulintas yang akan melaluinya, faktor lingkungan dan
kondisi cuaca serta air tanah. Adapun fungsi dari masingmasing lapisan dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Lapis permukaan

1. Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai


stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan
2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak
meresap kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.
3. Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung
menderita gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan
keausan ban.
4. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih
jelek.

b. Lapis fondasi atas

1. Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari


beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
2. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.
3. Sebagai bantalan bagi lapis permukaan.

c. Lapis fondasi bawah

1. Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda


kendaraan ke tanah dasar.
2. Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau
bahan untuk fondasi bawah umumnya lebih murah dibanding
perkerasan diatasnya, sehingga dapat

14
3. mengefisiensikan penggunaan material.
4. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.
5. Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat
menutup lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan
daya dukung tanah dasar akibat selalu menahan roda alat berat.
6. Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
fondasi.

d. Lapisan perkerasan lentur

1. Lapisan perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan di atas tanah dasar,


yaitu lapis fondasi bawah, lapis fondasi atas dan lapisan permukaan.
Dengan tiga susunan lapisan tersebut, maka jalan diharapkan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
2. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi
kenyaman-an bagi pengguna jalan;
3. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal;
4. Seluruh lapisan ikut menanggung beban;
5. Penyebaran tegangan diupayakan tidak merusak lapisan tanah dasar;
6. Usia maksimum yang diharapkan adalah 20 tahun;
7. Selama usia tersebut diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine
maintenance).

Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan


karakteristik di atas, maka jenis material dan tebal lapisan masing-
masing susunan lapisan harus diperhatikan. memperlihatkan batas-batas
minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang digunakannya.

Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang


Digunakan
Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya
menggunakan material berbutir kasar.

15
1. Lapisan perkerasan kaku
Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat
dari plat beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan
didasarkan pada perkiraan sebagai berikut:
1. Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi
Tanah Dasar (k);
2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;
3. Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;
Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk
menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume
lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang
seragam di bawah dasar beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu
(1) perkerasan beton semen
(2) perkerasan dengan permukaan aspal.
Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai
lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan
permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit.

ASPEK KESELAMATAN JALAN ANGKUT

Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk


meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek
keselamatan sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi :
(1) jarak pandang yang aman,
(2) rambu-rambu pada jalan angkut,
(3) lampu penerangan, dan
(4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.

JARAK PANDANG YANG AMAN

Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi
(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika
pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat

16
melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak
pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak
pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang
Mendahului (Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 –
4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan
berkisar antara 0,15 – 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti
berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan,
waktu tanggap dan gravitasi.

Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum


Jarak pandang lengkung horizontal
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah
pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah
bebas samping). Daerah bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan
pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi.
Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang
sejauh E meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang
pandangan Daerah bebas samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(1) Jika Jh < Lt :
(2) Jika Jh > Lt :
di mana :
R = jari-jari tikungan, m
R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh = jarak pandang henti, m
Lt = panjang tikungan, m

Jarak pandang lengkung vertikal

17
Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru
dua macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan.
Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi
keamanan dan kenyamanan. Lengkung
vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung
Cekung.

a. Lengkung vertikal cembung


Sketsa lengkung vertikal cembung, diperlihatkan ketentuan tinggi untuk
lengkung cembung menurut Bina Marga (1997).
b. Lengkung vertikal cekung
Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang
lengkung cekung vertikal ( L ), akan tetapi ada empat kriteria sebagai
pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu:

1. Jarak sinar lampu besar kendaraN


2. Kenyamanan pengemudi
3. Ketentuan drainase
4. Penampilan secara umum

RAMBU-RAMBU PADA JALAN

Untuk lebih menjamin menjamin keamanan sehubungan dengan di-operasikannya


suatu jalan angkut, maka perlu kiranya dipasang rambu-rambu sepanjang jalan
angkut tersebut terutama pada tempat-tempat yang berbahaya. Rambu-rambu
dipasang untuk keselamatan:

1. Pengemudi dan kendaraan itu sendiri;


2. Binatang yang ada di sekitar jalan angkut;
3. Masyarakat setempat yang biasa menggunakan jalan tambang;
4. Kendaraan lain yang mungkin lewat pada jalan tersebut;
5. Tanda adanya perempatan, pertigaan, persilangan dengan jalan umum,
misalnya rel keret api, dsb.

18
LAMPU PENERANGAN JALAN
Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan
pada malam hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat
bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada:

 Tikungan (belokan),
 Perempatan atau pertigaan jalan,
 Jembatan,
 Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.

JALUR PENGELAK UNTUK MENGHINDARI KECELAKAAN


Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan
slip, rem blong atau sebab lain, maka pada jalur angkut perlu dibuat jalur
pengelak (runaway precaution). Ditinjau dari daerah datar sepanjang jalur
memanjang yang tersedia, terdapat dua cara membuat jalur pengelak.

19

Anda mungkin juga menyukai