Anda di halaman 1dari 10

PERLUNYA SEKS EDUCATIOAN DITERAPKAN SEJAK DINI

Dian Purnama Sari. S, Egatri winalda


Universitas Negeri Padang
Padang, Sumatera Barat
Purnamadian347@gmail.com

Abstrak. Terjadinya kekerasan seksual pada diri anak dapat di sebabkan karena anak belum
mendapatkan pendidikan seks. Pendidikan seks bagi anak usua didini merupakan salah satu
bagian terpenting pendidikan yang harus di sampaiakan kepada anak-anak se dini mungkin.
Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi perilaku-perilaku atau perlakuan menyimpang, baik yang
berasal dari anak-anak sendiri maupun dari orang lain. Kajian ini dilakukan dengan
menggunakan basis data dari Web of Science dan ERIC (Education Resources Information
Center); Sebanyak 15 artikel yang menjelaskan tahap penyelidikan atau keseluruhan proses
penyelidikan dipilih berdasarkan kriteria pencarian yang spesifik Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahawa orang tua belum memberikan pengetahuan tentang pendidikan seks
sejak dini terhadap anak mereka. Adapun solusi yang diberikan yaitu orang tua hendaknya
mencari informasi yang akurat dan tepat tentang pengenalan pendidikan seks bagi anak sesuai
dengan tahap perkembangannya.

Kata Kunci : Peran Orang Tua, Pendidikan Seks, Anak Usia Dini.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah elemen terpenting dalam sebuah struktur kehidupan bermasyarakat.
Melalui proses pendidikan, manusia dapat menjadi manusia yang sebenarnya dan seutuhnya.
Pendidikan disebut juga sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku (Priyatna, 2017)
individu atau kelompok individu dalam usaha mendewasakan manusia atau individu melalui
upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara, dan perilaku mendidik (Dale, 1969). Salah satu
pendidikan yang penting untuk diajarkan sejak dini kepada anak adalah pendidikan seks (Mukti
2016; Ratnasari & Alias, 2016; Rifani, 2014). Menurut Kursisti (2016) pendidikan seks
merupakan pelajaran penting yang harus dikenalkan sejak dini pada anak-anak baik itu di
lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. Pemberian pendidikan seks berfungsi untuk
mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual yang selama ini sering terjadi di
kalangan anak-anak.
Berdasarkan data yang di peroleh Komnas Perlindungan Anak, pada tahun 2016
kekerasan terhadap anak yang terjadi Indonesia meningkat pesat yaitu sebesar 16%
dibandingkan tahun 2015. Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait
mengatakan, “Jumlah pengaduan yang diterima Komnas PA terkait pelanggaran hak anak
tahun 2016 lalu yakni 3.739 kasus” (KPAI, 2016). Jumlah ini meningkat dari tahun 2015 yang
hanya 2.726 kasus. Komnas PA mencatat tahun 2016 terdapat 625 kasus kekerasan terhadap
anak. Sebanyak 273 kasusnya (E, 1969) berupa kekerasan fisik, 43 kasus kekerasan psikis,
dan kasus kekerasan seksual sebanyak 309 kasus. Bahri dan Fajriani (2015) mencatat bahwa
sebagian besar kasus kekerasan di Aceh terjadi pada abak-anak dan wanita di bawah 18 tahun.
Ironisnya pula kekerasan-kekerasan ini terjadi di lingkungan terdekat anak atau lingkungan
yang selama ini kita anggap aman bagi anak. Menurut Komnas PA yaitu Berdasarkan lokasi
kejadian, kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga sebanyak 40%, lingkungan
sosial 52%, lingkungan sekolah, dan tidak disebutkan lokasinya 3%. Sedangkan di Aceh
khususnya di Kota Banda Aceh juga sama halnya, kekerasan seksual pada anak terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diungkapkan berdasarkan Catatan Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Banda Aceh menyebutkan,
angka korban pelecehan seksual terhadap anak naik 80 persen dari tahun lalu. Menurut Mutia
(wawancara pada tahun 2017) sebagai Konselor pada P2TP2A Kota Banda Aceh menyebutkan
pada tahun 2014 jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak hanya 25 kasus, sedangkan
pada tahun 2015 naik menjadi 50 kasus, dan pada tahun 2016 naik menjadi 81 kasus. Mutia
memaparkan “Tahun 2014 ke 2015 itu naik 100 persen, sedangkan tahun 2015 ke 2016 itu naik
80 persen,”
Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak dan pornografi yang terjadi beberapa
tahun terakhir ini menjadi bukti nyata kurangnya pengetahuan anak tentang pendidikan seks
yang seharusnya sudah diperoleh anak sejak usia dini dari orang-orang terdekatnya. Tingginya
rasa ingin tahu anak menyebabkan mereka menggali informasi melalui orang tua. Namun,
banyak orang tua yang bersikap apatis dan tidak berperan aktif untuk memfasilitasi
keingintahuan anaknya tentang seks. Padahal, sikap seperti ini yang mendorong anak untuk
mengeksplor sendiri, karena mereka penasaran dan berusaha mendapatkan informasi yang
diinginkannya apabila tidak mendapatkannya dari orang tuanya sendiri. (Kudtiasari, 2011)
Sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah bahwa setiap anak dilahirkan fitrah dan orang
tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. Hal itu berpengaruh juga dalam
pendidikan seks, pola asuh dan pola berpikir orang tua akan menjadi dasar perkembangan
seksual anak.
Namun, masih banyak orang tua dan pendidik yang cenderung berpikir bahwa
pendidikan seks itu akan diberikan ketika anak beranjak dewasa. Biasanya ketika anak
menjelang baligh, karena di masa inilah proses perubahan secara biologis terjadi. Akan tetapi,
di masa itu anak berada dalam masa peralihan tidak hanya dari segi biologisnya saja, begitu
juga psikologisnya. Salah satunya anak cenderung merasa kurang percaya diri dan merasa
takut atas perubahan yang terjadi, sehingga anak tidak mudah untuk terbuka dan bertanya
tentang seks kepada orang tuanya.
Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seksual remaja adalah pendidikan seks
dalam keluarga. Keluarga terutama orangtua secara psikologis mempunyai kedekatan
emosional dengan anak. Semakin sering terjadi percakapan tentang seks antara ibu dan anak,
tingkah laku seksual anak akan semakin bertanggung jawab. Hal ini disebabkan anak
mengetahui akibat atau bahaya apabila melakukan hubungan seks bebas terutama pada
remaja putri.
Informasi yang diperoleh dari Kepala Sekolah Dasar (SD) Kartika VIII-5, Jakarta Selatan
di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian mengenai sejauh mana pengetahuan
orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan orangtua
tentang pendidikan seks secara dini pada anak di SD Kartika VIII-5, Jakarta.

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah meta-analisis. Meta analisis adalah penelitian
yang dilakukan peneliti dengan cara merangkum data penelitian, mereview dan menganalisis
data penelitian dari beberapa hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya. Pengumpulan
data penelitian dilakukan peneliti dengan cara menelusuri artikel-artikel yang terdapat pada
jurnal online, dengan menggunakan Google Cedekia. Kata kunci yang digunakan peneliti
dalam penelusuran artikel adalah “Inkuiri”, “Berpikir Kritis”. Dari penelusuran dengan
menggunakan kata kunci “peran orangtua”, “pendidikan seks” dan “anak usia dini” diperoleh
beberapa artikel kemudian dipilih artikel yang memenuhi seks education diterapkan sejak
dini yaitu tersedianya data sebelum tindakan dan sesudah tindakan dalam bentuk skor.
Kemudian skor yang diperoleh dianalisis dengan mencari presentase. Teknik analisis yang
dilakukan menggunakan metode pembanding untuk menentukan dampak penerapan
pembelajaran seks education. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
membandingkan selisih skor sebelum tindakan pembelajaran seks education sejak dini
dengan sesudah tindakan tindakan pembelajaran seks education sejak dini sebagai
besarnya peningkatan, kemudian dibagi skor sebelum tindakan pembelajaran seks education
sejqak dini (dalam bentuk %) untuk menentukan besarnya penerapan seks education sejak
dini.

Hasil dan pembahasan


Secara umum hasil penelitian pentingnya pemndidikan seks diterapkan sejak dini
didapatkan Orangtua mempunyai peranan yang sangat besar dalam memberikan informasi
tentang pendidikan seks kepada anak. Apabila orangtua memberikan informasi sejak dini
tentang perkembangan seksualitas kepada anak, maka anak akan jarang sekali melakukan
penyimpangan seksual ketika dewasa. Secara emosional anak lebih mempunyai kedekatan
dengan orangtua, sehingga informasi yang diberikan oleh orangtua akan lebih mudah diserap
oleh anak. Pada kenyataannya selama ini orangtua jarang sekali membicarakan masalah
pendidikan seks kepada anaknya, salah satunya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan
orangtua mengenai pendidikan seks . Berdasarkan salah satu hasil penelitian di dapatkan data
berikut:
Analisis Univariat
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari variabel pendidikan dan
pekerjaan seperti pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa t ingkat
pendidikan responden paling banyak adalah dengan pendidikan tinggi yaitu 28 responden ( 46 ,
7 %) dan berdasarkan pekerjaan sebagian besar bekerja yaitu 34 responden (56,7%).
Pendidikan seseorang berpengaruh terhadap penerimaan informasi, salah satunya
tentang pendidikan seks salah satunya Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih
terbuka menerima informasi. Berbeda halnya orangtua yang mempunyai pendidikan
rendah, akan cenderung tidak terbuka menerima informasi dari luar, bahkan tidak jarang
mereka sering beranggapan bahwa masalah pendidikan seks adalah hal yang tabu
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SD Kartika VIII-5,
Jakarta Selatan Tahun 2014

Variabel f %
Pendidikan
Tinggi (PT) 28 46,7
Menengah (SMA) 27 45
Rendah (SD-SMP) 5 8,3
Pekerjaan
Bekerja 34 56,7
Tidak Bekerja 26 43,3
Total 60 100
Sumber: Data Primer Tahun 2014
Pendidikan orangtua juga berpengaruh dalam penyampaian pendidikan seks
terhadap anak. P e n d i d i k a n o r a n g t u a y a n g t i n g g i l e b i h t e r a r a h dalam
menyampaikan informasi tentang pendidikan seks pada anak dibandingkan dengan
pendidikan orangtua yang rendah yang masih menganggap seks merupakan hal yang tabu.
Hasil penelitian ini hampir semua responden berpendidikan tinggi. Oleh karena itu harapannya
akan mempermudah dalam penyampaian informasi mengenai pendidikan seks secara dini
pada anak.

Tingkat Pengetahuan, Keterpaparan Informasi dan Nilai Sosial Budaya Orangtua


Gambaran tingkat pengetahuan, keterpaparan informasi dan nilai sosial budaya orangtua
tentang pendidikan seks secara dini pada anak seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan, Keterpaparan Informasi dan Nilai
Sosial Budaya Orangtua di SD Kartika VIII-5, Jakarta Selatan Tahun 2014
2014
Variabel f %
Pengetahuan
Baik 56 93,3
Kurang 4 6,7
Keterpaparan Informasi
Terpapar 48 80
Tidak Terpapar 12 20
Nilai Sosial Budaya
Tabu 17 28,3
Tidak tabu 43 71,7
Total 60 100

Sumber: Data Primer Tahun 2014


Berdasarkan Tabel 2 pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini,
orangtua dengan pengetahuan baik sebanyak 56 responden (93,3%), berdasarkan
keterpaparan informasi sebagian besar mengatakan terpapar yaitu 48 responden (80%), dan
berdasarkan nilai sosial budaya sebagian besar orangtua mengatakan seks tidak tabu yaitu
43 responden (71,7%).
Hasil penelitian pada Tabel 2 menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan orangtua
terhadap pendidikan seks secara dini sebagian besar atau hampir semua orangtua
mempunyai tingkat pengetahuan baik terhadap pendidikan seks secara dini pada anak. Hal
ini disebabkan salah satunya oleh faktor tingkat pendidikan responden yang sebagian besar
responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar orangtua terpapar informasi mengenai
pendidikan seks secara dini pada anak. Hal ini menandakan bahwa tidak semua orangtua
beranggapan bahwa pendidikan seks adalah hal yang tabu. Orangtua di daerah perkotaan
sudah mulai mengakses informasi mengenai pendidikan seks baik melalui media cetak
maupun media elektronik. Di perkotaan, akibat perkembangan informasi dan teknologi,
anak-anak lebih mudah mengakses berbagai informasi. Informasi tersebut tidak semua
berdampak positif pada anak. Oleh karena itu orangtua di perkotaan biasanya akan membekali
berbagai informasi bagi anaknya salah satunya tentang pendidikan seks secara dini (2).
Berdasarkan nilai sosial budaya sebagian besar responden dalam penelitian ini
mengatakan bahwa pendidikan seks secara dini pada anak tidak tabu. Hal ini karena
berdasarkan keterpaparan informasi sebagian besar orangtua dalam penelitian ini yang
terpapar informasi mengenai pendidikan seks secara dini pada anak. Sebagian besar
orangtua yang tidak memberikan pendidikan seks pada anak berpendapat bahwa anak
akan tahu dengan sendirinya dan orangtua beranggapan membicarakan seks pada anak adalah
suatu hal yang tabu. Selama ini, seks hanyaidentik dengan orang dewasa. Masih ada
pemahaman yang salah bahwa memberikan pendidikan seks sama halnya mengajari
anak mengenai hubungan intim. Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi
organ reproduksinya semenjak dini, sehingga anak akan terhindar dari perilaku
penyimpangan seksual sejak dini. Pengetahuan tentang pendidikan seks ini diharapkan
bisa didapatkan anak dari orangtua. J a n g a n s a m p a i a n a k m e n d a p a t p e n g e t a
h u a n tentang pendidikan seks dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab (10).

Analisis Bivariat
Hubungan pendidikan, pekerjaan, keterpaparan informasi dan nilai sosial budaya
terhadap pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak di SD
Kartika VIII-5, Jakarta Selatan tahun 2014 disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Pendidikan, Pekerjaan, Keterpaparan Informasi
dan Nilai Sosial Budaya terhadap Pengetahuan Orangtua

Pendidikan Seks secara Dini pada Anak di SD Kartika VIII-5,Selatan


Tahun 2014
o r
Variabel a nBaik g kurangt u a
p-value t e n

n % n % n %
Pendidikan
Tinggi 28 46,7 0 0 28 46,7 0,00
Menengah 26 43,3 1 1,7 27 45
Rendah 2 3,3 3 5 5 8,3
Pekerjaan
Bekerja 33 55 1 1,7 34 56,7 0,186
Tidak Bekerja 23 38,3 3 5 26 43,3
Keterpaparan Informasi
Terpapar 47 78,3 1 1,7 48 80
Tidak Terpapar 9 15 3 5 12 20 0,004
Nilai Sosial Budaya
Tabu 13 21,6 4 6,7 17 28,3 0,001
Tidak tabu 43 71,7 0 0 43 71,7
Total 56 93,3 4 6,7 60 100
Sumber: Data Primer Tahun 2014
p-value sebesar 0,00 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks
secara dini pada pada anak. Berdasarkan pekerjaan, didapatkan nilai p-value sebesar 0,186
(p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada
anak. Berdasarkan keterpaparan informasi, didapatkan nilai p-value sebesar 0,004 (p<0,05)
artinya ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan informasi dengan pengetahuan
orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak. Berdasarkan nilai sosial budaya
didapatkan nilai p - v a l u e sebesar 0,001 (p<0,05) yang artinya ada hubungan yang
bermakna antara nilai sosial budaya dengan pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks
secara dini.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
tingkat pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orangtua, akan semakin mudah untuk menerima informasi, salah
satunya informasi tentang pendidikan seks, sehingga harapannya orangtua yang berpendidikan
tinggi akan semakin luas tingkat pengetahuannya . Penelitian Herjanti menyatakan ada hubungan
antara pengetahuan dengan pola asuh orangtua tentang pendidikan seks anak usia dini.
Orangtua yang mempunyai pengetahuan tinggi akan cenderung memiliki pola asuh tentang
pendidikan seks anak usia dini yang baik.
Berdasarkan pekerjaan, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak di SD
Kartika VIII-5, Jakarta Selatan tahun 2014. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Anisah yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan terhadap pendidikan seks p=0,35. Teori
menyatakan bahwa pengetahuan seseorang yang bekerja akan lebih baik daripada
pengetahuan orangtua yang tidak bekerja. Pekerjaan seseorang belum tentu berhubungan
dengan pengetahuan mereka tentang pendidikan seks, meskipun seseorang itu bekerja akan
tetapi kalau tidak pernah mendapat informasi atau mengakses tentang pendidikan seks dini
pada anak anak juga tidak akan memengaruhi pengetahuan tentang pendidikan seks itu
sendiri.
Keterpaparan informasi dalam penelitian ini juga berhubungan dengan tingkat
pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada anak di SD Kartika VIII-5,
Jakarta Selatan tahun 2014. Media massa sangat efektif untuk menyampaikan informasi, serta
mempromosikan hal-hal yang spesifik salah satunya mengenai pendidikan seks secara dini
pada anak. Sumber informasi dapat memengaruhi pengetahuan seseorang, semakin banyak
sumber informasi yang diperoleh biasanya pengetahuan seseorang akan semakin lebih baik.
Responden dalam penelitian ini berada di kota besar yang mudah untuk mengakses informasi
mengenai pendidikan seks untuk anak, sehingga responden atau orangtua mampu untuk
memberikan pemahaman kepada anaknya tentang pendidikan seks secara dini dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara nilai
sosial budaya dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks secara dini pada
anak di SD Kartika VIII-5, Jakarta Selatan tahun 2014 (p-value=0,001). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meyda di Malang yang hasilnya menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara nilai sosial budaya dengan tingkat pengetahuan
dengan p-value=0,03
Latar belakang budaya orangtua memengaruhi nilai-nilai apa yang akan diwariskan pada
anak dalam keluarga melalui pola asuh yang diterapkan. Budaya Timur mengidentikkan hal
yang berbau seksual adalah tabu. Hal ini dapat menghambat orangtua untuk melaksanakan
pendidikan seksual pada anak dan remaja. Sebagian orangtua masih merasa malu untuk
memberikan pendidikan seks pada anak-anak mereka. Orangtua tidak memberikan pendidikan
seksualitas kepada anaknya di antaranya karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki
orangtua tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang pendidikan seks pada anak usia
dini, adanya rasa malu yang membuat para orangtua enggan menyampaikan informasi tentang
pendidikan seks pada anak usia dini, persepsi orangtua tentang norma-norma konservatif
tentang pendidikan seksualitas sehingga membicarakan tentang seksualitas dianggap sebagai
suatu hal yang tabu
Pandangan masyarakat sepertinya masih terlalu sempit dalam mengartikan seks yang
hanya dianggap sebagai aktivitas mesum hingga ke hal-hal yang lebih intim. Makna seks
sebenarnya adalah jenis kelamin, maksudnya disini adalah jenis kelamin yang membedakan
pria dan wanita secara biologis. Karena kurangnya pengetahuan para orangtua itulah yang
menjadikan pendidikan seks belumdiajarkankepadaanakbahkansebagian besar remaja pun
tidak memperoleh pengajaran tentang pendidikan seks dari keluarga terutama dari orangtuanya
sehingga mereka akan mendapatkan informasi yang tidak tepat bahkan cenderung
menjerumuskan untuk melakukan apa yang mereka temukan dari informasi yang tidak
bertanggung jawab tersebut

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam pembahasan pada terdahulu,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Peran orang tua terhadap pengetahuan seks pada anak usia dini sangat-sangat penting
bagi pertumbuhan dan pengetahuan anak, karena selain dapat mengajarkan tentang
kesehatan dan menjaga diri pendidikan seks ini juga dapat membantu anak mewaspadai
orang-orang disekelilingnya agar anak dapat terhindar dari perbuatan kekerasan seksual
pada anak, walaupun tidak semua orang tua yang masih beranggapan bahwa
pendidikan seks anak pada anak masih dianggap tabuh oleh sebgaian kalangan, tapi
karena telah maraknya perilaku orang yang tidak bertanggung jawab yang melakukan
kekerasan seksual pada anak maka orang tua terdorong untuk mnegajarkan pendidikan
seks ini kepada anak merekam agar anak dapat melindungi dirinya sendiri.
2. Kendala orang tua dalam melakukan sosialisasi pendidikan seks anak usia dini yaitu
karena orang tua memakai bahasa yang kurang bisa anak pahami dan terlalu berbelit-
belit ketika menjelaskan kepada anak, dan anakpun kurang merespon apa yang
dikatakan orang tua karena anak-anak biasa lebih suka mendengar ataupun gampang
memahami jika orang tua cerita ketika ada contoh ataupun dalam bentuk gambar
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. & Fajriani. (2015). Suatu kajian awal terhadap tingkat pelecehan seksual di aceh.
Jurnal Pencerahan, 9(1).

Dale, E. (1969). Belajar untuk Hidup: Pendidikan Hari Ini dan Hari Esok, Jakarta: Bhatara Karya
Aksara.

Kartono, Kartini. (1985). Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta : CV. Rajawali

Kustiasari Tika. (2011). Peran Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Terhadap Sosialisasi Anak Di
Dalam Keluarga. Skripsi. Jakarta: UI

Kursisti, P. (2016). Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini Dari
Perspektif Pendidik Paud. Jurnal Insihgt, 12 (2) : 1-20

Kusumawati. (2009). Peran Kerjasama Guru Dan Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan
Seks Bagi Anak. Skripsi. Jakarta: UNJ

Mukti, A. (2016). Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini Perspektif Islam. Jurnal Harkat: Media
Komunikasi Gender, 12(2).

Michael Reiss J. Mark Halstead, Pendidikan Seks Bagi Remaja: dari Prinsip ke Praktik,
Yogyakarta: Alenia Press, 2006.

Madan Yusuf, Sex Education for Children Panduan Islam bagi Orangtua dalam Pendidikan
Seks untuk Anak, Terjemah dari kitab Al-Tarbiyah Al-Jinsiyyah li Al-Athfal wa Al-
Balighin, Jakarta: PT Mizan Publika Cet. I 2004, h.214-226

Nasution. (2003). Metode Research. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Priyatna, M. (2017). Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 5(10).

Ratnasari, R. F., & Alias, M. (2016). Pentingnya Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini.
Tarbawi Khatulistiwa, 2(2).

Risman, Elly. 2006. “Sex Education For The Children” Pendidikan Seksualitas Pada Pada Anak
Sejak Usia Dini.

Anda mungkin juga menyukai