AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Dosen Pengampu:
Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, S.E., M.Si., Ak.
Oleh:
KELOMPOK 5
Ni Putu Dian Artini (1707532019)
Prisna Meiga Sari (1707532025)
Ni Komang Putri Gita Dharmayanti (1707532028)
Ni Kadek Resy Zelamewani (1707532030)
Motif Kesadaran
1
Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk
memprediksikan. Hal ini akan memenuhi keinginan individu untuk membangun
bagian-bagian konsep yang sesuai satu sama lain secara konsisten. Motif ini
mengaktifkan, baik sadar maupun bawah sadar untuk menghindari ketidak stabilan,
ketidakjelasan, dan ketidak pastian suatu informasi.
- Model Ekonomi, Model tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan
keputusan manusia adalah rasional, sempurna dan dalam suatu organisasi terdapat
konsistensi antara beragam motif dan tujuan.
- Model Sosial, Model ini kebalikan dari model ekonomi, karena model ini
mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan keputusan yang
dihasilkan didasarkan pada interaksi sosial.
- Model Kepuasan Simon, Model ini lebih berguna dan praktis, karena didasarkan pada
konsep simon tentang manusia administrative yang memandang manusia sebagai
makhluk yang rasional dengan memiliki kemampuan untuk berfikir, mengolah
informasi, membuat pilihan, dan belajar.
2
1. Rasional Terbatas
2. Intuisi
3. Identifikasi Masalah
4. Membuat Pilihan
3
para manajer dihadapkan pada lingkungan yang kompleks, informasi yang terbatas, dan
keterbatasan kognitif. Kekurangan dari model ini adalah dapat menirnbulkan kesalahan
keputusan. Terdapat dua kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan.
Para individu dengan gaya konseptual cenderung memiliki pandangan yang sangat
luas dan mempertimbangkan banyak alternatlf. Orientasi mereka pada jangka
panjangyang mana mereka sangat baik dalam menemukan solusi yang kreatif bagi setiap
masalah Kategori terakhir adalah gaya perilaku yang dikarakteristikkan oink pengambil
keputusan yang bisa bekerja baik dengan pihak-pihak lain. Mereka memperhatikan
kinerja rekan kerja dan bawahan, reseptif terhadap usulan-usulan dari orang lain dan
sangat mengandalkan pertemuan langsung untuk menjalin komunikasi. Gaya manajer ini
4
mencoba menghindari konflik dan mengupayakan penerimaan. Walaupun keempat
kategori ini terlibat jelas dan dapat dibedakan, kebanyakan manajer memiliki lebih dari
satu karakteristik. Mungkin yang paling baik adalah dengan memikirkan dominasi gaya
pada seorang manajer tertentu, termasukgaya penunjangnya. Beberapa manajer hampir
secara eksklusif mengandalkan gaya dominannya, tetapi manajer yang Iebih luwes dapat
menyesuaikan diri pada berbagai situasi yang ada.
6. Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para
manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk mencerminkan sistem
penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan mematuhi peraturan formal, dan
memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan di masa lalu juga
merupakan preseden yang memaksa atas diambilnya keputusan saat ini.
Masalah keputusan yang dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah
keputusan yang dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut
sering kali melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas tertentu. Keputusan
bersifat rutin atau berulang muncul secara reguler, sementara keputusan lainnya biasanya
bersifat unik dan tidak berulang.
Organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda yang
sering kali dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu pengambilan keputusan
5
melibatkan pemilihan atas satu alternatif yang sesuai dengan tujuan dan harapan secara
keseluruhan, maka diperlukan suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik agar dapat
mencapai tujuan. Teori keputusan klasih mengasumsikan bahwa konflik dapat
diselesaikan menggunakan rasionalitas lokal, aturan-aturan pengambilan keputusan yang
dpaat dterima, dan perhatian secara berurutan pada tujuan yang ditetapkan.
3. Menghindari ketidakpastian
Menurut Cybert dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputusan
dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan
dengan riisko dan ketidakpastian. Mereka menggambarkan perilaku dari pada pengambil
keputusan tersebut sebagai berikut:
4. Pencarian masalah
Cybert dan March (1963) mengembangkan suatu teori pencarian organisasi untuk
melengkapi konsep pengambilan keputusan. Mereka menggunakan istilah “pencarian
masalah” dan mendefinisikannya sebagai pross untuk menemukan olusi atas suatu maalah
tertentu atau sebagai suatu cara untuk bereaksi terhadap sejumlah peluang. Pencarian
diarahkan pada satu tujuan khusus. Tujuan tersebut bukanlah rasa ingin tahu yang
sifatnya acak maupun pencarian untuk memperoleh pemahaman semata-mata, melainkan
untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
5. Pembelajaran organisasi
6
Mereka belajar untuk mengurusi bagian tertentu dari lingkngan tersebut dan bukan bagian
lainnya atau untuk menggunakan suatu kriteria dan mengabaikan kinerja lainnya.
Perilaku rasional dari individu dalam situasi pengambilan keputusan oleh karena
ituterdiri atas pencarian di antara alternatif-alternatif yang tertatas akan suatu solusi
yangmasuk akal dalam kondisi di mana konsekuensi dari tindakan tidaklah pasti.
Masalahdengan tingkat kompleksitas apa pun harus didckati secara strategis. Agar
berhasil, strategipencarian, aturan pengambilan keputusan, dan penyimpanan
7
informasi harus distruktur secara hati-hati guna mengatasi keterbatasan kapasitas
pemecahan masalah dari pengambil keputusan individual.
8
telah mereka buat.
2. Para anggota menerapkan tekanan langsung kepada mereka yang untuk sekejap
menyatakan keraguan terhadap pandangan bersama kelompok tersebut atau
yangmempertanyakan validitas dari angumen yang mendukung alternatif yang dipilih
oleh mayoritas.
3. Para anggota yang memiliki keraguan atau pandangan yang berbeda berusaha
untukmenghindari penyimpangan terhadap apa yang tampaknya menjadi konsensus
kelompok dengan cara tinggal diam terhadap kekhawatiran tersebut dan bahkan
meminimalkan pentingnya keraguan mereka.
4. Tampaknya terdapat suatu ilusi mengenai kebulatan suara. Jika seseorang tidak
berbicara, maka diasumsikan bahwa ia sepenuhnya setuju. Dengan kata lain,
merekayang abstein dipandang sebagai suara yang "setuju."
1. Menugaskan angota timyang berbeda untuk memainkan peran "antagonis" pada setiap
pertemuan.
2. Memasukan pakar-pakar eksternal yang berbeda pada setiap pertemuan.
3. Membagi kelompok tersebut menjadi dua atau lebih subkelompok dan meminta
mereka untuk melakukan investigasi atas berbagai alternatif secara terpisah.
4. Menghindari untuk menyatakan solusi preferensial pada awal diskusi, tetapi
membiarkan kelompok tersebut untuk melanjutkan proses diskusi tanpa ada solusi
yang sudah diambil terlebih dahulu.
9
(1971) menawarkan empat penjelasan: hipotesis familiarisasi, hipotesis
kepemimpinan, hipotesis risiko sebagai nilai dan hipotesis difusi tanggung jawab.
Hipotesis familiarisasi menjelaskan bahwa diskusi kelompok dimulai dengan periode
“perasaan asing” atau “mulai perlahan-lahan”, namun ketika individu-individu
tersebut sudah lebih mengenal situasi yang dibahas dan mengenal satu sama lain,
mereka menjadi lebih berani dan lebih rela mengambil lebih banayk risiko. Menurut
hipotesis kepemimpinan para pengambil risiko dikagumi dan dipandang oleh anggota
kelompok sebagai pemimpn karena mereka biasanya juga dominan dalam disksi
kelompok maka mereka mempengaruhi partisipan lain untuk memilih alternative yang
lebih beresiko. Hipotesis risiko sebagai nilai mengamati bahwa dalam kondisi
masyarakat saat ini, risiko moderat memiliki nilai budaya yang lebih kuat
dibandingkan dengan konservatisme dan bahwa orang yang mau mengambil risiko
dikagumi.
3. Kesatuan Kelompok
10
Faktor lainnya yang mempengaruhi kesatuan kelompok secara menguntungkan adalah
riwayat dari kelompok itu. Sejarah pengambilan keputusan yang sukses menyatukan para
anggota (semangat kelompok) dan enignkatkan kesatuan, sementara kegagalan memiliki
dampak yang buruk. Kesatuan anggota kelompok akan meningkat ketika kelompok tersebut
diserang oleh sumber eksternal seperti atasan mereka atau kelompok lain. Ancaman semacam
itu, dapat menyatukan kelompok yang berantakan jika anggotanya memandang bahwa tujuan
bersama mereka dalam bahaya. Kesatuan yang kuat meningkatkan kepuasan dan mengurangi
absenteisme dan tingkat pergntian karyawan. Akan tetapi, pengaruhnya pada efektivitas dan
efisiensi dalam proses pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok
terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi.
11
bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan sangat bergantung bagaimana
atasan menangani kontroversi tersebut. Terdapatnya kontroversi dalam situasi
pengambilan keputusan tidak terlalu berpengaruh buruk terhadap berdungsinya
kelompok. Kontrovesi cukup sehat dan ketika ditangani dengan bijaksana dan
konstruktif oleh atasan dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih baik.
Menurut Vroom dan Yetton (1973), atasan sebagai pemimpin memiliki pilihan-
pilihan keperilakuam sebagai berikut:
12
mereka hanya sebagai penyedia informasi. Hanya dengan mengambil sampel atas
pendapat dari bawahan yang relevan (perilaku pengambilan keputusan 4) juga
memiliki sedikit dampak langsung terhadap solusi konflik. Ketika penyedia
menceritakan masalah tersebut dengan bawahan dan meminta pendapat mereka,tetapi
tidak mengizinkan mereka untuk berpartisipasi, ia mungkin berusaha atau tidak
berusaha untuk menyelesaiakn konflik dengan cara mengintegrasikan pandangan
mereka dengan pandangan sendiri. Hanya jika masalah tersebut diceritakan kepada
bawahan (situasi oengambilan keputusan 5),plus dan minus dari setiap alternatif
dibahas secara seksama, dan alternatif yang layak dievaluasi secara hati-hati adalah
usaha yang serius ke arah penyelesaian konflik. Tingkat keberhasilan akan bergantung
pada apakah iklim kelompok bersifat kooperatif atau kompetitif.
Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil dari
posisi orang zersebut dalam organisasi, wewenang yang diberikan, serta tugas,
tanggungjawab, dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Walaupun wewenang untuk
mengambil keputusan umumnya dianggap sebagai dasar kekuasaan yang paling sah
dan umum yang digunakan untuk memengaruhinkeputusan, hal itu tidak dapat secara
otomatis disertakan dengan kepemimpinan yang efektif. Dalam masalah-masalah
yangbkompleks secara teknis maupun organisasi, kualitas kepribadian serta keahlian
dan bukannya kekuasaan posisi yang mendorong kepemimpinan yang efektif.
13
Kekuasaan sumber daya ada ketika sumber daya organisasi atau sumber daya
yang diperlukan untuk menerapkan suatu keputusan dan menggunakannya sebagai
alat untuk memengaruhi hasil keputusan.
Pengujian Informasi
14
penekanan khusus pada kontradiksi yang potensial dalam pengamatan dan temuan sebagai
alat untuk mendeteksi masalah yang mendasari.
Pertimbangan
Psikologi individu dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu: keperibadian dan
gaya kognitid. Keperibadian mengacu pada sikap atau keyakinan individu, sementara
gaya kognitif mengacu pada cara atau metode seseorang menerima, menyimpan,
memproses, serta meneruskan informasi.
Interaksi dan dampak yang memodifikasi dari kepribadian dan gaya kognitif
dibatasi pada dampak dari toleransi terhadao ambiguitas (variabel pribadi) dan
kebebasan wilayah (gaya kognitif)
15
1.6 Peran Informasi Akuntansi dalam Pengambilan Keputusan
Pertama, hal tersebut akan bergantung pada seberapa cepat kondisi lingkungan
internal dan eksternal memungkinkan suatu stimuli. Tingkat stimulus juga bergantung
pada kapabilitas manajemen (para pengambil keputusan) untuk mengelola serta
menggunakan informasi akuntansi dan pada preferensi pribadi mereka untuk
informasi kualitatif dan kuantitatif. Analisa rasio dan penggunaan yang berarti dari
laporan kinerja atau data komparatif lainnya memerlukan keterampilan dan
pemahaman khusus mengenai prinsip-prinsip dan pendekatan akuntansi. Agar dapat
berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan dan penyelesaian masalah, data akuntansi
16
mengarahkan perhatian tersebut harus disertai dengan latar belakang pendidikan dan
keahlian khusus dari manajer tersebut.
Elemen lain dari dampak tersebut adalah data industri yang langsung tersedia.
Data eksternal yang relevan misalnya informasi harga, rasio perputaran, tingkat
pengembalian rata-rata langsung tersedia, manajer dapat mempertimbangkan data
tersebut sebagai data penting dan menggunakannya sebagai sumber utama untuk
mengarahkan perhatian. Data akuntansi internal akan digunakan hanya untuk
menunjukkan di mana perusahaan tersebut dalam perbandingan dengan pesaing dan
rata-rata industri.
17
sedikit persaingan dan memiliki permintaan yang tidak elastis akan lebih banyak
bergantung pada data biaya yang disediakan oleh sistem akuntansinya ketika
membuat keputusan mengenai penentuan harga dan lini produk dibandingkan dengan
perusahaan yang beroperasi dalam pasar kompetitif. Semakin penting kebutuhan akan
suatu keputusan, maka semakin besar pendekatan yang diberikan pada data akuntansi
yang langsung tersedia.
Informasi akuntansi adalah salah satu input dalam model pengambilan keputusan.
Hal ini bergantung pada pengambil keputusan untuk memutuskan apakah input
tertentu relevan atau tidak. Para pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai
ukuran yang tidak sempurna dengan kemungkinan besar bahwa nilai yang
sesungguhnya akan berbeda dengan nilai yang dilaporkan, karena kesalahan dan
inakurasi dalam proses pengukuran dan pelaporan tidak dapat dihindari.
Akan tetapi, jika informasi akuntansi menjadi tujuan yang ingin dicapai, maka
perbedaan dalam persepsi menjadi tidak relevan lagi. Informasi akuntansi menjadi
tujuan ketika penghargaan atau sanksi dikaitkan dengan hasilnya. Laporan yang
menghasilkan penghargaan ini dapat menjadi tujuan jangka pendek dari para
pengambil keputusan dan menjadi lebih penting dibandingkan dengan laba jangka
panjang dari pertumbuhan yang sehat yang sebenarnya dimaksudkan untuk dihargai
oleh pemegang saham.
18
Tingkat pengaruh informasi akuntansi juga bervariasi berdasarkan jenis
pengambilan keputusan. Bruns (1981) mengelompokkan para pengambil keputusan
ke dalam tiga kelompok yaitu:
19
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang tidak dapat mengendalikan
seleksi dan operasi sistem akuntansi
d. Pengambil keputusan adalah orang-orang di luar perusahaan
e. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna, dan
f. Informasi non akuntansi tidak relevan untuk keputusan tersebut
3. Informasi akuntansi mungkin memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu
d. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang tidak
sempurna, dan
e. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
4. Informasi akuntansi tidak akan memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
b. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu, tetapi pengambil keputusan
memandang informasi akuntansi sebagai ukuran yang tidak sempurna, dan
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu.
1. Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan untuk
menyesuaikan aturan pengambilan keputusan sesuai dengan itu, maka pengambil keputusan
harus menerima informasi mengenai perubahan tersebut atau memilik umpan balik tidak
langsung mengenai perubahan tersebut. Penggunaan audit internal dan eksternal untuk
memeriksa setiap perubahan yang signifikan dalam metode atau terminologi akuntansi
merupakan salah satu cara untuk menemukan bahwa sistem akuntansi berjalan secara berbeda
dengan apa yang seharusnya atau dimaksudkan. Jika seseorang mengabaikan dampak jangka
pendek yang mungkin akibat selang waktu antara perubahan dan indikasinya, maka kecil
kemungkinannya bahwa tidak terdapat umpan balik sama sekali.
2. Fiksasi Fungsional
Hal ini merupakan fenomena keperilakuan yang mengimplikasikan ketidakmampuan di
pihak pengguna informasi akuntansi untuk memahami apa yang tersirat di balik label yang
diberikan kepada suatu angka. Jika output dari metode akuntansi berbeda memiliki nama
yang sama, orang yang tidak memahami akuntansi cenderung untuk mengabaikan fakta
20
bahwa metode alternatif digunakan dalam membuat output tersebut. Manajer tetap
menggunakan aturan lama karena mungkin mereka tidak dapat melihat arti lain dari biaya
(fiksasi fungsional yang bersifat endogen) atau karena mereka takut penyelia tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan dan mungkin menyalahkan mereka karena tidak
membebakan cukup banyak kepada klien (fiksasi fungsional eksogen).
Sebagai suatu atribut dari pengambilan keputusan, fiksasi fungsional bervariasi
tingkatnya dari situasi yang satu ke situasi yang lain, namun tidak pernah tidak ada sama
sekali.
21
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
22