Anda di halaman 1dari 24

RINGKASAN MATA KULIAH

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN


PARA PENGAMBIL KEPUTUSAN

Dosen Pengampu:
Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, S.E., M.Si., Ak.

Oleh:
KELOMPOK 5
 Ni Putu Dian Artini (1707532019)
 Prisna Meiga Sari (1707532025)
 Ni Komang Putri Gita Dharmayanti (1707532028)
 Ni Kadek Resy Zelamewani (1707532030)

PROGRAM REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
1.1 PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memikirkan, mengelola,


dan
memecahkan masalah. Dalam organisasi, pengambilan keputusan merupakan proses
memilih
diantara berbagai alternatif tindakan yang akan berdampak di masa depan. Berikut ini
langkah-langkah dalam pengambilan keputusan, yaitu :

1. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau suatu peluang.


Langkah ini berupa suatu respon terhadap suatu kejadian yang problematis, suatu
ancaman, atau suatu peluang. Para pengambil keputusan memerlukan informasi
mengenai lungkungan, keuangan, dan operasi.
2. Pencarian atas tindakan alternatif dan kuantitatif atas konsekuensinya.
Dalam tahap ini, sebanyak mungkin alternatif yang praktis didefinisikan dan
dievaluasi.
3. Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan.
Tahap paling penting dalam pengambilan keputusan adalah memilih satu dari
beberapa
alternatif dengan lebih didasarkan pada pertimbangan politik dan psikologis
dibandingkan pada fakta-fakta ekonomi.
4. Penerapan dan tindak lanjut
Kesuksesan atau kegagalan dari keputusan akhir bergantung pada efisiensi dari
penerapannya. Apabila orang-orang yang menguasai sumber daya organisasi benar-
benar
berkomitmen untuk melaksanakannya, maka penerapan tersebut akan berhasil.

Motif Kesadaran

Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena


merupakan sumber dari proses berfikir. Terdapat 2 faktor penting dari motif
kesadaran, yaitu :

1. Keinginan akan kestabilan atau kepastian


2. Keinginan akan kompleksitas dan keragaman

1
Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk
memprediksikan. Hal ini akan memenuhi keinginan individu untuk membangun
bagian-bagian konsep yang sesuai satu sama lain secara konsisten. Motif ini
mengaktifkan, baik sadar maupun bawah sadar untuk menghindari ketidak stabilan,
ketidakjelasan, dan ketidak pastian suatu informasi.

Motif kompleksitas menumbulkan keinginan akan sesuatu stimulus dan eksplorasi


serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari
ingatan atau lingkungan, kemudian menyimpannya dan mengaturnya dengan motif.

Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk


membuat prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model
keputusan, yaitu :

1. Model keputusan yang deprogram secara sederhana


2. Model keputusan yang tidak deprogram secara sederhana
3. Model keputusan yang deprogram secara kompleks.
4. Model keputusan yang tidak deprogram secara kompleks.

Jenis – Jenis dari Model Proses

Terdapat tiga model utama dalam pengambilan keputusan, yaitu :

- Model Ekonomi, Model tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan
keputusan manusia adalah rasional, sempurna dan dalam suatu organisasi terdapat
konsistensi antara beragam motif dan tujuan.
- Model Sosial, Model ini kebalikan dari model ekonomi, karena model ini
mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan keputusan yang
dihasilkan didasarkan pada interaksi sosial.
- Model Kepuasan Simon, Model ini lebih berguna dan praktis, karena didasarkan pada
konsep simon tentang manusia administrative yang memandang manusia sebagai
makhluk yang rasional dengan memiliki kemampuan untuk berfikir, mengolah
informasi, membuat pilihan, dan belajar.

1.2 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

2
1. Rasional Terbatas

Pengurutan alternatif sangat penting dalam menentukan alternatif yang dipilih.


Jika pengambilan keputusan sedang melakukan optimasi, maka semua alternatif
dicantumkan dalam hierarki utama preferensi.

2. Intuisi

Para pakar tidak mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan intuisi merupakan


sesuatu yang tidak rasional atau tidak efektif. Pengambila keputusan secara intuisi
kemungkinan dapat diambil dalam kondisi :

1. Bila ada ketidakpastian dalam tingkat yang tinggi


2. Bila hanya sedikit preseden untuk diikuti
3. Bila variable-variabel dapat diramalkan secara ilmiah
4. Bila fakta terbatas
5. Bila fakta tidak dengan jelas menunjukkan jalan yang diikuti
6. Bila data analitis tidak berguna
7. Bila terdapat beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih, dengan
argument yang baik untuk masing-masing alternatif
8. Bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera mengambil keputusan yang tepat.

3. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan dipilih yang lebih


tinggi daripada masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan setidaknya pada dua
alasan. Pertama, cukup mudah untuk mengenali masalah-masalah yang tampak. Kedua,
perlu diingat bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan
keputusan dalam organisasi.

4. Membuat Pilihan

Untuk menghindari inforrnasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan


mengandalkan heuristis atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.
Heuristisadalah strategi yang disederhanakan dalam pengambilan keputusan, yang mana

3
para manajer dihadapkan pada lingkungan yang kompleks, informasi yang terbatas, dan
keterbatasan kognitif. Kekurangan dari model ini adalah dapat menirnbulkan kesalahan
keputusan. Terdapat dua kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan.

5. Perbedaan Individual: Gaya Pengambilan Keputusan

Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi setiap pendekatan


dari keempat pendekatan yang berbeda atas proses pengambilan keputusan. Model ini
dirancang agar dapat digunakan oleh para manajer dan memberi aspirasi bagi manajer,
tetapi kerangka kerja umumnya dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan
apapun. Pondasi dasar yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu
berbeda pada dua dimensi. Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis
dan rasional. Mereka mengolah informasi secara berurutan (serial). Sebaliknya, ada orang
yang intuitif dan kreatif. Mereka memahami segala sesuatu secara keseluruhan. Hal yang
perlu dicatat bahwa perbedaan ini melampaui batas-batas manusiawi umumnya
scbagaimana yang digambarkan terkait rasionalitas yang terbatas. Dimensi yang kedua,
toleransi pribadi terhadap ambiguitas. Ada orang yang mempunyai kebutuhan yang tinggi
untuk menyusun informasi dengan meminimalkan ambiguitas, sernentara yang lain
mampu memproses banyak pemikiran pada cara yang sama. Orang yang menggunakan
gaya direktif memiliki toleransi yang rendah atas ambiguitas dan mencari rasionalitas.
Mereka bekerja secara efisien dan logis, tetapi efisiensi mereka memperhatikan hasil
terkait keputusan yang diambil dengan informasi yang minimal dan dengan beberapa
alternatif. Tipe direktif mengambil keputusan secara cepat dan berorientasi jangka
pendek. Tipe analitis memiliki toleransi yang jauh lebih besar terhadap ambiguitas
daripada para pengambil keputusan yang direktif. Hal ini karena ripe analitis memiliki
keinginan mendapatkan lebih banyak informasi dan mempertirnbangkan lehih banyak
alternatif daripada alternatif yang dianggap lebih benar bagi tipe direktif.

Para individu dengan gaya konseptual cenderung memiliki pandangan yang sangat
luas dan mempertimbangkan banyak alternatlf. Orientasi mereka pada jangka
panjangyang mana mereka sangat baik dalam menemukan solusi yang kreatif bagi setiap
masalah Kategori terakhir adalah gaya perilaku yang dikarakteristikkan oink pengambil
keputusan yang bisa bekerja baik dengan pihak-pihak lain. Mereka memperhatikan
kinerja rekan kerja dan bawahan, reseptif terhadap usulan-usulan dari orang lain dan
sangat mengandalkan pertemuan langsung untuk menjalin komunikasi. Gaya manajer ini

4
mencoba menghindari konflik dan mengupayakan penerimaan. Walaupun keempat
kategori ini terlibat jelas dan dapat dibedakan, kebanyakan manajer memiliki lebih dari
satu karakteristik. Mungkin yang paling baik adalah dengan memikirkan dominasi gaya
pada seorang manajer tertentu, termasukgaya penunjangnya. Beberapa manajer hampir
secara eksklusif mengandalkan gaya dominannya, tetapi manajer yang Iebih luwes dapat
menyesuaikan diri pada berbagai situasi yang ada.

6. Keterbatasan Organisasi

Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para
manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk mencerminkan sistem
penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan mematuhi peraturan formal, dan
memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan di masa lalu juga
merupakan preseden yang memaksa atas diambilnya keputusan saat ini.

1.3 ASUMSI KEPERILAKUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


ORGANISASI
1. Perusahaan sebagai unit pengambilan keputusan

Masalah keputusan yang dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah
keputusan yang dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut
sering kali melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas tertentu. Keputusan
bersifat rutin atau berulang muncul secara reguler, sementara keputusan lainnya biasanya
bersifat unik dan tidak berulang.

Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi


mengembangkan “prosedur operasi standar” yang fomal atau tidak formal untuk masalah-
masalah yang sifatnya berulang. Cybert dan March (1963) menggambarkan 4 konsep
dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis yakni resolusi semu dari
konflik, menghindari ketidakpastian, pencarian masalah, dan pembelajaran organisasi.

2. Resolusi semu dari konflik

Organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda yang
sering kali dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu pengambilan keputusan

5
melibatkan pemilihan atas satu alternatif yang sesuai dengan tujuan dan harapan secara
keseluruhan, maka diperlukan suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik agar dapat
mencapai tujuan. Teori keputusan klasih mengasumsikan bahwa konflik dapat
diselesaikan menggunakan rasionalitas lokal, aturan-aturan pengambilan keputusan yang
dpaat dterima, dan perhatian secara berurutan pada tujuan yang ditetapkan.

3. Menghindari ketidakpastian

Menurut Cybert dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputusan
dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan
dengan riisko dan ketidakpastian. Mereka menggambarkan perilaku dari pada pengambil
keputusan tersebut sebagai berikut:

a. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka harus dengan benar


mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa depan dengan
menggunakan aturan-aturan pengambilan keputusan.
b. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka mengantisipasi rekasi masa depan
atas bagian-bagian lain dari lingkungannya dengan mengatur lingkungan yang
dinegosiasikan.

4. Pencarian masalah

Cybert dan March (1963) mengembangkan suatu teori pencarian organisasi untuk
melengkapi konsep pengambilan keputusan. Mereka menggunakan istilah “pencarian
masalah” dan mendefinisikannya sebagai pross untuk menemukan olusi atas suatu maalah
tertentu atau sebagai suatu cara untuk bereaksi terhadap sejumlah peluang. Pencarian
diarahkan pada satu tujuan khusus. Tujuan tersebut bukanlah rasa ingin tahu yang
sifatnya acak maupun pencarian untuk memperoleh pemahaman semata-mata, melainkan
untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

5. Pembelajaran organisasi

Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran sebagaimana yang


dialami oleh individu, organisasi mmperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya.

6
Mereka belajar untuk mengurusi bagian tertentu dari lingkngan tersebut dan bukan bagian
lainnya atau untuk menggunakan suatu kriteria dan mengabaikan kinerja lainnya.

6. Manusia-para pengambil keputusan organisasi

Lingkungan organisasi dimana manusia berada bergantung pada jenis masalah


pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi, masalah pengambilan keputusan
berkisar dari yang sederhana sampai yang rumit. Masalah pengambilan keputusan tidak
dapat didefiniskan dengan baik dan tidak terstruktur atau jika proses pencarian untuk
suatu solusi itu sendiri kompleks. Manusia bergantung pad ajenis-jenis pengambilan
keputusan terhadap masalah atau peluang yang ditemui. Masalah-masalah keputusan
tersebut bervariasi, dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai Pengambil Keputusan

Manusia merupakan makhluk yang rasional karena mereka memiliki kapasitas


untukberpikir, memilih, dan belajar. Akan tetapi, rasionalitas manusia sangat terbatas
karenamereka hampir tidak pernah meperoleh informasi yang penuh dan hanya
mampumemproses informasi yang tersedia secara berurutan.Batasan pengambilan
keputusan secara rasional dari individu bervariasi menurut:

1. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh alternatif


yangmungkin dan konsekuensinya.
2. Gaya kognitf mereka (misalnya kemampuan untuk berpikir secara kritis dan
analitis,ketergantungan pada orang lain, kemampuan asosiatif, dan sebagainya),
dengan asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitif yang unggul karena dalam
situasi masalah tertentu, lebih dari satu pendekatan dapat mengarah pada hasil yang
dinginkan.
3. Struktur nilai mereka yang berubah.
4. Tendensi mereka yang letih cenderung untuk "memuaskan" daripada untuk
melakukan optimalisasi

Perilaku rasional dari individu dalam situasi pengambilan keputusan oleh karena
ituterdiri atas pencarian di antara alternatif-alternatif yang tertatas akan suatu solusi
yangmasuk akal dalam kondisi di mana konsekuensi dari tindakan tidaklah pasti.
Masalahdengan tingkat kompleksitas apa pun harus didckati secara strategis. Agar
berhasil, strategipencarian, aturan pengambilan keputusan, dan penyimpanan
7
informasi harus distruktur secara hati-hati guna mengatasi keterbatasan kapasitas
pemecahan masalah dari pengambil keputusan individual.

Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah

Dalam situasi pengambilan keputusan, komite menawarkan keunggulan dari


keragaman dalam pengalaman, pengetahuan, dan keahlian serta luasnya ide dan
dukungan yang menguntungkan. Meskipun terdapat fakta bahwa komite lebih banyak
mengalami kontfik dan lebih lambandibandingkan dengan individu, komite memiliki
kinerja yang baik. Kelompokjuga dianggapsebagai fakror yang menyebabkan ide-ide
dinvestigasi dengan lebih teliti dan meningkatnyakemungkinan bahwa keputusan
tersebut akan dapat diterapkan dengan efektif. Kemampuan kelompok untuk
menganalis masalah, mendefiniskan, dan menilai alternatif secara kritis, serta untuk
mencapai keputusan yang valid dapat diperlemah olehdua fenomena perilaku, yaitu
pemikiran kelompok dan pergeseran yang berisiko atau dampak diskusi kelompok.

1. Fenomena Pemikiran Kelompok

Pemikiran kelompok (group think) menggambarkan situasi di mana tekanan


untuk mematuhi mencegah anggota-anggota kelompok individual untuk
mempesentasikan ideatau pandangan yang tidak populer. Hal ini mencegah kelompok
tersebut, sehingga tidakdapat dengan objektif menilai pandangan yang tidak biasa
atau pandangan minoritas. Individu yang memiliki pandangan yang berbeda dari
mayorias yang dominan berada dalam tekanan untuk menyembunyikan atau
memodifikasi keyakinan dan perasaan mereka yang sebemarnya. Mereka akan
mematuhi tekanan kelompok karena mereka ingin menjadi bagian yang positf dari
kelompok tersebut dan bukan sebagai kekuatan yang disrupif. Mercka mugkin tidak
memilki cukup kcberanian untuk melawan pandangan yang popular, meskipun oposisi
dan disrupsi mereka akan meningkatkan pertimbangan kelompok.

Pemikiran kelompok mengurangi efektivitas dari suatu komite. Beberapa pakar


menjelaskan bahwa pemikiran kelompok adalahkemunduran dalam efisiensi mental,
pengujian realitas, dan pertimbangan moral seseorang sebagai akibat dari tekanan
kelompok Gejala-gejala dari fenomena tersebut adalah sebagai berikut:

1. Anggota-anggota kclempok merasionalisasikan setiap resistensi terhadap asumsi yang

8
telah mereka buat.
2. Para anggota menerapkan tekanan langsung kepada mereka yang untuk sekejap
menyatakan keraguan terhadap pandangan bersama kelompok tersebut atau
yangmempertanyakan validitas dari angumen yang mendukung alternatif yang dipilih
oleh mayoritas.
3. Para anggota yang memiliki keraguan atau pandangan yang berbeda berusaha
untukmenghindari penyimpangan terhadap apa yang tampaknya menjadi konsensus
kelompok dengan cara tinggal diam terhadap kekhawatiran tersebut dan bahkan
meminimalkan pentingnya keraguan mereka.
4. Tampaknya terdapat suatu ilusi mengenai kebulatan suara. Jika seseorang tidak
berbicara, maka diasumsikan bahwa ia sepenuhnya setuju. Dengan kata lain,
merekayang abstein dipandang sebagai suara yang "setuju."

Untuk menghindari atau mengoreksi pemikiran kelompok, seseorang sebaiknya:

1. Menugaskan angota timyang berbeda untuk memainkan peran "antagonis" pada setiap
pertemuan.
2. Memasukan pakar-pakar eksternal yang berbeda pada setiap pertemuan.
3. Membagi kelompok tersebut menjadi dua atau lebih subkelompok dan meminta
mereka untuk melakukan investigasi atas berbagai alternatif secara terpisah.
4. Menghindari untuk menyatakan solusi preferensial pada awal diskusi, tetapi
membiarkan kelompok tersebut untuk melanjutkan proses diskusi tanpa ada solusi
yang sudah diambil terlebih dahulu.

Tindakan perbaikan lainnya yang efektif adalah penggunaan kelompok yang


heterogen. Pengalaman telah menunjukkan bahwa tim pengambilan keputusan yang
terdin atas individu-indvidu yang memiliki karakteristik yang berbeda akan berkinerja
dengan lebih baik, selama perbedaan tersebut tidak secara negatif memengaruhi
kesatuan.

2. Fenomena Pergeseran yang Berisiko (Dampak Diskusi Kelompok)

Fenomera pergeseran yang berisiko, atau dampak dikusi kelompok, merupakan


produksampingan dari interaksi manusia. Hal ini dicirikan oleh kelompok yang lebih
memilih alternative yang lebih agresif dan berisiko dibandingkan dengan apa yang
mungkin dilakukan oleh individu-individu jika mereka bertindak sendirian. Clark

9
(1971) menawarkan empat penjelasan: hipotesis familiarisasi, hipotesis
kepemimpinan, hipotesis risiko sebagai nilai dan hipotesis difusi tanggung jawab.
Hipotesis familiarisasi menjelaskan bahwa diskusi kelompok dimulai dengan periode
“perasaan asing” atau “mulai perlahan-lahan”, namun ketika individu-individu
tersebut sudah lebih mengenal situasi yang dibahas dan mengenal satu sama lain,
mereka menjadi lebih berani dan lebih rela mengambil lebih banayk risiko. Menurut
hipotesis kepemimpinan para pengambil risiko dikagumi dan dipandang oleh anggota
kelompok sebagai pemimpn karena mereka biasanya juga dominan dalam disksi
kelompok maka mereka mempengaruhi partisipan lain untuk memilih alternative yang
lebih beresiko. Hipotesis risiko sebagai nilai mengamati bahwa dalam kondisi
masyarakat saat ini, risiko moderat memiliki nilai budaya yang lebih kuat
dibandingkan dengan konservatisme dan bahwa orang yang mau mengambil risiko
dikagumi.

Menurut hipotesis difusi tanggung jawab, keputusan kelompok membebaskan


individu dari tanggung jawab langsung terhadap pilihan akhir kelompok. Jika
keputusan itu gagal, tidak ada seorang individu pun yang dapat dianggap bertanggung
jawab secara penuh. Walau tidak satupun dari keempat hipotesis yang menjelaskan
sepenuhnya mengenai terjadinya pergeseran yang berisiko, ketika digabungkan,
hipotesis tersebut memiliki kredibilitas tertentu dalam memprediksikan perilaku
pengambilan keputusan dari kelompok dalam situasi yang berisiko.

3. Kesatuan Kelompok

Kesatuan kelompok didefinisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota


kelompok tertarik satusama lain dan memiliki tujuan kelompok yang sama. Kelompok
dengan tingkat kesatuan yang kuat pada umumnya lebih efektif dalam situasi
pengambilan keputusan dibandingkan dengan kelompok dimana terdapat anyak
konflik internal dan kurangnya semangat kerja sama diantara para anggota. Tingkat
kesatuan kelompok dipengaruhi oleh jumlah waktu ang dihabiskan bersama oleh para
anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam
kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah
keberhasilan dan kegagalan kelompok di masa lalu.

10
Faktor lainnya yang mempengaruhi kesatuan kelompok secara menguntungkan adalah
riwayat dari kelompok itu. Sejarah pengambilan keputusan yang sukses menyatukan para
anggota (semangat kelompok) dan enignkatkan kesatuan, sementara kegagalan memiliki
dampak yang buruk. Kesatuan anggota kelompok akan meningkat ketika kelompok tersebut
diserang oleh sumber eksternal seperti atasan mereka atau kelompok lain. Ancaman semacam
itu, dapat menyatukan kelompok yang berantakan jika anggotanya memandang bahwa tujuan
bersama mereka dalam bahaya. Kesatuan yang kuat meningkatkan kepuasan dan mengurangi
absenteisme dan tingkat pergntian karyawan. Akan tetapi, pengaruhnya pada efektivitas dan
efisiensi dalam proses pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok
terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi.

Pengambilan Keputusan dengan Konsensus versus Aturan Mayoritas

Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan oleh Holder


(1972) sebagai "kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan."
Dalam kebanyakan situasi, konsensus hanya dapat dicapai setelahpertimbangan yang
matang serta evaluasi yang kritis atas plus dan minusmya. Selain mengimplikasikan
akurasi, konsensus juga dianggap mendorong individu untuk membagi pengetahuan
dan keahlian mereka dengan lebih bebas dan menginspirasikan mereka
untukmengomunikasikan seluruh informasi yang relevan. Beberapa orang mengklaim
bahwa hal tersebut memotivasi anggota kelompok untuk melakukan yang terbaik
dalam tahap implementasi guna memastikan pencapaian tujuan kelompok
tersebut.Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu
dibandingkan dengan pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas. Oleh karena
itu, konsesus kurang sesuai untuk diterapkan jika waktu terbatas atau sedikit.
Walaupun konsensus memiliki keunggulan yang terbukti, pengambilan keputusan
dengan aturan mayoritas harus disubsitusikan dan diterima pada banyak situasi
pengambilan keputusan sebagai satu-satunya alternatif yang mungkin.

Kontroversi Yang Disebabkan Oleh Hubungan Atasan Dan Bawahan

Ketika kelompok pengambil keputusan terdiri atas atasan dan bawahan.


Kontroversi tidak dapat dihindarkan. Atasan mempunyai akses terhadap informasi
yang berbeda sehingga memiliki pendapat yang berbeda pula dibandingkan dengan

11
bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan sangat bergantung bagaimana
atasan menangani kontroversi tersebut. Terdapatnya kontroversi dalam situasi
pengambilan keputusan tidak terlalu berpengaruh buruk terhadap berdungsinya
kelompok. Kontrovesi cukup sehat dan ketika ditangani dengan bijaksana dan
konstruktif oleh atasan dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih baik.

Menurut Vroom dan Yetton (1973), atasan sebagai pemimpin memiliki pilihan-
pilihan keperilakuam sebagai berikut:

1. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan


informasi yang tersedia pada saat itu.
2. Memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian menggunakannya
untuk memutuskan solusi bagi masalah tersebut.
3. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi,
memperoleh ide-ide dan saran-saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai
satu kelompok.
4. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahannya sebagai suatu kelompok,
memperoleh ide-ide serta saran-saran mereka.
5. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok,
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang ada serta mencoba untuk mencapai
suatu kesepakatan (baik dengan konsensus atau aturan mayoritas) atas suatu solusi.

Masing-masing pilihan keperilakuan dapat mengarahkan pada keputusan yang memuaskan,


tetapi riset yang menguji validitasnya menemukan bahwa metode partisipasi unggul ketika
kualitas dari keputusan tersebut penting dari penerimaan serta implementasi yang dipaksakan
bersifat meragukan. Seorang kontroler divisi, ketika ditanyakan mengenai preferensi
keperilakuannya, menjawab”keputusan ke atas yang memengaruhi atasan saya dan
organisasi, saya buat sendiri atau melalui kerja sama dengan rekan-rekan saya”. Dalam
keputusan kebawah yang memiliki konsekuensi bagi orang-orang saya, saya akan melibatkan
mereka dalam setiap langkahnya dari proses keputusan dan mengharuskan adanya konsensus
dalam pilihan akhir.

Ketika menerapkan pilihan keperilakuan yang mungkin pada resolusi konflik,


ditemukan bahwa penyelia yang menghindari konfrontasi terbuka (prilaku
pengembilan keputusab 1, 2,dan 3) tidak melakukan apa pun untuk menyelesaikan
konflik karena mereka sama sekali mengabaikan bawahannya atau menganggap

12
mereka hanya sebagai penyedia informasi. Hanya dengan mengambil sampel atas
pendapat dari bawahan yang relevan (perilaku pengambilan keputusan 4) juga
memiliki sedikit dampak langsung terhadap solusi konflik. Ketika penyedia
menceritakan masalah tersebut dengan bawahan dan meminta pendapat mereka,tetapi
tidak mengizinkan mereka untuk berpartisipasi, ia mungkin berusaha atau tidak
berusaha untuk menyelesaiakn konflik dengan cara mengintegrasikan pandangan
mereka dengan pandangan sendiri. Hanya jika masalah tersebut diceritakan kepada
bawahan (situasi oengambilan keputusan 5),plus dan minus dari setiap alternatif
dibahas secara seksama, dan alternatif yang layak dievaluasi secara hati-hati adalah
usaha yang serius ke arah penyelesaian konflik. Tingkat keberhasilan akan bergantung
pada apakah iklim kelompok bersifat kooperatif atau kompetitif.

Pengaruh Dasar Kekuasaan

Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu memengaruhi hasil


keputusan karena wewenang atau kekuasaan yang dibentuk oleh organisasi

Elemen kekuasaan yang paling sering disebutkan adalah kekuasaan posisi,


kekkuasan keahlian, sumber daya atau politik. Seseorang dapat memiliki lebih dari
satu elemen kekuasaan dan menggunakannya pada tingkat yang berbeda dalam situasi
pengambilan keputusan tertentu.

Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil dari
posisi orang zersebut dalam organisasi, wewenang yang diberikan, serta tugas,
tanggungjawab, dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Walaupun wewenang untuk
mengambil keputusan umumnya dianggap sebagai dasar kekuasaan yang paling sah
dan umum yang digunakan untuk memengaruhinkeputusan, hal itu tidak dapat secara
otomatis disertakan dengan kepemimpinan yang efektif. Dalam masalah-masalah
yangbkompleks secara teknis maupun organisasi, kualitas kepribadian serta keahlian
dan bukannya kekuasaan posisi yang mendorong kepemimpinan yang efektif.

Kekuasaan keahlian memengaruhi keputusan ketika hasil dari keputusan itu


merupakan hasil dari pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang
diinvestigasi, keterampilan atau keahlian teknis khusus, pengalamanbdalam
menangani situasi yang serupa, dan penilaian ahli yang didemonstrasikan.

13
Kekuasaan sumber daya ada ketika sumber daya organisasi atau sumber daya
yang diperlukan untuk menerapkan suatu keputusan dan menggunakannya sebagai
alat untuk memengaruhi hasil keputusan.

Kekuasaan politik dapat digambarkan sebagai keunggulan kepemimpinan


pribadi seseorang dan keterampilan dalam membujuk, melakukan negosisasi,
membentuk koalisi, dan bebagai strategi politik lainnya.

Dampak dari Tekanan Waktu

Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering


setuju guna mencapai konsensus kelompok lebih kurang menuntut dan lebih bersifat
mendamaikan dalam situasi tawar-menawar lebih membatasi partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan hanya pada relatif sedikit anggota dan lebih menyukai aturan
mayoritas. Tekanan waktu juga mendorong perilaku pengambilan keputusan yang
otokratis. Kelompok yang mencoba untuk menyatukan pendapat-pendapat yang
berlawanan akan memperoleh pengembalian bersama yang lebih rendah dalam situasi
tekanan waktu dibandingkan dengan kelompok yang bebas dari tekanan waktu.

1.4 Pengambilan Keputusan oleh Pendatang Baru Versus oleh Pakar

Peroses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengalaman


sebelumnya dari individu-individu yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Pengujian Informasi

Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasibyang di sajikan dan


menyeleksi untuk dipertimbangkan lebih lanjut, hanya informasi yang terlihat sangan relevan
dengan tugas keputusan itu yang harus dilaksanakan

Integrasi Pengamatan dan Temuan

Integrasi melibatkan pengelompokanbatas pengamatan, baik berdasarkan hubungan sebab


akibat maupun berdasarkan komponenbfungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan
pengamatan dan temuan, para pendatang baru menghubungkan pengamatan dan temuan yang
menjelaskan aatu sama lain dan mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para pakar menemukan

14
penekanan khusus pada kontradiksi yang potensial dalam pengamatan dan temuan sebagai
alat untuk mendeteksi masalah yang mendasari.

Pertimbangan

Pertimbangan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan tampak


lebih jelas dalam formulasi hipotesis, pengembangan petunjuk dalam formulasi
keputusan akhir, dan dalam penyusunan ringkas temuan. Bagi para ahli pertimbangan
adalah suatu usaha untuk mengembangkan dalam pikiran mereka dari suatu gambaran
dari apa yang terjadu.

1.5 Peran Keperibadian dan Gaya Kognitif dalam Pengembalian Keputusan

Psikologi individu dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu: keperibadian dan
gaya kognitid. Keperibadian mengacu pada sikap atau keyakinan individu, sementara
gaya kognitif mengacu pada cara atau metode seseorang menerima, menyimpan,
memproses, serta meneruskan informasi.

Interaksi dan dampak yang memodifikasi dari kepribadian dan gaya kognitif
dibatasi pada dampak dari toleransi terhadao ambiguitas (variabel pribadi) dan
kebebasan wilayah (gaya kognitif)

Toleransi terhadap ambiguitas mengukur tingkat sampai mana individu merasa


terancam oleh ambiguitas dalam situasi pengambilan keputusan dan bagaimana
ambiguitas memengaruhi keyakinan mereka dalam keputusan-keputusan tersebut

Kebebasan wilayah adalah kemampuan seorang individu untuk sampai pada


persepsi yang benar dengan mengabadikan konteks-konteks yang mengintervensi.
Ketergantungan wilayah adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengesampingkan
informasi yang tidak relevan dan menyesatkan ketika berusaha untuk membentuk
suatu pendapat. Individu-individu yang mengalami ketergantungan wilayah bersikap
lebih menerima dibandingkan dengan individu-individu yang memiliki kebebasan
wilayah terhadap informasi dan situasi masalah yang ambigu. Akan tetapi ketika
mereka telah mencapai suatu keputusan, mereka akan lebih yakin dalam penilaian
mereka dibandingkan dengan rekannya yang mengalami kebebasan wilayah.

15
1.6 Peran Informasi Akuntansi dalam Pengambilan Keputusan

Secara definisi, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan masa


depan keputusan tersebut dapat memengaruhi hanya satu peristiwa masa depan atau
memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah keputusan itu dibuat. Tidak ada
kejadian atau tindakan yang dapat diubah oleh suatu keputusan itu dibuat. Informasi
akuntansi yang memfokuskan pada peristiwa-peristiwa di masa lalu tidak dengan
sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya kecuali jika hal itu dilakukan
melalui proses pengambilan keputusan dengam mana kejadian masa depan beserta
konsekuensinya ditentukan. Kapan informasi akuntansi relevan untuk digunakan
dalam oengambilan keputusan? Menurut Hopwood informasi akuntansi dapat
menyediakan beberapa stimuli yang mengenali dan mendefinisikan masalah dan
peluang, mengisolasi tindakan alternatif, dan menjelaskan konsekuensinya dan
memainkan peran dalam analisis serta penilaiam alternatif.

Data Akuntansi sebagai Stimuli dalam Pengenalan Masalah

Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan masalah melalui


pelaporan deviasi kinerja aktual dari sasaran standar atau anggaran atau melalui
pemberian informasi kepada manajer bahwa mereka gagal untuk mencapai target
output atau laba yang ditentukan sebelumnya. Penurunan dalam rasio perputaran
persediaan akan mengarahkan perhatian manajemen terhadap tingkat persediaan dan
penjualan. Melemahnya rasio penagihan piutang dapat menunjukkan kekurangan
dalam prosedur pemberian kredit dan/atau penagihan piutang. Rasio akuntansi
periodik, laporan kinerja dan data akuntansi lainnya yang mengarahkan perhatian
sebenarnya merangsang solusi yang bergantung pada sejumlah faktor.

Pertama, hal tersebut akan bergantung pada seberapa cepat kondisi lingkungan
internal dan eksternal memungkinkan suatu stimuli. Tingkat stimulus juga bergantung
pada kapabilitas manajemen (para pengambil keputusan) untuk mengelola serta
menggunakan informasi akuntansi dan pada preferensi pribadi mereka untuk
informasi kualitatif dan kuantitatif. Analisa rasio dan penggunaan yang berarti dari
laporan kinerja atau data komparatif lainnya memerlukan keterampilan dan
pemahaman khusus mengenai prinsip-prinsip dan pendekatan akuntansi. Agar dapat
berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan dan penyelesaian masalah, data akuntansi

16
mengarahkan perhatian tersebut harus disertai dengan latar belakang pendidikan dan
keahlian khusus dari manajer tersebut.

Hal yang sama pentingnya adalah ukuran perusahaan dan tingkat


desentralisasinya. Di perusahaan kecil, manajer (pemilik) tidak hanya mengambil
keputusan tetapi juga menerapkannya di mana observasi dan intuisi akan
menyediakan stimuli lebih kuat dibandingkan dengan data akuntansi periodik. Dalam
perusahaan besar dan terdesentralisasi di mana perencanaan, pengendalian dan
evaluasi kinerja dilakukan di kantor korporat atau sentral, informasi akuntansi akan
menjadi stimulus yang kuat. Pada organisasi yang terdesentralisasi, dampak stimuli
sangat bergantung pada sistem evaluasi kinerja yang digunakan.

Elemen lain dari dampak tersebut adalah data industri yang langsung tersedia.
Data eksternal yang relevan misalnya informasi harga, rasio perputaran, tingkat
pengembalian rata-rata langsung tersedia, manajer dapat mempertimbangkan data
tersebut sebagai data penting dan menggunakannya sebagai sumber utama untuk
mengarahkan perhatian. Data akuntansi internal akan digunakan hanya untuk
menunjukkan di mana perusahaan tersebut dalam perbandingan dengan pesaing dan
rata-rata industri.

Ketika informasi akuntansi digunakan sebagai alat pengenalan masalah,


informasi tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan konsekuensi yang
dapat dikuantifikasi atas tindakan alternatif yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut.

Dampak Data Akuntansi dalam Pilihan Keputusan

Tidak semua manajer menggunakan data akuntansi untuk menganalisis


profitabilitas relative yang bergantung sampai sejauh mana hal itu dipandang
mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan. Jika tingkat
ketidakpastian sangat tinggi dan informasi non akuntansi serta informasi eksternal
langka dan mahal, maka perusahaan harus menggunakan informasi akuntansi sebagai
pengganti, hanya karena informasi tersebut tersedia dan menyediakan suatu alat untuk
menurunkan ketidakpastian.

Dua elemen lainnya yang mempengaruhi keyakinan yang diberikan pada


informasi akuntansi adalah permintaan dan persaingan. Perusahaan yang menghadapi

17
sedikit persaingan dan memiliki permintaan yang tidak elastis akan lebih banyak
bergantung pada data biaya yang disediakan oleh sistem akuntansinya ketika
membuat keputusan mengenai penentuan harga dan lini produk dibandingkan dengan
perusahaan yang beroperasi dalam pasar kompetitif. Semakin penting kebutuhan akan
suatu keputusan, maka semakin besar pendekatan yang diberikan pada data akuntansi
yang langsung tersedia.

Informasi akuntansi juga memiliki peran lebih penting dalam pengambilan


keputusan jangka pendek dibandingkan dalam keputusan yang melibatkan
konsekuensi jangka panjang karena informasi akuntansi hanya mencerminkan biaya
dan pendapatan yang berkaitan dengan operasi sekarang. Para pengambil keputusan
lebih memilih informasi eksternal ketika informasi tersebut langsung tersedia dan
tidak begitu mahal dibandingkan dengan data akuntansi yang dikembangkan secara
internal. Hal yang mengurangi dampak informasi akuntansi adalah
ketidakmampuannya untuk mengukur biaya kesempatan (opportunity cost). Akuntansi
melaporkan biaya masa lalu, sementara biaya kesempatan adalah pengorbanan.

Hipotesis Keperilakuan dari Dampak Data Akuntansi

Informasi akuntansi adalah salah satu input dalam model pengambilan keputusan.
Hal ini bergantung pada pengambil keputusan untuk memutuskan apakah input
tertentu relevan atau tidak. Para pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai
ukuran yang tidak sempurna dengan kemungkinan besar bahwa nilai yang
sesungguhnya akan berbeda dengan nilai yang dilaporkan, karena kesalahan dan
inakurasi dalam proses pengukuran dan pelaporan tidak dapat dihindari.

Akan tetapi, jika informasi akuntansi menjadi tujuan yang ingin dicapai, maka
perbedaan dalam persepsi menjadi tidak relevan lagi. Informasi akuntansi menjadi
tujuan ketika penghargaan atau sanksi dikaitkan dengan hasilnya. Laporan yang
menghasilkan penghargaan ini dapat menjadi tujuan jangka pendek dari para
pengambil keputusan dan menjadi lebih penting dibandingkan dengan laba jangka
panjang dari pertumbuhan yang sehat yang sebenarnya dimaksudkan untuk dihargai
oleh pemegang saham.

18
Tingkat pengaruh informasi akuntansi juga bervariasi berdasarkan jenis
pengambilan keputusan. Bruns (1981) mengelompokkan para pengambil keputusan
ke dalam tiga kelompok yaitu:

1) Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang mengambil keputusan mengenai


operasi dan sistem akuntansi digunakan untuk menyusun laporan (manajemen
puncak)
2) Para pengambil keputusan dalam perusahaan yang hanya dapat membuat keputusan
mengenai operasi saja (manajer operasi)
3) Mereka yang berada di luar perusahaan yang membuat keputusan mengenai
perusahaan tersebut yang dapat memengaruhi lingkungan dan operasinya, tetapi yang
tidak memiliki kendali langsung atas operasi perusahaan atau aktivitas apa pun yang
dilakukannya.

Fungsi pengambilan keputusan untuk manajemen puncak dapat mengharuskan


dibuatnya pilihan penting antara keputusan operasi dan keputusan untuk mengubah
metode dengan mana informasi akuntansi disusun. Kebutuhan akan audit independen
dan sertifikasi atas konsistensi dalam metode yang digunakan dari periode ke periode
agak mengurangi signifikansi dari kedua tingkat manajemen tersebut. Semakin
manajemen memandang para pengambil keputusan eksternal menggunakan informasi
akuntansi keuangan dalam proses pengambilan keputusan mereka, semakin besar
informasi tersebut cenderung untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan
manajemen.

Bruns merangkum beragam hipotesis yang disusunnya dalam model dampak


sebagai berikut:

1. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan dan memengaruhi keputusan


mengenai sistem akuntansi, jika:
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu
b. Pengambilan keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan, dan
c. Pengambilan keputusan adalah anggota perusahaan yang mengendalikan seleksi
dan operasi dari sistem akuntansi
2. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi itu relevan untuk keputusan tersebut
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan

19
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang tidak dapat mengendalikan
seleksi dan operasi sistem akuntansi
d. Pengambil keputusan adalah orang-orang di luar perusahaan
e. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna, dan
f. Informasi non akuntansi tidak relevan untuk keputusan tersebut
3. Informasi akuntansi mungkin memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu
d. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang tidak
sempurna, dan
e. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
4. Informasi akuntansi tidak akan memengaruhi keputusan jika:
a. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
b. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu, tetapi pengambil keputusan
memandang informasi akuntansi sebagai ukuran yang tidak sempurna, dan
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu.

Faktor yang menentukan tingkat penyesuaian yaitu:

1. Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan untuk
menyesuaikan aturan pengambilan keputusan sesuai dengan itu, maka pengambil keputusan
harus menerima informasi mengenai perubahan tersebut atau memilik umpan balik tidak
langsung mengenai perubahan tersebut. Penggunaan audit internal dan eksternal untuk
memeriksa setiap perubahan yang signifikan dalam metode atau terminologi akuntansi
merupakan salah satu cara untuk menemukan bahwa sistem akuntansi berjalan secara berbeda
dengan apa yang seharusnya atau dimaksudkan. Jika seseorang mengabaikan dampak jangka
pendek yang mungkin akibat selang waktu antara perubahan dan indikasinya, maka kecil
kemungkinannya bahwa tidak terdapat umpan balik sama sekali.
2. Fiksasi Fungsional
Hal ini merupakan fenomena keperilakuan yang mengimplikasikan ketidakmampuan di
pihak pengguna informasi akuntansi untuk memahami apa yang tersirat di balik label yang
diberikan kepada suatu angka. Jika output dari metode akuntansi berbeda memiliki nama
yang sama, orang yang tidak memahami akuntansi cenderung untuk mengabaikan fakta

20
bahwa metode alternatif digunakan dalam membuat output tersebut. Manajer tetap
menggunakan aturan lama karena mungkin mereka tidak dapat melihat arti lain dari biaya
(fiksasi fungsional yang bersifat endogen) atau karena mereka takut penyelia tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan dan mungkin menyalahkan mereka karena tidak
membebakan cukup banyak kepada klien (fiksasi fungsional eksogen).
Sebagai suatu atribut dari pengambilan keputusan, fiksasi fungsional bervariasi
tingkatnya dari situasi yang satu ke situasi yang lain, namun tidak pernah tidak ada sama
sekali.

21
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

22

Anda mungkin juga menyukai