Agama SH 26
Agama SH 26
Kami menyadari dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyajian materi. Untuk
itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini kedepannya.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai seorang muslim kita harus berakhlak kepada Rasulullah SAW, meskipun
beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita
kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan
kita kepada Allah, membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Pada dasarnya
Rasulullah SAW adalah manusia yang tidak berbeda dengan manusia pada
umumnya. Namun, terkait dengan status “Rasul” yang disandangkan Allah atas
dirinya, maka terdapat pula ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan
yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.
1. Rumusan Masalah
1. Mengapa kita wajib mencintai dan taat kepada Rasulullah Saw ?, dan
2. Bagaimana cara berakhlak kepada Rasulullah Saw ?
3. Tujuan ?
BAB II
PEMBAHASAN
Allah berfirman :
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat rasa
olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang – orang yang
beriman.” (Q.S. at-taubah : 128)
Iman kepada para nabi merupakan salah satu butir dalam rukun iman. Sebagai
umat islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah saw. beserta risalah yang
dibawanya. Untuk memupuk keimanan ini, kita perlu mengetahui dan
mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita dapat memetik banyak
pelajaran dan hikmah.
Ditinjau dari silsilah keturunannya, nama lengkap Rasulullah adalah Abu Qasim
Muhammad bin ‘abdillah bin ‘abdil Muthathalib bin Khasyim bin Abdi Manaf bin
Qushayy bin Khilab bin Murrah bin Ka’ bin Lu-ayy bin Ghalib bin fihhr bin
Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas
binMudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘adnan, dan Adnan adalah salah satu
keturunan Nabi Allah Isma’il bin Ibrahim al-Khalil. [1]
Beliau adalah penutup para nabi dan rasul, serta utusan Allah kepada seluruh umat
manusia. Beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, dan rasul yang tidak
boleh didustakan. Beliau adalah sebaik-baik makhluk, makhluk paling mulia
dihadapan Allah, derajatnya paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat oleh
Allah.
Beliau diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk,
yang diutus oleh Allah sebagi rahmad bagi alam semesta.
Sebagaimana firman Allah :
ََو َمآ أَرْ َس ْلنَكَ أِالَّ َرحْ َمةً لِّ ْل َعلَ ِم ْين
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman, semua orang
islam mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna
mengimani ajaran Rasulullah Saw adalah menjalankan ajarannya, menaati
perintahnya dan berhukum dengan ketetapannya.
اليؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس أجمعين.
Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai
olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya.
(H.R. Bukhari Muslim).[3]
Sebagaimana yang terdapat dalam kisah “Umah bin Khaththab r.a., yaiu sebuah
hadis dari sahabat ‘Abdullah bin Hisyam r.a, ia berkata ’ :
“kami mengiringi Nabi dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin Khaththab
r.a,’ kemudian Umar berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau
sangat kucintai melebihi apapun selain diriku”, maka Rasulullah menjawab
“tidak, demi yang jiwa ku berada ditangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai
melebihi dirimu”, lalu Umar berkata “Sungguh sekaranglah saatnya, demiAllah
engkau sangat kucintai melebihi diriku” maka Rasulullah berkata : “sekarang
engkau benar wahai Umar”. (H.R. Al-Bukhori).[4]
ِ قُلْ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّوْ نَ هللاَ فَاتَّبِعُوْ نِى يُحْ بِ ْب ُك ُم هللاُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم َوهللاُ َغفُوْ ٌر ر
َّح ْي ٌم
1. TAAT
Kita wajib menaati nabi Muhammad Saw dengan menjalankan apa yang
diperintahkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan
konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau adalah rasul (utusan Allah).
Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk menaati nabi
Muhammad Saw. diantaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah
sebagaimana firman-Nya :
Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka
menyeru kepada yg ma’ruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka
menyuruh kepada hal-hal yg dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah
SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka
tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda
yang artinya:
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yg ma’ruf dan tidak ada ketaatan
terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang Khaliq.
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka
dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan
persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dengan merujuk kepada
kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.[6]
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan
unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum
kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari
ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT
sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang
tersembunyi
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq,
bid’ah, atau siksa pedih didunia. Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti
Rasulullah sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan amounan atas
dosa-dosanya, sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu kesesatan.
Allah mengebarkanbahwa pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi
segenap umatnya. Allah berfirman :
لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُوْ ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوْ ْا هَّللا َ َو ْاليَوْ َم األَ ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِ ْيرًا
“Sungguh, telah ada pada diri rasulullah itu suri teladan yang baik untuk mu
(yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmad) Allah dan kedatangan hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah ” (Q.S. Al-Ahzaab : 21).
Al-Hafizh Ibnu Katsir r.a. berkata : “ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung
tentang meneladani rasulullah Saw dalam berbagai perkataan, perbuatan dan
perilakunya.” Untuk itu, Allah Swt memerintahkan manusia untuk meneladani
sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran nabi dalam
menanti pertolongan dari Rabb nya ketika perang ahzab. Semoga Allah senantiasa
mencurahkan salawat kepada beliau hingga hari kiamat.[8]
Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan
rasul-Nya, karena itu para sahabat ingin menjaga citra kemuliaannya dengan
mencontohkan kepada kita ketaatan yang luar biasa kepada apa yang ditentukan
Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul sama kedudukannya dengan taat
kepada Allah, karena itu bila manusia tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah memberikan jaminan pemeliharaan dari
azab dan siksa Allah swt, di dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
َ َم ْن ي ُِّط ِع ال َّرسُوْ َل فَقَ ْد أَطَا َع هللاَ َو َم ْن ت ََولَّى فَ َما أَرْ َس ْلنَا
ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِ ْيظًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul
dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (QS 47:33).[9]
Manakala seorang muslim telah mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan
memperoleh kenikmatan sebagaimana yang telah diberikan kepada para Nabi,
orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh, bahkan mereka
adalah sebaik-baik teman yang harus kita miliki, Allah swt berfirman:
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya) mereka itu akan
bersama- sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu
nabi-nabi, para shiddiqin, orang yang mati syahid dan orang yang shaleh. Dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS 4:69).
Oleh karena itu, ketaatan kepada Rasulullah saw juga menjadi salah satu kunci
untuk bisa masuk ke dalam surga. Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul
dengan apa yang dibawanya, yakni ajaran Islam dianggap sebagai orang yang
tidak beriman.
2. MENGHIDUPKAN SUNNAH
Bagi seorang muslim, mengikuti sunah atau tidak bukan merupakan suatu pilihan,
tetapi kewajiban. Sebab, mengenalkan ajaran Islam sesuai denagn ketentuan Allah
dan Rasul-Nya adalah kewajiban yang harus diaati. Mengenai kewajiban
mengikuti Nabi dan menaati sunnahnya serta mengikuti petunjuknya, Allah
berfirman :
ِ العقَا
…ب ْ ُ َواتَّق،َو َمآ َءائَـى ُك ُم ال َّر ُس ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَ ُك ْم َع ْنهُ فَاْنَتَهثوْ ْا
ِ وا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َش ِد ْي ُـد
“Berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi, yang
beriman kepada Allah dan semua firman-firman-Nya. Hendaklah kamu
mengikutinya, niscaya kamu akan mendapatkan petunjuk”. (7 : 157).
Diriwayatkan bahwa Nabi bersabda : “Al-Qur’an adalah berat dan sulit bagi
orang-orang yang membencinya. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan apa
yang aku katakan, memahami dan menguasaianya, maka ia akan mendapatkan
bahwa perkataanku adalah sama dengan al-qur’an. Barangsiapa meremehkan
dan mengabaikan al-qur’an serta perkataanku maka ia akan merugi didunia ini
dan diakhirat nanti. Ummatku diperintahkan menuruti perkataanku dan
perintahku dan mengikuti sunnahku. Barangsiapa rela terhadap perkataanku
mestilah ia rela terhadap al-qur’an”.
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah
dengan segala bahayanya, beliau bersabda:
Secara umum bid’ah adaah sesat karena berada diluar perintah Allah Swt dan
Rasul-Nya, akan tetapi banyak hal yang membuktyikan, bahwa Nabi
membenarkan banyak persoalan yang sebelumnya belum pernah beliau lakukan.
Kemudian dapat disimpulkan bahwa semua bentuk amalan, baik itu dijalankan
atau tidak pada masa Rasulullah, selama tiak melanggar syari’at dan mempunyai
tujuan , niat mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan ridho-Nya, serta
untuk mengingat Allah serta Rasul-Nya adalah sebagian dari agama dan itu
dperbolehkan dan diterima.
Sebagaimana nabi bersabda :
“Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat dan setaiap manusia akan
mendapat sekedar paa yang diniatkan, siapa yang hijrahnya (tujuannya) itu
adalah karena Alah dan Rasul-Nya, hijrahnya (tujuan) itu adalah berhasil.”
(H.R. Bukhari)
Banyak sekali orang yang memfonis bid’ah dengan berdalil pada sabda Rasulullah
:
“setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”.
“barang siapa yang didalam agama kami mengadakan sesuatu yang tidak dari
agama ia ditolak”.
Mereka tidak memperhatikan terlebih dahulu apakah yang baru diakukan itu
membawa kebaikan dan yang dikehendaki oleh agama atau tidak. Jika ilmu agama
sedangkal itu orang tidak perlu bersusah payah memperoleh kebaikan.
Ditambah lagi tuduhan golongan orang ingkar mengenai suatu amalan , adalah
kata-kata sebagai berikut : Rasulullah tidak pernah memerintah dan
mencontohkannya. Begitu pula para sahabat tidak ada satupun diatara mereka
yang mengerjakannya. Dan jikalau perbuatan itu baik kenapa tidak dilakukan oleh
Rasulullah, jika mereka tidak melakukan kenapa harus kita yang melakukannya.
Bahkan dengan hal itu mereka menyebutkan bahwa hal baru seperti tahlilan atau
berzikir bersama adalah bid’ah, dan itu adalah sesat.
ِ العقَا
…ب ْ ُ َواتَّق،َو َمآ َءائَـى ُك ُم ال َّر ُس ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَ ُك ْم َع ْنهُ فَاْنَتَهثوْ ْا
ِ وا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َش ِد ْي ُـد
Dalam ayat ini jelas bahwa perintah untuk tidak melakukan segala sesuatu jika
telah tegas dan jelas larangannya.
Maka para ulama mengambil kesimpulan bahwa bid’ah yang dianggap sesat
adalah menghalalkan sebagian dari agama yang tidak diizinkan oleh Allah. Serta
bertentangan dengan yang telah disyari’atkan oleh islam. Contoh bid’ah sesat
yang mudah adalah sengaja shalat tidak menhadap kiblat, mengerjakan shalat
dengan satu sujud, atau yang lebih banyak terjadi adalah bagi masyarakat keraton
yaitu mendo’akan orang yang telah meninggal dengan sesaji serta memohon
kepada Allah dan berdzikir menggunakan sesaji. Itulah yang dianggap sesat karna
sesaji tidak ada dalam islam dan itu menyimpang dari stari’at islam.
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat
penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.
Diantara hak Nabi Saw yang disyariatkan Allah atas umatnya adalah agar mereka
mengucapkan shalawat dan salam untuk beliau. Allah Swt dan para malaikat-Nya
telah bershalawat kepada beliau dan Allah memerintahkan kepada para hamba-
Nya agar mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau.
Allah berfirman :
Mengucapkan shalawat untuk Nabi Saw, diperintakan oleh syari’at pada waktu-
waktu yang dipentingkan, baik yang hukumnya wajib dan sunnah muakaddah.
Diantara waktu itu adalah ketika shalat diakhir tassyahud, diakhir qunud, saat
khutbah seperti khutbah jum’at dan khutbah hari raya, setelah menjawab
mu’adzin, ketika berdo’a, ketika masuk dan keluar masjid, jugaketika menyebut
nama beliau.
Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada kaum muslimin tentang tata cara
mengucapkan shalawat. Rasulullah menyarankan agar memperbanyak shalawat
kepadanya pada harijum’at, sebangaimana sabdanya :
“Perbanyaklah kalian membaca shalawat untukku pada hari dan malam jum’at,
barang siapa yang bershalawat untukku sekali, niscaya Allah bershalawat
untuknya 10 kali.”
ار ْكِ َ اللَّهُ َّم ب،صلَيْتَ َعلَى إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل إِب َْر ِهيْن َم إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد َ اَللَّهُ َّم
َ ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما
ك َح ِمب ٌد َم ِج ْي ٌد َّ َ َ
َ اركتَ َعلى إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم إِن ْ َ
َ ََعلى آ ِل ُم َح َّم ٍد َو َعلى آ ِل ُم َح ّم ٍد َك َما بَ
Mengikuti kerabat rasulullah Saw yang mulia dan berlepas diri dari musuh
mereka, adalah masalah penting yang telah diwajibkan oleh islam dan telah
dianggapnya sebagai bagian dari cabang agama. Rasulullah menggambarkan ahlil
baitnya sebagai suatu benda yang berat dan berharga, sebanding dengan al-qur’an
dan benda berharga lainnya.
Karena ulama disebut sebagai pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama
seharusnya tidak hanya memahami tentang beluk beluk agama Islam, tapi juga
memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi
dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap
ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi
Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang sesungguhnya dan berarti tidak
ada kewajiban bagi kita untuk menghormatinya.
Kecintaan kepada kerabat Rasulullah Saw yang di istilahkan sebagai ahlul bait
manfaatnya kembali kepada orang yang melakukannya. Rasulullah mengatakan
bahwa kecintaan ini merupakan upah dari Allah Swt atas risalah yang
disampaikannya. Sebagaimana firman Allah, “katakanlah, Aku tidak meminta
kepadamu sesuatu upah apapun atas seruanku, kecintaan kepada keluargaku”
(Q.S. Asy-syura : 23).
Kecintaan yang disebutkan disini bukanlah kecintaan biasa, melainkan kecintaan
yang mendorong manusia kepada maqam kedekatan ilahi, dan mampu memasuki
pintu kebahagiaan abadi.[18]
Mengenai ruang lingkup ahli bait ini, para ulama masih berbeda penafsiran.
Antara lain adalah :
1. Menurut ahlus sunnah, cakupan ahli bait sangat luas dan beragam, mulai
dari Ali, Hasan, Husein dan keturunannya, istri-istri Nabi saw., keluarga
ja’far dan keluarga Abbas, serta bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim.
Kepada a-‘Abbas Nabi bersabda: “Demi Allah yang jiwaku dalam
kekuasaan-Nya, keyakinan tidak akan munculah didalamhati seseorang
sampai dia mencintai Allah dan Rasulullah. Barang siapa mencelakai
paman saya ini berarti mencelakai saya. Seorang paman adalah seperti
ayah sendiri”
Nabi juga berkata kepada al-‘abbas : “Berkanlah makanan kepada Ali dengan
makanan yang engkau berikan kepada anak-anakmu, wahai pamanku.”. kemudian
nabi mengumpulkan mereka dan menyelimuti mereka dengan jubahnya, sambil
berkata, “Ini adalahpamanku dan layaknya ayahku dan mereka adalah Ahlul
Baitku, jadi lindngilah mereka dari api neraka seperti saya menyelimuti mereka”
Pintu dan dinding menjawab, Amin ! Amin !”.
Nabi sering menggandeng tangan Usamah ibn Zayd dan al-Hasan dan berkata :
“cintailah mereka ya Allah, sebagaimana saya mencintai mereka”.
Nabi juga bersabda : “Barang siapa mencintai dua orang tersebut dan ayah serta
ibu mereka akan bersamaku pada hari kebangkitan”.
Begitu pula istri-istri Nabi merupakan keluarga Nabi berdasarkan ke umuman ayat
Al-Qur’an, serta manthuq (arti tersurat) hadits yang menerangkan tentang anjuran
membaca shalawat kepada Nabi, istri dan keluarga beliau.
Yakni firman Allah SWT “Nabi itu lebih utama bagi orang mukmin daripada diri
mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab: 6)[20]
Sedangkan sahabat Nabi adalah orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad
SAW ketika beliau masih hidup walaupun sebentar, dalam keadaan beriman dan
mati dengan tetap membawa iman.
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kemu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ta??atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilanghkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS al-Ahzab: 33)
Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah mengikuti teladan
Rasulullah SAW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mencintai
Nabi SAW.Ketiga, tuntunan dan teladan ini juga diberikan oleh keluarga dan
sahabat Rasul sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang mendalam, antara
satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati.
5. BERZIARAH KEMAKAM RASULULLAH
Saat melaksanakan haji merupakan kesempatan emas bagi umat Islam untuk
melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya. Beribadah di Haramain (Makkah dan
Madinah) mempunyai keutaman yang lebih dari tempat-tempat lainnya. Maka
para jamaah haji menyempatkan diri berziarah ke makah Rasulullah
SAW.Berziarah ke makam Rasulullah SAW adalah sunnah hukumnya.
Dari Ibn ‘Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang
melaksanakan ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal
dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup.”
(HR Darul Quthni)
Dan hendaklah waspada, jangan sampai tidak berziarah padahal dia telah diberi
kemampuan oleh Allah SWT, lebih-Iebih bagi mereka yang telah melaksanakan
ibadah haji. Karena hak Nabi Muhammad SAW yang harus diberikan oleh
umatnya sangat besar.
Bahkan jika salah seorang di antara mereka datang dengan kepala dijadikan kaki
dari ujung bumi yang terjauh hanya untuk berziarah ke Rasullullah SAW maka itu
tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima oleh Nabi SAW dari
umatnya.
Menjawab kekhawatiran Nabi SAW ini, Sayyid Muhammad bin Alawi Maliki al-
Hasani menukil dari beberapa ulama, lalu berkomentar : “Sebagian ulama ada
yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits itu adalah) larangan untuk
berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah SAW yakni dengan
memainkan alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang biasa
dilakukan ketika ada perayaan. (Yang seharusnya dilakukan adalah) umat Islam
berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam kepada Rasul,
berdo di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul, mendoakan serta
menjawab salam Rasulullah SAW.
(Itu semua dilakukan) dengan tetap menjaga sopan santun yang sesuai dengan
maqam kenabiannya yang mulia.” (Manhajus Salaf fi Fahmin Nushush bainan
Nazhariyyah wat-Tathbiq, 103)[23]
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2013. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Bogor : Pustaka Imam As-syafi’i.
‘Iyad Qodi Ibn Musa Al Yahsubi. 2002. Keagungan Kekasih Allah ‘Muhammad
Saw’. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Abdullah Thaha Al-‘afifi. 2007. Sifat dan Pribadi Muhammad Saw. Jakarta :
Darul al-‘arabiyyah.
http://bobhasan.wordpress.com/2011/06/28/5-contoh-contoh-bidah-yang-
diamalkan-sahabat/g.
http://pondok-Abdusshomad.wordpress/about-akhlak -kepada-rasul.
http://www.google.com.id/m/search?q=hadis-sahih-tentang-puasa-muharram.
[1] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 245.
[2] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 246.
[3] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 249.
[4] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad
Saw, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 375.
[7] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 261.
[8] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 262.
[11] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad
Saw, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 366 – 368.
[14] http://www.google.com.id/m/search?q=hadis-sahih-tentang-puasa-muharram.
Tgl. 30. 10 . 2014.
[15] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad
Saw, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 419.
[16] [16] Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013, hlm. 264-266.
[19] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad
Saw, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 406-407.
[20] Thaha Abdullah Al-‘Afifi, sifat dan pribadi Muhammad, Darul Afaq al-
Arabiyyah, Jakarta, 2007. Hlm : 8.
[22] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad
Saw, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 453.
PALEMBANG 2017