Anda di halaman 1dari 9

A.

Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas Budaya


Komunikasi bisnis lintas budaya adalah proses mengirim dan menerima pesan bisnis
antar individu yang berbeda budaya. Dalam Bab 1 telah teruraikan bahwa perbedaan
budaya merupakan salah satu hambatan komunikasi yang paling sulit diatasi. Namun,
berkomunikasi dengan seseorang yang berbeda budayanya tidak mungkin dihindari,
terlebih lagi dalam era globalisasi ini.
Perusahaan keluarga atau tertutup telah banyak berubah menjadi perusahaan terbuka
(public company). Perusahaan lokal dan nasional telah berkembang menjadi
Multinational Company (MNC) yang berskala internasional. Misalnya, unilever, P&G,
IMB, dan Coca-Cola membuka cabangnya di berbagai negara atau berafiliasi dengan
perusahaan asing. Meningkatnya kerja sama perdagangan dan berkuranganya halangan
untuk memasuki pasar akan memperluas arena perdagangan internasional. Contoh kerja
sama perdagangan global adalah WTO, AFTA, dan NAFTA.
Operasi global akan meningkatkan kebutuhan untuk berkomunikasi dengan budaya
asing. Baik berada di negara sendiri maupun di negara asing, tetap ada kemungkinan
untuk berkomunikasi dengan seseorang dengan berbagai latar belakang budaya dan
bahasa. Interaksi lintas budaya terjadi dalam komunikasi internal maupun eksternal
perusahaan. Dalam komunikasi internal akan terjadi interaksi antarpekerja yang berasal
dari berbagai bangsa dan suku bangsa. Sementara dalam komunikasi eksternal,
perusahaan akan berhadapan dengan pelanggan, pemasok, investor, dan pesaing dari
berbagai negara. Untuk mempermudah komunikasi, pekerja tidak hanya dituntut mampu
menggunakan bahasa yang berlaku secara internasional, tetapi juga meningkatkan
pemahaman terhadap budaya asing.
B. Memahami Budaya dan Perbedaan Budaya
Budaya adalah simbol, keyakinan, sikap, nilai, harapan, dan norma tingkah laku yang
dimiliki bersama (Bovee dan Thill, 2003:68). Budaya juga diartikan sebagai konvensi –
konvensi kebiasaan, sikap, dan perilaku sekelompok orang (Heart, 2004:125). Semua
anggota suatu budaya memiliki asumsi serupa mengenai bagaimana seharusnya berpikir,
bertingkah laku, dan berkomunikasi. Mereka bertindak cenderung dengan cara yang
serupa sesuai asumsi yang dianut
Beberapa budaya terdiri atas beberapa kelompok budaya yang beragam dan berbeda.
Kelompok budaya utama terdiri atas beberapa kelompok budaya yang cenderung
homogen. Kelompok budaya yang cenderung homogen yang ada dalam suatu budaya
utama disebut subbudaya. Misalnya, budaya Indonesia terdiri atas berbagai subbudaya
etnik Jawa, Sunda, Bali, Betawi, Dayak, Sasak, dan lain –lain. Selain itu, terdapat
kelompok –kelompok masyarakat yang tidak memenuhi kriteria sebagai subbudaya,
tetapi memiliki ciri –ciri yang mencolok. Kelompok itu sering disebut subkelompok yang
menyimpang (deviant suculture). Contoh kelompok itu adalah kaum homosek, waria,
pecandu obat bius, dan penganut sekte agama yang dilarang.
Budaya dimiliki oleh seluruh manusia, hanya saja terdapat persamaan dan perbedaan
dalam aspek –aspek tertentu. Setiap manusia menganut budayanya sendiri –sendiri.
Budaya memengaruhi seseorang sejak dalam kandungan samapai meninggal dunia,
bahkan perlakuan setelah meninggal dunia pun dipengaruhi oleh budaya.
Komunikasi lintas budaya terjadi dalam berbagai situasi, yang berkisar dari interaksi
antara orang –orang yang budayanya sama, tetapi subbudayanya atau sekelompok
budayanya berbeda. Besarnya perbedaan antara budaya yang satu dengan yang lain
tergantung pada tingkat keunikan masing –masing.
Mengakui dan mengakomodasikan perbedaan budaya tenpa mengharapkan orang dari
budaya mana pun untuk meninggalkan identitas diri merupakan langkah penting ke arah
komunkasi lintas budaya yang efektif. Komunikasi lintas budata yang efektif bergantung
pada pemahaman terhadap perbedaan budaya. Selain mempermudah hubungan bisnis,
pemahaman terhadap perbedaan budaya sekaligus juga meningkatkan reputasi
perusahaan.
 Mengenali Perbedaan Budaya
Ketika seseorang berkomunikasi, pada umunya terdapat kecenderungan untuk
menggunakan asumsi budayanya sendiri dan menganggap orang lain memiliki buadaya,
bahasa, dan persepsi seperti dirinya. Perbedaan budaya yang semakin besar akan
berakibat pada semakin besarnya perbedaan persepsi.
Perbedaan budaya muncul dalam nilai –nilai sosial, gagasan mengenai status,
kebiasaan membuat keputusan, sikap terhadap waktu, penggunaan ruang, konteks
budaya, bahasa tubuh, sopan santun, dan tingkah laku etis (Bovee dan Thill, 2003:69).
a. Nilai –nilai sosial
Pada umumnya, penduduk Amerika Serikat menjunjung tinggi kerja keras pada
menyelesaikan tugas –tugas secara efisien. Penggunaan dua pekerja dengan metode
kerja modern dianggap lebih baik daripada menggunakan empat pekerja, tetapi
dengan metode kerja tradisional. Sementara itu, di negara –negara yang angka
penganggurannya tinggi, seperti India dan Pakistan, menciptakan pekerjaan lebih
penting dibandingkan dengan bekerja secara efisien. Oleh karena itu, para eksekutif
di negara tersebut lebih suka mempekerjakan empat orang daripada dua orang. Nilai
–nilai sosial memengaruhi tindakan seseorang.
b. Peran dan Status
Di banyak negara wanita belum memainkan peran yang menonjol dalam bisnis.
Apabila ada eksekutif wanita yang berkunjung ke negara tersebut, bisa jadi itu
disepelekan atau dianggap tidak serius.
Budaya juga menentukan cara seseorang dalam menunjukkan rasa hormat kepada
atasan. Misalnya, atasan disapa “Mr.Robert” atau “Mr Black” di Amerika Serikat.
Namun, di Cina, digunakan gelar jabatan untuk menyapa seseorang, misalnya
“Direktur Ho” atau “Manajer Han”.
Konsep status juga berbeda –beda. Misalnya, manajer puncak di Amerika Serikat
memiliki ruang kerja khusus, karpet tebal, meja paling mahal, dan asesoris paling
mewah. Namun di Perancis, manajer puncak bekerja di ruang terbuka dan
dikelilingin para manajer menengah. Apabila eksekutif Jepang menginap di hotel,
manajer senior harus ditempatkan di lantai yang paling tinggi dari manajer senior.
c. Adat Pembuatan Keputusan
Di Amerika Serikat dan Kanada, pelaku bisnis berusaha mencapai keputusan secepat
dan seefisien mungkin. Manajer puncak cukup memikirkan hal pokok saja,
sedangkan rincian diserahkan kepada bawahan. Tidak demikian halnya di Yunani.
Mengabaikan rincian dianggap sebagai sikap menghindar dan tidak dapat dipercaya.
Di Pakistan, pengambilan keputusan cukup dilakukan oleh eksekutif tinggi. Di Cina
dan Jepang, pengambilan keputusan dilakukan secara konsensus melalui proses yang
rumit dan waktu yang panjang. Persetujuan harus lengkap dan tidak ada turunan
mayoritas.
d. Konsep Mengenai Waktu
Perbedaan konsep mengenai waktu dapat menimbulkan salah pengertian. Bagi
eksekutif Amerika Serikat dan Jerman, waktu menjadi penentu rencana kerja agar
bisa efisien dan fokus pada satu kegiatan pada periode tertentu. Pengaturan berbagai
aktivitas dibatasi oleh waktu. Bagi eksekutif di Asia, membangun fondasi hubungan
bisnis jauh lebih penting daripada menepati batas waktu atau jadwal yang ketat.
Waktu yang diperlukan untuk saling mengenal dan menjajagi latar belakang relasi
bisnis cukup fleksibel.
e. Konsep Ruang Pribadi
Ruang memiliki arti yang berbeda dalam budaya yng berbeda. Orang Kanada dan
Amerika Serikat biasanya berdiri berpisah sekitar 5 kaki ketika berbicara mengenai
bisnis. Jarak tersebut terlalu dekat bagi orang Jerman dan Jepang. Akan tetapi, bagi
orang Arab dan Amerika Latin, jarak tersebut tidak nyaman karena terlalu jauh.
Bagaimana bila orang Jerman dan Arab berbicara bisnis? Akan terjadi dansa budaya,
di mana orang Jerman selalu bergerak menjauh dan orang Arab selalu bergerak
mendekat. Akibatnya, orang Jerman merasa tidak nyaman karena selalu didekati dan
orang Arab merasa tersinggung karena selalu dijauhi.
f. Konteks Budaya
Salah satu cara yang digunakan seseorang untuk memberikan arti pada sebuah pesan
adalah menuruti konteks budayanya. Konteks budaya merupakan pertunjuk fisik dan
pemahaman implisit yang menyertai makna di antara mereka yang berkomunikasi.
Antropologi Edward T. Hall (dalam Quible. 1996:409) membagi konteks budaya
menjadi dua tingkat, yaitu budaya konteks tinggi (high contest culture) dan budaya
konteks rendah (low contest culture). Budaya konteks tinggi (misalnya, Korea dan
Taiwan) cenderung lebih mempehatikan petunujuk yang bersifat non verbal (ekspresi
muka, bahasa tubuh) daripada verbal. Sebaliknya, budaya konteks rendah (misalnya,
Amerika dan Eropa) lebih memperhatikan pesan yang diungkapkan secara verbal.
Oleh karena itu, bagi budaya konteks rendah, persetujuan tertulis dianggap lebih
mengikat karena memiliki dasar hukum yang kuat. Sebaliknya, bagi budaya konteks
tinggi, jaminan dan kepercayaan pribadi lebih penting daripada kontrak dan
pandangan terhadap hukum yang lebih fleksibel. Komunikasi yang terjadi antara
orang-orang yang berasal dari kelompok budaya yang samaakan berlangsung lebih
lancar dan mudah.
g. Budaya Tubuh
Bahasa tubuh bisa dipergunakan untuk membantu menjelaskan pesan yang
membingungkan. Namun, bahasa tubuh juga bisa menjadi penyebab adanya salah
pengertian antar budaya. Menguasai bahasa suatu budaya tidak berarti juga
menguasai bahasa tubuhnya. Orang-orang dari budaya berbeda kadang-kadang salah
membaca tanda yang dikirimkan oleh bahasa tubuh. Misalnya, untuk menyatakan
‘tidak’, orang Amerika Serikat dan Kanada akan menggeleng, orang Bulgaria
mengangguk, orang Jepang mengangkat tangan kanan, dan orang Sisilia mengangkat
dagunya.
Ucapan selamat datang disampaikan oleh orang Indonesia dengan cara bersalaman.
Sementara suku Indian mengucapkan selamat datang dengan menjulurkan lidah. Bagi
orang Amerika Serikat, menjulurkan lidah merupakan suatu ejekan
h. Tingkah Laku Sosial dan Sopan Santun
Sesuatu yang dianggap sopan oleh suatu budaya mungkin dianggap kasar oleh
budaya lain. Aturan mengenai tingkah laku sopan bervariasi antara satu negara
dengan negara yang lain. Memberikan hadiah kepada istri orang lain dianggap tidak
sopan oleh orang Arab. Menaikkan kaki ke atas meja dan memberikan sesuatu
dengan tangan kiri dianggap biasa oleh orang Amerika Serikat, tetapi dianggap
sebagai penghinaan oleh orang Mesir. Di Spanyol, jabatan tangan berlangsung lima
sampai tujuh kali ayunan, dan menarik tangan terlalu cepat bisa diartikan sebagai
penolakan. Sementara di Prancis, orang lebih suka berjabat tangan hanya dengan
sekali ayunan. Tuan rumah di negara-negara Arab merasa dipermalukan apabila
tamunya menolak makanan, minuman dan keramahtamahan dengan bentuk apapun.
i. Tingkah Laku Legal dan Etis
Di beberapa negara, perusahaan sering memberi bayaran ekstra kepada pejabat
pemerintah untuk mendapatkan kontrak pemerintah. Hal ini sudah menjadi kebiasaan
yang rutin dan tidak dianggap ilegal. Namun, di Amerika Serikat hal ini dipandang
sebagai suap, ilegal dan tidak etis. Perusahaan yang berdiri di Amerika Serikat
dilarang membayar ekstra kepada pegawai negeri di mana pun. Di Inggris dan
Amerika Serikat, seseorang dianggap tidak bersalah hingga terbukti memang
bersalah. Di Meksiko dan Turki, seseorang dianggap bersalah hingga bisa buktikan
tidak bersalah. Perbedaan itu sangat penting bagi perusahaan yang terlibat
perselisihan legal di negara lain.
j. Budaya Perusahaan
Budaya Perusahaan adalah cara perusahsn melakukan sesuatu. Budaya membentuk
perasaan orang mengenai perusahaan dan pekerjaan yang dilakukan, cara
menginterpretasikan dan mengartikan tindakan yang dilakukan orang lain, harapan
yang menyangkut perubahan dalam bisnis dan bagaimana cara pandang terhadap
perubahan tersebut. Lebih dari separuh kemitraan perusahaan gagal karena adanya
benturan budaya perusahaan.
 Menghadapi Hambatan Bahasa
Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling lazim dipergunakan dalam bisnis
internasional. Namun begitu, merupakan kesalahan bila menganggap semua orang
memahaminya. Setelah bahasa Inggris, Spanyol secara mencolok merupakan bahasa
yang paling banyak digunakan, menyusul bahasa Perancis, Jerman, Italia, dan Cina.
Proses perpindahan penduduk bisa menyebabkan suatu bahasa digunakan di negara lain.
Misalnya, penduduk New Mexico lebih banyak menggunakan bahasa Spanyol. Di
Michigan (AS) banyak penduduk berbahasa Arab, dan penduduk Singapra banyak meng-
unakan bahasa Mandarin. Dalam komunikasi lintas dan aksen setempat bahasa, pesan
yang disampaikan banyak dikacaukan oleh bahasa idiom (ungkapan), gaul (slang), dan
aksen setempat.
Bahasa tidak diterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain atas dasar kata-kata.
Bahasa bersifat idomatik. yang artinya disusun dengan ungkapan pengelompokan kata
yang dapat bertentangan dengan pola umum dari kerangka bahasa itu dan dapat memiliki
arti yang jauh berbeda dari komponen individual apabila diterjemahkan secara harfiah
(Bovee dan Thill. 2003:76). Misalnya, slogan pepsi yang berbunyi "Come alive with
Pepsi" (hidup ceria dengan Pepsi) diterjemahkan oleh orang Jerman dengan "Come out
of the grave (keluar dari kuburan) dan oleh orang Thailand sebagai "Bring your ancestor
back from the dead" (membangkitkan kembali nenek moyang).
Jika seseorang dari Inggris berbicara dengan rekan bisnisnya dari Indonesia dengan
Bahasa Inggris, mungkin akan terjadi kesulitan karena hebedaan pengucapan dan aksen.
Sekelompok karyawan Toyota Jepang dinindahkan ke AS mengikuti kelas khusus untuk
belajar mengatakan yang Jeat ang berarti "Did you eat yet?" dan Cannahepya" yang
berarti " Perbedaan dalam lafal, perubahan vokal, dan kosakata Can I help you dapat
menimbulkan masalah dalam komunikasi lintas budaya.
Orang dari Timur Tengah cenderung berbicara lebih keras dibanding- kan dengan
orang Barat dan karenanya secara keliru dianggap emosional Sebaliknya, orang Jepang
berbicara lembut, karakteristik yang mencermin- kan kesopanan atau rendah hati bagi
pendengar orang Barat.
Apabila berhubungan dengan orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa kita, ada
tiga pilihan yang dapat dilakukan, yaitu mempelajari bahasa orang itu, menggunakan
perantara atau penerjemah, atau mengajarkan kepada mereka bahasa kita. Jika memiliki
hubungan bisnis jangka panjang apdengan orang dari budaya lain, mempelajari budaya
dan bahasa mereka akan lebih bermanfaat. Namun, perlu diingat bahwa untuk
mempelajari bahasa sulasing diperlukan komitmen yang kuat.
C. Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya
Mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tentang budaya tertentu
sebenarnya merupakan suatu cara yang baik untuk menemukan bagaimana mengirim dan
menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif. Namun, perlu diingat dua hal
penting, yaitu pertama, jangan terlalu yakin bahwa seseorang akan dapat memahami
budaya orang lain secara utuh atau sempurna. Kedua, jangan mudah terbawa kepada pola
generalisasi terhadap perilaku seseorang dari budaya yang berbeda.
Mempelajari keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu
seseorang beradaptasi dalam setiap budaya, khususnya jika seseorang berhubungan
dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda. Berikut ini adalah beberapa petunjuk
atau tips yang diperlukan seseorang ketika berhubungan dengan orang lain yang
memiliki budaya berbeda :
a. Asumsikan berbeda hingga suatu persamaan telah terbukti. Jangan berasumsi bahwa
orang lain memiliki pandangan sama sampai benar-benar menjadi kenyataan.
b. Berani mengambil tanggung jawab saat berkomunikasi. Jangan berasumsi bahwa ini
adalah pekerjaan orang lain untuk berkomunikasi dengan orang lain.
c. Tidak memberi pendapat. Belajar mendengar suatu cerita yang utuh dan terimalah
perbedaan dengan tanpa memberikan pendapat atau penilaian tentang mereka.
d. Tunjukkan suatu penghargaan. Belajar bagaimana suatu penghargaan itu
dikomunikasikan melalui suatu gerak isyarat, kontak mata, dan sejenisnya dalam
berbagai budaya yang berbeda.
e. Empati. Sebelum menyampaikan suatu pesan, cobalah untuk membayangkan
perasaan orang lain bagaimana dan mengapa berkomunikasi.
f. Menahan sikap ambiguitas/mendua. Belajar untuk mengendalikan kekecewaan pada
situasi yang membingungkan.
g. Jangan melihat sesuatu yang superfisial. Jangan diganggu dengan sesuatu seperti
pakaian, penampilan, atau ketidaknyamanan lingkungan.
h. Sabar dan tekun. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki
budaya berbeda, jangan mudah menyerah.
i. Mengenal bias budaya Anda sendiri. Belajar untuk mengidentifikasi ketika asumsi
Anda berbeda dengan orang lain.
j. Fleksibel/luwes. Siap mengubah kebiasaan atau sikap Anda ketika berkomunikasi
dengan orang yang memiliki budaya berbeda.
k. Tekankan hal-hal yang biasa. Carilah kesamaan untuk menjalin suatu kerja sama.
l. Mengirim pesan yang jelas. Membuat sinyal verbal dan nonverbal yang jelas dan
konsisten.
m. Tingkatkan kepekaan budaya Anda. Belajar tentang berbagai kebiasaan dan praktik,
sehingga seseorang perlu waspada terhadap potensi munculnya salah komunikasi.
n. Bersifat individual. Berkomunikasi dengan setiap orang sebagai individu bukanlah
mewakili kelompok lain.
o. Belajar secara langsung. Investigasi setiap budaya, sehingga Anda tahu kapan
mengirim suatu pesan dengan cara langsung atau tidak langsung.
p. Memperlakukan tafsiran Anda sebagai hipotesis kerja. Saat Anda memahami budaya
asing, berhati-hatilah terhadap umpan balik yang dilakukan si penerima pesan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sutrisna. 2007. Komunikasi Bisnis. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET (Penerbit Andi).
http://nenisunartibako.blogspot.com/2012/10/komunikasi-bisnis-lintas-budaya.html

Anda mungkin juga menyukai