Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat
singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas otak yang abnormal serta adanya
pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihn(Hidayat Aziz, 2008 ).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh diatas 38,4ºC
tanpa disertai infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit  pada anak diatas usia 1
bulan, tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya  (Partini, 2013).
Kejang demam ada 2 bentuk yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang
15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat umum artinya melibatkan
seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam pertama. Kejang demam tipe ini
merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang
dengan satu ciri sebagai berikut: kejang lama > 15 menit,  kejang fokal / parsial satu sisi
tubuh,  kejang > 1 kali dalam 24 jam ( Hartono, 2011)

2. Anatomi Fisiologi
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat

khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,

menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.

a. Otak

Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar

terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis.

Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah

lekukan yang disebut girus.

1) Otak besar (serebrum)

Otak besar merupakan pusat dari :

 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian

menuju ke pusat kontraksi otot

 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf

yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.

 Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak

sebagian lain dibagian medulla spinalis.

 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama

bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama

 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.

2) Otak Kecil (Serebelum)

Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan.Pada

daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar

hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotis

interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang

dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral
bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada

sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu aliran

darah arteri mayor tersumbat.

b. Cairan Serebrospinal

Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007

diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis

melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor Cerebro Spinalis

(LCS) diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat,

secara organik dan non organik LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai

perbedaan konsentrasi. LCS mengandung protein, glukosa dan klorida, serta

immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung sel darah putih sedikit

dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh

villiarakhnoid.

c. Medula Spinalis

 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana

 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik

 Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik

 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.

d. Saraf Somatik

Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik

dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan

saraf spinal.

e. Saraf Spinal

Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :

 Saraf servikal 8 pasang


 Saraf torakal 12 pasang

 Saraf lumbal 5 pasang

 Saraf sacrum/sacral 5 pasang

 Saraf koksigeal 1 pasang

Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk

medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula

spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf

ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah

berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah

tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing

lurusdiantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini

juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah

untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer

terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke

kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri

maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.

f. Saraf Otonom

Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru,

serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.

Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :

- Kesiagaan meningkat

- Denyut jantung meningkat

- Pernafasan meningkat

- Tonus otot-otot meningkat

- Gerakan saluran cerna menurun


- Metabolisme tubuh meningkat

Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu

tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas, dan

lain-lain.

Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :

- Kesiagaan menurun

- Denyut jantung melambat

- Pernafasan tenang

- Tonus otot-otot menurun

- Gerakan saluran cerna meningkat

- Metabolisme tubuh menurun

g. Saraf kranial :

1) Saraf Olfaktorius

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan

olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada

bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial

lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-

serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area

kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini

traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus

temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang

impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-bauan

yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau
busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa

sistem ini ada kaitannya dengan emosi.

Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area

otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi

yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang

berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2) Saraf Optikus

Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di

retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri

optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk

membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai

bagian fundus maih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina

ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal

retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal

tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma

optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua

nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma

berhubungan dengan penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju

korpus genikulatum lateralis.

Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati

bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus oksipital.

Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga

serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk

kuadran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut


tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan

penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

3) Saraf Okulomotorius

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia

grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia

grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk

persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior

dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-

westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior

yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

4) Saraf Troklearis

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan

substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.

Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal

batang otak.Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk

menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

5) Saraf Trigeminus

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik

dan serabut-serabut sensorik. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi,

wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam

fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis

auditorius serta bagian membran timpani.

6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian

bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf

abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

7) Saraf Fasialis

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi

motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral

dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal

dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf

vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.

8) Saraf Vestibulokoklearis

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut

aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengndung serabut-

serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.

Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan

menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus

genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.

9) Saraf Glosofaringeus

Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius

pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf

glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis superior

dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara

arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara

otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi

mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10) Saraf Vagus


Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau

jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah

foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen

dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

11) Saraf Asesorius

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks

kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat

neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik yang

mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke

samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12) Saraf Hipoglosus

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap

sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan

trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah

dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak
dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu
demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah
terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).

4. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik

bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi

reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan

sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :

a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)


b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)

c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)

d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang

b. Penurunan kesadaran

c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus

d. Muntah

e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu

yang singkat (Lyons, 2012)

5. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan

kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%.

Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu

dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,

akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke

seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau

rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya,

kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,

sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi.

Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).


6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam

yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien

kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama

pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala

meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur

kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah

a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

c.  Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi

kepala.
8. Penatalaksanaan
1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang

diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,

walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis

atau bila kejang demam berlangsung lama. 

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan

profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis

intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5

mg/hgBB/hari.

f. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit


4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a.  Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri

diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam : (indikasi khusus)


A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan

2.  Anamnesa

a. AktivitasatauIstirahat

Keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja,

b. Sirkulasi

Iktal :Hipertensi, peningkatan nadi sinosis Posiktal : Tanda-tanda vital normal

ataudepresidenganpenurunannadi dan pernafasan

c. Intergritas Ego

Stresso reksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau

penanganan

d. Pekarangsangan

pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubaha ndalam berhubungan

e. Eliminasi

1) Inkontinensi aepirodik

2) Makana natau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan

aktivitas kejang

f. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma

kepala, anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeriotot, area paratiseatauparalisis

g. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal


h. Pernafasan

1) Faseiktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan

sekresimulus

2) Faseposektal : Apnea

i. Keamanan

1) Riwayat terjatuh

2) Adanya alergi

j. InteraksiSosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

3. PemeriksaanFisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atauk ontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

Iktal :penurunan tekanan kandung kemihdan tonus spinter

Posiktal :otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristikkejang)

1) Faseprodomal :Adanya perubahan pada reaksi emosi atau responefektifitas yang

tidak menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum
Tonik – klonik :kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan,

pupil dilatasi, inkontineusia urine

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau

mental dan anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial

f. Kenyamanan

Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

Perubahan pada tonus otot

Tingkah laku distraksi atau gelisah 

g. Keamanan

Trauma pada jaringanl unak, Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
C. Rencana Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering

berhubungan keperawatan selama mungkin

dengan proses 2x24 jam diharapkan 2. Monitor warna kulit

infeksi tidak terjadi hipertermi 3. Monitor tekanan darah, nadi dan

atau peningkatan suhu RR

tubuh dengan kriteria 4. Monitor penurunan tingkat

hasil: kesadaran

a. Suhu tubuh dalam 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

rentan normal (36,5- membatasi pengunjung

37oC) 6. Berikan cairan dan elektrolit

b. Nadi dalam rentan sesuai kebutuhan

normal 80-120x/menit 7. Menganjurkan menggunakan

c. RR dalam rentan pakaian yang tipis dan menyerap

normal 18-24x/menit keringat

d. Tidak ada perubahan 8. Berikan edukasi pada keluarga

warna kulit dan tidak tentang kompres hangat

ada pusing. dilanjutkan dengan kompres

dingin saat anak demam

9. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat penurun panas


2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama

dengan kerusakan pasien tampak tidak jantung


neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 4. Monitor tingkat kesadaran

otak tidak kebiruan dengan 5. Monitor GCS

kriteria hasil:

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit

d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang

cedra tindakan keperawatan aman untuk pasien

berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan

dengan spasme diharapkan masalah tidak keamanan pasien

otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan

kriteria hasil: yang berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat

kejang tidur

b. Tidak terjadi 5. Menyediakan tempat tidur

cedra yang nyaman dan bersih

6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan
yang cukup

8. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien

9. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit

kepada keluarga.
4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung
penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien
imunitas tubuh terkontrol, status imun secara benar setiap setelah
adekuat digunakan pasien
KRITERIA HASIL : 3.  Cuci tangan sebelum dan
a. Bebas dari tanda sesudah merawat pasien, dan
dangejala infeksi. ajari cuci tangan yang benar
b. Keluarga tahu tanda- 4. Anjurkan pada keluarga untuk
tanda infeksi. selalu menjaga kebersihan klien
c. Angka leukosit 5.  Tingkatkan masukkan gizi yang
normal (9000– cukup
12.000/mm3) 6. Tingkatkan masukan cairan
yang cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta
tentang tanda dan gejala infeksi
dan segera untuk melaporkan
keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic
semua daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian
therapi antibiotik yang sesuai,
dan  anjurkan untuk minum obat
sesuai aturan.
.
5. Setelah di lakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

keluarga mengerti

maksud dan tujuan

dilakukan tindakan

perawatan selama

kejang.kriteria hasil :

a. Keluarga

mengerti cara

penanganan

kejang dengan 1. Informasi keluarga tentang

b. Keluarga kejadian kejang dan dampak

tanggap dan masalah, serta beritahukan cara

dapat perawatan dan pengobatan yang

Kurangnya melaksanakan benar.

pengetahuan peawatan 2. Informasikan juga tentang

keluarga tentang kejang. bahaya yang dapat terjadi akibat

penanganan c.  Keluarga pertolongan yang salah.

penderita selama mengerti 3. Ajarkan kepada keluarga untuk

kejang penyebab tanda memantau perkembangan yang

berhubungan yang dapat terjadi akibat kejang.

dengan kurangnya menimbulkan 4. Kaji kemampuan keluarga

informasi. kejang. terhadap penanganan kejang.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Nakeeb, Y., Lyons, M., Collins, P., Al-Nuaim, A., Al-Hazzaa, H., Duncan, M. J., et al.
(2012). Obesity, Physical Activity and Sendentary Behavior Among British and Saudi
Youth: A Cross-Cultural Study. International Journal of Environmental Research and
Public Healt , 9, 1490-1506.
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Anak Kejang Demam, Juli 20 2013, From http://hidayat.blogspot.com/2009/06/10
Donna L. Wong. ...... et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz. (2008). Pengantar ilmu keperawatan. Jakarta  : Salemba.Hartono.(2011).
Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAIHidayat.(2009). Askep
Partini, (2013). Kiat praktis dalam pediatrik klinis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang DKI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai