Respon radang akut ialah terkumpul leukosit dan protein plasma di tempat
jejas. Sampai ditempat tersebut leukosit akan memusnahkan agen penyebab dan
memulai proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik. Radang akut
mempunyai dua komponen utama :
a. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakan penyebab radang tersering dan
terpenting dalam klinis.
b. Trauma (tumpul atau tajam) dan berbagai agen fisis dan kimia (misalnya jejas
termal, seperti luka bakar atau luka pembekuan; radiasi; toksisitas akibat
pengaruh kimia lingkungan) akan mencederai sel tubuh dan memicu reaksi
radang.
c. Nekrosis jaringan (akibat semua sebab), termasuk iskemia (seperti pada infark
miokardium) dan jejas fisis dan kimia.
d. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan, deposit kristal).
e. Reaksi imun (juga disebut reaksi hipersensitif) terhadap substansi lingkungan
atau terhadap jaringan”sendiri". Karena stimulus untuk respons radang ini tidak
dapat dieliminasi atau dicegah, maka reaksi itu cenderung menetap, dengan
gambaran reaksi radang kronik. Istilah “penyakit radang akibat reaksi imun”
dipergunakan untuk kelompok kelainan ini.
Pertanyaan dasar berkaitan dengan aktivasi respons tubuh ialah bagaimana sel
itu mengenali agen yang dapat merugikan seperti mikroba di dalam jaringan.
Diperkirakan bahwa mikroba dan sel mati mangeluarkan "sinyal bahaya” yang
membedakan mereka dari jaringan normal dan terjadi mobilisasi respons tubuh.
Sekarang diketahui bahwa fagosit, sel dendrit (sel pada jaringan ikat dan organ yang
menangkap mikroba dan memulai respons terhadapnya), dan banyak sel lain, seprti
sel epitel, mengekspresikan reseptor yang dibentuk untuk mampu merasakan
keberadaan patogen infektif dan substansi yang dikeluarkan oleh sel mati, Reseptor
tersebut disebut “reseptor pengenalan struktur" sebab reseptor itu mengenal struktur
(misalnya struktur molekul), yang umumnya dijumpai pada banyak mikroba atau sel
mati, dua kelompok reseptor ini yang terpenting ialah:
Reaksi vaskular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah yang
terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh dan peningkatan permeabilitas vaskular,
kedua hal dirancang untuk membawa sel darah dan protein menuju tempat infeksi
atau tempat jejas. Pada tahap awal, stimulus yang merugikan seperti mikroba
dihadapi oleh makrofag dan sel lain di jaringan ikat, kemudian akan diikuti reaksi
vaskular yang dipicu oleh interaksi ini dan akan mendominasi respons fase awal.
(Kumar, Vinay.2010).
Perubahan Rongga vaskular dan aliran darah. Perubahan pada pembuluh terjadi
segera setelah infeksi atau jejas namun kecepatan terjadinya berbeda, tergantung
pada jenis dan beratnya stimulus awal peradangan.
a. Setelah vasokontriksi sebentar (berlangsung hanya beberapa detik) terjadi
vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah setempat
sehingga pada bagian ujung daerah kapiler penuh berisi darah. Ekspansi vaskular
ini akan memberi warna merah (eritma) dan rasa panas merupakan tanda khas
radang akut, dan disebut sebagai dua tanda cardinal (utama) pada radang akut.
b. Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeable, jaringan cairan kaya protein
akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi sel darah merah didalam darah yang mengalir sehingga
meningkatkan viskositas darah dan memperlambat aliran darah tampak secara
mikroskopik tampak banyak pembuluh darah kecil yang melebar dan berisi
penuh dengan sel darah merah dan disebut stasis.
c. Setelah timbulnya stasis, leukosit (terutama neutrophil ) mulai berkelompok
pada permukaan vaskular endotel pembuluh darah. Suatu proses yang disebut
marginasi. Hal ini merupakan langkah awal leukosit keluar ke jaringan
intestisium melalui dinding pembuluh darah. (Kumar, Vinay.2010).
a. Kontruksi sel endotel yung menyebabkan terbentuknya celah antar sal pada
venula post kapiler merupakan sebab tersering peningkatan permeabilitas
vascular. Kontraksi sel endotel terjadi segera setelah pengikatan dengan
histamin, bradikinin, leukotrin, dan banyak mediator lain untuk reseptor spesifik,
dan biasanya terjadi hanya sebentar (15 sampai 30 menit). Reaksi sel endotel
yang berlangsung lebih lambat dan lebih lama akibat perubahan sitoskeleton,
dipicu oleh sitokin misalnya faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin-1 (IL-
1), dibutuhkan waktu 4 sarnpai 6 jam untuk menimbulkan reaksi ini setelah
adanya pemicu awal dan hal ini dapat berlangsung selarna 24 jam atau lebih.
b. Jejas endotel mengakibatkan kebocoran vaskular dengan nekrosis dan lepasnya
sel endotel. Sel endotel akan rusak setelah cedera berat, misalnya luka bakar dan
beberapa infeksi, umumnya, kebocoran terjadi segera setelah cedera dan
berlangsung beberapa jam (atau hari) hingga terjadi trombosis pada pembuluh
yang rusak tersebut atau terjadi pemulihan. Hal ini dapat terjadi pada semua
venula, kapiler, dan arteriol, tergantung pada letak jejas. Jejas langsung pada sel
endotel dapat pula mengakibatkan kebocoran yang tertunda, yang baru terjadi 2
sampai 12 jam kemudian,dan berlangsung selama beberapa jam hinggabeberapa
hari, dan melibatkan venula dan kapiler. Contoh ialah jejas panas ringan hingga
sedang, beberapa toksin bakteri, dan radiasi x atau ultraviolet (misalnya luka
bakar rnatahari yang menggangu saat rnalam setelah siangnya berjemur di
matahari), Sei endotel juga akan rusak sebagai akibat akumulasi leukosit
sepanjang dinding pembuluh. Leukosit yang teraktifkan akan mengeluarkan
mediator toksin, dibahas kemudian,yang dapat mengakibatkan jejas atau
lepasnya endotel,
c. Peningkatan transit protein melalui jalur vesikular intrasel akan rnenarnbah
perrneabilitas vena, terutama setelah berhadapan dengan beberapa mediator
misalnya faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Transit terjadi melalui
jalur yang terbentuk karena fusi vesikel intrasel.
d. Kebocoran pembuluh darah baru. Sesuai pembahasan lanjut, pemulihan jaringan
melibatkan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Pembuluh darah
yang baru terjadi tetap mengalami kebocoran, sebelum proliferasi sel endotel
cukup matang sehingga terbentuk batas antar sel. Sel endotel baru juga
mempunyai ekspresi reseptor tambahan untuk mediator vasoaktif, dan beberapa
faktor tersebut akan memicu angiogenesis (misalnya VEGF) yang langsung
mengakibatkan peningkatan permeabilitas vascular. (Kumar, Vinay.2010).
Gambar
Pembentukan transkudat dan eksudat ( Kumar, Vinay.2010)
Walaupun akibat radang akut bergantung pada jenis dan intensitas jejas, tempat
dan jaringan yang cedera, dan kemampuan tubuh untuk merespons, namun radang
akut umumnya akan menghasilkan satu dari tiga akibat dibawah ini :
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme
yang berbeda :
a.fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
b. reaksi lambat,tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosi.
c.fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis ( Kumar,
Vinay.2010).
b. Kalor (panas)
c. Dolor (nyeri)
d. Tumor (pembengkakan)
Aspek yang paling mencolok pada peradangan akut mungkin adalah
tumor, atau pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang
berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel
ini yang tertimbun didaerah peradangan disebut eksudat. Pada awal perjalanan
reaksi peradangan, sebagian eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara
cepat pada di dalam tubuh setelah luka bakar ringan pada kulit, kemudian sel-sel
darah putih atau leukosit, meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian eksudat.
Fungsi laesa, atau perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada
reaksi peradangan. Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri
disertai sirkular abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal,
seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi, cara bagaimana fungsi
jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C dan Hall John. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay dkk. 2014. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Singapore: Elsevier.
Kumar, Vinay dkk. 2010. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Singapore: Elsevier