Anda di halaman 1dari 16

PENELITIAN Pandangan masyarakat

Terhadap bullying
Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah : Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu : Wiwin SH.,MH.

DISUSUN OLEH : DENDI PURNAMA

STAI AL AZHARY CIANJUR HUKUM KELUARGA


islam

Ahwal al-syahksiyah
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Puji rasa syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT.
Yang mana telah memberikan kenikmatan kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan hasil penelitian ini ini. Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda kita Nabi Besar Muhamad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman
jahiliah menuju zaman Islamiah.
Bergema seiring nada mengalunkan kata hati yang senantiasa mengungkapkan getaran
jiwa, kami dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu yang
kami miliki. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan
pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini. Akhirnya kepada Illahi kita berharap dan
berdo’a, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.
Amin….!

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i

Dafta isi ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori............................................................................................................... 6

B. Pengertian relevansi....................................................................................................... 6

BAB III METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.................................................................................... 7

B. Data ,Sumber Data,dan Narasumber.............................................................................. 7

C. Desain Penelitian........................................................................................................... 7

D. Teknik Pengumpulan Data............................................................................................ 7

E. Teknik Analisis............................................................................................................. 7
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengertian Bullying....................................................................................................... 8

B. Bentuk-bentuk agresivitas bullying............................................................................... 8

C. Lima permasalahan hasil penelitian bullying di masyarakat.......................................... 9

BAB V PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................................. 12
B. Saran..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bullying di kalangan remaja masih sering kita jumpai. Masyarakat menganggap hal ini sudah
biasa karena masa remaja adalah masa dimana remaja mencari jati dirinya dan kenakalannya
akan hilang sendiri. Apabila dibiarkan, maka akan timbul masalah karena dampaknya
berpengaruh pada perkembangan jiwa. Pelaku bullying bisa berpotensi menjadi pribadi yang
sewenang-wenang. Jika halhal ini terus dibiarkan dalam tatanan kehidupan mereka maka akan
mengakibatkan pelaku tumbuh menjadi pelaku kriminal atau sosok penguasa yang tak punya
empati terhadap orang lain. Pelaku bullying akan menganggap bahwa cara penyelesaian masalah
yang paling baik adalah dengan cara-cara kekerasan atau pelaku beranggapan dengan
mengintimidasi orang lain maka akan memenuhi keinginannya. Hal ini akan mendorong sifat
premanisme yang akan terbawa hingga dewasa dan mengakibatkan ketidaknyamanan di
masyarakat.
Perilaku kasar maupun tindakan bullying dapat terjadi karena tidak adanya cinta dan
kehangatan dalam keluarga. Akhir-akhir ini kekerasan memang telah menjadi bagian dari
kehidupan remaja. Kekerasan antar sebaya atau bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik
dan psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang (anak atau siswa) lain yang dianggap
lemah, misalnya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman, sehingga tidak
mampu mempertahankan diri. Hal ini terjadi karena masih banyak orang tua yang melakukan
corporal punishment dan menganggap wajar hal tersebut dengan alasan untuk mendisplinkan.
Sehingga kurang disadari orang tua yang dilakukan sebenarnya adalah bentuk lain dari
kekerasan. Misalnya ketika anak melakukan kesalahan, orang tua sering kali membentak anak
dan mengatakan kata-kata kasar serta memukul anak, menerapkan disiplin dan sistem hukuman
yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, serta secara keterlaluan memarahi anak-
anaknya, sehingga anak menganggap cara tersebut adalah benar sehingga anak
mengaplikasikannya dalam pergaulan. Rahman (2004) menyebutkan bentuk aktualisasi sumber
oleh seseorang terhadap keluarga terwujud dalam bentuk upaya orang tua mendidik putra-
putrinya dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana dikutip anak pembohong umumnya berasal dari
keluarga yang sering berbohong. Sebab, sebagian besar perilaku anak dipengaruhi oleh
pengalamannya dirumah. Bila sebuah keluarga hidup damai dan tenang, maka diluar rumah,
seluruh keluarga tersebut akan terbentuk oleh kebiasaaanya hidup damai dan tenang. Sebaliknya,
keluarga yang broken home dan penuh dengan konflik akan mempengaruhi pola interaksinya di
luar rumah.
Bullying adalah suatu bentuk agresi dimana terdapat kekuatan yang tidak seimbang antara
pelaku dan korban. Pelaku selalu mempunyai kekuatan yang lebih dari pada korbannya. Bullying

1
dapat berupa tindakan fisik, verbal dan psikologis. Bullying dapat terjadi secara langsung (tatap
muka) atau tidak langsung (bersembunyi dibalik orang lain). Contoh tindakan bullying secara
langsung adalah memukul dan memaki orang. Sedangkan contoh tindakan bullying secara tidak
langsung adalah pengucilan dan gossip (Papler & Craig.2000).
Jika selama ini kita hanya tahu banyak terjadinya kasus bullying pada remaja, bukan tidak
mungkin semua itu berawal dari masa kanak-kanak. Salah satu hal yang perlu diteliti lebih lanjut
juga adalah latar belakang keluarga. Penting untuk dilihat darimana anak-anak tersebut belajar
bullying tersebut. Harus dilihat apakah keluarga mereka harmonis, atau sering bertengkar,
kemudian juga penting untuk dilihat anak tersebut merupakan anak ke berapa dari berapa
bersaudara, bagaimana interaksi anak-anak tersebut dengan kakak atau adiknya dan sifat anak itu
sendiri.
Terjadinya kekerasan antar sebaya semakin menguat mengingat adanya faktor pubertas dan
krisis identitas, yang normal terjadi pada perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas
dan ingin eksis, biasanya remaja lalu gemar membentuk geng. Geng remaja sebenarnya sangat
normal dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi geng kemudian ’menyimpang’ hal ini
kemudian menimbulkan banyak masalah. Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa
beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena ’balas dendam’ atas perlakuan penolakan dan
kekerasan yang pernah dialami sebelumnya (misalnya pada saat masih SD atau anak-anak).
Berbicara mengenai kekerasan anak, ditemukan bahwa anak bisa menjadi subjek/pelaku
maupun objek kekerasan. Anak sebagai pelaku kekerasan/subjek, biasanya disebabkan ia
memiliki pengalaman sebagai objek kekerasan itu sendiri. Anak berperilaku seperti itu sebagai
bagian dari imitasi atupun pengekspresian pengalaman-pengalaman mereka, entah itu disadari
ataupun tidak. Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan orang tua
terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini
menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi
pola asuh menjadi tiga: yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif.
Perlakuan orang tua ataupun pengasuh kepada anak sangat mempengaruhi kepribadian anak.
Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak menunjukkan ekspresi dan eksistensinya sebagai
seorang manusia yang utuh. Kegagalan dalam masa ini, menurut Freud (Sumadi,2011), akan
terpendam dan menjadi pengalaman bawah sadar anak, yang menjadikan pengalaman anak
sebagai referensi dalam menjadi hidupnya.
Pada tanggal 24 Oktober 2011 (dalam berita Metrotvnews.com, Jakarta). Adanya tindak
kekerasan di salah satu Sekolah Dasar di Bekasi yang dilakukan oleh dua siswi kelas 3 SD. Saat
itu, usai pulang sekolah BM (siswi kelas 1 SD di sekolah yang sama) yang sedang bermain
ayunan sambil menunggu kakaknya di kelas lima didatangi VA (siswi kelas 3 SD). VA
kemudian membawa BM ke kamar mandi dan melakukan tindak kekerasan terhadap BM.
Beberapa sekolah di Malang ditemukan adanya kasus bullying dari tingkat sekolah dasar (SD)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Kasus-kasus ini jarang menguak ke permukaan karena
guru, orangtua, bahkan siswa belum memiliki kesadaran tentang bullying. Beberapa kalangan
masyarakat menganggap bullying adalah sesuatu yang wajar yang pasti terjadi dalam fase

2
kehidupan, sehingga ini menjadi kebiasaan turun-temurun. Pada bulan Agustus 2008, salah satu
SMA di Malang terdeteksi adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh siswi kelas XII
terhadap teman sekelasnya sendiri, dan ini menyeruak ke media massa. Tak berselang lama, pada
bulan November 2008 kasus serupa terulang kembali dengan kasus bullying yang terjadi di SMU
lain di Malang oleh geng siswi sekolah tersebut.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1999), faktor terpenting yang menyebabkan
terjadinya tindakan bullying adalah kurang berperannya fungsi keluarga yaitu fungsi
perlindungan, sosialisasi, dan afeksi. Fungsi perlindungan adalah keluarga memberikan
perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. Sedangkan fungsi
sosialisasi adalah semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-
anak ke alam dewasa yang dapat berfungsi di dalam masyarakat itu. Lain halnya dengan fungsi
afeksi yang menjadi faktor terpenting, fungsi afeksi adalah keluarga mampu memberikan
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan kasih sayang.
Aksi bullying (melakukan kekerasan baik fisik maupun mental) tidak hanya terjadi di sekolah.
Dalam sebuah keluarga aksi bullying juga kerap di lakukan anak terhadap saudara-saudaranya.
Di rumah, anak tengah sering melakukan bullying. Dr Alexandra Skew peneliti Institute for
Social and Economic Research (ISER) dari University of Essex seperti dilansir dailymail, Senin
(27/6/2011) mengatakan, ada anggapan bahwa anak sulung yang paling sering melakukan
bullying kepada adikadiknya karena dia paling kuat dan besar. Tapi kenyataannya anak-anak
tengah lah yang paling sering melakukan kekerasan dan menggertak saudara-saudaranya. Dr
Skew mengatakan anak tengah melakukan bullying karena mereka bersaing untuk mencari
perhatian dari orangtuanya yang cenderung memperhatikan si sulung dan si bungsu. Anak tengah
melakukan bullying dengan menggunakan barang-barang mainan, berlaku kasar atau menggertak
saudara-saudaranya.
VOA Islam ( 2011, Juli) menjelaskan bullying terhadap saudara atau dapat juga disebut
sibling bullying, muncul ketika salah seorang anak mulai menyakiti saudaranya, berperilaku
seolah-olah ia bos yang mengontrol saudaranya sampai ke taraf yang bersifat fisik. Perilaku ini
sekaligus mengindikasikan adanya sikap raguragu dan cara pikir yang salah. Anak yang menjadi
pelaku membenarkan perilaku menyakiti saudaranya hanya demi membuat dirinya sendiri
merasa nyaman nyaman atau lebih baik
Hasil penelitian ISER terhadap 2.146 anak usia 11 sampai 15 tahun menemukan 50 persen
anak-anak mengalami aksi bullying di rumahnya sendiri oleh saudaranya. Bullying yang
dilakukan anak-anak di rumah ini tidak ada kaitannya dengan apakah keluarga itu miskin atau
kaya, berpendidikan baik atau tidak.
Lembaga Penelitian Sosial dan Ekonomi di Unversity of Essex dan University of Warwick
telah melakukan penelitian yang mencakup sekitar 40 ribu rumah tangga di Inggris. Ini secara
tradisional diasumsikan bahwa anak tertua memiliki kemungkinan untuk mendominasi atau
menggunakan kekerasan terhadap anak ke dua atau saudaranya yang lain. Namun, ternyata Anak
ke 2 memiliki kesempatan lebih tinggi terlibat dalam konflik fisik saat berjuang untuk
mendapatkan perhatian orang tua, serta bersaing untuk kekuasaan diantara saudara kandung.

3
Demikian seperti yang dilansir Straits Times, Selasa (28/6/2011). Penelitian ini juga
menunjukan, bahwa anak-anak akan menerima hukuman fisik lebih mungkin untuk menggertak
saudara atau teman-teman mereka. Dari sekitar 2.000 anak yang diteliti, sebanyak 42 persen anak
yang mengalami hukuman fisik terpaksa bullying atau melakukan kekerasan.
Meski belum ada data yang memuat kasus bullying di tiap negara, ada gambaran dari tulisan
Smith, yang dilansir The Scottish Council for Research in Education (1992) dan oleh Ken Rigby
(1988) dapat dilihat sedikit data kasus bullying di sekolah di beberapa negara, yaitu Selandia
Baru (15 persen-SMA), di Inggris (27 persen-SMP dan 10 persen-SMA), Australia (25-30 persen
bahkan tiap hari), dan secara internasional (23 persen-SMP dan 10 persen-SMA).
Amrullah (2006) menyebutkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kasus kekerasan pada
anak mencapai 25 juta, dengan berbagai macam bentuk, dari yang ringan sampai yang berat.
Lalu, data BPS tahun 2009 menunjukkan kepolisian mencatat, dari seluruh laporan kasus
kekerasan, 30 persen di antaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30 persen kekerasan yang
dilakukan anak-anak, 48 persen terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang
bervariasi.Plan Indonesia sendiri pernah melakukan survei tentang perilaku kekerasan di sekolah.
Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor, dengan melibatkan 1.500 siswa
SMA dan 75 guru. Hasilnya, 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa
kekerasan verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak
kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah.Sementara itu, 27,9 persen
siswa SMA mengaku ikut melakukan kekerasan, dan 25,4 persen siswa SMA mengambil sikap
diam saat melihat terjadi kekerasan.
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui hotline service dan
pengaduan ke KPAI memperlihatkan, pada tahun 2007 dilaporkan 555 kasus kekerasan terhadap
anak, 11,8 persennya dilakukan oleh guru. Pada tahun 2008, dari 86 kasus kekerasan yang
dilaporkan, 39 persennya dilakukan oleh guru.
Pandangan dari Ike Sugianto, psikolog yang biasa praktik di Medikids Greenville Jakarta.
Perilaku kekerasan yang dilakukan anak, merupakan proses pembelajaran dalam hidup
seseorang. pada masa remaja, faktor utama yang sangat dominan biasanya pengaruh lingkungan.
Mereka mengalami apa yang disebut tahap mencari identitas diri. Biasanya diwujudkan dengan
perilaku berkelompok seperti bergabung dalam sebuah geng.
Pemantauan orang tua atas remaja penting khususnya dalam melihat apakah remaja mulai
menjadi nakal. Dalam suatu penelitian, pemantauan orang tua atas keberadaan remajanya
merupakan faktor keluarga yang paling penting dalam meramalkan kenakalan (Patterson &
Stouthamer-Loeber,1984). Ada masa ketika remaja menolak kedekatan, keterkaitan, dan
attachment dengan orang tua mereka untuk mengambil keputusan-keputusan dan
mengembangkan suatu identitas. Tetapi untuk sebagian besar, dunia orang tua dan teman-teman
sebaya terkoordinasi dan terkait, bukan tidak terkoordinasi dan tidak terkait (Haynie &
McLellan,1992). Sementara attachment dan keterkaitan dengan orang tua tetap kuat selama
masa remaja, attachment dan keterkaitan itu tidak selalu mulus. Masa awal remaja ialah suatu

4
periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak
(Steinberg, 1993).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang
studi kehidupan keluarga pelaku bullying pada remaja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang terurai di atas, maka permasalahan yang akan
di angkat oleh peneliti, yaitu :
1. Bagaimana kehidupan pelaku bullying?
2. Faktor apa yang memicu perilaku bullying terhadap saudara atau sibling bullying di
rumah?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini:
1. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan keluarga pelaku bullying, baik pola asuh maupun
interaksi pelaku dengan orang tua atau saudara kandung.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memicu munculnya perilaku bullying terhadap saudara
kandung atau sibling bullying di rumah dan di lingukan masyarakat setempat

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis.
Manfaat teoritis yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah di harapkan dapat
memberikan masukan bagi kemajuan ilmu pengetahuan psikologi.
2. Secara praktis.
Memberikan informasi bahwa tindakan bullying sekecil apapun mampu menimbulkan
dampak negatif bagi korban maupun pelakunya. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan
intropeksi bagi orang tua dalam mendidik anaknya dan menjadi masukan kepada orang tua
agar dapat menerapkan pola asuh yang baik bagi anak-anaknya sehingga dapat menjadikan
anak-anaknya selalu dapat berempati terhadap lingkungan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Menurut Alexander (dikutip Sejiwa, 2008.10 dalam Widiharto 2008.3) menjelaskan
bahwa bullying adalah masalah kesehatan publik yang perlu mendapatkan perhatian karena
orang-orang yang menjadi korban bullyingkemungkinan akan menderita depresi dan kurang
percaya diri. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa peserta didik yang menjadi
korban bullyingakan mengalami kesulitan dalam bergaul.
Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu.
banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi dalam konteks lain ( tempat kerja,
masyrakat. komunitas virtual),Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001).
Bullying secara sederahan diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk
menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya
(Suryanto, 2007.1 dalam Widiharto.

B. Penelitian Yang Relavan


Berdasarkan data yang didapat dalam sebuah penemuan internasional dikatakan 59 persen
siswa di Indonesia yang disurvey melaporkan bahwa siswa tersebut mendengar ejekan yang
menyakitkan hati dan perasaannya setiap harinya di sekolah sehingga merasa enggan atau malas
untuk datang ke sekolah lantaran trauma dan 10% sampai 16% siswa di Indonesia yang disurvey
melaporkan bahwa siswa tersebut telah diejek, diolok-olok, dikucilkan, dipukul, ditendang, atau
didorong setidaknya sekali dalam setiap minggunya di sekolah. (Huneck, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan oleh seorang psikolog bernama A. Kasandra
Putranto pada seminar yang diadakan di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
pada tanggal 21 November 2012 lalu, menunjukkan bahwa dari 353 siswa yang dijadikan sampel
penelitian, tindak bullying yang pernah dialami oleh mereka merupakan tindak bullying dalam
klasifikasi fisik dan psikis. Bullying tersebut 33% disebabkan karena siswa kesulitan dalam
bergaul dan 26% disebabkan karena fisik yang kecil/ lemah dan cacat. Hasil penelitian tersebut
juga menunjukkan dampak yang ditimbulkan oleh aksi bullying membuat 55% siswa merasa
tertekan dan gugup, sedangkan 37% siswa mengalami kekurangan dalam berkonsentrasi. Dalam
penelitian tersebut, ditunjukkan pula bahwa 36% korban bullying membalas tindak bullying yang
mereka terima ( Koebler, Jason. 2011 ).
Menurut Ratna (dalam Juwita, 2008, h.2) selaku ketua peneliti kekerasan bullying yang
hasilnya diumumkan di seminar nasional ketiga anti-bullying yang digelar di Hotel JW Marriott, 
meningkatnya kasus bullying di kalangan remaja disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
melibatkan peran media massa, yaitu begitu banyaknya film yang selalu menampilkan adegan
kekerasan.
1

1
Alexander dikutip Sejiwa,2008.10 dalam widiharto 2008.2 Bullying dan
Peserta didik
Ratna Djuwita, (2008). Bullying: Kekerasan Terselubung di Sekolah.

6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu : 18 February 2020
Tempat : Desa mekarsari gg.asem

B. Data ,Sumber Data,dan Narasumber


Data yang kami peroleh adalah dari hasil wawancara guru ngaji,rt,dan warga mekarsari setempat
dan pendapat dari siswa/siswi

C. Desain Penelitian
Menurut Oakley.1999:156 dalam Jurnal internasional relations Penelitian Kuantitatif
adalahPenelitian Ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan  fenomena yang terjadi.

D. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Prof. Heru (2006) Observasi adalah Aktivitas yang dilakukan seseorang terhadap suatu
proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah
fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya,untuk
mendapatkan informasi-informasi yanf dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian

E. Teknik Analisis
Menurut Sugiyono ( 2003:II ) Deskriptif Kualitati : Prosedur penelitian berdasarkan data
deskriptif ,yaitu berupa lisan atau kata tertulis dari seseorang subjek yang telah diamati dan
memiliki karakteristik bahwa data yang tidak diubah serta menggunakan cara yang sistematis
dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya.2
3

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bullying

memiliki batasan cukup luas ,tak sekedar tindakan kekerasan fisik.Bullying berasal dari kata
“bully”,yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya ancaman yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain. Selain gangguan fisik,korban bullying juga akan mengalami
gangguan psikis,berupa stres,karena bullying biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.

2
Prof.Heru. 2006.observasi.Penerbit: PT.Remaja Rosdakarya
3
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di
Sekolah. Available
7
Dengan demikian, bullying pada hakikatnya adalah “ tindakan menggunakan kekuatan
ataupun kekuasaan, untuk melukai seseorang maupun kelompok, secara fisik, mental, serta
verbal, sehingga menyebabkan korbanya merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya”. Maka
berlangsungnya bentuk kekerasan ini dalam dunia pendidikan,yang diakui atau tidak hingga kini
masih saja terus terjadidi negeri kita, jelas merupakan pelanggaran Hak Anak secara kasat mata,
sehingga mesti segera diakhiri.
Pendidikan sebagaimana diketahui, adalah paduan dari kata education. Education sendiri
berasal dari kata “educare”, yang berarti ‘mendorong keluar’atau ‘memunculkan sesuatu dari
dalam’. Dengan demikian pendidikan pendidikan sesungguhnya tidaklah identik dengan proses
memasukkan sesuatu dari luar ke dalam, melainkan justru sebaliknya proses memunculkan
sesuatu dari dalam ke luar.

B. Bentuk-bentuk agresivitas bullying

1. Agresivitas Fisik
Misalnya : memukul, mencakar, mencubit, menjabak, menendang, merusak barang,memeras,
melakukan pelecehan,dll
2. Agresivitas Emosional
Misalnya   : mengancam, menakut-nakuti, menggertak, mempermaikankan, dll
3. Agresivitas Verbal
Misalnya : mengejek, menghina, mengolok-olok, memaki, merendahkan, mengitimidasi dll
4. Agresivitas Non Verbal

a. Langsung

Misalnya : memandang secara sinis, mencibir, menampakkan ekspresi wajah menghina atau
merendahkan, dan lain-lain.

b. Tak langsung

Misalnya : tak memedulikan, menyikapi dengan cuek, mendiamkan, mengabaikan, mengucilkan,


menelantarkan, mengirimi surat-kaleng,dan lain-lain.

C. Lima permasalahan hasil penelitian bullying di masyarakat

Penelitian ini menghasilkan lima tema utama yaitu : (1) Pelaku Bullying Bermasalah dengan
Proses Akademik (2) Latar Belakang Sosial dan Ekonomi Keluarga Pelaku Bullying yang Secara
Umum Memprihatinkan (3) Pelaku Bullying Secara Umum Dilakukan oleh Siswa yang Lebih
Senior. (4) Pelaku Bullying rata-rata adalah Siswa Laki- Laki (5) Aktivitas Bullying yang
dilakukan Meliputi Kekerasan Fisik, Verbal dan Pelecehan Seksual.
1. Pelaku Bullying Bermasalah dengan Proses Akademik

8
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, pelaku bullying memiliki latar
belakang riwayat studi yang kurang baik. Secara umum, siswa pelaku bullying memiliki masalah
dengan proses akademik di sekolah. Kondisi yang secara umum sering terjadi adalah : mulai dari
sering membolos atau meninggalkan jam belajar tanpa alasan yang jelas, sering mengganggu
proses belajar di dalam kelas, melanggar berbagai aturan atau tata tertib yang diberlakukan
disekolah, sampai dengan hasil belajar / nilai dari sebagian besara mata pelajaran yang rendah
atau dibawah standard pencapaian.Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
Hidayati (2015) yang menyampaikan bahwa secara umum karakteristik pelaku bullying adalah
siswa dengan nilai akademik yang rendah, kurangnya rasa keterikatan dan tanggung jawab
terhadap sekolah (merasa tidak senang sekolah dan tidak serius sekolah), berasal dari lingkungan
yang keras dan mengalami gejala depresi.

2. Latar Belakang Sosial dan Ekonomi Keluarga Pelaku Bullying yang Secara Umum
Memprihatinkan
Riwayat sosial keluarga yang kurang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan
juga status ekonomi dari golongan menengah ke bawah secara umum juga menjadi latar
belakang para siswa pelaku bullying. Keharmonisan sebuah keluarga sangat penting dalam
pembentukan kepribadiaan anak. Keharmonisan keluarga berhubungan erat dengan kualitas
komunikasi antarpribadi (interpersonal relationships) yang terbangun dalam kehidupan sehari-
hari di rumah. Kualitas komunikasi antarpribadi ini akan memberi pengaruh yang besar terhadap
perilaku individu, terutama anak dan remaja. Keluarga yang memelihara komunikasi yang baik
antara orang tua dan anak menunjukkan kenakalan yang rendah dan jarang terlibat pada
kenakalan yang serius.Keluarga yang harmonis juga selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan
mendengarkan masalah dan keluhan– keluhan anak, dalam kebersamaan ini akan merasa dirinya
dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal dirumah
(Sumiati, 2009).4

3. Pelaku Bullying Secara Umum Dilakukan oleh Siswa atau anak yang Lebih Senior

Perilaku bullying rata-rata dilakukan oleh siswa/anak yang lebih senior dalam arti kelas yang
lebih tinggi kepada adik kelasnya, ataupun dapat juga diartikan siswa dengan usia lebih tua yang
5
melakukan kekerasan fisik maupun non fisik kepada siswa lain atu anak sebaya dengan usia
yang lebih muda. Menurut Cairns (2006) masa remaja merupakan masa yang penting dalam
membahas perilaku bullying karena masa remaja merupakan masa dimana agresivitas fisik
meningkat secara frekuensi dan intensitas yang kemudian sering disebut masa “brutal”.
Sementara itu hasil penelitian lain yang juga mengemukakan anak-anak atau remaja pada tingkat
4
Sumiati,2009
5
Suryanto,2007.1 dalam Widiharta.2 Bullying dan Peserta didik.
Yuyun. 2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Available 

9
kelas yang lebih rendah lebih banyak mencari bantuan daripada anak-anak pada tingkat kelas
yang lebih tinggi (Williams & Cornell, 2006).

4. Pelaku Bullying rata-rata adalah Anak Laki-Laki

Masyarakat mencatat, maupun fakta yang ditemukan di lapangan, menunjukkan bahwa pelaku
bullying lebih dominan siswa/anak laki-laki dari pada perempuan. Sebaliknya anak perempuan
lebih banyak menjadi korban bullying dari pada anak laki-laki. Gender atau jenis kelamin
mempengaruhi kepribadian, sifat, dan emosional baik secara langsung dan tidak langsung. Di
masyarakat anak perempuan memang dituntut untuk lebih feminim, hal tersebut yang
membentuk kepribadian anak perempuan menjadi pemalu, lebih sering menyendiri. Sedangkan
anak laki-laki dituntut lebih aktif dan tidak cengeng, karena hal tersebut yang menyebabkan anak
laki- laki terlihat lebih pemberani dan percaya diri (Santrock, 2007). Adapun hormon yang dapat
membentuk perilaku dan membawa sifat pada gender laki-laki dan perempuan. Hormon adrogen
dapat membentuk gender laki-laki dengan berperilaku maskulin yang membawa sifat sebagai
seorang pria yaitu agresif, pemberani, dan percaya diri, sedangkan hormon estrogen dapat
membentuk gender perempuan dengan berperilaku feminim yang membawa sifat seorang
wanita, pemalu, sering menarik diri, penakut, lebih sering menangis, tidak percaya diri dan tidak
agresif (Friedman, 2006).

5. Aktivitas Bullying yang dilakukan Meliputi Kekerasan Fisik, Verbal dan Pelecehan
Seksual

Para pelaku, saksi mata dan korban bullying, rata-rata memberikan informasi yang sama
tentang bagaimana aktivitas bullying dilakukan. Mulai dari kekerasan fisik seperti memukul baik
dengan benda maupun tangan kosong, menendang dan menjambak.Selain itu perilaku kasar yang
diterima para korban tidak hanya sebatas kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal dan
tekanan terhadap mental korban, baik berupa kata-kata ancaman maupun umpatan kotor yang
bagi korban sangat menyakitkan, pengambilan barang atau uang korban secara paksa, maupun
memaksa korban untuk menuruti keinginan pelaku.Khususnya bagi korban perempuan, perilaku
bullying yang pernah dialami juga masuk dalam ranah pelecehan seksual, karena dilakukan oleh
pelaku dengan cara memegang bagian sensitif yang secara norma aturan tidak seharusnya
dilakukan oleh mereka. Menurut Murphy (2006), jenis- jenis bullying terbagi menjadi lima
antara lain:
(1) Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras, dan merusak barang-barang
milik orang lain);
(2) Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahka mengganggu,
memberi panggilan (name-calling), sarkasme, merendahkan, mencela atau mengejek,
mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip);
(3) Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan ldah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam biasanya disertai oleh bullying
fisik atau verbal);

10
(4) Perilaku nonverbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
hingga retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng); 6
(5) Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresif fisik atau verbal).

BAB V
PENUTUP
6
Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di Sekolah. Available
at:http://okezone.com/Bullying/inilah-catatan-kasus-kekerasan-di-sekolah.htm

11
A. Kesimpulan

Bullying dalam pendidikan sebenarnya sudah lama ada dalam bentuk kekerasan fisik, verbal
dan psikologis, kekerasan yang menyakiti seseorang sehingga menimbulkan penderitaa,
kecacatan bahkan sampai kematian.Bullying dalam bentu verbal seperti ejekan, penghinaan, atau
menggosipka, bullying dalam bentuk psikologis sepeti intimidasi, mengucilkan,
mendiskriminasikan.
Dampak dari bullying sangat merugikan penderitaaan misalnya anak mengalami trauma besar
dan depresi yang akhirnya bisa menimbulkan gangguan mental di masa yang akan datang, dan
anak tidak mau pergi ke sekolah, hilang konsentrasi sehingga prestasinya menurun drastis.
Pelakubullying ini bukan hanya siswa yang merasa lebih kuat atau lebih senior, tapi
kenyataannya banyak dilakukan oleh guru–guru yang mereka tidak menyadari bahwa
perlakuannya menimbulkan penderitaan bagi siswa. Untuk mengatasi masalah konseling sangat
dibutuhkan. Konselor bekerja sama dengan orang tua ,masyarakat, kepoilsian dan penegak
hukum untuk memberi pengertian kepada para pelajar dan mahasiswabahwa bullying sangat
merugikan.

B. Saran

Dari permasalahan tersebut sebaiknya orangtua harus lebih memperhatikan dan memberikan
perhatian lebih terhadap anaknya anaknya. Dan juga dari pihak sekolah sebaiknya peserta didik
diberikan pemahaman tentang bullying entah itu berupa seminar maupun kampanye anti
bullying, semua itu harus dilakukan  agar dapat meminimalisir perbuatan bullying dalam
pendidikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alexander dikutip Sejiwa,2008.10 dalam widiharto 2008.2 Bullying dan Peserta didik.


Available at: http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/
Oakley.1999:156.30 Oktober 2010 Penelitian Kuantitatif
http://www. blogs.peneltiankuantitatif.Devania annesya.com
Prof.Heru. 2006.observasi.Penerbit: PT.Remaja Rosdakarya
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di Sekolah. Available
at:http://okezone.com/Bullying/inilah-catatan-kasus-kekerasan-di-sekolah.htm
Ratna Djuwita, (2008). Bullying: Kekerasan Terselubung di Sekolah.
http://www.anakku.net, 20 Nopember 2013.
Riauskina,Djuwita dan Soesetro (2001). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta : Bumi Aksara
Sugiyono. 2003. Deskriptif Kualitatif. Perencanaa Pembelajaran. Bandung.Penerbit: PT.Remaja
Rosdakarya.
Suryanto,2007.1 dalam Widiharta.2 Bullying dan Peserta didik.
Yuyun. 2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Available 

13

Anda mungkin juga menyukai