Anda di halaman 1dari 8

Makalah Landasan Konstruktivisme

Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Mata Kuliah Pembelajaran Tematik

Dosen Pengampu Amalia Rizki Ardiyansyah, S.Pd, M.Pd

oleh :

Ayu Permadani (19108241076)

Atika Nurul Ai’ni (19108241035)

Andini Permatasari (19108241094)

Annisa Kurnia Rizqi (19108241027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020
A. Pengertian Landasan Konstruktivisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Konstruksi berarti Binaan,
Bangunan,atau Bentukan. Sedangkan Isme adalah aliran. Konstruktiv
berarti bersifat membina, memperbaiki, membangun atau membentuk.
Dapat disimpulkan pengertian Konstruktivisme adalah aliran-aliran yang
bersifat membangun, memperbaiki atau membentuk suatu kebenaran.
Konstruktivisme adalah sebuah pengetahuan yang dianggap benar apabila
pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan atau fenomena yang tidak sesuai. Filsafat konstruktivisme
adalah sebuah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kita sendiri. Giambatista
Vico seorang epistemolog dari Italia mengatakan mengenai
konstruktivisme "..seseorang dapat dipandang mengetahui jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu itu serta mengetahui
bagaimana membuat sesuatu itu". Dari hal tersebut sudah dapat di
simpulkanmengenai pengertian Aliran Filsafat Konstruktivisme, sebagai
aliran pemikiran yang menganggap bahwa pengetahuan itu berasal dari
aktifnya pemikiran seorang individu dalam konstruksi atau bentukan diri
sendiri.

Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat


ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang
pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada proses dari
pada hasil belajar.Fosnot menambahkan, tujuan belajar lebih difokuskan
pada pengembangan konsep dan pemahaman yang mendalam daripada
sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan.Dalam paradigma ini,
belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Implikasinya, 'berpikir
yang baik' lebih penting daripada 'menjawab yang benar'. Seseorang yang
bisa berpikir dengan baik, dalam arti cara berpikirnya dapat digunakan
untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapatmenemukan
pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain. Sementara itu, seorang
pelajar yang sekadar menemukan jawaban benar belumtentu sanggup
memecahkan persoalan yang baru karena bisa jadi ia tidak mengerti
bagaimana menemukan jawaban itu. Bila proses berpikirnya berdasarkan
pengandaian yang salah atau tidak dapat diterima pada saat itu, maka ia
masih dapat memperkembangkannya.

B. Karakteristik Landasan Konstruktivisme


1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru
melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap
dan pembawaan murid.
4. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu
ide.
5. Menggalakkan, menerima daya usaha dan autonomi murid.
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid &
guru.
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

Yuleilawati (2004:54) mengemukakan ciri-ciri landasan konstruktivisme


sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
yang telah ada sebelumnya
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi)
makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu
pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik,
penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan
kegiatan yang terpisah.
6. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga
belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
7. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua
mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat
diselesaikan dengan berbagai cara.
8. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan
relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk
memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
9. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan
terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama
seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya
interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
10. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan
tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
11. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi
menarik dan siswa mau belajar.
C. Implementasi Landasan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Tematik di
SD
Belajar dalam teori konstruktivistik lebih diarahkan pada
experimental learning yaitu adaptasi kemanusiaan berdasarkan
pengalaman konkret seperti diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Maka dari itu, kegiatan mendidik dan mengajar tidak terfokus pada
pendidik melainkan pada peserta didik. Hal-hal yang diutamakan dalam
pembelajaran konstruktivistik, adalah: 1) pembelajaran yang bersifat nyata
dalam konteks yang relevan; 2) proses; 3) pembelajaran dalam konteks
pengalaman sosial; 4) pembelajaran dilakukan dalam upaya
mengkonstruksi pengalaman.
Selanjutnya hal terpenting berkenaan dengan sumber dan bahan
ajar dalam menerapkan model pembelajaran konstruktivistik adalah
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan merupakan
salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang
sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan
dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar. Lingkungan yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari lingkungan sosial dan
lingkungan fisik (alam). Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat
dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti
menghadirkan narasumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas.
Peranan guru menurut Ummi & Mulyaningsih (2016) pada pendekatan
konstruktivisme, yang meliputi kegiatankegiatan sebagai mediator dan
fasilitator bagi siswa: a. Menyediakan pengalaman belajar agar siswa
bertanggung jawab. b. Menyediakan atau memberikan kegiatankegiatan
yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk
mengekspresikan gagasannya. c. Memonitor, mengevaluasi, dan
menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak.
Teori belajar konstruktivistik memerlukan partisipasi aktif siswa
dalam proses belajarnya. Partisipasi aktif sebagai penerapan teori
konstruktivistik dapat dilakukan dalam pembelajaran secara tematik
integratif.
Menurut Novianto dan Mustadi (2015) pembelajaran tematik
merupakan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan
beberapa mata pelajaran dan materi sehingga dapat memberikan
pengalaman yang bermakna pada peserta didik. Melalui pembelajaran
tematik siswa dapat mempelajari berbagai hal sekaligus dalam waktu yang
bersamaan, sehingga lebih waktu yang dibutuhkan lebih efisien.
Suyanto (2013: 180) menyatakan bahwa pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya.
Dengan kata lain model pembelajaran tematik lebih menekankan
pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning),
yaitu dengan melibatkan peserta didik dalam proses belajar atau
mengarahkan peserta didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Selain itu, pembelajaran tematik juga memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menghubungkan pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga peserta didik lebih mudah menyelesaikan masalah dan
memenuhi kebutuhan mereka akan pengetahuan (Huber & Hutchings,
2004).
Pembelajaran tematik pada Sekolah Dasar memberikan
pengalaman langsung bagi peserta didik. Pengalaman langsung yang
diberikan pada siswa adalah dengan melibatkan siswa secara langsung
dalam suatu kegiatan misalnya mengamati gambar. Pengalaman yang
diberikan kepada siswa diharapkan membuat pengetahuan yang diperoleh
menjadi lebih lekat dan bermakna. Hal ini dikarenakan siswa terlibat
secara langsung dalam proses menemukan informasi yang dipelajari.
Keberadaan pengalaman langsung yang merupakan bagian dari
pengalaman bermakna dan student centered learning dapat membantu
peserta didik untuk meningkatkan daya serap (retention) terhadap materi
yang dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan Piramida Belajar (Learning
Pyramid) dalam tulisan Lilley & Miller (2007: 68) bahwa daya serap
dengan melakukan pengalaman nyata adalah 90%. Hal tersebut jelas jauh
berbeda dengan hanya mendengarkan guru mengajar, yaitu 20%.
Di dalam pembelajaran tematik SD dikembangkan pendekatan
ilmiah (scientific approach) yang terdiri dari kegiatan mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi/ menalar,
dan mengomunikasikan atau biasa disebut dengan 5M. Agustina &
Mustadi (2015) mengemukakan bahwa kegiatankegiatan scientific
approach merupakan kegiatan dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu
berinteraksi dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial untuk
membangun pengetahuan. Berinteraksi dengan lingkungan alam dapat
membantu membangun pengetahuan.
Implementasi teori belajar konstruktivistik melalui pembelajaran
secara tematik di Sekolah Dasar sangat berperan dalam menciptakan
pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran yang
bermakna adalah pembelajaran yang memiliki keunggulan dalam
memberikan kesan pada peserta didik dan terhadap daya serap informasi
secara utuh sehingga menghasilkan konsekuensi akhir meningkatkan
kemampuan siswa.
Untuk menciptakan pembelajaran tematik yang bermakna
diperlukan pembelajaran yang mengutamakan proses melalui kegiatan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau eksperimen,
mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan (5M) dalam pembelajaran
tematik di Sekolah Dasar. Dengan demikian, peserta didik terlibat aktif
menggali pengetahuan melalui pengalaman konkret sehingga pengetahuan
yang diperoleh lebih melekat pada peserta didik. Selain itu, pembelajaran
tematik yang bermakna juga akan membuat pemahaman peserta didik
semakin kuat sehingga akan diperoleh hasil belajar yang maksimal.
Daftar Pustaka

Waseso, Hendri Purbo (2018). Dalam prespektif teori pembelajaran


konstruktivis. Jurnal Studi Pendidikan Islam, 1(1), 61-52.

http://sarahaprilia1998.blogs.uny.ac.id/wpcontent/uploads/sites/15360/2017/10/I
mplementasi-Teori-Belajar-Konstruktivistik-Melalui-Pembelajaran-
SecaraTematik-Integratif-Guna-Menciptakan-Pembelajaran-Yang-Bermakna-
2.pdf

Anda mungkin juga menyukai