Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas

mata kuliah : hukum

Dosen Pengampu : Wiwin SH.,MH.

DISUSUN OLEH : DENDI PURNAMA

STAI AL AZHARY CIANJUR HUKUM KELUARGA


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji rasa syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
kenikmatan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini
ini.
Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhamad SAW.
Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman Islamiah.
Bergema seiring nada mengalunkan kata hati yang senantiasa mengungkapkan getaran jiwa,
kami dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu
yang kami miliki. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
dan pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.
Akhirnya kepada Illahi kita berharap dan berdo’a, semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca. Amin….!

DAFTAR ISI
i
Kata Pengantar ...........................................................................................i

Dafta isi .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 1

BAB II

A. Apa itu Demokrasi?..................................................................... 2


B. Norma dan Pilar Demokrasi........................................................ 3
C. Sekilas Sejarah Demokrasi........................................................... 6
D. Demokrasi indonesia................................................................... 8
E. Unsur-unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi........................... 11
F. Parameter Tatanan Kehidupan Demokrasi................................. 14
G. Pemilihan Umum dan Partai Politik dalam Sistem Demokrasi.... 16
H. Islam dan demokrasi.................................................................... 18

BAB III PENUTUP


A. Simpulan..................................................................................... 19

B. Saran........................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 2

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bullying di kalangan remaja masih sering kita jumpai. Masyarakat menganggap hal ini sudah
biasa karena masa remaja adalah masa dimana remaja mencari jati dirinya dan kenakalannya
akan hilang sendiri. Apabila dibiarkan, maka akan timbul masalah karena dampaknya
berpengaruh pada perkembangan jiwa. Pelaku bullying bisa berpotensi menjadi pribadi yang
sewenang-wenang. Jika halhal ini terus dibiarkan dalam tatanan kehidupan mereka maka akan
mengakibatkan pelaku tumbuh menjadi pelaku kriminal atau sosok penguasa yang tak punya
empati terhadap orang lain. Pelaku bullying akan menganggap bahwa cara penyelesaian masalah
yang paling baik adalah dengan cara-cara kekerasan atau pelaku beranggapan dengan
mengintimidasi orang lain maka akan memenuhi keinginannya. Hal ini akan mendorong sifat
premanisme yang akan terbawa hingga dewasa dan mengakibatkan ketidaknyamanan di
masyarakat.
Perilaku kasar maupun tindakan bullying dapat terjadi karena tidak adanya cinta dan
kehangatan dalam keluarga. Akhir-akhir ini kekerasan memang telah menjadi bagian dari
kehidupan remaja. Kekerasan antar sebaya atau bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik
dan psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang (anak atau siswa) lain yang dianggap
lemah, misalnya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman, sehingga tidak
mampu mempertahankan diri. Hal ini terjadi karena masih banyak orang tua yang melakukan
corporal punishment dan menganggap wajar hal tersebut dengan alasan untuk mendisplinkan.
Sehingga kurang disadari orang tua yang dilakukan sebenarnya adalah bentuk lain dari
kekerasan. Misalnya ketika anak melakukan kesalahan, orang tua sering kali membentak anak
dan mengatakan kata-kata kasar serta memukul anak, menerapkan disiplin dan sistem hukuman
yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, serta secara keterlaluan memarahi anak-
anaknya, sehingga anak menganggap cara tersebut adalah benar sehingga anak
mengaplikasikannya dalam pergaulan. Rahman (2004) menyebutkan bentuk aktualisasi sumber
oleh seseorang terhadap keluarga terwujud dalam bentuk upaya orang tua mendidik putra-
putrinya dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana dikutip anak pembohong umumnya berasal dari
keluarga yang sering berbohong. Sebab, sebagian besar perilaku anak dipengaruhi oleh
pengalamannya dirumah. Bila sebuah keluarga hidup damai dan tenang, maka diluar rumah,
seluruh keluarga tersebut akan terbentuk oleh kebiasaaanya hidup damai dan tenang. Sebaliknya,
keluarga yang broken home dan penuh dengan konflik akan mempengaruhi pola interaksinya di
luar rumah.
Bullying adalah suatu bentuk agresi dimana terdapat kekuatan yang tidak seimbang antara
pelaku dan korban. Pelaku selalu mempunyai kekuatan yang lebih dari pada korbannya. Bullying

1
dapat berupa tindakan fisik, verbal dan psikologis. Bullying dapat terjadi secara langsung (tatap
muka) atau tidak langsung (bersembunyi dibalik orang lain). Contoh tindakan bullying secara
langsung adalah memukul dan memaki orang. Sedangkan contoh tindakan bullying secara tidak
langsung adalah pengucilan dan gossip (Papler & Craig.2000).
Jika selama ini kita hanya tahu banyak terjadinya kasus bullying pada remaja, bukan tidak
mungkin semua itu berawal dari masa kanak-kanak. Salah satu hal yang perlu diteliti lebih lanjut
juga adalah latar belakang keluarga. Penting untuk dilihat darimana anak-anak tersebut belajar
bullying tersebut. Harus dilihat apakah keluarga mereka harmonis, atau sering bertengkar,
kemudian juga penting untuk dilihat anak tersebut merupakan anak ke berapa dari berapa
bersaudara, bagaimana interaksi anak-anak tersebut dengan kakak atau adiknya dan sifat anak itu
sendiri.
Terjadinya kekerasan antar sebaya semakin menguat mengingat adanya faktor pubertas dan
krisis identitas, yang normal terjadi pada perkembangan remaja. Dalam rangka mencari identitas
dan ingin eksis, biasanya remaja lalu gemar membentuk geng. Geng remaja sebenarnya sangat
normal dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi geng kemudian ’menyimpang’ hal ini
kemudian menimbulkan banyak masalah. Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa
beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena ’balas dendam’ atas perlakuan penolakan dan
kekerasan yang pernah dialami sebelumnya (misalnya pada saat masih SD atau anak-anak).
Berbicara mengenai kekerasan anak, ditemukan bahwa anak bisa menjadi subjek/pelaku
maupun objek kekerasan. Anak sebagai pelaku kekerasan/subjek, biasanya disebabkan ia
memiliki pengalaman sebagai objek kekerasan itu sendiri. Anak berperilaku seperti itu sebagai
bagian dari imitasi atupun pengekspresian pengalaman-pengalaman mereka, entah itu disadari
ataupun tidak. Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan orang tua
terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini
menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi
pola asuh menjadi tiga: yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif.
Perlakuan orang tua ataupun pengasuh kepada anak sangat mempengaruhi kepribadian anak.
Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak menunjukkan ekspresi dan eksistensinya sebagai
seorang manusia yang utuh. Kegagalan dalam masa ini, menurut Freud (Sumadi,2011), akan
terpendam dan menjadi pengalaman bawah sadar anak, yang menjadikan pengalaman anak
sebagai referensi dalam menjadi hidupnya.
Pada tanggal 24 Oktober 2011 (dalam berita Metrotvnews.com, Jakarta). Adanya tindak
kekerasan di salah satu Sekolah Dasar di Bekasi yang dilakukan oleh dua siswi kelas 3 SD. Saat
itu, usai pulang sekolah BM (siswi kelas 1 SD di sekolah yang sama) yang sedang bermain
ayunan sambil menunggu kakaknya di kelas lima didatangi VA (siswi kelas 3 SD). VA
kemudian membawa BM ke kamar mandi dan melakukan tindak kekerasan terhadap BM.
Beberapa sekolah di Malang ditemukan adanya kasus bullying dari tingkat sekolah dasar (SD)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Kasus-kasus ini jarang menguak ke permukaan karena
guru, orangtua, bahkan siswa belum memiliki kesadaran tentang bullying. Beberapa kalangan
masyarakat menganggap bullying adalah sesuatu yang wajar yang pasti terjadi dalam fase

2
kehidupan, sehingga ini menjadi kebiasaan turun-temurun. Pada bulan Agustus 2008, salah satu
SMA di Malang terdeteksi adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh siswi kelas XII
terhadap teman sekelasnya sendiri, dan ini menyeruak ke media massa. Tak berselang lama, pada
bulan November 2008 kasus serupa terulang kembali dengan kasus bullying yang terjadi di SMU
lain di Malang oleh geng siswi sekolah tersebut.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1999), faktor terpenting yang menyebabkan
terjadinya tindakan bullying adalah kurang berperannya fungsi keluarga yaitu fungsi
perlindungan, sosialisasi, dan afeksi. Fungsi perlindungan adalah keluarga memberikan
perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. Sedangkan fungsi
sosialisasi adalah semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-
anak ke alam dewasa yang dapat berfungsi di dalam masyarakat itu. Lain halnya dengan fungsi
afeksi yang menjadi faktor terpenting, fungsi afeksi adalah keluarga mampu memberikan
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan kasih sayang.
Aksi bullying (melakukan kekerasan baik fisik maupun mental) tidak hanya terjadi di sekolah.
Dalam sebuah keluarga aksi bullying juga kerap di lakukan anak terhadap saudara-saudaranya.
Di rumah, anak tengah sering melakukan bullying. Dr Alexandra Skew peneliti Institute for
Social and Economic Research (ISER) dari University of Essex seperti dilansir dailymail, Senin
(27/6/2011) mengatakan, ada anggapan bahwa anak sulung yang paling sering melakukan
bullying kepada adikadiknya karena dia paling kuat dan besar. Tapi kenyataannya anak-anak
tengah lah yang paling sering melakukan kekerasan dan menggertak saudara-saudaranya. Dr
Skew mengatakan anak tengah melakukan bullying karena mereka bersaing untuk mencari
perhatian dari orangtuanya yang cenderung memperhatikan si sulung dan si bungsu. Anak tengah
melakukan bullying dengan menggunakan barang-barang mainan, berlaku kasar atau menggertak
saudara-saudaranya.
VOA Islam ( 2011, Juli) menjelaskan bullying terhadap saudara atau dapat juga disebut
sibling bullying, muncul ketika salah seorang anak mulai menyakiti saudaranya, berperilaku
seolah-olah ia bos yang mengontrol saudaranya sampai ke taraf yang bersifat fisik. Perilaku ini
sekaligus mengindikasikan adanya sikap raguragu dan cara pikir yang salah. Anak yang menjadi
pelaku membenarkan perilaku menyakiti saudaranya hanya demi membuat dirinya sendiri
merasa nyaman nyaman atau lebih baik
Hasil penelitian ISER terhadap 2.146 anak usia 11 sampai 15 tahun menemukan 50 persen
anak-anak mengalami aksi bullying di rumahnya sendiri oleh saudaranya. Bullying yang
dilakukan anak-anak di rumah ini tidak ada kaitannya dengan apakah keluarga itu miskin atau
kaya, berpendidikan baik atau tidak.
Lembaga Penelitian Sosial dan Ekonomi di Unversity of Essex dan University of Warwick
telah melakukan penelitian yang mencakup sekitar 40 ribu rumah tangga di Inggris. Ini secara
tradisional diasumsikan bahwa anak tertua memiliki kemungkinan untuk mendominasi atau
menggunakan kekerasan terhadap anak ke dua atau saudaranya yang lain. Namun, ternyata Anak
ke 2 memiliki kesempatan lebih tinggi terlibat dalam konflik fisik saat berjuang untuk
mendapatkan perhatian orang tua, serta bersaing untuk kekuasaan diantara saudara kandung.

3
Demikian seperti yang dilansir Straits Times, Selasa (28/6/2011). Penelitian ini juga
menunjukan, bahwa anak-anak akan menerima hukuman fisik lebih mungkin untuk menggertak
saudara atau teman-teman mereka. Dari sekitar 2.000 anak yang diteliti, sebanyak 42 persen anak
yang mengalami hukuman fisik terpaksa bullying atau melakukan kekerasan.
Meski belum ada data yang memuat kasus bullying di tiap negara, ada gambaran dari tulisan
Smith, yang dilansir The Scottish Council for Research in Education (1992) dan oleh Ken Rigby
(1988) dapat dilihat sedikit data kasus bullying di sekolah di beberapa negara, yaitu Selandia
Baru (15 persen-SMA), di Inggris (27 persen-SMP dan 10 persen-SMA), Australia (25-30 persen
bahkan tiap hari), dan secara internasional (23 persen-SMP dan 10 persen-SMA).
Amrullah (2006) menyebutkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kasus kekerasan pada
anak mencapai 25 juta, dengan berbagai macam bentuk, dari yang ringan sampai yang berat.
Lalu, data BPS tahun 2009 menunjukkan kepolisian mencatat, dari seluruh laporan kasus
kekerasan, 30 persen di antaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30 persen kekerasan yang
dilakukan anak-anak, 48 persen terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang
bervariasi.Plan Indonesia sendiri pernah melakukan survei tentang perilaku kekerasan di sekolah.
Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor, dengan melibatkan 1.500 siswa
SMA dan 75 guru. Hasilnya, 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa
kekerasan verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak
kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah.Sementara itu, 27,9 persen
siswa SMA mengaku ikut melakukan kekerasan, dan 25,4 persen siswa SMA mengambil sikap
diam saat melihat terjadi kekerasan.
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui hotline service dan
pengaduan ke KPAI memperlihatkan, pada tahun 2007 dilaporkan 555 kasus kekerasan terhadap
anak, 11,8 persennya dilakukan oleh guru. Pada tahun 2008, dari 86 kasus kekerasan yang
dilaporkan, 39 persennya dilakukan oleh guru.
Pandangan dari Ike Sugianto, psikolog yang biasa praktik di Medikids Greenville Jakarta.
Perilaku kekerasan yang dilakukan anak, merupakan proses pembelajaran dalam hidup
seseorang. pada masa remaja, faktor utama yang sangat dominan biasanya pengaruh lingkungan.
Mereka mengalami apa yang disebut tahap mencari identitas diri. Biasanya diwujudkan dengan
perilaku berkelompok seperti bergabung dalam sebuah geng.
Pemantauan orang tua atas remaja penting khususnya dalam melihat apakah remaja mulai
menjadi nakal. Dalam suatu penelitian, pemantauan orang tua atas keberadaan remajanya
merupakan faktor keluarga yang paling penting dalam meramalkan kenakalan (Patterson &
Stouthamer-Loeber,1984). Ada masa ketika remaja menolak kedekatan, keterkaitan, dan
attachment dengan orang tua mereka untuk mengambil keputusan-keputusan dan
mengembangkan suatu identitas. Tetapi untuk sebagian besar, dunia orang tua dan teman-teman
sebaya terkoordinasi dan terkait, bukan tidak terkoordinasi dan tidak terkait (Haynie &
McLellan,1992). Sementara attachment dan keterkaitan dengan orang tua tetap kuat selama
masa remaja, attachment dan keterkaitan itu tidak selalu mulus. Masa awal remaja ialah suatu

4
periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak
(Steinberg, 1993).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang
studi kehidupan keluarga pelaku bullying pada remaja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang terurai di atas, maka permasalahan yang akan
di angkat oleh peneliti, yaitu :
1. Bagaimana kehidupan pelaku bullying?
2. Faktor apa yang memicu perilaku bullying terhadap saudara atau sibling bullying di
rumah?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini:
1. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan keluarga pelaku bullying, baik pola asuh maupun
interaksi pelaku dengan orang tua atau saudara kandung.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memicu munculnya perilaku bullying terhadap saudara
kandung atau sibling bullying di rumah dan di lingukan masyarakat setempat

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis.
Manfaat teoritis yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah di harapkan dapat
memberikan masukan bagi kemajuan ilmu pengetahuan psikologi.
2. Secara praktis.
Memberikan informasi bahwa tindakan bullying sekecil apapun mampu menimbulkan
dampak negatif bagi korban maupun pelakunya. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan
intropeksi bagi orang tua dalam mendidik anaknya dan menjadi masukan kepada orang tua
agar dapat menerapkan pola asuh yang baik bagi anak-anaknya sehingga dapat menjadikan
anak-anaknya selalu dapat berempati terhadap lingkungan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

Menurut Alexander (dikutip Sejiwa, 2008.10 dalam Widiharto 2008.3)


menjelaskan bahwa bullying adalah masalah kesehatan publik yang perlu
mendapatkan perhatian karena orang-orang yang menjadi
korban bullyingkemungkinan akan menderita depresi dan kurang percaya
diri. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa peserta didik yang
menjadi korban bullyingakan mengalami kesulitan dalam bergaul.
Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau
mengganggu. banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi
dalam konteks lain ( tempat kerja, masyrakat. komunitas virtual),Riauskina,
Djuwita, dan Soesetio (2001).
Bullying secara sederahan diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau
kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban
merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya (Suryanto, 2007.1 dalam
Widiharto.

B. Penelitian Yang Relavan

Berdasarkan data yang didapat dalam sebuah penemuan internasional


dikatakan 59 persen siswa di Indonesia yang disurvey melaporkan bahwa
siswa tersebut mendengar ejekan yang menyakitkan hati dan perasaannya
setiap harinya di sekolah sehingga merasa enggan atau malas untuk datang
ke sekolah lantaran trauma dan 10% sampai 16% siswa di Indonesia yang
disurvey melaporkan bahwa siswa tersebut telah diejek, diolok-olok,
dikucilkan, dipukul, ditendang, atau didorong setidaknya sekali dalam setiap
minggunya di sekolah. (Huneck, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan oleh seorang psikolog
bernama A. Kasandra Putranto pada seminar yang diadakan di Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta pada tanggal 21 November 2012 lalu,
menunjukkan bahwa dari 353 siswa yang dijadikan sampel penelitian, tindak
bullying yang pernah dialami oleh mereka merupakan tindak bullying dalam
klasifikasi fisik dan psikis. Bullying tersebut 33% disebabkan karena siswa
kesulitan dalam bergaul dan 26% disebabkan karena fisik yang kecil/ lemah
dan cacat. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan dampak yang
ditimbulkan oleh aksi bullying membuat 55% siswa merasa tertekan dan
gugup, sedangkan 37% siswa mengalami kekurangan dalam berkonsentrasi.

6
Dalam penelitian tersebut, ditunjukkan pula bahwa 36% korban bullying
membalas tindak bullying yang mereka terima ( Koebler, Jason. 2011 ).
Menurut Ratna (dalam Juwita, 2008, h.2) selaku ketua peneliti kekerasan
bullying yang hasilnya diumumkan di seminar nasional ketiga anti-bullying
yang digelar di Hotel JW Marriott,  meningkatnya kasus bullying di kalangan
remaja disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya melibatkan peran
media massa, yaitu begitu banyaknya film yang selalu menampilkan adegan
kekerasan.

BAB III
METODE PENELITIAN
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu : 18 February 2020
Tempat : Desa mekarsari gg.asem
b. Data ,Sumber Data,dan Narasumber
Data yang kami peroleh adalah dari hasil wawancara guru ngaji,rt,dan warga
mekarsari setempat dan pendapat dari siswa/siswi
c. Desain Penelitian
Menurut Oakley.1999:156 dalam Jurnal internasional relations Penelitian
Kuantitatif adalahPenelitian Ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian
dan  fenomena yang terjadi.

d. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Prof. Heru (2006) Observasi adalah Aktivitas yang dilakukan
seseorang terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan
kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan
pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya,untuk
mendapatkan informasi-informasi yanf dibutuhkan untuk melanjutkan suatu
penelitian

e. Teknik Analisis
Menurut Sugiyono ( 2003:II ) Deskriptif Kualitati : Prosedur penelitian
berdasarkan data deskriptif ,yaitu berupa lisan atau kata tertulis dari
seseorang subjek yang telah diamati dan memiliki karakteristik bahwa data
yang tidak diubah serta menggunakan cara yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenaranya.

7
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bullying
memiliki batasan cukup luas ,tak sekedar tindakan kekerasan fisik.Bullying
berasal dari kata “bully”,yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian
adanya ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Selain
gangguan fisik,korban bullying juga akan mengalami gangguan psikis,berupa
stres,karena bullying biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.
Dengan demikian, bullying pada hakikatnya adalah “ tindakan
menggunakan kekuatan ataupun kekuasaan, untuk melukai seseorang
maupun kelompok, secara fisik, mental, serta verbal, sehingga
menyebabkan korbanya merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya”. Maka
berlangsungnya bentuk kekerasan ini dalam dunia pendidikan,yang diakui
atau tidak hingga kini masih saja terus terjadidi negeri kita, jelas merupakan
pelanggaran Hak Anak secara kasat mata, sehingga mesti segera diakhiri.
Pendidikan sebagaimana diketahui, adalah paduan dari kata education.
Education sendiri berasal dari kata “educare”, yang berarti ‘mendorong
keluar’atau ‘memunculkan sesuatu dari dalam’. Dengan demikian
pendidikan pendidikan sesungguhnya tidaklah identik dengan proses
memasukkan sesuatu dari luar ke dalam, melainkan justru sebaliknya proses
memunculkan sesuatu dari dalam ke luar.
B. Bentuk-bentuk agresivitas bullying

1. Agresivitas Fisik
Misalnya : memukul, mencakar, mencubit, menjabak, menendang, merusak
barang,memeras, melakukan pelecehan,dll
2. Agresivitas Emosional
Misalnya   : mengancam, menakut-nakuti, menggertak, mempermaikankan,
dll
3. Agresivitas Verbal
Misalnya : mengejek, menghina, mengolok-olok, memaki, merendahkan,
mengitimidasi dll
4. Agresivitas Non Verbal

a. Langsung

Misalnya : memandang secara sinis, menibir, menampakkan ekspresi wajah


menghina atau merendahkan, dan lain-lain.

b. Tak langsung

8
Misalnya : tak memedulikan, menyikapi dengan cuek, mendiamkan,
mengabaikan, mengucilkan, menelantarkan, mengirimi surat-kaleng,dan
lain-lain.
Adanya Bullying antar anak ,biasanya terjadi pada anak usia sekolah. Para
pelaku umumnya memiliki sifat berani, tidak mudah takut, dan punya motif
dasar tertentu, yakni agretivitas, rasa rendah hati, dan kecemasan. Jadi
bullying menjadi bentuk “ mekanisme pertahanan diri” yang digunakan
pelaku untuk menutupi perasaan rendah dirinya sendiri.
Para korban bullyimg umumnya bukanlah pemberani, memiliki rasa cemas,
dan rendah diri, yang menjadikan mereka sebagai korban tindak kekerasan (
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008 ). Akibat mendapat perlakuan ini,korban
pun memiliki rasa dendam,untuk suatu ketika akan mebalasnya terhadap
individu lain. Sehingga bukan tak mungkin korban bullying akan menjadi
pelaku bullying pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan
tujuannya,yaitu guna mendapat kepuasan dengan cara membalas dendam.
Ada proses belajar yang sudah ia jalani, dan ada dendam yang tak
terselesaikan.siswa korban “bullying” akan mengalami permasalahan
kesulitan dalammembina hubungan interpersonal dengan orang lain dan
jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bullying) ketinggalan
pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Beberapa hal yang bisa menjadi indikasi awal
bahwa anak mungkin sedang mengalami “bullying” di skolaholeh bullying,
tidak menyadari dampak bullying yang merusak kegiatan belajar siswa, serta
tida ada campur tangan secara efektif dari sekolah.
Penyebab terjadinya bullying tak jarang dikaitkan dengan adanya tindak
kekerasan yang dialami oleh pelaku di masa sebelumnya, itu terjadi di
rumah maupun di dekolah, yang dilakukan baik oleh orangtua maupun para
guru. Demikian pula pengaruh budaya kekerasan di telivisi dan flim. Kata-
kata kunci untuk mengakhiri rangkaian tindakan bullying yang terjadi di
lingkungan sekolah maupun di rumah,tak lain adalah “ STOP KEKERASAN”
artinya kkersan harus diakhiri dalam semua bidang kehidupan di lingkungan
atau pun sekolah.
Di samping itu cara mengatasi bullying yang terjadi di kalangan
remaja Pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying, Cara
menghimbau para orang tua untuk mengembangkan kecerdasan emosional
anak sejak dini.Ajarkan anak untuk memliki rasa empati, menghargai orang
lain, dan menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah mahluk sosial yang
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Masyarakat mendesak
pemerintah agar memiliki program yang tegas, jelas dan terarah, kalau kita
diam saja, maka itu sama saja dengan melegalkan tradisi dendam di sekolah

9
tersebut. Dan merupakan bahaya yang akan kerap menghantui para siswa
sekolah, baik pada generasi ini, dan pada generasi mendatang.Untuk
mengatasi dan mencegah masalah bullying diperlukan kebijakan yang
bersifat menyeluruh di sekolah, sebuah kebijakan yang melibatkan
komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah sampai orang tua
murid ,kerja sama antara guru,orang tua dan masyarakat atau pihak lain
yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan sebagainya. sangat
diperlukan dalammenangani masalah ini.
Peran orang tua di rumah harus mampu menciptakan komunikasi yang
baik dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama
yang cukup dan menanamkan ahlakul karimah yang selalu dilaksanakan di
lingkungan rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua.
Pemberian teladan kepada anak akan lebih baik dari memberi nasihat.Salah
satu cara yang bisa dilakukan oleh sekolah ialah membuat sebuah program
anti bullying di sekolah bullying akan terus terjadi di sekolah-sekolah, apabila
orang dewasa tidak dapat membina hubungan saling pecaya dengan siswa,
tidak menyadari tingkah laku yang masuk tindakan bullying, tidak menyadari
luka yang disebabkan oleh bullying, tidak menyadari dampak bullying yang
merusak kegiatan belajar siswa, serta tida ada campur tangan secara efektif
dari sekolah.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bullying dalam pendidikan sebenarnya sudah lama ada dalam bentuk


kekerasan fisik, verbal dan psikologis, kekerasan yang menyakiti seseorang
sehingga menimbulkan penderitaa, kecacatan bahkan sampai
kematian.Bullying dalam bentu verbal seperti ejekan, penghinaan, atau
menggosipka, bullying dalam bentuk psikologis sepeti intimidasi,
mengucilkan, mendiskriminasikan.
 Dampak dari bullying sangat merugikan penderitaaan misalnya anak
mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menimbulkan
gangguan mental di masa yang akan datang, dan anak tidak mau pergi ke

10
sekolah, hilang konsentrasi sehingga prestasinya menurun drastis.
Pelakubullying ini bukan hanya siswa yang merasa lebih kuat atau lebih
senior, tapi kenyataannya banyak dilakukan oleh guru–guru yang mereka
tidak menyadari bahwa perlakuannya menimbulkan penderitaan bagi siswa.
Untuk mengatasi masalah konseling sangat dibutuhkan. Konselor bekerja
sama dengan orang tua ,masyarakat, kepoilsian dan penegak hukum untuk
memberi pengertian kepada para pelajar dan mahasiswabahwa bullying
sangat merugikan.

B. Saran

Dari permasalahan tersebut sebaiknya orangtua harus lebih


memperhatikan dan memberikan perhatian lebih terhadap anaknya
anaknya. Dan juga dari pihak sekolah sebaiknya peserta didik diberikan
pemahaman tentang bullying entah itu berupa seminar maupun kampanye
anti bullying, semua itu harus dilakukan  agar dapat meminimalisir
perbuatan bullying dalam pendidikan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alexander dikutip Sejiwa,2008.10 dalam widiharto 2008.2 Bullying dan


Peserta didik.
Available at: http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/
Oakley.1999:156.30 Oktober 2010 Penelitian Kuantitatif
http://www. blogs.peneltiankuantitatif.Devania annesya.com
Prof.Heru. 2006.observasi.Penerbit: PT.Remaja Rosdakarya
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di
Sekolah. Available at:http://okezone.com/Bullying/inilah-catatan-kasus-
kekerasan-di-sekolah.htm
Ratna Djuwita, (2008). Bullying: Kekerasan Terselubung di Sekolah.
http://www.anakku.net, 20 Nopember 2013.
Riauskina,Djuwita dan Soesetro (2001). Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta
Didik. Jakarta : Bumi Aksara
Sugiyono. 2003. Deskriptif Kualitatif. Perencanaa Pembelajaran.
Bandung.Penerbit: PT.Remaja Rosdakarya.
Suryanto,2007.1 dalam Widiharta.2 Bullying dan Peserta didik.
Yuyun. 2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Available 

12
MBAHASAN

KESIMPULAN & SARAN


 Kesimpulan

Dengan demikian telah kita lihat bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dari
waktu ke waktu. Namun kita harus mengetahui bahwa pengertian Demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan
diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Adapun aspek dari Demokrasi Pancasila
antara lain di bidang aspek Aspek Material (Segi Isi/Subsrtansi), Aspek Formal, Aspek
Normatif, Aspek Optatif, Aspek Organisasi, Aspek Kejiwaan. Namun hal tersebut juga
harus didasari dengan prinsip pancasila dan dengan tujuan nilai yang terkandung di
dalamnya.  Oleh karena itu, kita dapat merasakan demokrasi dalam istilah yang
sebenarnya.

 Saran

      Demokrasi pancasila di era reformasi  Indonesia harus lebih di pehami karna agar


semua masyarakat Indonesia bias membedakan antara demokrasi pancasila di Indonesia
dengan Negara lain
Advertisements

13

Anda mungkin juga menyukai