1. Jelaskan cara kerja analisis sistem dari David Easton dengan menggunakan studi kasus
penghapusan subsidi BBM!
2. Jelaskan bagaimana sosialisasi politik dan pembentukan budaya politik dilakukan pada
masyarakat dengan teknologi digital saat ini!
3. Jelaskan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pasca reformasi khususnya era Presiden Joko
Widodo! Kaitkan jawaban anda dengan kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah!
Dari analisa yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
media sosial mampu menjadi agen sosialisasi politik pada kaum muda. Sosialisasi politik sendiri
dapat diterima apabila memperhatikan agen sosialisasi apa yang paling mempengaruhi sebuah
kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal ini, nilai, norma, dan budaya politik yang terdapat di
dalam media sosial dapat diterima oleh kaum muda. Kaum muda memilih media sosial sebagai agen
sosialisasi dibandingkan keluarga, media massa, institusi pendidikan, dan lemabaga pemerintah
karena dua hal utama. Pertama, perbedaan konten yang dimiliki sosial media dan agen sosialisasi
lainnya. Kedua, pendekatan atau cara penyampaiannya yang dilakukan melalui sosial media berbeda
dengan agen sosialisasi lainnya. Konten yang dimiliki sosial media dapat menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh kaum muda karena berkaitan dengan kondisi sosial mereka, memfailitasi kaum
muda untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan, dan mampu memperlihatkan berbagai
macam sudut pandang kelompok masyarakat.
Kemudian, pendekatan sosialisasi politik yang dilakukan melalui sosial media dapat memfasilitasi
komunikasi dua arah, bebas digunakan oleh siapa saja, dan terbuka bagi siapa saja. Selain itu melalui
media sosial, kaum muda bisa berkomunikasi langsung dengan elit politik. Dengan adanya media
sosial, kaum muda menjadi lebih aktif dalam partisipasi politik.
Selain itu kaum muda juga dapat ikut mengajukan kritik terhadap kebijakan pemerintah melalui
media sosial. Sosialisasi politik yang dilakukan melalui media sosial ternyata mampu mendorong
partisipasi aktif kaum muda. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi berbagai pihak untuk lebih aktif
melalui media sosial apabila menginginkan kaum muda untuk lebih aktif berpartisipasi. Namun,
kaum muda yang menggunakan media sosial sebagai media sosialisasi politik juga harus
memperhatikan dan mengkritisi konten apa saja yang tersedia di dalamnya. Persebaran informasi
yang tersedia di media sosial tidak semuanya memiliki kebenaran informasi dan objektif, sehingga
kaum muda atau pengguna internet harus dapat memperhatikan kebenaran informasi tersebut. Hal
ini merupakan paradoks yang terjadi dari penggunaan media sosial sebagai agen sosialisasi politik.
Pada satu sisi, sosialisasi melalui media sosial dapat dikatakan efektif dari segi persebaran
informasinya, namun di sisi lain kebenaran informasinya masih perlu dipelajari kembali.
Perekonomian Indonesia di lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo jauh
dari janji yang diiming-imingkan pada masa kampanye Pilpres 2014. Alih-alih mencapai
pertumbuhan 7 persen, ekonomi Indonesia justru mentok di kisaran 5 persen. Tahun lalu, di
akhir periode pertama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru
mengalami perlambatan dan hanya bertumbuh sebesar 5,02 persen. Di samping meleset
dari target APBN 2019, yang dipatok sebesar 5,2 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia
di tahun lalu juga merupakan yang terburuk dalam kurun empat tahun terakhir. Meski
demikian, Jokowi menyebut bahwa capaian itu cukup memuaskan dan patut disyukuri. Ia
mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah hal yang sulit terelakkan di tengah
gejolak perekonomian global yang meliputi perang dagang hingga konflik geopolitik.
Baca selengkapnya di artikel "Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket,
Mentok di 5%", https://tirto.id/exhx
"Yang lain-lain [pertumbuhan ekonominya] bukan turun, anjlok. Kita ini, kalau enggak kita
syukuri, artinya kufur nikmat. Pertahankan pada posisi yang seperti ini saja sulit sekali," ujar
dia, di Istana Kepresidenan, Rabu (5/2/2020). Apa pasal yang menyebabkan ekonomi
Indonesia melambat di tahun ini? Padahal momentum untuk menggenjot perekonomian
berkali-kali muncul, mulai dari pemilihan presiden (Pilpres) hingga pilkada serentak. Jika
menilik data BPS, hampir seluruh indikator perekonomian Indonesia di tahun lalu memang
mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga, yang jadi motor utama penggerak
perekonomian, cuma bisa tumbuh 5,04 persen pada tahun lalu atau lebih rendah
dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar 5,05 persen. Sektor manufaktur, yang jadi
penyumbang terbesar dalam struktur PDB Indonesia juga cuma tumbuh sebesar 3,8 persen
year on year melanjutkan perlambatan yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikator investasi hanya mampu
tumbuh 4,45 persen—anjlok jika dibandingkan tahun 2108 yang mampu tumbuh 6,67
persen. Melesetnya pertumbuhan ekonomi dari target 5,2 persen juga disebabkan oleh
penurunan ekspor dan impor yang cukup dalam. Ekspor dan impor terkontraksi masing-
masing sebesar 0,39 persen dan 8,05 persen. Lupakan Pertumbuhan 7% Tentu tak ada
yang salah jika Jokowi menggunakan klausul "kufur nikmat" untuk merespons kritik atas
pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Namun, mengutip pendapat ekonom Faisal Basri,
"jangan sampai kelemahan kita sendiri dikesampingkan. Ibarat pepatah: gajah di pelupuk
mata tak tampak, semut di seberang samudera tampak." Faktor eksternal yang turut
memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik tak bisa terus menerus dijadikan
kambing hitam dan perbaikan internal harus segera dilakukan pemerintah untuk mengerem
perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Baca selengkapnya di artikel "Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket,
Mentok di 5%", https://tirto.id/exhx
Konsumsi rumah tangga, yang jadi tulang punggung penggerak perekonomian masih
membutuhkan dukungan kebijakan baik melalui pemberian insentif pemerintah maupun
kebijakan moneter BI. Di samping itu, pemerintah harus lebih kencang mendorong kinerja
manufaktur Indonesia yang terus-menerus mengalami kemunduran. IHS Markit mencatat,
Indeks Manufaktur Indonesia di bulan Januari 2020 berada di level 49,3 atau kembali turun
dari posisi bulan Desember 2019 yang berada di angka 49,5. Jika pemerintah gagal
mengangkat daya saing manufaktur, maka Indonesia akan sulit mengejar persaingan
dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, hingga Thailand dan tekanan
eksternal terhadap Indonesia akan berdampak makin buruk bagi perekonomian domestik.
Apalagi, pertumbuhan perekonomian global berpotensi kian melambat akibat wabah Corona
yang melanda Cina. Beberapa Bank Global seperti Foldman Sachs telah memangkas
prediksi pertumbuhan ekonomi Cina dari 5,9 persen menjadi 5,5 persen untuk tahun ini.
Dampak perekonomian Cina yang tumbuh melambat lantaran aktivitas produksi negara
tersebut terganggu wabah virus Corona akan segera menjalar ke pertumbuhan
perekonomian Indonesia, baik secara langsung maupun tak langsung. Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sendiri bahkan menyebut wabah Corona bisa
menggerus perekonomian Indonesia sebesar 0,1-0,29 persen.
Baca selengkapnya di artikel "Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket,
Mentok di 5%", https://tirto.id/exhx
Hay guys...tentu kalian sudah tidak asing lagi mendengarkan kata "Orde Baru"? Ya benar
sekali bahwa orde baru adalah masa sebelum reformasi dan juga masa setelah orde lama yang
diberikan oleh pemerintahan orde baru, padahal Bung Karno tidak menyukai sebutan itu jadi
dinamakan orde rovolusi, Mari kita kupas lebih dalam perkembangan kehidupan ekonomi
dan politik pada masa orde baru.
Orde baru dipimpin oleh Soeharto 32 tahun lamanya, kebijakan-kebijakan yang sangat
berpengaruh yaitu kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia. Perkembangan kehidupan
ekonomi pada masa orde baru, pemerintahan mempunyai slogn yakni "Trilogi Pembangun"
1.Pertumbuhan ekonomi yang lumayan tinggi.
2.Perkembangan pembangunan hasilnya mengarah pada terwujudnya keadilan sosial.
3.Stabilitas nasional yang sehat serta dinamis.
Revolusi hijau adalah suatu perubahan bercocok tanam sistem tradisional ke sistem modern,
sebagai peningkatan produksi pertanian dilancarkan 4 usaha yaitu;
1).Intersifikasi yakni pemerataan,pengembangan dan penemuan teknologi pertanian.
2).Ekstersifikasi yakni perluasan lahan dengan hasil maksimal.
3).Diversifikasi yakni keanekaragaman usaha tani.
4).Rehabilitasi yakni pemulihan daya produktivitas daya pertanian yang kritis.
Perkembangan kehidupan politik pada masa orde baru diabgi menjadi 2 kebijakan yaitu
kebijakan dalam negri dan kebijakan luar negri.
a.Indonesia menjadi anggota PBB kembali.pada tanggal 7 Agustus 1965 yang membuat
kondisi buruk Indonesia dalam ekonomi dan politik membuat indonesi resmi aktif kembali
menjadi anggota PBB 28 September 1966.
b.Pemulihan hubungan diplomasi antara Malaysi dengan Singapura serta pemutusan
hubungan dengan Tiongkok. Pada tahun 1965, pertikaian ketiga negara yakni
Indonesia,Malysia dan Singapura dalam memulihkan dan perbaikan hubungan diadakan
penandatanganan perjanjian yang diwakili oleh Adam Malik dari Indonesia dan Tun Abdul
Rajat dari Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta.
c.Memperkuat kerja sama regional serta internasional.
Nah jadi era reformasi berpengaruh pada perkembangan kehidupan ekonomi dan politik yang
mempelajari sejarah menjadi sangat penting karena saling berkaitan dan berkesinambungan
Perubahan Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi 1998, Keadilan Sosial, dan
Pasca reformasi 1998 Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar dalam sistem
politiknya. Salah satu aspek penting dalam bidang politik yang menjadi sasaran utama
perubahan adalah kekuasaan pemerintahan Suharto yang dikelola secara sentralistik. Memang
kekuasaan yang sentralistik tidak senantiasa buruk. Gagasan Plato tentang The philosopher
king setidaknya menunjukkan bahwa kekuasaan sentralistis, jika dijalankan oleh seorang
masyarakat, keadilan, kesejahteraan dan integrasi bagi negara tersebut. Namun yang terjadi di
Indonesia adalah sebaliknya, pemerintahan otoriter selama 32 tahun menutup akses demokrasi
bagi rakyat, sehingga kejatuhan pemerintahan Suharto disambut gembira oleh sebagian besar
kalangan rakyat Indonesia. Pada saat itu sistem politik indonesia berganti dari otoriter menuju
orde reformasi yang dicirikan dengan liberalisasi politik dan ekonomi. Setelah Suharto turun,
pengaktifan hak-hak rakyat terlihat dari adanya suatu partisipasi politik yang tinggi dari
rakyat, jumlah partai politik peserta pemilu 1999 pun mengalami lonjakan.
perubahan yang cepat. Terdapat perkembangan positif bahwa dengan runtuhnya rezim
Suharto, kebebasan sipil yang dulu tidak bisa dinikmati kini dapat dinikmati walaupun
terkadang sering kali keluar dari norma-norma yang berlaku, terlepas dari itu, masyarakat kini
mengungkapkan konsep Capability of system politics yang dapat kita pergunakan sebagai alat
untuk mengenalisis sejauh mana keberhasilan atau kegagalan sistem politik demokrasi di
Indonesia. Menurut Almond dan Powell (1965), ada 5 macam kemampuan sistem politik,
yaitu: (1)Kemampuan Extractive, berkaitan dengan bagaimana sumber daya alam dan sumber
daya manusia diolah dan dikelola untuk kepentingan nasional, regional maupun masyarakat
secara keseluruhan; (2)Kemampuan Regulative yang merupakan kemampuan negara dalam
melakukan pengawasan terhadap tingkah laku masyarakat, pengaturan dan menjamin hak-hak
pendistribusian sumber daya alam secara merata untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
kebijakan yang sedapat mungkin bisa diterima oleh rakyat. Kemampuan simbolik juga terkait
respons yang tinggi apabila ia dapat memberikan tanggapan terhadap tuntutan yang muncul.
Melalui 5 jenis kemampuan ini, kita dapat melihat bahwa sebenarnya masih banyak
tantangan kedepan yang harus diperhatikan dalam demokrasi negara kita, antara lain: Dalam
Dasar sebanyak beberapa kali. Perubahan amandemen ini mengakibatkan reformasi dibidang
ketatanegaraan Indonesia, salah satunya yaitu dibentuknya sebuah lembaga baru bernama
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD). Sejak dibentuknya DPD maka sistem perwakilan
di Indonesia berubah dari unikameral menjadi bikameral. Hal ini merupakan suatu keadaan
yang agak aneh ketika negara kesatuan menganut sistem bikameral, karena sebagaimana yang
kita ketahui, bikameral hanya cocok di negara federal. DPD yang tadinya dianggap dapat
terlihat dari kebijakan-kebijakan di tingkat nasional masih saja kurang memperhatikan rakyat
Kemudian, prinsip checks and balances antar cabang kekuasaan negara seperti
legislatif dan eksekutif masih kabur batas-batasnya dan kekuasaan diantara keduanya
tumpang tindih, begitu juga halnya dengan mahkamah agung dan mahkamah konstitusi. Hal-
hal mengenai penghargaan terhadap hak asasi manusia yang tertulis didalam UU tidak juga
diperlihatkan dalam kehidupan nyata, terbukti dari masih ada saja konflik-konflik di daerah.
Korban kasus pelanggaran HAM seperti DOM di Aceh bahkan sampai sekarang belum
mendapatkan keadilan. Selanjutnya, partai politik semakin tidak dipercaya karena hanya
berisikan orang-orang yang berebut kekuasaan. Birokrasi kita yang lambat diperparah dengan
korupsi pejabat-pejabatnya menimbulkan kekecewaan yang dalam. Terlebih lagi hukum hanya
berpihak kepada sekelompok orang dengan kelas menengah keatas, ini memperlihatkan
Hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan daerah sering terjadi di Indonesia
akibat dari diskriminasi dalam hal distribusi kesejahteraan yang berakibat kepada disintegrasi
bangsa. Keadaan ini membuat kemampuan distributif dan ekstraktif mendapatkan nilai
negatif. David held (2004) menyatakan, ternyata anggapan “semua permasalahan yang
muncul dalam suatu negara seakan-akan hanya bisa diselesaikan secara demokrasi. Undang-
undang, hukum, adat istiadat terlihat sangat baik apabila semuanya bersifat demokratis. Nilai-
nilai yang terkandung didalam sistem demokrasi diyakini dapat membawa negara
penganutnya kearah yang lebih baik”. Dalam kenyataannya tidaklah selalu benar.
menunjukkan bahwa kemampuan simbolik juga rendah, masyarakat tidak lagi menghargai
simbol-simbol negara yang selama ini mengecewakan rakyat. Kebijakan yang kerap kali
mendapat penolakan dari rakyat juga menambah nilai minus dari kemampuan simbolik ini.
Apatisme terhadap politik semakin meningkat seiring dengan semakin tipisnya kepercayaan
kita terapkan. Harus diakui bahwa ternyata selama ini konsep ketatanegaraan kita masih
belum sempurna padahal seperti pendapat Habermas bahwa tatanegara yang baik merupakan
menyebabkan gagasan demokrasi yang telah dibentuk sejak deklarasi kemerdekaan tidak
dapat dijalankan dengan baik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial
bagi masyarakat.
Demokrasi dan keadilan sosial adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan bahwa
demokrasi yang berhasil adalah demokrasi yang mampu mewujudkan keadilan sosial bagi
rakyatnya, hal ini diperkuat dengan isi sila ke 5 dari pancasila.Demokrasi membawa gagasan
mulia yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat dankeadilan sosial. Namun yang terjadi di
Indonesia, demokrasi hanya sampai pada tataran prosedural, demokrasi dimaknai hanya
sekedar keberhasilan melaksanakan pemilu tanpa melihat sisi lain yang jauh lebih penting
kepada setiap individu apabila suatu negara ingin mewujudkan adanya keadilan sosial, artinya
keadilan sosial tidak akan ada bila kemerdekaan individu tidaklah ada. Membangun keadilan
sosial harus dimulai dengan memberi individual freedom, namun pemberian individual
freedom harus dibarengi dengan adanya sistem yang fairness. Fairness setidaknya dapat
yang menang dan yang kalah tidak terlalu jauh dan jarak antara orang yang kaya dan miskin
pemberian individual freedom sebagaimana yang dikemukkan John Rawls tidak dibaregi
dengan adanya sistem yang fairness sehingga para pemlik modal dan elit-elit yang
yang dikeluarkan pemerintah membuat rakyat miskin semakin terpuruk dan yang kaya
perdagangan bebas dengan China selama ini memberikan contoh bahwa kebijakan yang
dilakukan pemerintah membuat gap semakin terlihat. Bagaimana mungkin pengusaha dalam
negeri dapat bersaing dengan China yang menawarkan harga murah bagi setiap produknya.
Kebijakan yang sangat tidak menguntungkan pedagang lokal semakin diperparah dengan
kompetisi lebih berimbang. Contoh lain, hadirnya supermarket sebagai tempat one stop
shopping yang menyediakan semua kebutuhan dalam satu tempat membuat pedagang lokal
semakin terasingkan. Dalam kasus kenaikan BBM, kebijakan tersebut tidak dibarengi dengan
peningkatan jumlah lapangan pekerjaan atau kenaikan upah bagi para buruh sehingga mereka
tidak mampu membeli BBM sedangkan yang kaya tidak merasa kesulitan atas kenaikan BBM
Jika keadaan yang terjadi seperti ini, mulai dari ketatanegaraan yang yang tidak beres
sampai keadilan sosial yang diidamkan hanya sekedar harapan tanpa realisasi, maka dapat
dipastikan bahwa negara kita mengalami deficit demokrasi yang parah. Biaya yang kita
keluarkan untuk menegakkan demokrasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang kita
stagnasi. Defisit demokrasi terjadi karena melencengnya demokrasi dari tujuan awalnya,
Dimana demokrasi dengan cita-cita awalnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat
melalui suatu keadilan sosial ternyata pada kenyataannya tidak dijalankan dengan baik. Gagal
bekerjanya sistem politik inilah yang melahirkan defisit demokrasi. Kelembagaan, reformasi
hukum, birokrasi, dan militer tidak bekerja sebagaimana mestinya. Sistem tata negara yang
berantakan, Hukum di negara kita berjalan apabila menghadapi tekanan saja, selebihnya
tetap uang yang memainkan peranan yang besar, kemudian mutu pelayanan birokrasi
rendah, dan korupsi dimana-mana menunjukkan defisit demokrasi di negara kita. Jika
keadaan terus begini, Indonesia akan semakin menuju kearah failed state seperti yang
dikatakan Chomsky:
bahwa negara gagal mempunyai ciri utama sebagai berikut :One is their inability or
unwilingness to protect their citizens from violence and perhaps even destruction.
and international law,........If they have democratic forms, their suffer from a serious
substance.
Gaffar, Afan. (1999). “ Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Held, David. (2004). “ Demokrasi dan Tatanan Global : Dari Negara Modern Hingga
Legowo, TA. (2004). “Keadilan Sosial, Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di
Revitch, Diane dan Thernstrom Abigail. (2005), “ Demokrasi Klasik & Modern “, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Sitepu, P. Anthonius. (2006).” Sistem Politik Indonesia”. Medan : Pustaka Bangsa Press.
Jakarta : Lemhanas.
Ujan, Andre Ata. (2001). “ Keadilan dan Demokrasi, Jelajah Filsafat Politik John Rawls”
SUDAH dua dasawarsa era reformasi berjalan. Sejak Presiden Soeharto dan rezim
Orde Baru dijatuhkan pada 1998, banyak perubahan terjadi di Indonesia, terutama
dalam ranah politik.
Salah satu perubahan besar yang terjadi pasca-
reformasi adalah pembatasan kekuasaan presiden.
Salah satu perubahan besar yang terjadi pasca-reformasi adalah pembatasan
kekuasaan presiden. Pada era Orde Baru, Soeharto dapat dipilih berkali-kali sebagai
presiden tanpa ada periode pembatasan.
Selain itu, wewenang presiden pada era reformasi tak sekuat seperti di era Soeharto
berkuasa selama 32 tahun. Misalnya, presiden bukan lagi satu-satunya pihak yang
punya kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
Sesuai Pasal 5 UUD 1945, pasca-amandemen, presiden tak lagi memiliki kekuasaan
tunggal dalam pembentukan UU, tetapi hanya berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada DPR.
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998.
Sistem demokrasi pun mulai diterapkan dengan baik di era reformasi. Hal yang
paling menonjol adalah sistem pemilihan umum yang memungkinkan presiden dipilih
langsung, tidak lagi dipilih melalui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui
Sidang Umum MPR.
Kemudian, terdapat sejumlah perubahan lembaga negara. Dihilangkannya Dewan
Pertimbangan Agung sebagai penasihat presiden, menjadi salah satu contohnya.
Sebaliknya, di era reformasi, muncul sejumlah lembaga negara baru seperti
Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Komisi Yudisial.
Dari sisi kedaulatan, tuntutan masyarakat Timor Timur untuk merdeka menjadikan
Indonesia kehilangan provinsi termuda itu. Timor Timur pun berubah menjadi negara
merdeka bernama Timor Leste.
Meski demikian, era reformasi juga menyebabkan daerah memiliki wewenang yang
lebih besar berkat dilaksanakannya otonomi daerah.
Berikut ini merupakan sejumlah perubahan yang terjadi di Indonesia selama 20
tahun terakhir di bidang politik, berdasarkan dokumentasi harian Kompas dan
sumber pendukung lainnya.
Meski demikian, Habibie dapat dianggap ikut meletakkan fondasi awal dalam sistem
demokrasi pada era reformasi. Salah satu kebijakannya adalah membebaskan
tahanan politik yang ditahan di era Soeharto, seperti Sri Bintang Pamungkas dan
Mochtar Pakpahan.
Habibie juga dinilai berjasa dalam menghadirkan kebebasan pers di Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers, yang juga mengatur mekanisme pengaduan terkait pemberitaan media melalui
Dewan Pers.
Di bidang ekonomi, Habibie ikut memprakarsai Bank Indonesia yang independen
dan lepas dari pengaruh pemerintah. Independensi menjadikan BI bergerak lebih
bebas untuk mengatur sektor moneter.
Terkait politik elektoral, Habibie menghasilkan tiga undang-undang demokratis, yaitu
UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1999 tentang Pemilu, serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan
Kedudukan DPR/MPR.
Dengan tiga undang-undang itu, Habibie berperan mempersiapkan Pemilu 1999,
sebagai pemilu demokratis pertama pasca-Orde Baru. Sistem yang digunakan pun
benar-benar baru.
Pemilu 1999 ditandai dengan berbondong-bondongnya partai politik ikut
berkontestasi, yaitu 48 partai politik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
penyelenggara diisi oleh perwakilan pemerintah dan partai. Pencoblosan
berlangsung lancar pada 7 Juni 1999.
Beberapa bulan setelah Pemilu 1999, Habibie membacakan pidato
pertanggungjawaban pada Sidang Istimewa MPR 1999, yaitu pada 13 November
1999.
Sebenarnya, Golkar saat itu hendak mencalonkan kembali Habibie sebagai
presiden. Namun, pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR. Habibie pun
batal dicalonkan.
Berikutnya, pemilihan presiden yang dilakukan oleh anggota MPR hasil Pemilu 1999
menempatkan Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid yang berpasangan
dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai wakil menjadi
pemegang tampuk pemerintahan.
Kemudian, dalam Sidang Kabinet Bidang Politik Keamanan pada 27 Januari 1999
pemerintah membuka kemungkinan untuk menyerahkan nasib Timtim kepada
warganya. Artinya, pemerintah memberi opsi kepada warga Timtim untuk merdeka
atau diberikan otonomi yang diperluas.
Opsi ini merupakan respons Presiden Habibie terhadap surat Perdana Menteri
Australia John Howard pada Desember 1998. Saat itu, Australia meminta Indonesia
melakukan referendum atau jajak pendapat untuk menentukan nasib Timtim.
Jajak pendapat yang disponsori PBB tersebut terlaksana pada 30 Agustus 1999 dan
diikuti 451.792 warga Timtim. Kriteria peserta pemilu ditentukan oleh PBB melalui
United Nations Mission in East Timor (Unamet).
Hasil jajak pendapat diumumkan pada 4 September 2009. Hasilnya, sebanyak 78,5
persen penduduk ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Dengan demikian, MPR dalam Sidang Umum 1999 mencabut Ketetapan (Tap) MPR
Nomor VI/1978 Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pencabutan itu sekaligus mengembalikan Timor
Timur seperti pada 1975.
4. Amandemen keempat.
Pelaksanaan:
10 Agustus 2002.
Perubahan:
Amandemen ini menghasilkan Pasal 2, Pasal 6A, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 16, Pasal
23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal 31, Pasal 32, penambahan Pasal 33, Pasal 34, dan
Pasal 37.
Perubahan utama dalam amandemen ini ialah pembentukan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) sebagai unsur di MPR dan dipilih melalui Pemilu.
Amandemen juga mengamanahkan penghapusan lembaga DPA. Selain itu, terdapat
juga memunculkan amanah UUD 1945 terkait kesejahteraan rakyat seperti
pendidikan, kebudayaan, dan kesehatan.
Pembentukan KPK
PEMBERANTASAN korupsi merupakan agenda besar sekaligus tugas tak mudah
untuk dijalankan di era reformasi. Pada era Presiden Habibie, pemerintah dan DPR
menghasilkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN.
Wacana pembentukan badan baru kemudian berkembang saat pemerintah dan DPR
membahas RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pertengahan 1999.
Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Jaksa Agung Marzuki Darusman pernah
mengumumkan pembentukan tim gabungan pemberantasan korupsi (TGPK) yang
dipimpin mantan Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto.
Tim bersifat otonom dan anggotanya berasal dari sejumlah instansi negara seperti BI dan
BPK; instansi pemerintah seperti BPK, Bapepam, Ditjen Pajak, Ditjen Imigrasi; serta unsur
masyarakat seperti ICW.
Hingga kemudian, pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah dan DPR
mengesahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang itu menjadi dasar
pembentukan KPK, yang hingga kini ditakuti para koruptor.
Sejak berdiri pada 2002, KPK pernah menangkap hingga memproses hukum
sejumlah pejabat elite, mulai dari menteri, ketua lembaga negara, ketua umum partai
politik, hakim, hingga kepala daerah.
Otonomi Daerah
OTONOMI daerah menjadi salah satu produk reformasi yang berasal dari tuntutan
mahasiswa dalam Gerakan Reformasi 1998.
Kebijakan mengenai otonomi daerah merupakan amanah amandemen kedua UUD
1945, tepatnya pada Pasal 18. Pasal itu mengatur bahwa kedaulatan pemerintahan
daerah diakui.
Konsekuensinya, pemerintah bersama DPR segera menyusun Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Aturan ini secara lebih detail
mengatur bahwa daerah dapat secara optimal mengelola sumber daya alamnya.
Selain itu, otonomi daerah juga berdampak terhadap proses elektoral di daerah.
Sebelumnya, kepala daerah dipilih oleh DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
Namun, melalui undang-undang tersebut, pilkada langsung pun berlaku dan mulai
berlangsung pada 2005.
Pilkada langsung pertama digelar di Jayapura, Papua, pada 1 April 2005. Pada
bulan yang sama berlangsung pula pilkada langsung di Kabupaten Tuban, Jawa
Timur.
Qanun Aceh
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang muncul sejak Aceh berstatus Daerah Operasi
Militer (DOM) pada era Orde Baru akhirnya berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Hal itu ditandai dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU)
Helsinki antara GAM dan Pemerintah Indonesia pada 15 Januari 2005.
Semua berawal dari tsunami Aceh di pengujung Desember 2004. Aceh porak-
poranda karena air bah tsunami.
Saat itu, GAM mulai membuka opsi dialog dengan pemerintah yang dinilai telah
bekerja sama dalam membantu Aceh selama menangani bencana tsunami.
Atas mandat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla
membentuk tim inti yang menjadi tim perunding antara Republik Indonesia dan
dobelGAM.
Tim itu terdiri dari Widodo AS, Hamid Awaluddin, Sofyan Djalil, Farid Husain, Usman
Basya, dan I Gusti Agung Wesaka Puja.
Perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan GAM itu antara lain memuat
permintaan GAM agar Aceh memiliki undang-undang pemerintahan sendiri serta
pendirian partai lokal. Kedua permintaan itu terpenuhi, menghasilkan Qanun dan
partai lokal Aceh.
Pilpres Langsung
PEMILU presiden (Pilpres) langsung menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia pasca-
reformasi. Indonesia pun mencatat sejarah karena presiden dapat dipilih
berdasarkan sistem satu orang mewakili satu suara, alias one man one vote.
Proses hingga berlangsungnya pilpres diawali dengan amandemen kedua UUD
1945 terhadap Pasal 6A. Dalam pasal itu diatur bahwa presiden dan wakil presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat.
Hal itu pun direspons oleh pemerintah dan DPR dengan memperbarui Undang-
Undang Pemilu. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Pemilu,
ketentuan pilpres langsung segera diadopsi.
Hasilnya, Pemilu 2004 yang menggunakan sistem pilpres langsung dimenangkan
oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla, melalui dua putaran
pemilu.