NIM : 105811121518
Kelas : Non Reg Sipil
Mata Kuliah : Drainase Kota
Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari. Laju
dan jumlah penguapan bervariasi, terbesar terjadi di dekat equator, dimana radiasi
matahari lebih kuat. Uap air adalah murni, karena pada waktu dibawa naik ke
atmosfir kandungan garam ditinggalkan. Uap air yang dihasilkan dibawa udara
yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut mengalami
kondensasi dan membentuk butir – butir air yang akan jatuh kembali sebagai presipitasi
berupa hujan dan / salju. Presipitasi ada yang jatuh di samudera, di
darat, dan sebagian langsung menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan
bumi.
Presipitasi yang jatuh di permukaan bumi menyebar ke berbagai arah dengan
beberapa cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es
atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi. Sebagian air
hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai. Hal ini disebut
aliran / limpasan permukaan. Jika permukaan tanah porous, maka sebagian air
akan meresap ke dalam tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi. Sebagian
lagi akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman (
evapotranspirasi ).
Di bawah permukaan tanah, pori – pori tanah berisi air dan udara. Daerah ini
dikenal sebagai zona kapiler ( vadoze zone ) atau zona aerasi. Air yang tersimpan
di zona ini disebut kelengasan tanah ( soil moisture ), atau air kapiler. Pada
kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini
disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan
tanah, kemudian menguap.
Kelebihan kelengasan tanah akan ditarik masuk oleh gravitasi dan proses ini
disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori – pori tanah atau batuan
akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air disebut muka air tanah ( water table ).
Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah ini bergerak
sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke
permukaan sebagai sumber air ( spring ) atau sebagai rembesan ke danau,
waduk, sungai, atau laut.
B. Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam bahasa
Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong –
gorong dibawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir. Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan sanitasi.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain :
1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada
akumulasi air tanah.
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi
bencana banjir.
Air yang dibuang ke luar daerah yang akan dikeringkan
antara lain :
1. Air hujan
2. Air kotor / air buangan rumah tangga
3. Air dari lingkungan sekitar
4. Air limbah dari pabrik / industri
5. Air pembilasan ( penggelontor )
Analisis Master Plan Sistem Drainase pada tesis ini meninjau ulang kinerja sistem
drainase berdasarkan kriteria perencanaan yaitu, analisis hidrologi kawasan, perencanaan
Sumur Resapan Air Hujan, analisis kapasitas saluran.
Sudah disadari bersama bahwa pada sebagian besar perencanaan, evaluasi dan
monitoring bangunan sipil memerlukan analisis hidrologi, demikian juga dalam perencanaan,
evaluasi dan monitoring sistem jaringan drainase di suatu perkotaan atau kawasan. Analisis
hidrologi secara umum dilakukan guna mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi
pada kawasan yang menjadi obyek studi. Pada studi ini analisis hidrologi digunakan untuk
mengetahui karakteristik hujan, menganalisis hujan rancangan dan analisis debit rancangan.
Guna memenuhi langkah tersebut di atas diperlukan data curah hujan, kondisi tata guna
lahan, kemiringan lahan dan koefisien permebilitas tanah.
Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan jangka pendek misalnya 5 menit,
10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman, kalau tidak ada data curah hujan jangka pendek
menggunakan data curah hujan harian, data curah hujan ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari instansi terkait. Pada studi ini data curah hujan yang diperoleh adalah data
curah hujan harian. Selanjutnya dianalisis curah hujan harian maksimum rata-rata dengan
metode Poligon Thiessen, dimana metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan stasiun hujan. Curah hujan harian maksimum rata-rata dihitung dengan
persamaan :
R1 . A 1 +R 2 . A2 +.. . R n . A n
R=
A 1 + A2 . .. An ………………………………………………( 2.5.)
Dengan :
A1, A2,…An = luas bagian daerah yang mewakili tuap titik pengamatan.
b. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum
hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan
makin bersar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian maka
intensitas hujan dapat dihitung dengan Persamaan Mononobe
2/3
R 24 24
I=
24 t [ ] …………………………………………………( 2.6. )
dimana,
I = intensitas hujan (mm / jam ).
R24 = curah hujan maksimum dalam sehari (mm).
t = lamanya hujan (jam).
c. Analisis Frekuensi
Hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang
tertentu sebagai hasil dari rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis frekuensi
curah hujan.
Secara sistematis perhitungan hujan rancangan dilakukan secara berurutan sebagai berikut :
Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum,
paling sedikit data 10 tahun terakhir. Untuk memudahkan perhitungan proses analisis
dilakukan secara matriks dengan menggunakan tabel, sedangkan rumus yang digunakan
adalah :
Xbar
X
n ……………………………………………………………( 2.7. )
Sd
( X Xbar ) 2
n 1 ………………………………………………….( 2.8. )
Sd
Cv
X …………………………………………………………………( 2.9. )
1 / n ( X Xbar )3 n2
Cs .
(1 / n ( X Xbar ) 3/ 2
(n 1)( n 2)
………………………………( 2.10.)
1 / n ( X Xbar ) 4 n2
Ck .
(1 / n ( X Xbar ) 2 ) 2. (n 1)( n 2)( n 3)
……………………….( 2.11 )
Dimana :
Penentuan jenis sebaran akan digunakan untuk analisis frekuensi dilakukan dengan
beberapa asumsi menurut Harto (1993), sebagai berikut :
Dalam melakukan perhitungan hujan rancangan dengan metode Gumbel, untuk masa
ulang T mendasarkan atas karakteristik dari penyebaran ( distribusi ) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Xt = X+ σK………………………………………………………………..( 2.12. )
σ = standar deviasi
K = factor probabilitas
Yt Yn
K
Sn ………………………………………………………………( 2.13. )
Tr 1
Yt ln ln
Tr …………………………………………………….( 2.14. )
f. Analisis Laju Aliran Puncak
Perhitungan debit puncak digunakan persamaan rasional, mengingat lahan (DAS) yang
diperhitungkan kecil (< 100 ha), yang menyatakan:
Dengan :
Koefisien limpasan menurut Suripin ( 2004 ), dapat dilihat pada Tabel 2.6. sebagai berikut :
Hutan
Datar, 0 - 5% 0,10 – 0,40
bergelombang, 5 - 10% 0,25 – 0,50
berbukit, 10 – 30% 0,30 – 0,60
Apabila lokasi penelitian kondisi tata guna lahan tidak homogen maka :
n
∑ CiAi
Persamaan Rational menjadi : Qp = 0,0027 I i=1 ................................( 2.16.)
g. Waktu Konsentrasi ( tc )
Waktu konsntrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh
untuk mengalir dar titik terjauh sampi ketempat keluaran DAS ( titik kontrol ) setelah tanah
menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika
durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah
menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.
Salah satu metode yang digunakan untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus
0,385
0,87 L2
Kirpich :
to= (
1000 S ) ........................................................................... ( 2.17. )
Salah satu langkah struktural dalam konsep sistem drainase yang berkelanjutan adalah
pembuatan Sumur Resapan Air Hujan ( RSAH ).
FKT
H=
Q
FK
(1−e
−
πR2 )
Kedalaman sumur, H : .....................( 2.18. )
Dengan :
F = faktor geometrik ( m )
R = jari-jari sumur ( m )
Sedangkan berdasarkan Metode PU ( 1990 ), perhitungan SRAH tertuang dalam SK SNI
T-06-1990-F, tentang standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan, dengan persamaan :
D. I . At −D . k . A s
H=
A s +D. K . P ...........................................................................( 2.19.)
Dengan :
1. Persyaratan Umum
Sumur Resapan Air Hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor.
Sumur Resapan Air Hujan harus bebas kontaminasi / pencemaran limbah.
Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan.
Untuk daerah sanitasi lingkungan yang buruk, SRAH hanya menampung air hujan
dari atap melalui talang.
Mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi dan hidrologi.
o . Evaluasi Debit
Sumur resapan terutama difungsikan untuk menampung air yang berasal dari atap
bangunan langsung. Hal ini dimaksudkan supaya air yang diisikan / dimasukkan ke dalam
tanah murni air hujan, sehingga tidak terjadi polusi atau kontaminasi air tanah. Air hujan
yang jatuh di luar atap, misalnya dari jalan, halaman, taman, dan lainnya masih tetap
mengalir ke sungai. Oleh karena itu perlu dianalisis peran sumur resapan secara keseluruhan
terhadap penurunan debit puncak yang terjadi yang akan ditampung pada sistem jaringan
drainase.
Berdasarkan perhitungan debit puncak yang dapat ditampung pada suatu saluran akan
dapat menentukan daya tampung saluran, penampang saluran yang dipilih adalah berbentuk
trapesium yang ekonomis. Menurut Suripin (2004) persamaan yang dipergunakan untuk
analisis penampang saluran tersebut adalah sebagai berikut:
A= h2 √ 3 ..........................................................................( 2.21.)
p = 2h √3 ......................................................................... ( 2.22.)
2
h √3
B = 3 ........................................................................( 2.23.)
2/3
1 h
V = n 2
() S 1/2
.............................................................( 2.24.)
Dimana
n : Koefisien Manning
i h